Suana rumah pagi itu terasa sangat sepi saat Devana menuruni anak tangga. Devana yang tidak melihat ibunya, membuatnya memanggil sang ibu dengan sedikit berteriak.
"Mommy...!” Teriak Devana."Ada apa sayang? Kenapa pagi-pagi sudah teriak-teriak, Mommy belum tuli sayang. Jangan dibiasakan ya, nanti kebiasan didepan suami, kamu teriak-teriak kayak gini itu gak baik, dan juga gak sopan Deva,” Nasihat Anna. Dengan sedikit menceramahi putrinya.
"Aduh Mom, kenapa malah ceramah sih pagi-pagi. Kalau mau cermah sono ikutan Mamah dedeh aja," Grutu Devana sambil cemberut karena kesal pada mommynya.
"Hehe maaf sayang. Terus ada apa teriak-teriak pagi-pagi begini?” Tanya Anna sambil merapikan piring dimeja makan bekas sarapan Devan, suaminya.
"Mom, Dad udah berangkat ya?” Devana balik bertanya sambil sesekali melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya.
"Udah, baru aja beberapa menit yang lalu, emang ada apa sayang? Kok kayak gelisah gitu?” tanya Anna lagi.
"Aduh Mom, hari ini aku ada kelas jam 08.00. Sedang ini udah jam 07.45. Kenapa Mommy gak bangunin Deva sih! Mana ini hari pertama si Dosen killer ngajar lagi, mampus gue," rutuk Devana pada dirinya sendiri.
"Namanya Raka sayang calon suami kamu loh dia." Anna mengingatkan putrinya agar sopan menyebut nama calon suaminya.
"Iya Mom, Iya. Oh ya Mom hari ini aku bawa mobil sendiri ya Please boleh ya Mom? Aku gak mau telat Mom. Nanti bisa kena hukuman aku kalau telat." Devana berkata dengan wajah memelas dan dengan gelisah. Melihat putrinya gelisah Anna pun mengangguk dan memberikan kunci mobilnya pada Devana. Dengan senyuman manisnya Devana pun mengambil kunci mobil dari tangan mommy nya dan mencium punggung tangannya lalu pamit untuk pergi ke Kampusnya. Anna hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah putri manjanya itu. Lalu kembali beraktifitas sebagai ibu rumah tangga seperti biasanya tentu saja dengan dibantu oleh asisten rumah tangganya.
Sementara itu dengan kecepatan diatas normal Devana membawa mobilnya dengan mengebut, karena ingin cepat sampai kampus. Sebelum dosen killernya itu masuk ke kelasnya. Akhirnya Devana pun sampai dengan selamat di kampusnya. Dan dengan kecepatan penuh Devana berlari menuju kelasnya, dengan nafas yang memburu Devana pun sampai dikelasnya. Namun, kesialan kini sedang menghampirinya, dia melihat Raka baru saja menutup buku absennya. Lalu menatap kearah Devana yang masih berdiri di depan pintu dengan mengatur nafasnya.
"Telat 5 menit, jadi hari ini kamu tidak bisa mengikuti bimbingan saya. Silahkan menunggu diluar," Ucap Raka dengan wajah datarnya dan itu terlihat sangat menyebalkan bagi Devana.
"Tapi cuma 5 menit Pak saya tel-“
"Silahkan tunggu diluar! Saya paling tidak suka dengan orang tidak disiplin dan tidak bisa menghargai waktu. Sekarang tunggu diluar sampai saya selesai membimbing, ini hukuman dan jangan membantah, lain kali jangan terlambat sedikit pun meski itu cuma 1 detik sekali pun," ujar Raka masih tetap dengan wajah dingin dan datarnya. Namun, tidak mengurangi kadar ketampanannya.
