“Apa yang kalian lakukan di sini?” bentak Zou Cheng.
Dia sangat marah karena hampir semua murid wanita sedang berkumpul di depan pintu masuk. Tidak ada yang berani masuk karena mereka takut dengan Jue Die. Mereka hanya menunggu di sana sambil berharap kalau rumor tentang pria berwajah giok itu benar-benar muncul. Informasi itu menyebar sangat cepat seperti lalat.
Para murid wanita yang ada di baris belakang hanya menatap Zou Chang sebentar, tetapi beberapa detik kemudian mereka langsung memalingkan pandangannya. Mereka kembali fokus dengan pintu masuk dapur.
Zou Cheng marah, tetapi harga dirinya tidak bisa membuatnya memukul seorang perempuan. Dia kemudian menoleh ke arah bawahannya. Zou Cheng memiliki beberapa bawahan yang selalu mengikuti dirinya. Mereka sebenarnya tidak begitu suka dengan Zou Cheng, tetapi mereka butuh. Zou Cheng adalah anak dari tetua murid dalam, tetapi karena dia tidak terlalu berbakat. Dia tidak bisa masuk ke dalam sekte bagian dalam. Dia hanya bisa menjadi murid luar.
“Apa yang mereka tunggu?” tanya Zou Cheng.
“Kemarin tuan Zie Du membawa tiga orang remaja dan salah satunya memiliki wajah yang sangat tampan. Para gadis menjulukinya dengan julukan Pria Berwajah Giok,” jawab salah satu rekannya. “Ah, sebenarnya ada satu lagi yang membuat keributan. Ada gadis yang memiliki wajah yang sangat cantik dan para murid pria menjulukinya dengan julukan wanita berwajah es. Itu karena dia sangat cuek dengan semua orang. Wajah gadis itu selalu terlihat marah kepada semua orang. Selama dua hari ini dia hanya fokus berlatih saja,” tambahnya.
“Siapa nama mereka?” Zou Cheng.
“Kalau tidak salah nama yang laki-laki adalah Liu Heng dan yang gadis adalah Xie Xie,” jawab bawahannya.
Zou Cheng mengerutkan keningnya.
Tiba-tiba semua murid wanita berteriak histeris. Dengan spontan Zou Cheng langsung melihat ke arah pintu masuk dapur. Terlihat ada seorang anak kecil yang sedang berjalan keluar dari sana. Zou Cheng terdiam beberapa detik. Dia bahkan terpesona.
Dia langsung menggelengkan kepalanya, “Itu tidak boleh!” dia marah dengan dirinya sendiri. Tidak ada yang namanya pria kagum dengan wajah pria lain. Itu menjijikkan menurut Zou Cheng.
“Ayo ikut aku!” ajak Zou Cheng.
Dia langsung berjalan. Dia ingin menghampiri Liu Heng dan langsung menyingkirkan murid wanita yang menghalangi dirinya. Mereka menatap tajam ke arah Zou Cheng, tetapi tidak ada yang berani bertindak. Mereka hanya berani menatap dengan kemarahan saja.
Tidak lama dia tiba di depan Liu Cheng. Dia menatap Liu Cheng dan dengan kedua tangannya Zou Cheng langsung mendorong tubuh Liu Heng ke tanah. Liu Heng pun terjatuh. Air kotor yang sedang dia bawah pun tumpah dan membasahi tubuhnya. Liu Heng melihat ke arah Zou Cheng.
“Siapa kau? Aku membenci dirimu!” bentak Zou Cheng.
Liu Heng bangun sambil mengibaskan pakaiannya yang kotor. Dia kemudian tersenyum tipis. Itu membuat murid wanita langsung ikut tersenyum. Beberapa detik kemudian mereka menatap semakin tajam ke arah Zou Cheng. Itu membuat Zou Cheng merasa merinding.
“Aku adalah Liu Heng dan aku adalah seorang bekerja di bawah asuhan tuan Jue Die,” jawab Liu Heng. Die berusaha untuk tetap ramah karena Jue Die sudah memperingatkan dirinya kalau jangan mencari masalah di sekte.
Zou Cheng yang mendengar nama Jue Die langsung panik. Tidak ada yang tidak tahu tentang seberapa galak Jue Die. Dia bahkan pernah memukul anak dari seorang Patriarch. Yang bahkan Patriarch pun tidak berani marah sama sekali. Dia malah menampar wajah anaknya sendiri. Tidak ada yang tahu alasan pastinya, tetapi banyak yang berpendapat kalau Patriarch memiliki hutang budi kepada Jue Die.
“Aku membencimu!” teriak Zou Cheng.
