Rumah Keluarga Erlangga pun kini tengah ramai dengan gelak tawa dari empat sahabat yang kini sudah paruh baya itu, mereka asyik membicarakan tentang masa-masa sekolah dan kuliah mereka dulu dan juga kenakalan-kenakalan saat mereka remaja. Karena semenjak mereka menikah, mereka sudah jarang menghabiskan waktu bersama, apalagi Radit kini sering bolak balik keluar negeri karena harus mengurus perusahaan yang berada disana. Tenttu saja bersama sang istri tercinta Ratih.
Dan kali ini Radit menyempatkan datang ke rumah sahabatnya itu, untuk membahas soal pernikahan Putra dengan putri mereka, sedangkan Raka dia memilih fokus pada ponselnya menanyakan soal kelas yang seharusnya di bimbing olehnya hari ini. Karena ditempat itu lah Raka menghabiskan hari-harinya untuk mengajar dan membimbing para mahasiswanya. Setelah hubungannya dengan kekasihnya kandas karena sang kekasih lebih memilih pergi dan mengejar cita-citanya menjadi seorang model terkenal, dan sejak itulah Raka jadi tidak tertarik lagi dengan yang namanya cinta, karena itu saat ini hatinya kosong tak ada yang menempatinya. Jadi itu berarti masih ada kesempatan untuk Devana mendapatkan hati seorang dosen killer yang tampan dan Cool juga hot menurut para mahasiswinya itu.
“An, Deva nya mana? Aku sudah gak sabar pengen lihat dia, aku juga sangat merindukan Deva kecilku,” Ucap Ratih yang belum melihat Devana semenjak dia datang tadi. Ratih sudah tidak sabar untuk melihat calon menantu yang sangat didambakannya itu.
"Mungkin dia masih siap-siap Rat, sebentar lagi juga pasti turun,” jawab Anna dengan senyuman manisnya.
"Wah Raka sekarang kamu makin tampan ya? Pasti banyak gadis yang berlomba untuk mendapatkan kamu ya, Nak?”
Devan mulai berbasa basi pada Raka, lalu dia kini menatap lekat putra sahabatnya itu.
"Biasa aja Om, sebenarnya aku sedang ingin fokus pada anak didikku saat ini. Kalau bukan karena bunda yang merengek minta aku agar cepat menikah. Karena aku sebenarnya belum ingin menikah Om.” Raka menyahut dengan wajah datarnya sambil menatap sang bunda yang kini menatap tajam ke arahnya.
"Raka! Hentikan omong kosongmu itu! Maaf ya Dev, dia memang begitu aku juga kadang bingung dengan sikapnya, yang kadang bersikap sok cool. Tapi dia bersikap seperti itu semenjak dia putus dengan kekasihnya. Karena kekasihnya lebih memilih jadi model, dibanding bersama dengannya. Semenjak itu dia jadi dingin begitu tidak sehangat dulu lagi," lirih Ratih yang merasa tidak enak kepada Devan dan Anna karena ucapan putranya Raka yang sedikit kurang sopan.
Mendengar ucapan sang bunda membuat Raka merasa bersalah. Dia pun berkata pada Ibunya dengan pelan.
"Bun, kenapa harus membahas soal itu? Bunda kan janji gak bakalan bahas soal itu lagi, Raka tidak suka Bunda, kalau Bunda bahas soal itu terus. Lebih baik Raka pulang.” Raka yang sedikit emosi pun mengancam sang Bunda dengan wajah datarnya yang kini menatap Ratih. Bundanya.
"Kamu yang mulai Raka! Dan ing-" Ratih yang semula ingin memarahi Raka, kini teralihkan dengan kedatangan seorang gadis cantik. Ya dia adalah Devana calon menantu idamannya.
"Wah kamu cantik sekali sayang,” puji Ratih yang melihat Devana datang dan Ratih begitu mengagumi kecantikan calon menantunya. Putri dari sahabatnya itu.