"Dasar dosen killer gila. tidak punya perasaan, aku kan calon istrinya, setidak beri sedikit keringanan kek. Aaarrrgggh...! Kenapa hidupku harus berantakan seperti ini sih? Ya Tuhan sepertinya setelah ini aku bisa mati muda, kalau dia bersikap seperti itu terus padaku, kenapa perasan ku jadi tidak enak begini ya? Aku tidak tahu akan seperti apa kehidupanku nanti.” Devana duduk dikursi yang berada didepan kelasnya. Lalu Devana kembali Merenungkan segalanya saat nanti dia menikah dengan Dosen pembimbingnya itu. Ya meski semua yang menyangkut pernikahannya dengan Raka dirahasiakan, tapi dia bingung apa dia bisa hidup dengan pria yang notabenenya adalah dosen dikampusnya sendiri. Pria yang seperti tidak tersentuh itu. Dan itu membuat Devana bimbang, tapi dia tetap harus menjalankan pernikahannya karena dia sudah memutuskan menerimanya. Dia tidak ingin membuat kedua orang tuanya kecewa, apalagi orang tua Raka yang sangat baik dan sangat menyayanginya dan menganggapnya seperti putrinya sendiri, dan itu membuat Devana sulit menolak apalagi membatalkan perjodohannya dengan dosennya itu.
Ares kini sedang berada di lapangan, dia sedang latihan bersama timnya untuk turnament antar Universitas yang akan diadakan satu bulan lagi. Namun, disela latihannya, tanpa sengaja dia melihat Devana sedang duduk sendirian didepan kelasnya dengan wajah yang ditekuk.
"Kenapa Devana ada diluar kelas bukannya harusnya dia sedang ada kelas," Gumam Ares. Karena penasaran Ares pun menghampiri Devana yang kini tengah duduk sendirin sambil mengayun-ngayunkan kedua kakinya, Ares pun menghampiri Devana dan menyuruh yang lainnya untuk istirahat sejenak.
"Hay cantik, sendirian aja nih? Terus kenapa malah duduk diluar di jam pelajaran kayak gini?” Tanya Ares yang kini tengah duduk disampingnya, Devana pun menoleh kesamping dan melihat Ares yang kini tersenyum kepadanya.
"Apaan sih lo, Res! Ngapain juga lo kesini coba? Cuma bikin gue tambah kesal aja tau gak!" ketus Devana. Kedatangan Ares membuat mood Devana semakin buruk.
"Wiss, galak bener Dev. Lo kenapa Sih kok wajah lo ditekuk kayak gitu? Nanti ilang loh cantiknya." Ares tersenyum sambil menggoda Devana.
"Gue kesel sama dosen killer itu. Masa gue cuma telat 5 menit langsung dihukum gak boleh ngikutin kelas dia, padahal kelas itu penting banget buat gue Res. Buat bikin skripsi gue buat masa depan gue. iiiiihhhh...! Dasar om om nyebelin gue benci sama dia!" Devana terlihat kesal. Namun, Ares malah terkekeh geli saat mendengar Devana merajuk seperti itu didepannya.
"Ya udah dari pada sedih mending sarapan yuk ke kantin, gue yakin lo pasti belum sarapan kan? Kali ini gue deh yang traktir," Ujar Ares yang dijawab anggukkan oleh Devana. Lalu Devana dan Ares pun menuju kantin, dia tidak peduli dengan aturan yang dibuat oleh dosennya itu, kalau dia tidak boleh kemana-mana sebelum hukuman berakhir. Tapi karena Devana merasa sangat lapar, akhirnya dia pun memutuskan untuk ikut bersama Ares ke kantin Karena Devana memang belum sarapan, dia tadi terburu-buru akibat bangun kesiangan dan akhirnya tidak sempat sarapan.
Kini Devana dan Ares sudah berada dikantiin. Ares memesankan makanan untuk Devana seperti biasanya. Nasi goreng dan jus mangga kesukaan Devana.
"Wah makasih ya, Res. lo tahu aja gue lagi laper, habis tadi gak sempet sarapan dirumah karena gue bangun kesiangan, jadi gue buru-buru deh berangkatnya hehe,” Ucap Devana dengan wajah berbinar karena melihat makanan kesukaannya sudah ada didepan mata. Ares hanya mengangguk lalu dia tersenyum melihat Devana memakan nasi gorengnya dengan lahapnya.
"Lo gak makan Res?” tanya Devana yang melihat Ares hanya meminum teh manis hangat.
"Nggak, gue udah sarapan tadi dirumah. Jadi lo aja yang makan,” jawab Ares sambil menyeruput minumannya lagu, lalu menatap Devana yang sedang asyik memakan nasi gorengnya. Devana pun mengangguk lalu kembali menikmati makanannya. Tanpa memperdulikan sekitarnya.
"Ekhem..., saya menghukum kamu untuk berdiri diluar kelas bukan untuk makan dikantin,” tegas Raka. Yang kini tiba-tiba sudah ada dihadapan Ares dan Devana. Membuat Devana terkejut dan tersedak makanannya.