Liu Heng mengerutkan keningnya. Dia tidak pernah merasa pernah melakukan kesalahan apa pun. Bahkan ini adalah pertemuan pertama mereka. Bagaimana bisa dia bisa dibenci. Liu Heng memiringkan kepalanya.
“Kau bisa membuat banyak wanita menyukaimu padahal kau baru datang ke mari. Aku yang sudah lama di sini dan sudah berlatih dengan keras. Tidak ada satu pun yang menyukai ku,” keluh Zou Cheng.
“Apa itu salahku?” tanya Liu Heng dengan wajah kebingungan.
“Benar, itu adalah salahmu.” Zou Cheng membesarkan suaranya. Dia membusungkan dadanya sambil menunjuk ke arah Liu Heng. “Kita buktikan siapa yang terkuat diantara kita. Aku ingin kita berduel dua hari lagi di tempat latihan utama.”
“Aku tidak bisa,” jawab Liu Heng. “Aku hanyalah seorang pesuruh. Aku tidak bisa berkultivasi,” sambungnya.
Semua orang kaget. para murid wanita menjadi kecewa. Beberapa bahkan sudah pergi dari sana. Tidak ada yang bisa diharapkan dari seorang pria yang tidak bisa berkultivasi. Mereka hanya akan menjadi beban. Wajah Liu Heng memang sangat membuat mereka terpesona, tetapi tanpa kultivasi semuanya percuma.
“Aku tidak percaya. Pokoknya kau harus bertarung denganku lusa!” Zou Cheng sudah kekeh dengan apa yang dia katakan.
Liu Heng ingin menolak lagi, tetapi tiba-tiba seseorang muncul seorang pria tua di belakang Zou Cheng dan langsung memukul kepalanya. Zou Cheng langsung meringkuk kesakitan. Dia menoleh ke atas dan ternyata itu adalah Jue Die. Wajahnya langsung pucat.
“Kalau kau ingin bertarung, maka bertarunglah denganku!” tantang Jue Die. Zou Cheng langsung menggeleng pelan. “Kalau begitu pergilah!” bentak Jue Die. Dia kemudian menatap para gadis yang masih ada di sana. Dia menatap mereka. Dengan cepat mereka semua langsung bubar.
“Bagaimana bisa orang buta bisa melakukan itu?” batin Liu Heng.
Dengan bantuan tongkatnya Jue Die mendekati Liu Heng dan mengelus kepada Liu Heng, “Masuklah ke dalam lagi. Biarkan orang lainnya yang melakukan tugasmu,” ucap Jue Die. Dia selalu memperhatikan Liu Heng dan merasa iba dengan nasibnya.
Tanpa pikir panjang Liu Heng langsung masuk. Dia langsung ingin mandi karena tubuhnya sudah kotor.
“Anak yang malang,” batin Jue Die.
***
Hari-hari berikutnya tidak ada lagi murid wanita yang menunggu dia di depan pintu masuk. Mereka semua sudah kecewa dengan fakta kalau Liu Heng tidak bisa berkultivasi. Apalagi beberapa hari terakhir dia sering di bully oleh beberapa murid lainnya. Liu Heng sama sekali tidak membalas. Itu menambah kekecewaan mereka.
“Dasar tidak berguna!” hina salah satu murid yang mengelilingi Liu Heng. Dia langsung menendang tubuh Liu Heng sekali lagi. Dia hanya bisa menerima dan bangun kembali. Murid lainnya melakukan hal yang sama hingga tubuh Liu Heng babak belur.
“Untuk apa kau hidup kalau kau tidak punya masa depan. Lebih baik kau mati saja!” hina salah satu murid lainnya.
Di kejauhan Zou Cheng yang melihat hal itu merasa kasihan, tetapi dia tidak bisa menolong karena itu akan membuat dia ikut direndahkan juga. Apalagi bawahannya ikut tertawa dan bahkan salah satu bawahannya juga ikut menyiksa Liu Heng.
Itu bukan hanya dilakukan sekali, tetapi setiap kali Liu Heng keluar pasti dia di siksa.
“Kalau kalian tidak berhenti, maka aku akan memukul kalian semua!” teriak seseorang dari kejauhan.
