"Astaga... ini sungguh melelahkan."
Arinda, seorang wanita cantik berambut pendek dengan seragam polisi tiba-tiba mengeluh di dalam kantornya.Pada malam hari, wanita yang baru berumur 23 tahun dan sudah menjadi inspektur polisi tingkat satu itu merasa tak berdaya saat memeriksa semua laporan di depannya."Belum selesai dengan kasus-kasus yang belum terselesaikan, ini adalagi kasus yang sangat merepotkan."Mengambil berkas-berkas laporan di atas meja, Arinda mengerutkan keningnya dan bergumam, "Sebuah rumah meledak secara tiba-tiba di siang hari saat semua orang masih beraktivitas tapi tidak ada satupun bukti yang tertinggal. Tidak ada saksi mata, dan hanya ada laporan tentang korban suami istri yang meninggal, serta gadis kecil yang hilang.""Lokasi kejadian terjadi diperkotaan yang padat penduduk, tapi tidak ada satupun yang menyadarinya, ini benar-benar tidak biasa!"Alis Arinda semakin berkerut saat terus membacanya, dan akhirnya hanya mendesah tidak berdaya. "Orang-orang ini benar-benar ahli. Siapa yang bisa melakukan hal-hal semacam ini dengan sangat sempurna?"Menghela nafas panjang, Arinda yang merasa lelah dan bingung mulai memijat keningnya yang mulai sakit, dan menutup mata.Bahkan jika Arinda masih muda, dan sangat cekatan pada hari-hari biasa, dia masih tidak bisa memahaminya sama sekali dan hanya bisa berharap akan ada petunjuk yang datang.Hanya saja, dia tampak menjadi ceroboh sampai-sampai tidak menyadari bahwa ada orang asing yang masuk ke ruangannya, dan sudah berdiri di depan mejanya."Siapa dia?"Satu pertanyaan yang terdengar segera membuat tubuh Arinda tegang, dan dengan spontan mengangkat kepalanya.Hanya saja, saat sudah mengangkat kepalanya dan melihat siapa yang bertanya, Arinda merasa seluruh tubuhnya merinding, dan jantungnya berdetak lebih kencang.Takut!Yah! Ketakutan adalah apa yang Arinda rasakan saat melihat mata hitam dingin tanpa emosi, serta perasaan aneh yang muncul di udara, dan tiba-tiba membuat seluruh tubuhnya terasa dingin.Wanita itu tidak tahu apa yang terjadi, tapi saat menyaksikan mata pihak lain, dia tiba-tiba hanya ingin melarikan diri."Ka-ka-kau...siapa kau?"Bahkan jika Arinda adalah seorang polisi dan telah melihat banyak jenis berandalan selama bertugas, dia masih tidak bisa menahan hatinya untuk tidak merasa ketakutan.Karena pada saat ini, mata tanpa emosi, yang samar-samar terlihat melalui rambut gondrong tak beraturan dan hampir menutupi seluruh wajah orang di depannya itu seperti tatapan dari seekor binatang buas.Benar! Arinda tidak bisa melihat wajahnya, tapi dia tahu jika orang didepannya adalah seorang pria, dan masih sangat berbahaya.Bahkan jika saat ini pria aneh dengan rambut gondrong, dan pakaian seperti pengemis itu terlihat menyedihkan, ada aura intimidasi yang membuat hati Arinda kewalahan."Jalan Aa Rahmat, no 45. Atas nama kepala Keluarga Sundara. Satu gadis kecil menghilang dan kedua orang tuanya mati terbakar, siapa yang melakukannya?" Masih tanpa emosi dan ekpresi, suara pria itu terdengar lagi."A-a-ku..."Untuk pertama kalinya sebagai seorang polisi, saat mendengar dengan jelas suara pria itu, seluruh tubuh Arinda tiba-tiba bergetar, dan akhirnya bisa merasakan apa itu perasaan akan kematian.Arinda hampir tidak bisa bernafas dan bergerak. Tapi entah kapan, polisi wanita itu tiba-tiba merasakan suasana di sekitarnya kembali stabil, dan dia bisa kembali bernafas dengan tenang.Menghela