"Uhuk... uhuk..., Pa-pak Raka." Devana terkejut. sambil terbatuk karena tersedak makanannya akibat terkejut karena kedatangan Raka yang tiba-tiba. Ares pun langsung memberikan jus mangga untuk Devana minum agar batuknya berhenti.
"Tadinya Saya bermaksud mengurangi hukuman kamu. Tapi melihat kamu malah pergi kearah kantin, dengan teman kamu ini saya berubah pikiran." Raka menatap Devana sambil menyilangkan kedua tangannya di dadanya.
"Sa-saya lapar Pak, tadi belum sempat sarapan dirumah." Devana mencoba memberi penjelasan meski terlihat gugup. Dia pun menundukkan kepalanya, karena tak ingin melihat tatapan tajam sang dosen yang adalah calon suaminya sendiri.
"Maaf Pak, Deva tidak salah tadi saya yang mengajak dia kesini, karena saya takut dia sakit, karena dia belum sarapan Pak. Apa Bapak tega melihat mahasiswi Bapak pingsan karena kelaparan akibat belum sarapan.” Ares mencoba membela Devana. Karena Ares merasa tidak terima saat Raka memarahi Devana. Hanya karena Devana memutuskan ke kantin untuk sarapan disela-sela hukumannya.
"Habiskan makananmu, setelah ini kamu kembali dan lanjutkan hukuman kamu, sampai jam pelajaran saya selesai kamu mengerti!” perintah Raka. Yang dijawab anggukan oleh Devana, setelah mengatakan itu Raka pun pergi meninggalkan kantin untuk kembali mengajar mahasiswi yang lainnya, tanpa memperdulikan ptotesan Ares tadi.
"Gila Dosen pembimbing lo bener-bener bikin gue merinding Dev. Ternyata rumor kalau pak Raka dosen killer dikampus kita ini, itu benar adanya ya. Apa lo akan tahan selama beberapa bulan ini. Karena lo harus ketemu dia terus. Tentu dengan kedisiplinannya yang ketat itu?" Tanya Ares yang kemudian kembali menyeruput minumannya.
"Entah lah mana gue tahu," Jawab Devana dengan wajah datarnya.
"Loo gak tahu sih Res, bukan hanya dikelas gue ketemu tuh om-om gila. Karena sebentar lagi, gue bakalan satu atap sama dia Res, oh god membayangkan satu atap dengan tuh dosen killer membuat gue stress," Batin Devana.
"Hey Dev, dimakan nasi gorengnya kok malah diaduk-aduk gitu sih? Udah biarin aja, toh lo cuma beberapa jam doang ketemu sama tuh dosen killer itu."
Ares mencoba menghibur Devana. Karena tidak ada tanggapan dari Devana, Ares pun memegang tangan Devana yang kini sedang mengaduk-aduk makanannya, membuat Devana tersentak dan menoleh ke arah Ares.
"A-ada apa Res?” tanya Devana yang terlihat gugup lalu melepaskan pegangan tangan Ares padanya.
"Lo yang ada apa, Deva? dari tadi gue ngomong lo gak dengerin malah ngaduk-ngaduk makanan gak jelas. Dan akhir-akhir ini gue lihat, lo sering banget ngelamun, emang lo ada masalah apa sih Dev? Lo cerita aja sama gue kalau ada masalah. Siapa tahu gue bisa kasih solusi buat lo," Ujar Ares. Karena akhir-akhir ini dia sering melihat Devana melamun.
"Ng-nggak ada masalah apa-apa kok Res. Udah ah gue mau balik ke kelas dulu lanjutin hukuman gue."
Ares tahu Devana mencoba mengalihkan pembicaraan mereka dan dia memilih berhenti bertanya lagi.
Jujur saat mendapat pertanyaan dari Ares. Membuat Devana sedikit gugup, dia takut keceplosan membicarakan tentang perjodohannya dengan Dosen killernya itu. Dan akhirnya Devana pun memilih pergi tanpa menghabiskan makanannya yang masih tersisa banyak, untuk melanjutkan hukuman yang diberikan dosen killernya calon suaminya itu.
"Dev-Devana tunggu...! kenapa makanan lo gak di habisin sih!” teriak Ares yang masih duduk dikursi yang dia tempati.