"Terimakasih tante.” Devana tersenyum dengan tulus, lalu dia pun mencium punggung tangan Ratih dan Radit secara bergantian.
"Iya sayang, sini duduk,” ucap Ratih, Devana pun kini duduk ditengah-tengah Mommy dan Daddynya.
Melihat putranya yang cuek, Radit pun mencoba menggoda putranya itu dengan memuji kecantikan Devana. "Raka lihat lah, calon istrimu sangat cantik," puji Radit lalu menyenggol lengan putranya, yang sebenarnya dari tadi mencuri pandang pada Devana. Dia akui kalau berpenampilan seperti itu Devana terlihat sangat cantik, anggun dan terlihat lebih dewasa. Mungkin karena dress yang Devana kenakan.
"Ya,” sahut Raka singkat dengan wajah datarnya. Seolah-olah tidak tertarik dengan apa yang ada dihadapannya meski dia itu seorang gadis yang sangat cantik.
"Hanya itu? Tidak ada pujian sedikit pun untukku? Padahal aku sudah dandan semaksimal mungkin agar tampil cantik, tapi apa yang aku dapat! dasar Dosen sok cool. Menyebalkan kita lihat saja nanti. Akan kubuat kau bertekuk lutut dihadapanku, enak saja mengabaikan seorang Devana Anastasya Erlangga, dasar om-om menyebalkan,” batin Devana. sambil menatap kesal kearah Raka yang terlihat cuek.
Sedang Raka nampak biasa saja saat melihatnya. Kini orang tua mereka pun asik membicarakan rencana pernikahan mereka, karena memang Radit tidak bisa lama-lama di Jakarta. Dia harus segera kembali ke New York, jadi mereka memutuskan akan menikahkan Devana dan Raka satu Minggu lagi. Meski keputusan mereka mendapat Protes dari Devana dan Raka karena itu terlalu cepat, tapi mereka tidak peduli yang mereka inginkan adalah secepatnya mempersatukan putra dan putri mereka. Dan itu tidak bisa dibantah dan pada akhirnya mereka berdua pun mau. Tapi mereka tidak mau setuju begitu saja. Tentu saja harus ada syaratnya, mereka ingin pernikahan mereka hanya dihadiri keluarga dan saudara mereka saja yang datang, dengan alasan tidak ingin terlalu ramai mereka ingin pernikahan yang sederhana saja, yang penting sah dimata hukum, negara dan agama.
"Maaf, Om.. Tante boleh Raka bicara sama Devana sebentar?” Tanya Raka. Meminta izin pada Anna dan Devan yang disambut tatapan tidak suka dari Devana. Dengan ide Raka yang mengajaknya bicara berdua saja membuat Devana sedikit curiga.
"Tentu sayang, lagian kan sebentar lagi Devana jadi istri kamu, jadi kalian harus berkenalan dulu," Ucap Anna dengan senyuman manisnya.
"Mommy," Rengek Devana yang sebenarnya tidak suka dengan ucapan mommynya barusan. Yang disambut tawa oleh ketiga paruh baya yang ada diruang tamu itu. Anna pun memberi kode agar Devana mengajak Raka ke taman belakang, yang tidak jauh dari kolam renang, akhirnya Devana pun pasrah dan mengajak Raka ke taman belakang rumahnya. Sementara orang tua mereka kembali asyik mengobrol entah apa yang mereka bicarakan.
Devana dan Raka pun sudah sampai ditaman belakang. Raka kini duduk dikursi yang tersedia ditaman itu.
"Baik Pak Raka, apa yang ingin Bapak bicarakan?” Tanya Devana dengan wajah datarnya sambil menyentuh bunga-bunga yang sedang bermekaran dengan indahnya.
"Saya hanya ingin mengatakan tentang pernikahan kita. Saya harap kamu mau merahasiakan pernikahan kita pada teman-teman kamu yang ada dikampus,” Ucap Raka yang kini duduk manis dikursi panjang ditaman itu.
