“Kau bukan lawanku,” ucap Zie Du.
Dia sudah berada pada tahap alam surga ke satu. Itu tidak terlalu bisa dibanggakan karena Zie Du tidak bisa dibilang jenius yang luar biasa. Dia hanya di atas rata-rata sedikit. Jabatannya juga hanyalah guru murid luar. Sedangkan, musuhnya sekarang ada pada tahap alam bumi tahap akhir. Tidak lama lagi dia akan masuk ke dalam alam langit. Perbedaan yang cukup jauh.
Jurus tetesan air tenang
Benar saja beberapa menit kemudian ketua bandit itu mendapat tebasan di bagian bahunya. Tebasan itu cukup dalam. Membuatnya kesakitan. Dia mencoba sekali lagi, tetapi berakhir sama. Merasa tidak bisa mengalahkan Zie Du sendirian, dia pun memerintahkan bawahannya untuk membantu.
Jurus tetesan air tenang memiliki tiga bentuk perubahan dan yang dilakukan oleh Zie Du sekarang adalah bentuk pertama yaitu Air Membela Batu. Gerakannya lembut, tetapi pada bagian tertentu sangat kasar dan mematikan.
“Aku terlalu meremehkan dirinya,” keluh ketua bandit itu.
Permainan pedang milik Zie Du sangat lembut dan terasa seperti air yang mengalir. Itu adalah salah satu jurus yang diajari di sekte Tebasan Mengalir. Liu Heng kagum dengan setiap gerakan Zie Du. Xie Xie menatap Liu Heng sambil mengerutkan keningnya. Senyuman Liu Heng sangat indah.
“Kakak harus mengenakan penutup wajah ketika di sekte nanti!” pinta Xie Xie.
Liu Heng kaget. Dia langsung menoleh ke arah Xie Xie, “Kenapa kau berkata seperti itu? Mengenakan penutup wajah itu merepotkan.” Liu Heng tidak setuju.
“Pokoknya harus. Kalau tidak, maka aku akan marah,” ancam Xie Xie. Dia mengembungkan pipinya dan langsung menoleh ke arah lain. Tatapannya dan tatapan Zu Yong bertemu. Dia langsung memalingkan pandangannya lagi ke arah lainnya. Malah itu membuat wajahnya dan Liu Heng menjadi sangat dekat. Xie Xie langsung menunduk malu.
Liu Heng juga langsung memalingkan pandangannya juga. Wajahnya juga memerah.
“Maafkan aku,” ucap Liu Heng.
“Itu bukan salah Kakak.”
Satu bandit berhasil dikalahkan oleh Zie Du. Tidak butuh waktu lama dia menjatuhkan bandit yang lainnya. Ketua bandit yang panik, dia mencari cara untuk membuat Zie Du lengah. Dia melihat ada seorang gadis kecil—Xie Xie.
Dengan cepat dia langsung berlari ke arah gadis kecil itu. Ketua bandit itu sedikit melirik ke arah Zie Du, tetapi Zie Du sama sekali tidak peduli. Zie Du membiarkan ketua bandit itu menyerang Xie Xie. Itu membuat ketua bandit bingung. Ketika ketua bandit itu ingin mengayunkan pedangnya. Tiba-tiba pedang yang ada di tangannya menghilang. Tangannya pun terpotong, tetapi belum sempat berteriak kesakita. Beberapa saat kemudian dia merasa ada sesuatu yang menembus perutnya. Ketika dia menunduk dia melihat pedang tertancap di sana.
“Mustahil,” keluhnya. “Aku tidak mungkin dikalahkan oleh bocah yang bahkan tidak berkultivasi. Ini benar-benar tidak masuk akal.” Ketua bandit itu tewas tepat setelah Liu Heng menarik pedangnya ke samping. Bagian perut ketua bandit itu robek.
“Kalau kau tidak lengah, kami pasti dalam masalah,” ucap Liu Heng.
Zie Du tersenyum. Dia sudah bisa menebak kalau Liu Heng bisa diandalkan dan bisa mencari celah besar yang ketua bandit itu. Zie Du melakukan pertaruhan yang besar, tetapi untung saja berhasil. Tidak lama kemudian dia berhasil mengalahkan semua bandit yang ada di sana.
“Kau sangat luar biasa Heng’er,” ucap Zie Du.
Zu Yong yang mendengar itu langsung kesal. Dia menatap Liu Heng dengan tatapan marah. Dia langsung masuk ke dalam kereta kuda lagi.
“Kurang ajar! Dia mengambil semua yang ingin aku miliki,” keluh Zu Yong.