"Gue udah kenyang Res, thanks ya buat traktirannya,” Sahut Devana setengah berteriak sambil keluar dari kantin.
Melihat tingkah laku Devana yang sering melamun, membuat Ares berpikir kalau Devana memang sedang mempunyai masalah.
"Sebenarnya apa yang terjadi pada Deva? Gue perhatiin dia sering ngelamun akhir-akhir ini." Ares bermonolog, lalu dia pun menuju kasir dan membayar pesanannya tadi. Setelah itu dia pun pergi dari kantin dan kali ini langsung menuju lapangan basket, karena kalau menghampiri Devana, dia takut Pak Raka akan menambah hukuman Devana. Namun, Ares tetap memantau Devana dari lapangan, dia melihat Devana sedang berdiri sambil kakinya menendang-nendang kecil entah apa yang Devana tendang. mungkin dia hanya ingin mengurangi rasa kesalnya saja pada dosennya itu.
"Hey, lo kenapa Res?” Tanya Rian sambil menepuk pundak Ares, karena melihat Ares diam saja.
"Ah gak apa-apa kok. Ayo kita lanjut latihannya lagi,” ajak Ares sambil kembali fokus dengan latihan basketnya. Sedangkan Devana masih setia dengan hukuman yang diberikan Raka.
Hari-hari Pun berlalu dengan cepat, akhirnya hari pernikahan Devana dan Raka pun telah tiba. Sesuai dengan syarat yang Devana dan Raka ajukan yaitu sebuah pernikahan sederhana tanpa Resepsi dan hanya dihadiri oleh keluarga dan sanak saudara saja. Tentu tanpa satu pun orang-orang dari kampus mereka yang tahu. Karena Raka dan Devana benar-benar ingin merahasiakan pernikahan mereka.Pernikahan pun berjalan dengan khidmat semuanya pun lancar tanpa hambatan. kini Devana benar-benar sudah menjadi nyonya Raka Aditya Prayoga. Seorang dosen killer, mamun menjadi idola para mahasiswinya dan rekan sesama Dosen-dosen wanita dikampus tempat dia mengajar. beberapa wejangan pun telah diberikan oleh orang tua Devana dan Raka, serta kakek dan nenek mereka."Sekarang putri Mommy ini sudah menjadi seorang istri. Mommy berharap kamu akan menjadi istri yang baik dan menuruti perintah suamimu sayang, kamu juga harus belajar bersikap dewasa, buang sikap egois da
Saat Raka pulang, Devana tengah asyik dengan novelnya. Raka pun langsung menuju dapur untuk membereskan barang belanjaannya ke dalam kulkas, setelah selesai manata makanan dikulkas Raka menghampiri Devana yang sedang asik membaca Novel sehingga dia tidak menyadari kedatangan Raka yang kini menghampiri nya. Cup tiba-tiba Raka mengecup kening Devana. Dan itu membuat Devana terkejut dia pun refleks menutup mulutnya yang menganga karena keterkejutan nya atas sikap Raka padanya yang tiba-tiba mengecup keningnya, namun dengan santai Raka duduk disamping Devana tanpa rasa canggung sedikit pun. "Baca apa?” Tanya Raka. Sambil melihat kearah novel yang Devana pegang. "Ba-baca ini," Jawab Devana menujukan buku yang dia pegang, tentu saja dengan rasa gugupnya. Sementara Raka hanya mengangguk setelah melihat judul novel yang Devana baca. "Suka Novelnya?” tanya Raka lagi sambil menyandarkan kepalanya
"Deva, apa yang kamu katakan barusan? Kamu tahu itu bukan perbuatan main-main, kamu harus benar-benar siap dengan konsekuensinya,” ucap Raka sambil menatap Devana lekat."Tapi aku sudah siap Mas. Mommy pernah bilangkalau seorang istri tidak akan sempurna sebelum menyerahkan mahkota berharganya pada suaminya, lalu mengandung dan melahirkan seorang anak, kata mommy disitu lah kesempurnaan seorang istri," Ucap Devana yg kali ini dengan berani menatap Raka."Ta-tapi kamu tau kan, it-itu akan sakit sayang, apa kamu siap menahan rasa sakitnya?” Tanya Raka. Kali ini dia lah yang dibuat gugup oleh istri kecilnya itu. Karena keinginan Devana yang tiba-tiba dan berani itu."Mas Raka sayang, tadi kan aku sudah bilang aku siap apapun konsekuensi yang aku terima. Sesakit apa pun itu, aku akan menerimanya," Jawab Devana dengan mantap. Tanpa ragu sedikit pun, membuat Raka terkekeh dengan kelakuan mahasiswinya yang kini