nafas panjang selama beberapa saat untuk menstabilkan emosinya, akhirnya Arinda bisa berpikir lenih jernih dan kembali duduk dengan tenang.Mengawasi orang yang seperti pengemis di depannya ini, Arinda dengan suara yang dipaksakan berkata, "Pak, atau tuan ini, disini adalah kantor polisi, dan semua hal tentang apapun yang dilaporkan harus melalui protokol yang telah ditetapkan.""Tuan ini, malam-malam seperti ini datang seperti ini, apakah ada yang bisa saya bantu?" Bertanya seperti ini, Arinda sebenarnya hanya mencoba untuk tetap tersenyum dan berkata dengan sopan terlepas dari semua kekacuan dihatinya,Hanya saja, pria itu masih tanpa ekspresi, dan hanya berdiri di sana tanpa suara sama sekali.Dia hanya diam dan tak bergerak seperti patung, yang hanya mengawasi polisi wanita didepannya tanpa kepastian.Pada akhirnya, itu membuat suasana kembali tegang.Arinda benar-benar tidak tahu dan tidak mengerti, tapi sebagai aparat negara, dia mencoba untuk tetap tenang, dan tersenyum sekali lagi sebelum berkata, "Tuan, nama saya adalah Arinda. Saya adalah satu-satunya inspektur polisi yang bertugas di kantor malam ini. Jika Tuan memiliki keluhan atau apapun itu, Anda bisa--""Siapa? Siapa yang melakukannya? Siapa orang bodoh yang berani untuk menargetkan Sundara? Katakan, siapa pelakunya?""Hah?" Di hentikan dan diberikan pertanyaan yang sama untuk ketiga kalinya, jiwa polisi Arinda berontak dan semua ketakutan di awal tiba-tiba menghilang begitu saja.Mengabaikan semua identitas dan sebagainya, Arinda marah saat mengira bahwa orang yang tampaknya gila ini sepertinya sedang mempermainkan dirinya.Menempatkan kedua tangannya di atas meja, dan mengawasi pria asing didepannya dari atas kebawah, dengan nada sedikit dingin Arinda berkata, "Jika tidak ada yang ingin dilaporkan, sebaiknya Anda keluar.""Hum..."Bersamaan dengan suara pelan tapi berat penuh penekanan itu, Arinda tiba-tiba merasakan bahwa ada tekanan luar bisa yang entah darimana datangnya, dan membuat seisi ruangan sesak.Tidak, bukan hanya ruangan, tapi hati dan nafas Arinda juga mengalaminya.Sulit bernafas, dan perasaan dingin menjalar di seluruh tubuhnya.Tapi, Arinda adalah seorang polisi dan bukan orang biasa.Meskipun hati dan pikirannya kewalahan, dia masih bisa tetap menstabilkan posisinya dan secara perlahan-lahan menurunkan tangan kanannya ke bawah meja.Memegang sebuah pistol yang memang sudah ada di sana sejak awal, Arinda bertekad untuk tidak tunduk kepada orang asing ini, dan dengan tegas serta dingin menatapnya tanpa sedikitpun ketakutan.Dau orang, satu pria gelandangan dan polwan saling memandang dalam suasana yang tegang.Tidak ada yang mengalah dari keduanya.Entah telah berapa lama waktu berjalan, pria asing itu akhirnya menggerakkan kepalanya, dan mengarahkan pandangannya ke arah lain.Arinda sedikit lega saat menyaksikan pria itu akhirnya menyerah dan mengalihkan pandangannya.Akan tetapi, saat mengetahui dimana orang asing itu melihat, kemarahan kembali muncul di hatinya."Katakan pada atasanmu jika "R E D" ingin meminta penjelasan.""Hah...apa?" Arinda yang akan berbicara segera terkejut saat mendengar perintah itu.Perintah? Bukankah ini adalah kantor polisi? Dengan identitasnya, selain atasannya, siapa yang berhak memberinya perintah?Tapi, pria asing dan gila ini memberikan dirinya perintah?Beraninya dia?Arinda marah dan tiba-tiba berdiri, tapi saat tersadar, dia sudah tidak melihat orang