"Oh... ho... ho..., saya mengerti Pak dosen yang sok jadi idola dikampus. Dan yang sok killer juga sok cool, maaf ya pak, anda kira saya sebodoh itu. Mau mengatakan kepada teman-teman saya dikampus dan jadi bulan-bulanan dikampus oleh fans-fans anda. Oh thanks Pak, jangan khawatir aku tidak sebodoh itu, karena itu sama saja merusak reputasi saya. Lagi pula seorang Devana Anatasya yang kecantikanya tidak diragukan lagi, harus jadi bullyan fans berat anda. Oh No tidak Terima kasih." Devana dengan wajah kesalnya mencoba menyelamatkan harga dirinya dihadapan Raka.
"Bagus kalau gitu saya lega mendengarnya. Saya kira kamu akan merajuk dan meminta agar diperlakukan sebagai istri dirumah dan dikampus nantinya," Ucap Raka santai dengan menyunggingkan senyumnya.
"Dasar Dosen gila! Gak Peka banget sih. Lihat aja nanti siapa yang akan merengek minta diperjelas statusnya dasar om-om menyebalkan!" Teriak Devana lalu pergi dari taman itu, meninggalkan Raka yang kini malah terkekeh geli karena sikap berlebihan Devana saat merajuk kesal karena ucapannya. Tak lama kemudian Raka pun menyusul Devana masuk kedalam rumah, menuju tempat orang tuanya berkumpul tadi.
"Gimana udah selesai ngobrol dan kenalannya?” tanya Ratih dengan antusias saat melihat Devana dan Raka menghampiri mereka lagi.
"Udah Tante,” jawab Devana dengan senyuman manisnya meski sedikit dipaksakan.
"Uluh-uluh..., manis banget sih senyumnya. Deva mulai sekarang panggil Bunda ya sayang jangan tante. Dan Raka, nanti kamu hati-hati ya kalau sudah nikah sama Deva, jangan kebanyakan makan yang manis-manis, karena senyuman istri kamu aja udah manis banget bisa kena diabetes kamu nanti hahaha."
Tawa Ratih pun pecah setalah menggoda putranya. Mendengar ucapan Ratih, membuat Pipi Devana merona karena tersipu malu. Dan akhirnya Devana pun mengangguk menyetujui permintaan Ratih untuk memanggilnya Bunda.
"Tenang saja Bun, aku akan menyingkirkan semua yang manis-manis. cukup istriku saja kelak yang manis dirumah kami nanti,” sahut Raka sambil mengedipkan sebelah matanya dan membuat Devana terbelalak melihat kedipan sang dosen killer calon suaminya itu.
Genit sekali dia.
"Sudah-sudah jangan memuji putriku terus, sekarang kita makan malam yuk, pasti kalian sudah lapar kan? Kebetulan makanannya sudah siap," ujar Anna. memberi tahu semuanya untuk makanan malam bersama. Kini semua pun menikmati makan malam. Setelah selesai makan malam Raka, Radit dan Ratih pun pamit pulang karena malam sudah semakin larut, sedang kan Devana. Sepeninggalnya keluarga Raka. Dia memasuki kamarnya dan mengganti dressnya dengan piama. Dia pun bergegas tidur karena esok akan ada kelas pagi. Dan besok adalah hari pertamanya dibimbing oleh Dosen killer yang tak lain adalah calon suaminya sendiri. Dan celakanya seminggu lagi akan berubah status menjadi suaminya dan itu membuat Devana stres karena harus memikirkan tentang pernikahan dan juga skripsinya. Tentu saja itu membuat Devana merasa tertekan dan mungkin sebentar lagi akan stres.