Malam pun kini telah berganti pagi. Cahaya pun menyelinap lewat celah gorden kamar yanh sedikit terbuka. Seakan ingin mengusik kenyaman dua insan yang masih terlelap dalam tidurnya, Devana ysng merasa terusik karena deru nafas yang menghembus di ceruk lehernya, akhirnya dia pun membuka mata nya, lalu menatap Pria yang kini tengah tidur disampingnya. Devana pun tersenyum kala mengingat permainan panas mereka yang berhenti saat dini hari tadi."Kenapa menatapku seperti itu sayang?” Tanya Raka yang kini tersenyum pada istrinya. Devana."Ti-idak, Aww...." Devana merasakan sakit di area intinya, saat dia akan beranjak dari tempat tidur."Kenapa sayang? Apa ada yang sakit?” Tanya Raka. Sambil menatap Devana yang meringis kesakitan, Devana pun mengangguk malu dengan menundukkan wajahnya."Dimana yang sakit?" Tanya Raka lagi, lalu Devana pun menunjuk kearah bawah miliknya. Raka pun tersenyum, bukan apa
Devana sudah mendingan. Rasa sakit dibagian intinya pun sudah sedikit menghilang.Dia melihat kearah jam dinding yang berada di sudut kamarnya. Jam sudah menujukan pukul 11.35. Dia pun tersenyum lalu bangun dari tempat tidurnya, dan menuju dapur dia ingin membuatkan sesuatu, untuk suaminya, Raka. Yang sebentar lagi akan pulang, Devana pun segera menyiapkan bahan untuk membuat nasi goreng, untung saja dia sempat belajar memasak beberapa bahan makanan termasuk membuat nasi goreng, kini Devana pun tengah konsentrasi memasak nasi goreng, untuk menyambut kepulangan sang suaminya. Namun, tiba-tiba dia terusik karena merasa ada sepasang tangan yang melingkar diperutnya."Masak apa sayang? Mencium dari aromanya. Sepertinya sangat lezat," ucap Raka yang baru saja pulang, namun saat mencium bau masakan dari dapur, dia pun langsung menuju dapur dan melihat istri kecilnya sedang memasak."Sedang masak nasi goreng hubby. Tapi ternyata
Devana kini sedang berjalan menuju kampusnya. Setelah turun dari mobil Raka di halte tadi, sesuai perjanjian semalam. Dengan senyuman yang mengembang, Devana berjalan menyusuri jalan sambil sesekali mengingat saat tadi sarapan yang baginya terasa sangat romantis saat bersama Raka. Mereka berdua saling suap-suapan dengan nasi goreng satu piring berdua."Hey Cantik, kok jalan sih? Terus sendirian lagi," ucap seorang pria dengan motor besarnya, yang berhenti tepat dihadapan Devana saat ingin memasuki gerbang kampus."Memang apa urusan mu hah?! memang kita kenal gitu?" sahut Devana ketus, lalu Pria itu pun membuka helmnya dan langsung tersenyum."Masa gak kenal sama gue," jawabnya sambil tersenyum pada Devana."Ya elah Ares. Gue kira siapa, minggir ah lo sono! Buang waktu gue aja," ketus Devana sambil mengibas-mengibaskan tangannya meminta Ares memindahkan motor yang menghalangi jalannya."Lah
