"Pa, Ma. Niel berangkat dulu ya. Mungkin minggu depan baru bisa balik lagi." Pamit Daniel sambil mencium kedua tangan kedua orang tuanya. Pria itu sudah rapi dengan seragam rumah sakit berwarna hijau tempat ia biasa dinas.
"Ingat, jangan terlalu capek. Istirahat yang cukup." Nasihat sang Papa sambil menepuk pundak anak sulungnya itu.
Daniel tersenyum tipis. Tipikal Daniel. "Vitaminnya juga jangan lupa di minum. Kalau ada apa-apa langsung telpon ke rumah." Sambung sang Mama yang entah sejak kapan sudah mengapit lengan anaknya itu.
"Iya lah nelpon ke rumah. Kak Daniel kan gak punya pacar." Celetuk seorang pria yang juga ikut mengantar.
"Dante! Ini kakaknya mau pergi malah di ledekin."
"Ma, Kak Niel cuma tugas kayak biasa. Gak keluar negeri." Ledek pria yang di panggil Dante itu sambil tertawa meledek. Lagian betul kata Dante. Daniel hanya kerja, bukan mau pindah ke luar negeri.
Dan seperti itu lah pemandangan keluarga Daniel. Penuh kehangatan yang membuat Daniel tidak membutuhkan apapun selain keluarga dan pekerjaannya.
Daniel sudah mengendarai mobilnya dengan tenang dan diam. Tenang dalam artian yang benar-benar tenang. Tanpa musik ataupun suara penyiar radio. Karena menurutnya, suara apapun akan mengurangi konsentrasinya dalam berkendara. Dan dia tidak suka kalau pikirannya terganggu bahkan teralihkan.
Perjalanan tidak memakan waktu lama karena kebetulan hari ini adalah weekend jadi jalanan sedikit lowong dan tidak memiliki tingkat kemacetan di bandingkan jalanan di hari-hari selain weekend.
"Siang Dok." Sapa seorang suster wanita yang tampak lebih tua di banding Daniel. Daniel hanya tersenyum singkat dan tetap berjalan.
"Bukannya jadwal operasi dokter malam ya?" Tanya suster itu lagi sambil mengikuti Danie di belakang.
"Iya."
"Trus, kok jam segini udah di rumah sakit?"
"Gak papa. Mau istirahat sebentar. Di rumah gak bisa istirahat. Adek saya terlalu ribut." Jelas Daniel tanpa berniat berbalik atau memelankan langkahnya. Membuat sang suster segera menghentikan langkahnya dan memutar bola mata malas.
Semua pegawai di rumah sakit tersebut sangat mengenal Daniel. Pria itu hanya akan menjawab pertanyaan yang menurutnya penting untuk di jawab. Tapi tidak berniar untuk melanjutkan percakapan. Membuat semua pegawai takut jika harus berhadapan dengan dia.
"Dr. Daniel kok udah di RS sih, Sus?"
"Mau cari ketenangan katanya." Jelaa suster wanita yang sudah berdiri di meja resepsionis rumah sakit.
"Masih kaku aja ya, sus. Pantesan gak punya pacar." Ledek salah satu suster yang lebih muda itu.
"Punya juga gak mungkin sama elu." Ledek suster tua dengan papan nama bertuliskan 'isti' di baju sebelah kanannya sambil sibuk dengan kerjaannya.
Sementara yang di ajak bicara seketika merengut akibat kalimat sang suster senior tersebut.
-
Di tempat lain, Arisa tampak serius dengan layar laptop yang menyala dihadapannya. Terlihat dari dalam layar, gadis itu sepertinya sibuk mencari lowongan kerja yang sesuai kualifikasinya. Meskipun sepertinya dirinya tidak pernah siap untuk kerja kantoran.
"Gimana, udah masukin lamarannya?" Tanya seorang pria yang muncul entah dari mana sambil membawa 2 gelas berisi minuman bersoda.
Perhatian Arisa segera teralihkan dengan kehadiran pria tersebut. Membuatnya seketika gugup karena situasi yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya. Makan siang bersama gebetan.
"Ah, oh. Iya nih udah. Baru aja kekirim emailnya." Jelas Arisa masih bisa mengendalikan dirinya agar tidak terlihat seperti kanebo kering.