asing barusan.Apa yang ada sekarang adalah ruangan kantor yang sunyi senyap, serta pandangan dari pintu kantor yang tidak tertutup, dan menampilkan pemandangan yang membuat jantungnya kembali berdetak dengan cepat.Mata Arinda melebar, dia sangat terkejut dan ingin berteriak. Tapi dadanya terasa sesak dan hanya bisa membuka mulutnya lebar-lebar tanpa sedikitpun suara yang keluar. "Aah!!"Entah telah berada waktu berlalu, bersamaan dengan keringat dingin yang keluar dari keningnya, suara jeritan akhirnya keluar dari mulut Arinda.Menjerit.Jika saat ini ada seseorang, atau bawahan Arinda yang melihat kondisinya menjerit ketakutan seperti gadis kecil, siapapun pasti akan curiga. Karena selama ini, Arinda terkenal sebagai aparat yang tegas dan tak kenal takut pada apapun. Tapi hari ini, dia menjerit dengan mata dan mulut terbuka lebar serta keringat dingin yang terus menerus turun membasahi keningnya. Sebenarnya reaksi Arinda tidak terlalu berlebihan, karena dari tempatnya berdiri, dia melihat bahwa ada seorang polisi yang sedang tergeletak dilantai tak sadarkan diri. "Sial!" Sadar bahwa itu adalah polisi yang tergeletak dilantai kantor polisi, Arinda segera berlari untuk menghampirinya..Aka
"Apa?!""Apa yang barusan Dewi katakan?!""Apakah Dewi baru saja memanggil gelandangan itu sebagai Tuan?"Semua orang terkejut dan tidak mempercayainya. Saking terkejutnya, bahkan sampai ada yang menampar pipinya sendiri. "Plak!""Auh...sakit! Ini bukan mimpi!""Tidak mungkin! Ini benar-benar tidak mungkin!""Dewiku... Dewi Bell yang selama ini aku puja dan kagumi ternyata memanggilnya Tuan?""Ini... ini... apakah ini Neraka?"....Mengabaikan semua keterkejutan disekitarnya, ekpresi Bella masih hormat dan dengan lembut sedikit melirik gelandangan di sampingnya, dan membuka bibirnya, "Tuan, apakah Anda membutuhkan---""Aku perlu membersihkan diri." Suara ringan dan acuh tak acuh terdengar. "Membersihkan diri?" Bella terkejut dan segera mengangkat kepalanya.Tapi wanita itu tidak memiliki waktu untuk terkejut dan harus segera mengejar orang dia panggil "tuan" itu kedalam hotel. Seperti seorang pelayan, Bella menunjukkan jalan kepada pria tanpa identitas itu, dan tidak sekalipun ber
Seolah-olah baru saja melihat hantu, ekpresi wajah Komisaris Burhan terlihat sangat ketakutan, dan butiran-butiran keringat dingin terlihat jatuh dari keningnya. Tidak berbicara, mulut komisaris Burhan tampak bergumam tanpa suara beberapa kali, dan pelipisnya terus menerus berkedut. Ekpresi yang tampak sangat berlebihan bagi Arinda itu secara alami membuatnya mengerutkan kening terkejut, dan bertanya-tanya.Bagi Arinda, Komisaris Burhan bukanlah orang asing, dan dia sangat mengenalnya dengan sangat baik. Sejak Arinda bisa mengingat, pamannya ini tidak pernah sekalipun membuat ekpresi ketakutan semacam ini. Bahkan jika itu adalah seorang pembunuh berantai yang membunuh puluhan orang dengan kejam, ekpresi marah adalah apa yang akan komisaris Burhan keluarkan, dan bukan ketakutan. Tapi, kenapa sekarang dia berekspresi sangat berlebihan? R.E.D, apa itu? Kenapa Komisaris Burhan yang sebelumnya terlihat sangat marah tiba-tiba berubah menjadi ketakutan saat mendengarnya? R.ED, apakah