Suana rumah pagi itu terasa sangat sepi saat Devana menuruni anak tangga. Devana yang tidak melihat ibunya, membuatnya memanggil sang ibu dengan sedikit berteriak."Mommy...!” Teriak Devana."Ada apa sayang? Kenapa pagi-pagi sudah teriak-teriak, Mommy belum tuli sayang. Jangan dibiasakan ya, nanti kebiasan didepan suami, kamu teriak-teriak kayak gini itu gak baik, dan juga gak sopan Deva,” Nasihat Anna. Dengan sedikit menceramahi putrinya."Aduh Mom, kenapa malah ceramah sih pagi-pagi. Kalau mau cermah sono ikutan Mamah dedeh aja," Grutu Devana sambil cemberut karena kesal pada mommynya."Hehe maaf sayang. Terus ada apa teriak-teriak pagi-pagi begini?” Tanya Anna sambil merapikan piring dimeja makan bekas sarapan Devan, suaminya."Mom, Dad udah berangkat ya?” Devana balik bertanya sambil sesekali melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya."Udah, baru a
Hari-hari Pun berlalu dengan cepat, akhirnya hari pernikahan Devana dan Raka pun telah tiba. Sesuai dengan syarat yang Devana dan Raka ajukan yaitu sebuah pernikahan sederhana tanpa Resepsi dan hanya dihadiri oleh keluarga dan sanak saudara saja. Tentu tanpa satu pun orang-orang dari kampus mereka yang tahu. Karena Raka dan Devana benar-benar ingin merahasiakan pernikahan mereka.Pernikahan pun berjalan dengan khidmat semuanya pun lancar tanpa hambatan. kini Devana benar-benar sudah menjadi nyonya Raka Aditya Prayoga. Seorang dosen killer, mamun menjadi idola para mahasiswinya dan rekan sesama Dosen-dosen wanita dikampus tempat dia mengajar. beberapa wejangan pun telah diberikan oleh orang tua Devana dan Raka, serta kakek dan nenek mereka."Sekarang putri Mommy ini sudah menjadi seorang istri. Mommy berharap kamu akan menjadi istri yang baik dan menuruti perintah suamimu sayang, kamu juga harus belajar bersikap dewasa, buang sikap egois da
Saat Raka pulang, Devana tengah asyik dengan novelnya. Raka pun langsung menuju dapur untuk membereskan barang belanjaannya ke dalam kulkas, setelah selesai manata makanan dikulkas Raka menghampiri Devana yang sedang asik membaca Novel sehingga dia tidak menyadari kedatangan Raka yang kini menghampiri nya. Cup tiba-tiba Raka mengecup kening Devana. Dan itu membuat Devana terkejut dia pun refleks menutup mulutnya yang menganga karena keterkejutan nya atas sikap Raka padanya yang tiba-tiba mengecup keningnya, namun dengan santai Raka duduk disamping Devana tanpa rasa canggung sedikit pun. "Baca apa?” Tanya Raka. Sambil melihat kearah novel yang Devana pegang. "Ba-baca ini," Jawab Devana menujukan buku yang dia pegang, tentu saja dengan rasa gugupnya. Sementara Raka hanya mengangguk setelah melihat judul novel yang Devana baca. "Suka Novelnya?” tanya Raka lagi sambil menyandarkan kepalanya