Mereka melanjutkan perjalanan. Sepanjang jalan Zie Du selalu berbicara dengan Liu Heng. Mereka saling bertukar pikiran tentang ilmu pedang. Semakin lama dia berbicara dengan Liu Heng semakin yakin kalau ilmu pedang Liu Heng memang di atas ilmu pedang miliknya.
Itu membuat Zie Du merasa malu, tetapi dia tetap bertanya dan sesekali dia meminta saran. Liu Heng tentu saja menjawab sesuai dengan apa yang dia pahami. Dia tidak merasa rugi berbagi ilmu kepada orang lain. Malah menurutnya itu bisa menambah wawasan dia juga.
Beberapa hari kemudian mereka pun tiba di sekte. Semua orang menatap ke arah mereka. Beberapa orang langsung terpesona terutama para gadis. Bukan dengan kedatangan Zie Du, tetapi karena wajah tampan Liu Heng. Itu membuat Xie Xie kesal. Pada hari itu muncul rumor tentang murid berwajah giok.
“Kau cemburu?” tanya Liu Heng.
Wajah Xie Xie langsung memerah. Dia pun mengangguk. Dia tidak pernah menyembunyikan rasa sukanya kepada Liu Heng, tetapi Liu Heng menganggap itu hanya sebatas suka seperti kakak dan adik. Bagaimana pun dia sudah menganggap Xie Xie sebagai adiknya. Meski, umurnya lebih muda.
“Jangan khawatir, Kau akan menjadi nomor satu di sini,” ungkap Liu Heng sambil meletakkan tangan Xie Xie di bagian dadanya. Xie Xie bisa merasakan detak jantung Liu Heng dari tangannya. Itu membuat dia tersenyum dan langsung memeluk Liu Heng.
Zie Du hanya tersenyum.
Zie Du mengajak Xie Xie dan Zu Yong ke tempat tinggal mereka. Mereka memiliki ruang pribadi untuk mereka tinggal. Setelah itu dia mengajak Liu Heng untuk ke bagian dapur. Mereka akan menemui Jue Die.
Ketika bertemu dengan Jue Die, Liu Heng kaget karena ternyata dia adalah pria tua buta yang pemabuk. Di tangan kanannya terdapat arak. Liu Heng kebingungan. Dia tidak mengerti bagaimana seorang pria tua yang buta bisa menjadi juru masak dan ketua.
“Jangan memandangnya seperti itu, dia tahu. Dia akan memukulmu,” bisik Zie Du.
“Benarkah?”
Zie Du mengangguk.
“Kalau kau ingin merasakan bagaimana pukulanku, maka tanyakan saja pada bocah yang ada di sampingmu. Dia bisa memberitahumu,” ucap Jue Die. Zie Du menggaruk kepalanya. Wajahnya sedikit memerah.
“Dia juga awalnya bekerja di tempat ini. Sebelum akhirnya salah satu tetua tertarik kepadanya. Jadi, kau tidak perlu khawatir.” Jue Die mencoba menyemangati Liu Heng. Dia kemudian memegang kepala Liu Heng. Dia terdiam beberapa detik. “Aku tarik lagi kata-kataku. Itu agak mustahil. Kau bahkan tidak bisa menembus tahap penempaan tulang. Itu adalah batasmu.”
Zie Du mengusap wajahnya. Dia lupa kalau Jue Die adalah orang yang suka ceplas-ceplos. Keadaan menjadi canggung. Zie Du ingin menjelaskan semuanya, tetapi dia urungkan niatnya karena itu sudah terlambat.
“Jangan ditutup-tutupi karena itu hanya akan membuatnya lebih kecewa. Apa kau tidak memikirkan perasan ketika dia sudah berusaha sekuat tenaga, tetapi tidak bisa dan baru sadar kalau ternyata memang itu adalah batas yang dia miliki. Bukankah itu jauh lebih menyakitkan?”
Zie Du menundukkan pandangannya.
“Maafkan aku,” ucapnya kepada Liu Heng.
“Itu bukan salah Guru.”
Keadaan masih canggung. Akhirnya Zie Du pulang ke tempat dia tinggal. Sedangkan, Liu Heng di tinggal di sana bersama dengan Jue Die.