"Apakah kamu berpindah lagi?" Jika ada orang lain saat ini dan melihat Rendy yang bertanya pada sebuah tato di dadanya, mereka mungkin akan menganggap Rendy sebagai orang gila. Tapi jika melihatnya lebih teliti, itu akan terlihat normal.Karena sekarang, Naga di dada Rendy tampak merespon pertanyaannya.Mulutnya yang terbuka kembali menutup, dan mata merahnya seolah-olah menatap langsung ke arah mata Rendy. "Uh?"Dengan aura aneh, dan dominan dari tatapan mata itu, Rendy tiba-tiba merasakan tubuhnya panas. Tapi itu belum seberapa. Tepat ketika Rendy merasakan tubuhnya terbakar, dia merasakan ada yang menggeliat di dadanya. Dan saat melihat apa yang terjadi, alis panjang Rendy berkerut. "Aarrgh!!"Sebuah teriakan sangat keras tiba-tiba terdengar, dan membuat Bella yang sedang berada di ruang tamu terkejut. Wanita itu segera berdiri dan berlari ke arah kamar. Mendengar suara rintikan air dikamar mandi, Bella tidak berpikir panjang segera membukanya. Tapi dia menemukan pintu di
Pria itu bukan orang lain, dia adalah komisaris Burhan.Orang yang Arinda sebut paman, dan orang yang segera ketakutan saat mengetahui bahwa Rendy-lah yang membuat masalah di kantor polisi. Dia tidak datang sendiri, tapi datang dengan tiga pemuda, dan tampak masih tidak berpengalaman. Itu bisa diketahui saat mereka bertiga tampak kebingungan dan bertanya-tanya ketika mendengar atasannya, komisaris Burhan berkata sangat sopan kepada Rendy. Mengingat status Komisaris Burhan, seharusnya orang biasa tidak memiliki kemampuan untuk membuatnya hormat. Tapi pria ini bisa? Siapa dia sebenarnya? Mereka bertiga merasa penasaran, dan dengan keingintahuan mereka yang sangat besar, diam-diam mereka menyelidiki Rendy yang sedang duduk di kursi. Tapi mereka bertiga tidak menemukan keanehan apapun selain pemuda yang hampir seumuran dengannya, dan hanya pemuda dengan kaos serta celana jeans biasa. Jikalau ada, itu adalah rambut panjangnya yang terlihat mencolok, serta wajah tampan dengan ekpresi
Untuk pertama kalinya sejak awal sampai akhir, Rendy tiba-tiba mengangkat alisnya, dan merasa terkejut dengan reaksi komisaris. Tapi kejutan itu hanya sesaat, dan dia kembali tenang berkata, "Aku hanya menginginkannya untuk datang kemari besok pagi. Jika tidak, kalian tahu?" Tubuh tua komisaris Burhan tampak gemetar tak terkendali, dan ekspresinya sangat tidak rela. "Tuan, dia... Dia masih muda dan tidak tahu apa-apa. Dia adalah keponakan dan putriku satu-satunya, saya benar-benar memohon Tuan melepaskannya.""Saya benar-benar minta maaf atas namanya. Jika dia membuat Tuan marah, nyawa saya bisa digunakan sebagai gantinya.""Dor!"Suara pistol terdengar dan membuat empat orang di lantai menegang. Khusus untuk tiga pemuda dibelakang komisaris Burhan, mereka merasa sangat ketakutan dan tidak bisa untuk tidak melihat kearah atasannya sambil menahan nafas. Mereka bertiga sangat gugup, panik dan taku, lekat-lekat mengawasi tubuh berlutut komisaris Burhan yang sebentar lagi akan mengel
Dewa?Mata dan mulut Julia melebar. Berdiri mematung di depan pintu, dia sangat terkejut dan tidak percaya dengan apa yang Bella katakan. Dewa, bukankah itu eksistensinya yang diluar imajinasi Manusia? Membalikan awan dan menciptakan hujan, apakah gelandangan itu mampu melakukannya?Tidak? Tidak mungkin! Bella pasti bercanda! Tidak mungkin gelandangan barusan orang seperti itu. Ini pasti hanya kecelakaan. Atau jangan-jangan ini karena Bella sudah diperdaya oleh pria itu dan akhirnya memanfaatkan statusnya. Benar! Pasti pria itu melakukan sesuatu pada Bella. Bagaimanapun, Julia telah mengenal Bella sejak lama, dan sangat tahu jika temannya ini bukanlah orang bodoh yang mudah dimanfaatkan. Dia juga bukan wanita yang mudah percaya, terlebih lagi itu adalah seorang pria. Bahkan, Bella juga tidak pernah sedikitpun melirik pria yang benar-benar baik dan mapan. Tapi sekarang, saat Bella sangat bersikeras dan mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal hanya untuk pria tak dikenal, sesua
