Jue Die kemudian meminta Liu Heng untuk mempraktikkan kembali jurusnya. Sekali lagi Jue Die terkagum-kagum dengan apa yang Liu Heng gerakkan. Ilmu berpedang Liu Heng sudah setara dengan Ahli pedang. Sangat halus dan tajam, tetapi sayangnya Liu Heng tidak akan bisa naik ke tahap ilmu pedang yang selanjutnya yaitu tahap jiwa pedang.
Untuk mencapai tahap jiwa pedang. Seseorang harus bisa berkultivasi karena pada tahap jiwa pedang harus menggunakan qi. Pada tahap ini pengguna pedang bisa mengubah apa pun menjadi pedang termasuk kayu atau ketiadaan. Itu adalah tahap yang sulit dicapai. Masih ada dua tahap lagi di atas tahap jiwa pedang, tetapi itu hanya bisa dikuasai oleh pendekar pedang dengan kultivasi yang tinggi. Sesuatu yang tidak mungkin bisa Liu Heng capai.
Untuk anak seusia dirinya, tidak ada yang pernah mencapai tahap ahli pedang bahkan di sekte besar sekalipun. Biasanya anak seusia Liu Heng mereka hanya akan belajar dasar ilmu pedang saja. Itu pun belum sempurna.<
Setelah mendapatkan buku dasar Alchemy, dia langsung kembali ke dapur. Dia melakukan tugas harian seperti biasanya. Dia membuat makanannya untuk makan siang. Setelah semua tugas telah selesai. Dia pun langsung ingin pergi ke hutan di dekat sekte.Beberapa hari belakangan dia menemukan tempa yang tidak terjaga dan bisa digunakan sebagai tempat untuk keluar dari sekte tanpa ketahuan. Tepat ketika Liu Heng ingin pergi, Jue Die memegang bahunya.“Apa yang akan kau lakukan?” tanya Jue Die.“Aku ingin belajar Alchemy,” jawab Liu Heng dengan santai.“Kau belajar Alchemy? Apa kau tidak tahu kalau untuk memahami Alchemy membutuhkan otak yang cerdas dan juga kau harus memiliki kultivasi yang cukup tinggi serta kau harus memiliki roh api untuk mempermudah segalanya,” ucap Jue Die. Dia meragukan Liu Heng.Dengan kemampuan Liu Heng yang sekarang, yang bahkan belum belajar kultivasi untuk belajar alchemy adalah kemustahilan. U
“Apa yang kau lakukan dengan buku alchemy itu?” tanya Bai Linjue. Bai Linjue sedang duduk di depan Liu Heng. Dia seperti anak kecil yang penuh dengan rasa penasaran. Wajahnya terlihat sangat imut, tetapi Liu Heng tidak sadar akan hal itu. Dia terlalu sibuk dengan buku yang dia baca.“Kau buta atau apa? Kau bisa lihat sendiri apa yang aku lakukan. Masih saja bertanya,” keluh Liu Heng. Dia sebenarnya masih agak kesal kepada Bai Linjue yang menghentikan dirinya ketika dia ingin mencoba obat yang dia buat. “Seharusnya aku yang bertanya. Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah kau seharusnya berlatih?”“Kenapa kau marah denganku?” protes Bai Linjue.“Aku tidak marah. Aku hanya mempertanyakan fungsi mata yang kau miliki,” ketus Liu Heng.Mereka saling menatap satu sama lain. Mereka sama-sama keras kepala, tetapi pada akhirnya Bai Linjue yang mengalah. Dia tidak bisa terlalu lama menatap wajah Liu Heng. Itu membuat jantungnya berdetak lebih cepat.Bai Linjue menarik napas dan menghembuskannya
Keesokan harinya Liu Heng datang ke tempat yang sama. Dia kembali ingin mencoba meracik obat yang lainnya. Sebelum dia mulai mencari, Liu Heng melirik ke kiri dan ke kanan. Dia berharap kalau Bai Linjue tidak kembali lagi. “Apa yang terjadi dengan tanganmu?” Liu Heng langsung menghela napas berat. Dari nada dan cara bicara. Dia tahu siapa yang baru saja bertanya dengannya. Dia pun membalik badan dan ternyata apa yang dia duga benar. Itu adalah Bai Liunjue. “Jangan bilang kau membakar tanganmu sendiri?” Bai Linjue langsung memegang tangan Liu Heng yang sudah dibalut dengan kain. “Aku tidak menyangka ada orang gila seperti ini. Apa kau tidak merasa sakit?” Liu Heng kemudian melepaskan kain yang membalut tangannya. Terlihat kalau luka bakar itu sudah mengering. Lebih tepatnya sudah sembuh. Yang tersisa hanyalah bekas luka bakarnya saja. Liu Heng kemudian mengoleskan obat pemutih kulit yang dia buat. “Ini akan baik-baik saja,” jawab Liu Heng. “Kau tahu sendiri kalau aku tidak mencoba
Pria itu ingin menyerang Liu Heng, tetapi dengan sedikit gerakan. Dia berhasil menghindar dan langsung memotong tangan pria itu. Tidak hanya itu, dia juga langsung menusuk perut pria itu lagi. Itu membuat pria itu terjatuh dan tidak sadarkan diri lagi. Dia tewas di tangan Liu Heng. Liu Heng tidak puas hanya sampai di sana. Dia kemudian memotong leher pria itu sampai putus. "Kau terlalu kejam," keluh kakek yang tadi. Dia melihat apa yang Liu Heng lakukan. Memotong kepala orang yang sudah tewas itu terlalu berlebihan. "Tidak ada yang bisa menjamin kalau dia benar-benar sudah tewas," jawab Liu Heng. "Kau gila," ungkap Kakek itu. Liu Heng kemudian mengambil kitab tadi dan memasukkannya ke dalam bajunya. Dia juga mengangkat tubuh Kakek itu dan menyandarkan tubuhnya ke pohon yang tidak jauh dari sana. Awalnya Kakek itu cemas kala Liu Heng adalah orang yang ingin mengambil kitab miliknya, tetapi setelah Liu Heng mengembalikan kitab itu. Kakek itu tersenyum. "Kau adalah anak yang baik,"