“Apa yang kalian lakukan di sini?” bentak Zou Cheng.Dia sangat marah karena hampir semua murid wanita sedang berkumpul di depan pintu masuk. Tidak ada yang berani masuk karena mereka takut dengan Jue Die. Mereka hanya menunggu di sana sambil berharap kalau rumor tentang pria berwajah giok itu benar-benar muncul. Informasi itu menyebar sangat cepat seperti lalat.Para murid wanita yang ada di baris belakang hanya menatap Zou Chang sebentar, tetapi beberapa detik kemudian mereka langsung memalingkan pandangannya. Mereka kembali fokus dengan pintu masuk dapur.Zou Cheng marah, tetapi harga dirinya tidak bisa membuatnya memukul seorang perempuan. Dia kemudian menoleh ke arah bawahannya. Zou Cheng memiliki beberapa bawahan yang selalu mengikuti dirinya. Mereka sebenarnya tidak begitu suka dengan Zou Cheng, tetapi mereka butuh. Zou Cheng adalah anak dari tetua murid dalam, tetapi karena dia tidak terlalu berbakat. Dia tidak bisa masuk ke dalam sekte bagian dalam. Dia hanya bisa menjadi mur
Semua orang langsung menoleh ke asal suara dan terlihat seoarang gadis yang memiliki tubuh yang kecil sedang berjalan ke arah Liu Heng. Wajah gadis itu sangat memerah. Dia sangat marah sampai mengepalkan tangannya.“Ah, Xie’er apa ada yang salah?” tanya salah satu murid yang menyiksa Liu Heng.Sudah satu minggu dia berlatih di bawah bimbingan Ziu Du dan sekarang dia sudah berada di tahap penempaan tulang 5. Sebentar lagi dia akan masuk ke tahap fondasi qi. Perkembangannya terbilang cepat.“Jangan ganggu kak Liu Heng lagi!” ucap Xie Xie. Dia membantu Liu Heng membersihkan pakaian kotor miliknya. “Jangan sok akrab denganku!” tambah Xie Xie. Dia tidak suka ada yang memanggilnya dengan Xie’er.“Apa bagusnya bocah cacad seperti dirinya? Dia tidak memiliki masa depan sama sekali. Paling-paling dia akan menjadi tukang kuda atau petani. Tidak akan lebih baik dari itu,” hina mereka. Mereka tertawa.
Jue Die kemudian meminta Liu Heng untuk mempraktikkan kembali jurusnya. Sekali lagi Jue Die terkagum-kagum dengan apa yang Liu Heng gerakkan. Ilmu berpedang Liu Heng sudah setara dengan Ahli pedang. Sangat halus dan tajam, tetapi sayangnya Liu Heng tidak akan bisa naik ke tahap ilmu pedang yang selanjutnya yaitu tahap jiwa pedang.Untuk mencapai tahap jiwa pedang. Seseorang harus bisa berkultivasi karena pada tahap jiwa pedang harus menggunakan qi. Pada tahap ini pengguna pedang bisa mengubah apa pun menjadi pedang termasuk kayu atau ketiadaan. Itu adalah tahap yang sulit dicapai. Masih ada dua tahap lagi di atas tahap jiwa pedang, tetapi itu hanya bisa dikuasai oleh pendekar pedang dengan kultivasi yang tinggi. Sesuatu yang tidak mungkin bisa Liu Heng capai.Untuk anak seusia dirinya, tidak ada yang pernah mencapai tahap ahli pedang bahkan di sekte besar sekalipun. Biasanya anak seusia Liu Heng mereka hanya akan belajar dasar ilmu pedang saja. Itu pun belum sempurna.
Setelah mendapatkan buku dasar Alchemy, dia langsung kembali ke dapur. Dia melakukan tugas harian seperti biasanya. Dia membuat makanannya untuk makan siang. Setelah semua tugas telah selesai. Dia pun langsung ingin pergi ke hutan di dekat sekte.Beberapa hari belakangan dia menemukan tempa yang tidak terjaga dan bisa digunakan sebagai tempat untuk keluar dari sekte tanpa ketahuan. Tepat ketika Liu Heng ingin pergi, Jue Die memegang bahunya.“Apa yang akan kau lakukan?” tanya Jue Die.“Aku ingin belajar Alchemy,” jawab Liu Heng dengan santai.“Kau belajar Alchemy? Apa kau tidak tahu kalau untuk memahami Alchemy membutuhkan otak yang cerdas dan juga kau harus memiliki kultivasi yang cukup tinggi serta kau harus memiliki roh api untuk mempermudah segalanya,” ucap Jue Die. Dia meragukan Liu Heng.Dengan kemampuan Liu Heng yang sekarang, yang bahkan belum belajar kultivasi untuk belajar alchemy adalah kemustahilan. U