"Apa yang kalian pikirkan adalah benar," Komisaris Burhan mengangguk, dan melihat tiga pemuda didepannya selama beberapa waktu.Cukup lama menyaksikan tiga pemuda yang hampir kembali kencing di celananya itu, komisaris Burhan melanjutkan, "Dia kembali untuk mencari siapa yang membunuh kedua orang tua dan adiknya." "Dia kembali untuk membalas dendam, dan kalian harus tahu juga. Dia adalah satu-satunya manusia di negeri ini yang memiliki izin khusus untuk membunuh siapapun yang ingin dia bunuh." "Sekalipun itu aku, dia bebas melakukannya. Bahkan jika dia membunuh seluruh petugas di kantor polisi, kasus besar semacam ini hanya akan menguap begitu saja." "Kalian bisa berpikir sendiri, bagaimana orang dengan kekuatan semacam itu saat bertindak dan marah mencari pembunuh keluarganya." "Glek...." Lagi dan lagi, setelah komisaris selesai berbicara, suara menelan ludah tiga kali berturut-turut kembali terdengar dari ketiganya. Pada saat ini, tiga petugas polisi muda, yang hanya berpangka
Tuan Cheng merasa ragu dengan apa yang Bella berikan, dan mencoba membukanya hanya untuk terdiam saat melihat apa yang ada di dalamnya. Tidak ada bedak atau peralatan kecantikan di dalam wadah kosmetik sepuluh sentimeter persegi itu, melainkan tampilan layar hijau penuh dengan dua titik yang tampaknya berjarak cukup jauh. "Itu adalah radar yang telah aku persiapkan," Bella menjelaskan sambil menunjukkan titik merah kecil di layar, "Titik merah di tengah adalah tempat dimana kita sedang berada, sedangkan titik yang ada di depan adalah Sima Cho berada." "Jadi, sebenarnya...." Tuan Cheng segera mengerti dan melihat kearah dua pria dan wanita di depannya. Bella membenarkan dan sekali menjelaskan, "Kami memang memiliki radar dan tahu dimana Sima Cho berada, dan kemungkinan besar dia akan menuju tempat Sekte Misterius itu berada. Tapi kami tidak tahu medan di pegunungan ini, jadi kami akan meminta Tuan Cheng untuk menunjukkan jalannya." "Jadi begitu...." Tuan Cheng sekali lagi melihat
Pagi hari. Saat cuaca masih dingin, tapi cahaya matahari mulai naik, Tuan Cheng yang masih tertidur di tenda mulai membuka matanya, dan berkedip beberapa kali sebelum melihat sekelilingnya beberapa waktu. "Aduh...." Mengelus tengkuk lehernya yang tiba-tiba terasa sakit, kedua matanya tiba-tiba terbuka lebar dan seketika berdiri. "Benar... Kemarin malam...." Pria paruh baya itu tiba-tiba berlari keluar tenda dan berteriak. "Tuan Red! Tuan Red! Bahaya!" Dengan berteriak dan berlari terburu-buru, Tuan Cheng yang tampak panik segera tiba di tempat Rendy berada. Di sana, Rendy ternyata sudah bangun dan sedang minum kopi, tampak santai dan tenang menoleh ke arahnya. "Baru bangun?" "Ya.. yah!" Menjawab sambil mencoba mengatur nafasnya, Tuan Cheng kembali menjadi panik dan buru-buru berkata, "Itu, Tuan Sima, dia... Dia pergi! Saat saya bangun tadi, saya tidak melihat tanda-tandanya. Selain itu... Saya ingat jika kemarin malam--""Oh... Apakah Tuan Cheng sudah bangun?" Suara Bella memot