"Bagus deh. Gue juga udah ngomong sih ama si Nicky soal lamaran lu dan dia bilang nanti kabarin dia aja kalau lamarannya udah di kirim." Jelas Ben 'sang gebetan' sekaligus teman luncbnya saat itu.
"Oh gitu. Yaudah, gue hubungin sekarang aja, gapapa kan?"
"Ya gapapa. Kalaupun dia sibuk, pasti bakal dibaca kalo udah ada waktu luang." Jelas Ben setelah menyeruput minumannya.
Dan Arisa hanya mengangguk sebagai jawabannya karena tidak tau ingin membalas dengan kalimat apa.
Dan setelah diam-diaman selama hampir 20 menit, Ben tiba-tiba berdiri membuat Arisa terkejut karena tidak sadar sudah memperhatikan Ben secara diam-diam.
"Gue balik ya? Jam makan siang udah selesai nih. Lu masih mau disini atau mau balik juga?" Tanya pria itu tanpa jeda. Seolah enggan memberi waktu Arisa untuk berfikir.
"Gue masih mau disini. Lu balik aja duluan." Katanya cepat. Membuatnya merutuki dirinya karena sudah berbohong.
"Yaudah, gue balik dulu ya. Kalau gaada balasan dari Nicky, kabarin gue aja." Jelasnya yang kembali menyeruput minumannya sampai habis lalu berjalan keluar dari restoran tersebut.
Tapi sebelumnya pria itu tidak lupa memberi kerlingan pada Arisa yang membuat gadis itu berhenti bernaafs sejenak.
"Sialan, kalau gini caranya gimana bisa gue gak suka sama dia" gerutu Arisa setelah pria itu benar-benar menghilang dari pandangannya. Ia menekan dadanya yang berdetak sangat kencang seolah organ yang ada di dalam tubuhnya tersebut bisa saja keluar tanpa ia sadari.
Ia lalu memeriksa jam tangannya dan terkejut karena waktu sudah menunjukkan pukul 1 siang.
Segera ia merapihkan barang-barangnya yang masih tergeletak di atas meja dan memasukkannya ke dalam tas punggungnya sebelum akhirnya bergegas meninggalkan tempat makan tersebut menuju rumah sakit.
Hari ini adalah jadwal operasi Ayahnya dan ia harus tiba disana sebelum jam 4 sore. Apalagi perjalanan menuju rumah sakit memakan waktu sekitar 45 menit 'jika tidak macet'.
Sejam lebih 15 menit, Arisa sudah tiba di lobi rumah sakit. Dengan sedikit tergesa ia berjalan menuju lift dan menekan tombol 4 sebelum menutup pintu lift tersebut.
"Siang mba Arisa." Sapa suster Siti saat berpapasan dengan Arisa di depan kamar dengan nomor 404.
"Siang sus. Gimana Ayah saya?" Tanya Arisa membatalkan niatnya masuk ke kamar tersebut.
"Aman. Tapi beliau sedikit gelisah karena jadwal operasinya sebentar lagi"
"Dokter Daniel kan, sus?" Tanya Arisa mengingat nama dokter yang dijadwalkan.
"Iyap. Kalau gitu saya permisi dulu ya. Saya akan siapkan ruangan operasi dulu "
"Baik sus. Makasih ya." Dengan begitu mereka berpisah dan membuat Arisa segera memasuki kamar inap Ayahnya.
"Gimana Yah, kondisi Ayah? Gak drop kan? Ayah gak makan apa-apa kan selama Arisa pergi?"
"Sssttt, satu satu kalau bertanya. Kalau merepet begitu Ayah jadi bingung mau jawab yang mana dulu."
"Issh Ayah mah."
"Gimana tadi?" Tanya Ayahnya mengalihkan pertanyaan anaknya.
Arisa meletakkan tasnya disamping tempat tidur Ayahnya dan langsung duduk di kursi samping tempat tidur tersebut.
"Udah sih. Tapi belum tau bakal keterima atau nggak. Ayah jangan terlalu berharap ya."
"Emangnya sejak kapan Ayah ngarepin kamu." Ledek sang Ayah.