“Apa yang kau lakukan dengan buku alchemy itu?” tanya Bai Linjue. Bai Linjue sedang duduk di depan Liu Heng. Dia seperti anak kecil yang penuh dengan rasa penasaran. Wajahnya terlihat sangat imut, tetapi Liu Heng tidak sadar akan hal itu. Dia terlalu sibuk dengan buku yang dia baca.“Kau buta atau apa? Kau bisa lihat sendiri apa yang aku lakukan. Masih saja bertanya,” keluh Liu Heng. Dia sebenarnya masih agak kesal kepada Bai Linjue yang menghentikan dirinya ketika dia ingin mencoba obat yang dia buat. “Seharusnya aku yang bertanya. Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah kau seharusnya berlatih?”“Kenapa kau marah denganku?” protes Bai Linjue.“Aku tidak marah. Aku hanya mempertanyakan fungsi mata yang kau miliki,” ketus Liu Heng.Mereka saling menatap satu sama lain. Mereka sama-sama keras kepala, tetapi pada akhirnya Bai Linjue yang mengalah. Dia tidak bisa terlalu lama menatap wajah Liu Heng. Itu membuat jantungnya berdetak lebih cepat.Bai Linjue menarik napas dan menghembuskannya
Keesokan harinya Liu Heng datang ke tempat yang sama. Dia kembali ingin mencoba meracik obat yang lainnya. Sebelum dia mulai mencari, Liu Heng melirik ke kiri dan ke kanan. Dia berharap kalau Bai Linjue tidak kembali lagi. “Apa yang terjadi dengan tanganmu?” Liu Heng langsung menghela napas berat. Dari nada dan cara bicara. Dia tahu siapa yang baru saja bertanya dengannya. Dia pun membalik badan dan ternyata apa yang dia duga benar. Itu adalah Bai Liunjue. “Jangan bilang kau membakar tanganmu sendiri?” Bai Linjue langsung memegang tangan Liu Heng yang sudah dibalut dengan kain. “Aku tidak menyangka ada orang gila seperti ini. Apa kau tidak merasa sakit?” Liu Heng kemudian melepaskan kain yang membalut tangannya. Terlihat kalau luka bakar itu sudah mengering. Lebih tepatnya sudah sembuh. Yang tersisa hanyalah bekas luka bakarnya saja. Liu Heng kemudian mengoleskan obat pemutih kulit yang dia buat. “Ini akan baik-baik saja,” jawab Liu Heng. “Kau tahu sendiri kalau aku tidak mencoba
Pria itu ingin menyerang Liu Heng, tetapi dengan sedikit gerakan. Dia berhasil menghindar dan langsung memotong tangan pria itu. Tidak hanya itu, dia juga langsung menusuk perut pria itu lagi. Itu membuat pria itu terjatuh dan tidak sadarkan diri lagi. Dia tewas di tangan Liu Heng. Liu Heng tidak puas hanya sampai di sana. Dia kemudian memotong leher pria itu sampai putus. "Kau terlalu kejam," keluh kakek yang tadi. Dia melihat apa yang Liu Heng lakukan. Memotong kepala orang yang sudah tewas itu terlalu berlebihan. "Tidak ada yang bisa menjamin kalau dia benar-benar sudah tewas," jawab Liu Heng. "Kau gila," ungkap Kakek itu. Liu Heng kemudian mengambil kitab tadi dan memasukkannya ke dalam bajunya. Dia juga mengangkat tubuh Kakek itu dan menyandarkan tubuhnya ke pohon yang tidak jauh dari sana. Awalnya Kakek itu cemas kala Liu Heng adalah orang yang ingin mengambil kitab miliknya, tetapi setelah Liu Heng mengembalikan kitab itu. Kakek itu tersenyum. "Kau adalah anak yang baik,"
Keesokan harinya. Liu Heng dan Jue Die memisahkan diri dari orang lain. Jue Die mengajak Liu Heng untuk masuk ke tempat miliknya. Ketika masuk ke sana ada sebuah batu besar yang bagian atasnya seperti terpotong.Liu Heng belum pernah masuk ke kediaman Jue Die karena Jue Die terkenal dengan orang yang suka marah-marah dan terkenal tegas dan kejam.Liu Heng tidak menyangka kalau di kediaman Jue Die sangatlah indah. Kolam kecil dengan sebuah pohon kecil di bagian sudut itu sangat indah. Terlihat sangat disimpel, tetapi itulah yang membuatnya indah. Apalagi ada suara air mengalir yang sangat pelan. Itu membuat suasana menjadi lebih tenang dan menenangkan."Aku tidak menyangka kau memiliki tempat seperti ini," ucap Liu Heng. Beberapa saat kemudian dia langsung mendapat pukulan di kepalanya."Duduklah di sana!" ucap Jue Die sambil menunjuk ke arah batu yang terpotong yang pertama kali mencuri perhatian Liu Heng. Bagian bawah batu itu terdapat lumut hijau. Liu Heng pun berjalan ke arah batu