"Demi Dewa! Apakah dia Manusia?" Satu penembak jitu di atas tebing tampak terkejut dan tidak percaya saat melihat sosok Rendy melalui teropong. "Jangan banyak bicara! Kita harus cepat pindah lokasi!" Satu sniper lain segera memperingatkannya dan mulai berbalik. Tapi, "bom" segera terdengar dan menghentikannya keduanya untuk bergerak lebih jauh. Berdiri di atas tebing, dua orang itu sangat terkejut dan berhenti bergerak saat menyaksikan sesosok manusia berjalan dari gumpalan awan es. Tapi keduanya segera tersadar dan mengambil pistol. "Dor!""Dor!"Dua tembakan pistol terdengar, tapi sosok Rendy telah menghilang dari hadapan keduanya. "Dimana bocah itu?" "Apakah kita menjatuhkannya?" Keduanya saling bertanya dengan aksen Mandarin, tapi kemudian berhenti saat mendengar suara acuh tak acuh di belakangnya. "Apakah kalian mencariku?" "Kau?" Keduanya kembali terkejut dan berbalik saat mendengar Rendy juga menggunakan aksen Mandarin. Tapi Rendy tidak lagi basa basi dan sudah muncul
Siang hari, kelompok Rendy akhirnya tiba di Kota Babao. "Kota Babao sebenarnya adalah kota yang sudah ada di Pegunungan Qilian. Jika seseorang ingin mendaki gunung, ini adalah titik awal pendakian." Tuan Cheng mulai menjelaskan kepada Rendy. Setelah melakukan perjalan setengah hari bersama-sama, Tuan Cheng mengetahui bahwa pemimpin dari kelompok mereka adalah Rendy. Awalnya dia berpikir bahwa Rendy sedang melakukan pendakian atau berwisata ke Pegunungan, tapi dia menemukan bahwa pria ini tidak terlihat seperti seorang pendaki. Dikatakan sebagai turis juga bukan, meskipun Bella, wanita itu terlihat terlalu cantik untuk menjadi seorang pendaki, dia juga tidak terlihat sebagai orang yang sedang berlibur. Di situlah Tuan Cheng merasa ragu, tapi dia masih menjelaskan hal-hal tentang Pegunungan Qilian sebagai seorang profesional. "Menurut koordinator yang di berikan oleh Tuan Sima Cho, kita akan menuju ke Gunung Qilian yang dikatakan perbatasan akhir ke Gunung Kunlun. Untungnya itu mas
Mengetahui bahwa saat tiba di Kota Xining adalah sore hari, Rendy memutuskan untuk pergi ke Pegunungan Qilian esok hari. Bukan karena dia terlalu lama membuang waktu, tapi ada hal yang perlu dia lakukan untuk saat ini. Mengorek informasi dari Sima Cho, bahwa ada sebuah Sekte budidaya di Pegunungan Qilian, Rendy berpikir bahwa kekuatannya saat ini masih terlalu lemah. Meski tidak bisa di pastikan kebenarannya, Rendy memilih untuk mempersiapkan dirinya sendiri, bagaimanapun itu adalah sebuah Sekte. Jadi, pada malam harinya, Rendy sudah duduk di dalam kamar hotel sambil mengeluarkan kalung yang dia dapatkan dari Dayana. Keluarga Magata mungkin berpikir bahwa kalung warisan Keluarga mereka bukanlah sesuatu yang istimewa, tapi Rendy tahu bahwa itu adalah hal yang langka di bumi. Batu Spiritual. Batu yang memiliki energi spiritual antara langit dan bumi, itu adalah batu yang di gunakan oleh Dayana sebagai kalung. Berbicara tentang batu spi
Wajah Rendy kali ini menjadi dingin, dan membuat tubuh Sima Cho gemetar ketakutan. Benar-benar sangat takut, Sima Cho seketika jatuh ke tanah dengan air kencing yang mulai membasahi celananya. Sima Cho, pria dewasa dan dihormati di manapun berada itu sebenarnya mulai kencing di celana. "Hum?" Ketika Rendy melihatnya, seketika dia mengerutkan keningnya dan berhenti. Tapi dia tidak peduli dengan keadaan Sima Cho dan dengan dingin berkata, "Jangan berpikir bahwa aku akan melupakan semua perbuatanmu." "Bang!" Seketika Sima Cho menjatuhkan kepalanya ke tanah dengan keras dan bersujud kepada Rendy. "Tu-tuan.... Master... Grandmaster... Tuan Yang Agung! Sa-sa-saya... Mengaku salah! Tolong ampuni nyawa saya.... Apapun akan saya lakukan untuk menebus semua dosa-dosaku." "Apa menurutmu nyawamu setimpal dengan semua yang telah kamu lakukan?" Nada suara Rendy terdengar sangat dingin. Mengingat tentang kematian kedua orang tuanya, dan keberadaan adik perempuannya yang tidak diketahui, apa