Semua orang langsung menoleh ke asal suara dan terlihat seoarang gadis yang memiliki tubuh yang kecil sedang berjalan ke arah Liu Heng. Wajah gadis itu sangat memerah. Dia sangat marah sampai mengepalkan tangannya.“Ah, Xie’er apa ada yang salah?” tanya salah satu murid yang menyiksa Liu Heng.Sudah satu minggu dia berlatih di bawah bimbingan Ziu Du dan sekarang dia sudah berada di tahap penempaan tulang 5. Sebentar lagi dia akan masuk ke tahap fondasi qi. Perkembangannya terbilang cepat.“Jangan ganggu kak Liu Heng lagi!” ucap Xie Xie. Dia membantu Liu Heng membersihkan pakaian kotor miliknya. “Jangan sok akrab denganku!” tambah Xie Xie. Dia tidak suka ada yang memanggilnya dengan Xie’er.“Apa bagusnya bocah cacad seperti dirinya? Dia tidak memiliki masa depan sama sekali. Paling-paling dia akan menjadi tukang kuda atau petani. Tidak akan lebih baik dari itu,” hina mereka. Mereka tertawa.
Jue Die kemudian meminta Liu Heng untuk mempraktikkan kembali jurusnya. Sekali lagi Jue Die terkagum-kagum dengan apa yang Liu Heng gerakkan. Ilmu berpedang Liu Heng sudah setara dengan Ahli pedang. Sangat halus dan tajam, tetapi sayangnya Liu Heng tidak akan bisa naik ke tahap ilmu pedang yang selanjutnya yaitu tahap jiwa pedang.Untuk mencapai tahap jiwa pedang. Seseorang harus bisa berkultivasi karena pada tahap jiwa pedang harus menggunakan qi. Pada tahap ini pengguna pedang bisa mengubah apa pun menjadi pedang termasuk kayu atau ketiadaan. Itu adalah tahap yang sulit dicapai. Masih ada dua tahap lagi di atas tahap jiwa pedang, tetapi itu hanya bisa dikuasai oleh pendekar pedang dengan kultivasi yang tinggi. Sesuatu yang tidak mungkin bisa Liu Heng capai.Untuk anak seusia dirinya, tidak ada yang pernah mencapai tahap ahli pedang bahkan di sekte besar sekalipun. Biasanya anak seusia Liu Heng mereka hanya akan belajar dasar ilmu pedang saja. Itu pun belum sempurna.
Setelah mendapatkan buku dasar Alchemy, dia langsung kembali ke dapur. Dia melakukan tugas harian seperti biasanya. Dia membuat makanannya untuk makan siang. Setelah semua tugas telah selesai. Dia pun langsung ingin pergi ke hutan di dekat sekte.Beberapa hari belakangan dia menemukan tempa yang tidak terjaga dan bisa digunakan sebagai tempat untuk keluar dari sekte tanpa ketahuan. Tepat ketika Liu Heng ingin pergi, Jue Die memegang bahunya.“Apa yang akan kau lakukan?” tanya Jue Die.“Aku ingin belajar Alchemy,” jawab Liu Heng dengan santai.“Kau belajar Alchemy? Apa kau tidak tahu kalau untuk memahami Alchemy membutuhkan otak yang cerdas dan juga kau harus memiliki kultivasi yang cukup tinggi serta kau harus memiliki roh api untuk mempermudah segalanya,” ucap Jue Die. Dia meragukan Liu Heng.Dengan kemampuan Liu Heng yang sekarang, yang bahkan belum belajar kultivasi untuk belajar alchemy adalah kemustahilan. U
“Apa yang kau lakukan dengan buku alchemy itu?” tanya Bai Linjue. Bai Linjue sedang duduk di depan Liu Heng. Dia seperti anak kecil yang penuh dengan rasa penasaran. Wajahnya terlihat sangat imut, tetapi Liu Heng tidak sadar akan hal itu. Dia terlalu sibuk dengan buku yang dia baca.“Kau buta atau apa? Kau bisa lihat sendiri apa yang aku lakukan. Masih saja bertanya,” keluh Liu Heng. Dia sebenarnya masih agak kesal kepada Bai Linjue yang menghentikan dirinya ketika dia ingin mencoba obat yang dia buat. “Seharusnya aku yang bertanya. Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah kau seharusnya berlatih?”“Kenapa kau marah denganku?” protes Bai Linjue.“Aku tidak marah. Aku hanya mempertanyakan fungsi mata yang kau miliki,” ketus Liu Heng.Mereka saling menatap satu sama lain. Mereka sama-sama keras kepala, tetapi pada akhirnya Bai Linjue yang mengalah. Dia tidak bisa terlalu lama menatap wajah Liu Heng. Itu membuat jantungnya berdetak lebih cepat.Bai Linjue menarik napas dan menghembuskannya