Raka baru saja kembali dari toilet setelah bersolo karier akibat ulah istri kecilnya, Devana. membuat Raka sedikit kesal dengan tingkah istri kecilnya itu. "Awas saja nanti kamu Devana," Umpat Raka dalam hatinya dengan raut wajah kesalnya karena kenakalan istrinya. Membuat dia harus berurusan dengan toilet. "Pak Raka, kenapa kok wajahnya kayak kesel gitu?” Tanya Amira, entah kapan ada disampingnya, membuat Raka terkejut lalu menoleh kearah sumber suara itu dengan wajah terkejutnya. "Eh, Bu Amira se-sejak kapan ibu ada disini?” Tanya Raka, yang kini terus berjalan ditemani oleh Bu Amira. "Sejak Pak Raka berjalan sambil ngelamun dan sedikit menggerutu tidak jelas. Ngomong apa sih Pak? Apa gara-gara ulah anak-anak ya pak? mereka emang gitu Pak suka bikin ribut cari masalah mulu,” Jawab Amira sambil masih setia mengikuti Raka dengan senyuman melebar. "Oh gitu, gak kok Bu cuma saya lagi kesel aja sama orang rumah,” jawab Raka sambil ses
Raka memperhatikan Devana yang masih fokus menuyusun bukunya, sambil bergumam entah apa yang dia bicarakan, membuat Raka gemas dan dengan sigap Raka langsung menarik pinggang Devana dan mendudukkannya dipangkuannya membuat Devans terkesiap saat sudah ada dipangkuan Raka."Hubby apa yang kamu Lakukan? Lepaskan! Aku sedang merapikan buku-buku yang berantakan," ujar Devana, dia pun berusaha memberontak minta dilepaskan, namun bukannya melepaskannya Raka malah mengeratkan pelukannya ke pinggang Devana lalu menopangkan dagunya kebahu Devana."Diam sayang, biarkan seperti ini sebentar saja. Beri suamimu ini Energi, jangan marah ya sayang. Kamu tahu, aku bersikap seperti itu terpaksa, karena tidak ingin yg lain curiga demi kebaikan kita, dan soal Bu Amira, aku tidak tertarik sama sekali padanya sayang, karena aku sudah punya istri yang sangat cantik dan manis," Ucap Raka dengan sesekali mengecup pundak Devana."Aku tidak marah hu
Keesokan paginya. Seperti biasa Naila pergi ke kamar Nadira. Dengan tugas rutinnya membangunkan adik kesayangannya itu. Yang memang sangat malas untuk bangun pagi. Namun sesampainya dikamar Nadira. Naila membulatkan matanya seakan tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Ternyata kini Nadira sudah Rapih dan terlihat sangat cantik dengan mak'up tipinya. Sehingga kelihatan cantik natural."Pagi, Kak Naila," Sapa Nadira. Sambil mengambil tas dan tersenyum pada kakaknya itu."Ini Kakak tidak sedang bermimpi kan?" Tanya Naila. Masih menatap adiknya yang kini sudah rapih dan cantik. Seakan tidak percaya dan menganggap yang dia lihat hanyalah mimpi saja."Ayo lah, Kak. Jangan kaget kayak gitu. Dira nyoba bangun pagi sendiri. Jadi mulai besok kakak gak usah repot-repot bangunin Dira lagi ya Kakakku sayang. " Nadira pun tersenyum manis pada sang kakak."Baguslah kalau gitu. Ini baru adik kesayangan Kakak, seneng deh kalau kamu mau berubah meski sedikit-sedikit gak apa-apa, Dek. Nanti tinggal
Shelly keluar dr ruangan CEO. Namun, dia menatap Nadira dengan tatapan sendu, membuat Nadira semakin bertanya-tanya."Gimana Kak, apa Kakak diterima?" Tanya Nadira. Dengan perasaan waswas namun dia sangat penasaran dengan jawaban yang akan diberikan Shelly."Tidak. Katanya aku kurang pas jadi sekertarisnya. Kau tau dia bos yang sangat dingin dan tidak berperasaan. bahkan saat interview dia asyik memgotak ngatik laptopnya saja. Tanpa melihatku. Sebnrnya aku sedih tidak bisa berkerja disini. Tapi kalau melihat bos nya seperti itu, aku bersyukur tidak diterima disini. Karena bisa-bisa aku nanti stres kelamaan sama orang kayak gitu." Ucap Shelly. Dan membuat Nadira sedikit brigidik ngeri mendngr ucapan Shelly. Belum sempat menjawab perkataan Shelly. Kini Nadira sudah dipanggil untuk memasuki ruangan. Dengan bekal semangat yang diberikan oleh Shelly. Nadira pun memberanikan diri untuk memasuki ruangan calon bosnya itu.Tok.... Tok.... Tok.... Tok....Nadira pun mengetuk pintu ruangan itu.