"Ih, Ayah."
"Ih Risa." Arisa hanya merengut menghadapi Ayahnya yang masih suka menggodanya. Membuatnya berfikir kalau Ayahnya seperti orang yang tidak sakit. Padahal wajahnya sudah pucat.
"Suster tadi ngomong apa?" Tanya Arisa setelah diam-diaman singkat mereka.
"Ayah aman kok. Kan yang bermasalah cuma jantungnya."
"Ayah!" Tegur Arisa karena bercandaan Ayahnya yang tidak masuk akal.
Ayahnya tertawa singkat sebelum menjawab. "Iya beneran gak papa, kok. Tekanan darah Ayah normal, pokoknya semuanya aman. Jadi kamu gak usah khawatir."
"Mana bisa, ini Ayah mau di...."
"Selamat siang Pak Saputra." Suara seorang pria yang muncul segera memotong ucapan Arisa, membuat gadis itu segera berbalik dan mendapati seorang pria dengan jas dokter berjalan masuk menuju tempat tidur pasien.
"Siang dok." Ucap Arisa dan Ayahnya bersamaan.
"Kenalkan saya dokter Daniel yang bertugas dalam operasi bapak."
"Kenalkan saya dokter Daniel yang bertugas dalam operasi bapak." Jelas sang dokter dengan gayanya yang tegas dan berwibawa."Oh iya, dok. Tadi Suster Isti juga udah kesini." Jelas sang Ayah yang tanpa sadar sudah bersemangat menjawab."Oh, ya? Terus kata suster, gimana?" Tanya dokter sambil tetap memeriksa kondisi pasiennya itu. Wajahnya tampak tidak bersahabat tapi matanya segera menangkap kedipan mata Pak Saputra seolah memberi isyarat untuk tidak di ungkapkan sekarang."Baiklah. Kalau begitu sampai ketemu di ruang operasi ya, Pak." Ucap Daniel setelah selesai memeriksa keadaan pasiennya.Baru akan berbalik, Pak Saputra menahan lengan sang dokter. "Kenalin, ini anakku namanya Arisa."Arisa segera terbelalak karena ucapan Ayahnya yang diluar dugaan. Memangnya apa urusan dia sampai harus dikenalkan dengan dokter itu. Meskipun sejujurnya dokter itu memang tampan."Oh, kenalin saya dokter Daniel." Ujar Daniel yang juga sempat bingu
"saya minta maaf karena sudah memeluk anda dengan lancang." Saat ini Arisa dan dokter Daniel memilih teras sebagai tempat mereka untuk berbincang.Arisa tersenyum tipis. "Gapapa dok. Saya justru yang terima kasih karena dokter mau meluk saya." Ucapnya yang sedetik kemudian menyadari kesalahannya. "Eh, maksud saya bukan gitu dok. Anu...""Ahhaha, gak papa. Saya ngerti kok.""Oh, iya dokter gak tugas?" Tanya Arisa setelah sadar dengan kehadiran pria itu di tengah jadwal dinasnya."Saya cuti setengah hari. Kebetulan juga hari ini tidak ada jadwal operasi." Dan kalimatnya barusan membuat keduanya kembali terdiam. Daniel masih merasa bersalah dengan kejadian yang menimpa Arisa."Maaf." Lagi-lagi Daniel meminta maaf."Gak papa dok. Udah takdirnya memang begitu. Walaupun gak bohong kalau saya masih gak bisa menerima." Ucap Arisa dengan tatapan kosong kedepan.Daniel menatap Arisa dalam seolah gadis itu memiliki daya tarik yang membuatnya engg
"kenapa?" Tanya Nicky masih bingung. Padahal biasanya karyawan lain selalu ingin cepat-cepat pulang kerja, tapi gadis ini malah ingin menambah jam kerjanya."Saya juga gatau mau ngapain kalau di rumah." Jelas Arisa sambil menggaruk kepalanya.Nicky tampak berfikir. Ini bukan masalah dirinya memaksa Arisa untuk pulang. Tapi jangan sampai ada berita soal apapun yang ia tidak pernah ingin dengar. Apalagi di kantornya."Mmm, begini. Saya bukannya tidak ingin di temani. Tapi, bagaimana pun kamu dan saya berbeda gender. Dan saya tidak mau mendengar berita miring soal saya. Belum lagi kamu adalah temannya Ben. Jadi, kurasa kamu bisa mengerti maksud saya." Jelas Nicky yang sudah meninggalkan kursinya dan berdiri di samping meja kerjanya.Arisa meneguk liurnya. Ia lupa fakta kalau dirinya dan Nicky berbeda gender. Belum lagi status mereka yang hanya bos dan sekertaris. Dan di malam seperti ini tidak mungkin orang tidak curiga kalau melihat mereka masih berduaan di kan