"Deva, apa yang kamu katakan barusan? Kamu tahu itu bukan perbuatan main-main, kamu harus benar-benar siap dengan konsekuensinya,” ucap Raka sambil menatap Devana lekat."Tapi aku sudah siap Mas. Mommy pernah bilangkalau seorang istri tidak akan sempurna sebelum menyerahkan mahkota berharganya pada suaminya, lalu mengandung dan melahirkan seorang anak, kata mommy disitu lah kesempurnaan seorang istri," Ucap Devana yg kali ini dengan berani menatap Raka."Ta-tapi kamu tau kan, it-itu akan sakit sayang, apa kamu siap menahan rasa sakitnya?” Tanya Raka. Kali ini dia lah yang dibuat gugup oleh istri kecilnya itu. Karena keinginan Devana yang tiba-tiba dan berani itu."Mas Raka sayang, tadi kan aku sudah bilang aku siap apapun konsekuensi yang aku terima. Sesakit apa pun itu, aku akan menerimanya," Jawab Devana dengan mantap. Tanpa ragu sedikit pun, membuat Raka terkekeh dengan kelakuan mahasiswinya yang kini
Malam pun kini telah berganti pagi. Cahaya pun menyelinap lewat celah gorden kamar yanh sedikit terbuka. Seakan ingin mengusik kenyaman dua insan yang masih terlelap dalam tidurnya, Devana ysng merasa terusik karena deru nafas yang menghembus di ceruk lehernya, akhirnya dia pun membuka mata nya, lalu menatap Pria yang kini tengah tidur disampingnya. Devana pun tersenyum kala mengingat permainan panas mereka yang berhenti saat dini hari tadi."Kenapa menatapku seperti itu sayang?” Tanya Raka yang kini tersenyum pada istrinya. Devana."Ti-idak, Aww...." Devana merasakan sakit di area intinya, saat dia akan beranjak dari tempat tidur."Kenapa sayang? Apa ada yang sakit?” Tanya Raka. Sambil menatap Devana yang meringis kesakitan, Devana pun mengangguk malu dengan menundukkan wajahnya."Dimana yang sakit?" Tanya Raka lagi, lalu Devana pun menunjuk kearah bawah miliknya. Raka pun tersenyum, bukan apa
Devana sudah mendingan. Rasa sakit dibagian intinya pun sudah sedikit menghilang.Dia melihat kearah jam dinding yang berada di sudut kamarnya. Jam sudah menujukan pukul 11.35. Dia pun tersenyum lalu bangun dari tempat tidurnya, dan menuju dapur dia ingin membuatkan sesuatu, untuk suaminya, Raka. Yang sebentar lagi akan pulang, Devana pun segera menyiapkan bahan untuk membuat nasi goreng, untung saja dia sempat belajar memasak beberapa bahan makanan termasuk membuat nasi goreng, kini Devana pun tengah konsentrasi memasak nasi goreng, untuk menyambut kepulangan sang suaminya. Namun, tiba-tiba dia terusik karena merasa ada sepasang tangan yang melingkar diperutnya."Masak apa sayang? Mencium dari aromanya. Sepertinya sangat lezat," ucap Raka yang baru saja pulang, namun saat mencium bau masakan dari dapur, dia pun langsung menuju dapur dan melihat istri kecilnya sedang memasak."Sedang masak nasi goreng hubby. Tapi ternyata
Devana kini sedang berjalan menuju kampusnya. Setelah turun dari mobil Raka di halte tadi, sesuai perjanjian semalam. Dengan senyuman yang mengembang, Devana berjalan menyusuri jalan sambil sesekali mengingat saat tadi sarapan yang baginya terasa sangat romantis saat bersama Raka. Mereka berdua saling suap-suapan dengan nasi goreng satu piring berdua."Hey Cantik, kok jalan sih? Terus sendirian lagi," ucap seorang pria dengan motor besarnya, yang berhenti tepat dihadapan Devana saat ingin memasuki gerbang kampus."Memang apa urusan mu hah?! memang kita kenal gitu?" sahut Devana ketus, lalu Pria itu pun membuka helmnya dan langsung tersenyum."Masa gak kenal sama gue," jawabnya sambil tersenyum pada Devana."Ya elah Ares. Gue kira siapa, minggir ah lo sono! Buang waktu gue aja," ketus Devana sambil mengibas-mengibaskan tangannya meminta Ares memindahkan motor yang menghalangi jalannya."Lah