"Ledakan!"Energi di seluruh tubuh Ba Ringin meledak, dan dengan raungan, harimau di belakangnya mulai bergerak. "Bom.""Bom." "Bom."Seolah-olah terjadi gempa bumi, harimau raksasa itu seolah-olah membawa kehancuran saat bergerak. "Rooarr!" Membuka mulutnya, dan berlari di tanah, harimau itu meninggal kekacauan di belakangnya. "Menarik...." Tidak memiliki waktu untuk berkomentar, Rendy mulai serius dan memasang kuda-kuda. Meremas jari-jari di tangan kanannya, waktu di sekitar Rendy tiba-tiba berhenti, kemudian bergetar, dan dengan "ledakan" raungan Naga seketika terdengar. "Groooarrh!!" Meninju udara di depannya, kepala Naga Merah, seperti sebuah darah kental terbang dari balik tinju Rendy. Memiliki ukuran yang sama dengan harimau raksasa di sisi lain, keduanya akhirnya bertemu. "Boom!""Boom!"Dunia seakan-akan mengalami kehancuran, bumi mulai bergetar, debu dan angin tiba-tiba datang menghantam segalanya. "Boom!" Seolah-olah ada gunung yang meletus, suara ledakan itu te
"Kamu?" Wajah Ba Ringin kali ini menunjukkan ekspresi yang berbeda. Tidak lagi mengabaikan atau meremehkan pria muda di depannya, Ba Ringin mulai melihatnya dengan tatapan serius dan waspada. Karena barusan, satu serangan Rendy memberikan banyak dampak pada tangan dan pikirannya. Rasa sakit dan kesemutan pada pergelangan tangannya membuktikan bahwa apa yang dilakukan Rendy sebelumnya bukanlah sesuatu yang bisa di anggap remeh. Dari kejadian itu, Ba Ringin juga harus berpikir dan yakin bahwa pria ini memiliki kedudukan yang sama dengannya. Tidak! Ba Ringin melihat sesuatu yang berbeda dan membuat keningnya berkerut. "Grandmaster... Apakah kamu seorang Grandmaster?" Tidak menjawab, Rendy hanya memberikan senyum tipis, dan berkata, "Jika kamu tahu, sebaiknya kamu segera menyingkir." "Hehehe...." Tiba-tiba Ba Ringin tertawa kecil dan melihat Rendy dengan pandangan berbeda. Itu seperti pertama kali melihatnya, ada sedikit antispasi dan harapan di kedua matanya. Tapi tidak ada lagi
"Ini...."Dua teman dan dua orang di dalam villa secara bersamaan terkejut saat melihat kejadian itu. Tapi Rendy tidak memperdulikan reaksi di sekitarnya, dan sekali lagi bergerak. Sama seperti yang muncul di cctv sebelumnya, gerakan Rendy kali ini benar-benar cepat dan mustahil untuk dilihat melalui mata telanjang. Apa yang muncul di layar cctv hanya sebuah bayangan yang meluncur pada dua orang di sisi lain yang masih terkejut selama seperkian detik, dan dua kali suara tubuh teredam terdengar. "Bam.""Bam." Dua tubuh yang jatuh ke tanah sejauh sepuluh meter, dan tidak lagi bergerak menjadi kengerian yang segera Sima Cho rasakan. Jantungnya berdetak kencang, dan ketakutan mengakibatkan keringat dingin membasahi punggungnya. Abnormal. Adalah kata-kata yang bisa Sima Cho pikirkan. Tidak pernah sekalipun dia berpikir bahwa ada manusia yang memiliki kekuatan semacam itu. Sepanjang hidupnya, pemandangan semacam ini adalah pertama kalinya dia temui.Dua orang Seniman Beladiri Kuno t