Keesokan harinya Liu Heng datang ke tempat yang sama. Dia kembali ingin mencoba meracik obat yang lainnya. Sebelum dia mulai mencari, Liu Heng melirik ke kiri dan ke kanan. Dia berharap kalau Bai Linjue tidak kembali lagi. “Apa yang terjadi dengan tanganmu?” Liu Heng langsung menghela napas berat. Dari nada dan cara bicara. Dia tahu siapa yang baru saja bertanya dengannya. Dia pun membalik badan dan ternyata apa yang dia duga benar. Itu adalah Bai Liunjue. “Jangan bilang kau membakar tanganmu sendiri?” Bai Linjue langsung memegang tangan Liu Heng yang sudah dibalut dengan kain. “Aku tidak menyangka ada orang gila seperti ini. Apa kau tidak merasa sakit?” Liu Heng kemudian melepaskan kain yang membalut tangannya. Terlihat kalau luka bakar itu sudah mengering. Lebih tepatnya sudah sembuh. Yang tersisa hanyalah bekas luka bakarnya saja. Liu Heng kemudian mengoleskan obat pemutih kulit yang dia buat. “Ini akan baik-baik saja,” jawab Liu Heng. “Kau tahu sendiri kalau aku tidak mencoba
Pria itu ingin menyerang Liu Heng, tetapi dengan sedikit gerakan. Dia berhasil menghindar dan langsung memotong tangan pria itu. Tidak hanya itu, dia juga langsung menusuk perut pria itu lagi. Itu membuat pria itu terjatuh dan tidak sadarkan diri lagi. Dia tewas di tangan Liu Heng. Liu Heng tidak puas hanya sampai di sana. Dia kemudian memotong leher pria itu sampai putus. "Kau terlalu kejam," keluh kakek yang tadi. Dia melihat apa yang Liu Heng lakukan. Memotong kepala orang yang sudah tewas itu terlalu berlebihan. "Tidak ada yang bisa menjamin kalau dia benar-benar sudah tewas," jawab Liu Heng. "Kau gila," ungkap Kakek itu. Liu Heng kemudian mengambil kitab tadi dan memasukkannya ke dalam bajunya. Dia juga mengangkat tubuh Kakek itu dan menyandarkan tubuhnya ke pohon yang tidak jauh dari sana. Awalnya Kakek itu cemas kala Liu Heng adalah orang yang ingin mengambil kitab miliknya, tetapi setelah Liu Heng mengembalikan kitab itu. Kakek itu tersenyum. "Kau adalah anak yang baik,"
Keesokan harinya. Liu Heng dan Jue Die memisahkan diri dari orang lain. Jue Die mengajak Liu Heng untuk masuk ke tempat miliknya. Ketika masuk ke sana ada sebuah batu besar yang bagian atasnya seperti terpotong.Liu Heng belum pernah masuk ke kediaman Jue Die karena Jue Die terkenal dengan orang yang suka marah-marah dan terkenal tegas dan kejam.Liu Heng tidak menyangka kalau di kediaman Jue Die sangatlah indah. Kolam kecil dengan sebuah pohon kecil di bagian sudut itu sangat indah. Terlihat sangat disimpel, tetapi itulah yang membuatnya indah. Apalagi ada suara air mengalir yang sangat pelan. Itu membuat suasana menjadi lebih tenang dan menenangkan."Aku tidak menyangka kau memiliki tempat seperti ini," ucap Liu Heng. Beberapa saat kemudian dia langsung mendapat pukulan di kepalanya."Duduklah di sana!" ucap Jue Die sambil menunjuk ke arah batu yang terpotong yang pertama kali mencuri perhatian Liu Heng. Bagian bawah batu itu terdapat lumut hijau. Liu Heng pun berjalan ke arah batu
Keesokan harinya Liu Heng melakukan hal yang sama. Dia tidak tidur semalaman karena terus memperkuat dirinya dan melakukan pernapasan secara berulang kali. Dia pun sudah berada pada tahap penempaan tulang ke 2.Itu adalah hasil yang luar biasa untuk seorang pemula. Jue Die belum tahu karena dia tidak ada di sana ketika Liu Heng naik tingkat. Kalau saja dia tahu, maka dia akan terkejut. Dia pasti akan sangat senang karena ternyata Liu Heng berbakat hanya saja merdiannya yang cacad.Setelah selesai dengan semua yang dia lakukan. Dia pergi ke paviliun alchemy. Dia akan bertemu dengan Xing Rue yang pernah dia tipu. Liu Heng dengan polosnya meletakkan buku dasar alchemy itu di meja."Aku mengembalikan buku yang aku pinjam sebelumnya," ucap Liu Heng dengan sangat santainya.Xing Rue mantapnya dengan tatapan tajam. Dia mengambil buku itu dan berusaha mengabaikan Liu Heng. Dia pun kembali membaca buku yang sedang dia baca. Dia sedang membaca buku alchemy juga."Apa kau boleh melihat buku itu