Raka baru saja kembali dari toilet setelah bersolo karier akibat ulah istri kecilnya, Devana. membuat Raka sedikit kesal dengan tingkah istri kecilnya itu. "Awas saja nanti kamu Devana," Umpat Raka dalam hatinya dengan raut wajah kesalnya karena kenakalan istrinya. Membuat dia harus berurusan dengan toilet. "Pak Raka, kenapa kok wajahnya kayak kesel gitu?” Tanya Amira, entah kapan ada disampingnya, membuat Raka terkejut lalu menoleh kearah sumber suara itu dengan wajah terkejutnya. "Eh, Bu Amira se-sejak kapan ibu ada disini?” Tanya Raka, yang kini terus berjalan ditemani oleh Bu Amira. "Sejak Pak Raka berjalan sambil ngelamun dan sedikit menggerutu tidak jelas. Ngomong apa sih Pak? Apa gara-gara ulah anak-anak ya pak? mereka emang gitu Pak suka bikin ribut cari masalah mulu,” Jawab Amira sambil masih setia mengikuti Raka dengan senyuman melebar. "Oh gitu, gak kok Bu cuma saya lagi kesel aja sama orang rumah,” jawab Raka sambil ses
Keesokan paginya. Seperti biasa Naila pergi ke kamar Nadira. Dengan tugas rutinnya membangunkan adik kesayangannya itu. Yang memang sangat malas untuk bangun pagi. Namun sesampainya dikamar Nadira. Naila membulatkan matanya seakan tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Ternyata kini Nadira sudah Rapih dan terlihat sangat cantik dengan mak'up tipinya. Sehingga kelihatan cantik natural."Pagi, Kak Naila," Sapa Nadira. Sambil mengambil tas dan tersenyum pada kakaknya itu."Ini Kakak tidak sedang bermimpi kan?" Tanya Naila. Masih menatap adiknya yang kini sudah rapih dan cantik. Seakan tidak percaya dan menganggap yang dia lihat hanyalah mimpi saja."Ayo lah, Kak. Jangan kaget kayak gitu. Dira nyoba bangun pagi sendiri. Jadi mulai besok kakak gak usah repot-repot bangunin Dira lagi ya Kakakku sayang. " Nadira pun tersenyum manis pada sang kakak."Baguslah kalau gitu. Ini baru adik kesayangan Kakak, seneng deh kalau kamu mau berubah meski sedikit-sedikit gak apa-apa, Dek. Nanti tinggal
Shelly keluar dr ruangan CEO. Namun, dia menatap Nadira dengan tatapan sendu, membuat Nadira semakin bertanya-tanya."Gimana Kak, apa Kakak diterima?" Tanya Nadira. Dengan perasaan waswas namun dia sangat penasaran dengan jawaban yang akan diberikan Shelly."Tidak. Katanya aku kurang pas jadi sekertarisnya. Kau tau dia bos yang sangat dingin dan tidak berperasaan. bahkan saat interview dia asyik memgotak ngatik laptopnya saja. Tanpa melihatku. Sebnrnya aku sedih tidak bisa berkerja disini. Tapi kalau melihat bos nya seperti itu, aku bersyukur tidak diterima disini. Karena bisa-bisa aku nanti stres kelamaan sama orang kayak gitu." Ucap Shelly. Dan membuat Nadira sedikit brigidik ngeri mendngr ucapan Shelly. Belum sempat menjawab perkataan Shelly. Kini Nadira sudah dipanggil untuk memasuki ruangan. Dengan bekal semangat yang diberikan oleh Shelly. Nadira pun memberanikan diri untuk memasuki ruangan calon bosnya itu.Tok.... Tok.... Tok.... Tok....Nadira pun mengetuk pintu ruangan itu.