Dipagi hari yg cerah, cahayanya pun seakan memaksa memasuki celah gordeng kamar seorang gadis, yg kini masih setia dengan tidur lelapnya, seakan enggan untukmu mbuka matanya indahnya, dipagi yg cerah. "Ya Allah Dira. Bangun dong, Dek. lihat sudah jam berapa ini! Bukannya kamu hari ini kamu ada interview, diperusahaan impianmu, Dek? Bukannya kamu pengen banget masuk ke perusahaan itu sayang?" Devana pun membuka selimut yang menutupi tubuh putrinya itu."Ah Kak Naila. Aku masih ngantuk nih, 10 menit lagi ya. Oh ya emang ini jam berapa, Kak?" Tanya Nadira. Sambil kembali menarik selimut yang sempat terbuka dan kini ia menutup rapat kemabali tubuhnya dengan selimut. "Jam 07.30. Sayang," Jawab Naila. Sambil membuka gordeng dan jendela kamar adiknya itu. "What...!" Teriak Nadira. Dia terperanjat dari tempat tidurnya dan menatap jam dinding yang berada disudut kamarnya. "Hmm, baru sadar ya sayang! Kamu ini ya. Kakak kan sudah bilang berapa kali, belajar bangun pagi! Kalau terus malas-m
Nathan dan Kayla kini tengah duduk disofa dikamar mereka. Dan terlihat Nathan tengah berbicara serius pada Kayla. Yang ditanggapi dengan serius juga oleh wanita hamil itu."Tapi kamu jangan marah. Dan jangan tinggalin aku." Nathan terlihat ketakutan dalam ucapannya. Dia ingin tak ada lagi rahasia yang dirinya tutupi dari Kayla."Emang ada apa, Nat?" Tanya Kayla dengan wajah penasarannya. Ternyata ada begitu banyak luka dibalik sikap dingin dan sok tak acuh Nathan. Sebuah misteri yang belum Kayla ketahui."Kamu janji nggak bakalan ninggalin aku kan setelah ini? Kamu mau janji aku kan, Kay?"Kayla pun mengangguk dan membuat Nathan tersenyum meski sangat tipis.Natha beranjak dari duduknya. Dia membimbing Kayla berdiri dan menarik tangan Istrinya itu untuk keluar dari kamar mereka."Aku mau dibawa kemana, Nat?"Nathan tidak menjawab pertanyaan Kayla. Langkahnya terhenti di depan pintu ruangan sebelah kamarnya. Di ruangan yang sangat Nathan tutupi dari siapa pun.Dengan perlahan Nathan me
"Wahh. pemandangannya bagus banget, aku suka, Nat." Seru Kayla saat menginjakkan kakinya di pantai. "Bagus kan, kamu suka?" Tanya Nathan. Kayla mengangguk dan tersenyum manis. Lalu dia memeluk tubuh Kayla dari belakang,. Dengan tangan yang meraba-raba sesuatu. "Kenapa?" Tanya Kayla saat Nathan mengusap perut wanit itu berkali-kali. "Kok gak nendang-nendang sih, Kay? kemarin aku baca google kalau bayinya bakal gerak-gerak gitu!""Ah kamu ini ternyata lebih oon dari aku ya, Nat. Ya iyalah belum gerak, kandungan ku kan masih baru beberapa minggu. Dasar kamu ini ada-ada aja!" Mendengar ucapan sang istri bukanya marah. Nathan malah tertawa dengan sikapnya yang sedikit bodoh. "Woy! Kok ninggalin sih?" Pekik seseorang di belakang mereka. Nathan mendengus kesal dan melepaskan pelukan mesranya dari tubuh Kayla. "Lo minggir deh. Bareng Bang Cris apa bareng Reyhan aja sana. Jangan ngintilin gue mulu," Ujar Nathan sambil mendengus kesal. "Gue nggak ada temennya tau. Mereka sibuk sama paca