Keesokan harinya. Liu Heng dan Jue Die memisahkan diri dari orang lain. Jue Die mengajak Liu Heng untuk masuk ke tempat miliknya. Ketika masuk ke sana ada sebuah batu besar yang bagian atasnya seperti terpotong.Liu Heng belum pernah masuk ke kediaman Jue Die karena Jue Die terkenal dengan orang yang suka marah-marah dan terkenal tegas dan kejam.Liu Heng tidak menyangka kalau di kediaman Jue Die sangatlah indah. Kolam kecil dengan sebuah pohon kecil di bagian sudut itu sangat indah. Terlihat sangat disimpel, tetapi itulah yang membuatnya indah. Apalagi ada suara air mengalir yang sangat pelan. Itu membuat suasana menjadi lebih tenang dan menenangkan."Aku tidak menyangka kau memiliki tempat seperti ini," ucap Liu Heng. Beberapa saat kemudian dia langsung mendapat pukulan di kepalanya."Duduklah di sana!" ucap Jue Die sambil menunjuk ke arah batu yang terpotong yang pertama kali mencuri perhatian Liu Heng. Bagian bawah batu itu terdapat lumut hijau. Liu Heng pun berjalan ke arah batu
Keesokan harinya Liu Heng melakukan hal yang sama. Dia tidak tidur semalaman karena terus memperkuat dirinya dan melakukan pernapasan secara berulang kali. Dia pun sudah berada pada tahap penempaan tulang ke 2.Itu adalah hasil yang luar biasa untuk seorang pemula. Jue Die belum tahu karena dia tidak ada di sana ketika Liu Heng naik tingkat. Kalau saja dia tahu, maka dia akan terkejut. Dia pasti akan sangat senang karena ternyata Liu Heng berbakat hanya saja merdiannya yang cacad.Setelah selesai dengan semua yang dia lakukan. Dia pergi ke paviliun alchemy. Dia akan bertemu dengan Xing Rue yang pernah dia tipu. Liu Heng dengan polosnya meletakkan buku dasar alchemy itu di meja."Aku mengembalikan buku yang aku pinjam sebelumnya," ucap Liu Heng dengan sangat santainya.Xing Rue mantapnya dengan tatapan tajam. Dia mengambil buku itu dan berusaha mengabaikan Liu Heng. Dia pun kembali membaca buku yang sedang dia baca. Dia sedang membaca buku alchemy juga."Apa kau boleh melihat buku itu
Liu Heng mengehela napas, dia sudah tahu kalau ini akan terjadi, tetapi dia masih ingin berdamai saja. Dia malas berurusan dengan murid yang sebenarnya bisa dia kalahkan. Dia dipukuli karena dia tidak ingin keributan saja. Kali ini dia ingin cepat pergi dari sana. Dia juga ingin mencoba seberapa besar perubahan kekuatan tang dia miliki dan ini adalah cara yang tepat."Aku sudah memperingati kalian!" ucap Liu Heng. Beberapa orang tertawa keras. Mereka meremehkan Liu Heng. Beberapa hari yang lalu mereka baru saja memukul Liu Heng sampai babak belur. Itu tidak akan ada bedanya dengna hari ini. Mereka sangat percaya diri. "Aku suka dengan omong kosong itu," ejek salah satu dari murid yang ingin membully Liu Heng. Baru selesai mengatakan itu, tiba-tiba saja seseorang memegang wajahnya dan dengan satu kali gerakan, kepalanya pun dihempaskan ke tanah. Itu membuat murid itu langsung tidak sadarkan diri. Kepala bagian belakangnya berdarah karena terbentur dengan tanah. Benturan yang kuat.
Setelah mengalahkan semua orang murid yang menghalangi dirinya. Liu Heng pun pergi pergi dari sana. Dia kembali ke tempat biasa dia kunjungi. Dia pun duduk dan membaca buku yang baru saja dia pinjam. Baru duduk beberapa detik, dia langsung merasakan keberadaan orang yang tidak ingin dia temui. Bai Linjue pun ikut duduk dan ikut membawa buku yang Liu Heng pegang. Liu Heng menghela napas. "Kenapa kau datang lagi?" tanya Liu Heng. "Kau harusnya bersyukur karena gadis cantik seperti diriku bersedia menemani dirimu. Kau harusnya bersyukur bukannya mengeluh seperti anak kecil," protes Bai Linjue. Dia mengembungkan pipinya. Dia memalingkan pandangannya. Liu Heng hanya melirik dan dia langsung kembali fokus dengan buku yang baru dia dapatkan. Dia tidak terlalu peduli dengan urusan wanita. Apalagi dia juga sudah memiliki Xie Xie. Liu Heng rasa cukup dengan itu. Meski, dia selalu berusaha menganggap Xie Xie sebagai adik sendiri. Plaaak!Tiba-tiba saja wajah Liu Heng ditampar oleh Bai Linjue