Dipagi hari yg cerah, cahayanya pun seakan memaksa memasuki celah gordeng kamar seorang gadis, yg kini masih setia dengan tidur lelapnya, seakan enggan untukmu mbuka matanya indahnya, dipagi yg cerah. "Ya Allah Dira. Bangun dong, Dek. lihat sudah jam berapa ini! Bukannya kamu hari ini kamu ada interview, diperusahaan impianmu, Dek? Bukannya kamu pengen banget masuk ke perusahaan itu sayang?" Devana pun membuka selimut yang menutupi tubuh putrinya itu."Ah Kak Naila. Aku masih ngantuk nih, 10 menit lagi ya. Oh ya emang ini jam berapa, Kak?" Tanya Nadira. Sambil kembali menarik selimut yang sempat terbuka dan kini ia menutup rapat kemabali tubuhnya dengan selimut. "Jam 07.30. Sayang," Jawab Naila. Sambil membuka gordeng dan jendela kamar adiknya itu. "What...!" Teriak Nadira. Dia terperanjat dari tempat tidurnya dan menatap jam dinding yang berada disudut kamarnya. "Hmm, baru sadar ya sayang! Kamu ini ya. Kakak kan sudah bilang berapa kali, belajar bangun pagi! Kalau terus malas-m
Nathan dan Kayla kini tengah duduk disofa dikamar mereka. Dan terlihat Nathan tengah berbicara serius pada Kayla. Yang ditanggapi dengan serius juga oleh wanita hamil itu."Tapi kamu jangan marah. Dan jangan tinggalin aku." Nathan terlihat ketakutan dalam ucapannya. Dia ingin tak ada lagi rahasia yang dirinya tutupi dari Kayla."Emang ada apa, Nat?" Tanya Kayla dengan wajah penasarannya. Ternyata ada begitu banyak luka dibalik sikap dingin dan sok tak acuh Nathan. Sebuah misteri yang belum Kayla ketahui."Kamu janji nggak bakalan ninggalin aku kan setelah ini? Kamu mau janji aku kan, Kay?"Kayla pun mengangguk dan membuat Nathan tersenyum meski sangat tipis.Natha beranjak dari duduknya. Dia membimbing Kayla berdiri dan menarik tangan Istrinya itu untuk keluar dari kamar mereka."Aku mau dibawa kemana, Nat?"Nathan tidak menjawab pertanyaan Kayla. Langkahnya terhenti di depan pintu ruangan sebelah kamarnya. Di ruangan yang sangat Nathan tutupi dari siapa pun.Dengan perlahan Nathan me
"Wahh. pemandangannya bagus banget, aku suka, Nat." Seru Kayla saat menginjakkan kakinya di pantai. "Bagus kan, kamu suka?" Tanya Nathan. Kayla mengangguk dan tersenyum manis. Lalu dia memeluk tubuh Kayla dari belakang,. Dengan tangan yang meraba-raba sesuatu. "Kenapa?" Tanya Kayla saat Nathan mengusap perut wanit itu berkali-kali. "Kok gak nendang-nendang sih, Kay? kemarin aku baca google kalau bayinya bakal gerak-gerak gitu!""Ah kamu ini ternyata lebih oon dari aku ya, Nat. Ya iyalah belum gerak, kandungan ku kan masih baru beberapa minggu. Dasar kamu ini ada-ada aja!" Mendengar ucapan sang istri bukanya marah. Nathan malah tertawa dengan sikapnya yang sedikit bodoh. "Woy! Kok ninggalin sih?" Pekik seseorang di belakang mereka. Nathan mendengus kesal dan melepaskan pelukan mesranya dari tubuh Kayla. "Lo minggir deh. Bareng Bang Cris apa bareng Reyhan aja sana. Jangan ngintilin gue mulu," Ujar Nathan sambil mendengus kesal. "Gue nggak ada temennya tau. Mereka sibuk sama paca