Nathan dan Kayla kini sudah ada dirumah sakit. Perempuan itu sempat kaget saat tahu dia malah dibawa ke rumah sakit, padahal dia menyangka kalau akan diajak jalan-jalan oleh suaminya itu.Dan kini mereka sudah berada di ruangan dokter kandungan."Hasilnya gimana, Dok?" Nathan bertanya dengan antusias di hadapan sang dokter. Dokter kandungan yang saat ini didatanginya bersama sang istri. Sang dokter pun kemudian mengangguk. Lalu tersenyum pada kedua pasangan muda dihadapannya itu."Selamat ya istri anda hamil. Kandungannya baru memasuki minggu ke dua,” Ucap sang dokter. Lalu dia pun pada sepasang calon orang tua muda itu."Apa? Ha-hamil, Dok?” Kayla bertanya wanita itu seakan tidak percaya dengan apa yang dokter itu katakan. Matanya kini sudah berkaca-kaca karena dia begitu sangat bahagia dengan kabar kehamilannya."Kamu denger kan, sayang? Sekarang disini ada anak kita. Penerus keluarga kita." Bisik Nathan lembut. Dia mengelus perut Kayla dengan kasih sayang. Wanita itu pun menganggu
"Aduh, Kayla. Lo mau nyari apaan sih? kaki gue pegel tau."Kayla memutar bola matanya dengan malas mendengar gerutuan Dania yang kini berjalan di sampingnya."Gue capek," keluh Dania lagi. Sambil menatap Kayla."Gue bingung nih, Dan. Besok kan Nathan ulang tahun." keluh Teja frustasi. Dia sudah berkeliling capai-capai ,tapi tak dapat apa yang ia inginkan."Kenapa nggak bilang dari tadi? Gue kan bisa bantu, dari tadi juga muter-muter kagak jelas," Protes Dania. Dia pun menarik tangan Kayla kuat, Membawa Kayla memasuki sebuah toko jam tangan."Kita mau ngapain, Dan?" Tanya Kayla dengan polosnya. Dania menepuk dahinya pelan, punya sahabat kok gebleknya kabangetan."Kita mau demo, Kayla!" Dania menjawab seenaknya."Hah! Demo, buat apa?" pekik Kayla keheranan."Lo pilih deh jam tangannya. Gue yakin, kalau lo yang ngasih Nathan bakal suka," Sahut Dania. Kayla pun diam namun netranya menyusuri jam-jam yang ada di etalase.*****Dengan gerakan pelan,wanita itu memindahkan tangan Nathan yang
"Bukan gitu sayang, aku bener-bener nggak tahu kenapa dia bisa ada disini. Kamu jangan marah dong, sayang." Kalau sudah begini Nathan juga yang pusing menghadapi sikap Kayla."Gimana aku gak marah coba? Kamu dicium sama dia, didepan aku! Dia pake ngatain aku simpanan kamu segala, kan itu ngeselin banget, Nathan." Kayla mendengus kesal karena merasa tidak dihargai oleh gadis itu. Padahal dia itu istri Nathan Garis bawahi! Istri Nathan, dan dia itu istri sah bukan istri siri.“Iya-iya sayang. Kamu boleh marah. Tapi jangan ke aku dong sayang marahnya. Aku kan gak salah.” Tangan Nathan menggenggam erat tangan Kayla yang berada di pangkuan perempuan itu.“Terus harus marah ke siapa dong? Kalau kamu nggak salah, siapa yang salah? Aku!" Bentak Kayla. Dan lagi-lagi Nathan lah yang kena.“Oke, yang salah aku. Udah nggak usah ngambek ya? Aku capek sayang.” Nathan kali ini memilih mengalah karena mengalah adalah pilihan yang tepat untuk saat ini.“Katanya tadi nggak salah. Sekarang ngaku salah.
Suasana kantin yang begitu ramai membuat Dania mengelus dada. Gadis itu menatap wanita di hadapannya. Kayla, perempuan itu sedang duduk manis sambil menscroll ponselnya tidak perduli dengan suara bising oleh penghuni kantin."Eh, Kay. Katanya ada anak baru," Dania memecah keterdiamannya dan membahas topik ini dengan Kayla."Oh."Nathan mendengus kesal. Respon Kayla tidak pernah sesuai harapannya. Dia menjawab dengan hanya ber Oh ria saja."Lo ngapain sih, Kay? Sebel gue sama lo, dicuekin itu nggak enak tau.""Iya deh maaf, emang siapa orangnya?" Kayla tidak kuasa melihat Dania yang begitu kesal akibat ulahnya."Kabarnya sih masih pindahan dari Bandung, cantik loh, Kay." Dania berkata dengan antusias. Sedangkan Kayla hanya manggut-manggut saja. Baginya itu tidak terlalu penting. You know lah Kayla kan orangnya kelewat jutek.Dania kembali terdiam. Tidak lama pesanan mereka pun datang. Yaitu bakso dan es jeruk kesukaan Kayla."Buset lo, Kay. Lo makan bakso sama sambel apa sambel sama b