Nathan dan Kayla kini sudah ada dirumah sakit. Perempuan itu sempat kaget saat tahu dia malah dibawa ke rumah sakit, padahal dia menyangka kalau akan diajak jalan-jalan oleh suaminya itu.Dan kini mereka sudah berada di ruangan dokter kandungan."Hasilnya gimana, Dok?" Nathan bertanya dengan antusias di hadapan sang dokter. Dokter kandungan yang saat ini didatanginya bersama sang istri. Sang dokter pun kemudian mengangguk. Lalu tersenyum pada kedua pasangan muda dihadapannya itu."Selamat ya istri anda hamil. Kandungannya baru memasuki minggu ke dua,” Ucap sang dokter. Lalu dia pun pada sepasang calon orang tua muda itu."Apa? Ha-hamil, Dok?” Kayla bertanya wanita itu seakan tidak percaya dengan apa yang dokter itu katakan. Matanya kini sudah berkaca-kaca karena dia begitu sangat bahagia dengan kabar kehamilannya."Kamu denger kan, sayang? Sekarang disini ada anak kita. Penerus keluarga kita." Bisik Nathan lembut. Dia mengelus perut Kayla dengan kasih sayang. Wanita itu pun menganggu
"Aduh, Kayla. Lo mau nyari apaan sih? kaki gue pegel tau."Kayla memutar bola matanya dengan malas mendengar gerutuan Dania yang kini berjalan di sampingnya."Gue capek," keluh Dania lagi. Sambil menatap Kayla."Gue bingung nih, Dan. Besok kan Nathan ulang tahun." keluh Teja frustasi. Dia sudah berkeliling capai-capai ,tapi tak dapat apa yang ia inginkan."Kenapa nggak bilang dari tadi? Gue kan bisa bantu, dari tadi juga muter-muter kagak jelas," Protes Dania. Dia pun menarik tangan Kayla kuat, Membawa Kayla memasuki sebuah toko jam tangan."Kita mau ngapain, Dan?" Tanya Kayla dengan polosnya. Dania menepuk dahinya pelan, punya sahabat kok gebleknya kabangetan."Kita mau demo, Kayla!" Dania menjawab seenaknya."Hah! Demo, buat apa?" pekik Kayla keheranan."Lo pilih deh jam tangannya. Gue yakin, kalau lo yang ngasih Nathan bakal suka," Sahut Dania. Kayla pun diam namun netranya menyusuri jam-jam yang ada di etalase.*****Dengan gerakan pelan,wanita itu memindahkan tangan Nathan yang
"Bukan gitu sayang, aku bener-bener nggak tahu kenapa dia bisa ada disini. Kamu jangan marah dong, sayang." Kalau sudah begini Nathan juga yang pusing menghadapi sikap Kayla."Gimana aku gak marah coba? Kamu dicium sama dia, didepan aku! Dia pake ngatain aku simpanan kamu segala, kan itu ngeselin banget, Nathan." Kayla mendengus kesal karena merasa tidak dihargai oleh gadis itu. Padahal dia itu istri Nathan Garis bawahi! Istri Nathan, dan dia itu istri sah bukan istri siri.“Iya-iya sayang. Kamu boleh marah. Tapi jangan ke aku dong sayang marahnya. Aku kan gak salah.” Tangan Nathan menggenggam erat tangan Kayla yang berada di pangkuan perempuan itu.“Terus harus marah ke siapa dong? Kalau kamu nggak salah, siapa yang salah? Aku!" Bentak Kayla. Dan lagi-lagi Nathan lah yang kena.“Oke, yang salah aku. Udah nggak usah ngambek ya? Aku capek sayang.” Nathan kali ini memilih mengalah karena mengalah adalah pilihan yang tepat untuk saat ini.“Katanya tadi nggak salah. Sekarang ngaku salah.
Suasana kantin yang begitu ramai membuat Dania mengelus dada. Gadis itu menatap wanita di hadapannya. Kayla, perempuan itu sedang duduk manis sambil menscroll ponselnya tidak perduli dengan suara bising oleh penghuni kantin."Eh, Kay. Katanya ada anak baru," Dania memecah keterdiamannya dan membahas topik ini dengan Kayla."Oh."Nathan mendengus kesal. Respon Kayla tidak pernah sesuai harapannya. Dia menjawab dengan hanya ber Oh ria saja."Lo ngapain sih, Kay? Sebel gue sama lo, dicuekin itu nggak enak tau.""Iya deh maaf, emang siapa orangnya?" Kayla tidak kuasa melihat Dania yang begitu kesal akibat ulahnya."Kabarnya sih masih pindahan dari Bandung, cantik loh, Kay." Dania berkata dengan antusias. Sedangkan Kayla hanya manggut-manggut saja. Baginya itu tidak terlalu penting. You know lah Kayla kan orangnya kelewat jutek.Dania kembali terdiam. Tidak lama pesanan mereka pun datang. Yaitu bakso dan es jeruk kesukaan Kayla."Buset lo, Kay. Lo makan bakso sama sambel apa sambel sama b