Nicky berjalan memasuki ruangannya dan mendapati Arisa sudah sibuk di mejanya dengan 'to do list' yang ia tempelkan di sekitar meja dan layar komputernya."Eh, selamat pagi Pak." Sapa Arisa setelah menyadari kehadiran atasannya itu."Pagi." Sapa Nicky sambil tersenyum dan segera memasuki ruangannya sendiri dan menutup pintu ruangannya.Belum sempat duduk, suara ketukan pintu ruangannya membuat Nicky berbalik dan menyuruh yang di luar ruangan membuka pintu tersebut."Iya, ada apa?" Tanya Nicky yang kembali berjalan ke kursinya dan meletakkan tas kerjanya di atas meja."Hari ini mbak Maya tidak masuk kerja Pak.""Oh, kenapa?""Anaknya katanya lagi sakit, dan hari ini dia mau nganter ke rumah sakit." Jelas Arisa detail membuat Nicky mengangguk mengerti."Baik. Berarti kamu yang menggantikan dia, kan?" Tanya Nicky lebih ke memutuskan.Arisa mengangguk mantap. "Iya, Pak.""Kalau begitu kamu harus siap-siap karena dua
"Gue udah merhatiin dia sejak lama." Kalimat barusan membuat Arisa terbelalak kaget. Gadis itu menatap Ben dengan tatapan bingung. Selama dia memperhatikan pria itu, tidak pernah terlihat kalau pria itu menaruh perhatian sama dirinya. Dan apa? Barusan pria itu bilang kalau selama ini dia selalu memperhatikan dirinya? Nicky lalu membaca situasi saat itu. Memperhatikan Arisa yang tidak mengalihkan pandangannya dari Ben padahal Ben sudah mengalihkan perhatiannya ke minuman di hadapannya dan tanpa di suruh langsung menyeruputnya. "Manis. Kayak yang bikin." Ucap Ben sambil mengerling ke arah Arisa. Membuat wajah Arisa memerah karena malu. "Najis!" Sarkas Nicky dan beralih menuju meja kerjanya. Dan Ben hanya mengangkat bahu mengabaikan ucapan temannya itu. "Terus giman kerjaan lu? Nicky gak macam-macam kan?" Tanya Ben lagi membuat Nicky menatap sinis ke arahnya. "Lu kali yang suka macam-macam." Sahut Nicky membalas ucapan Ben. La
Hari ini Arisa kembali menemani Nicky meeting di luar kantor. Dan saat ini keduanya tengah makan malam di sebuah restoran tidak jauh dari tempat mereka meeting. Awaknya Arisa ingin menolak karena merasa tidak enak, tapi karena perutnya yang tidak bisa diajak kompromi dan menimbulkan suara yang membuat Nicky tersenyum menang, akhirnya keduanya berakhir di tempat ini. Arisa dengan tenang menyantap makanannya tanpa mempedulikan Nicky yang sudah memperhatikannya sejak tadi. Bahkan pria itu hanya menyuapi dirinya beberapa sendok saja. Sementara Arisa sudah makan setengah piring dari pesanannya. "Lu emang sedekat itu dengan ya sama Ben?" Tanya Nicky yang sepertinya tidak tahan untuk tidak menanyakannya. Mendengar pertanyaan tersebut membuat Arisa tersedak dengan makanan yang ia kunyah. Membuat Nicky terkejut dan buru-buru memberinya segelas minum. "Minum dulu, gih. Gitu aja kaget." Ledek Nicky setelah Arisa meneguk minumannya. "Maaf Pak, saya tidak
Malam ini adalah malam yang sudah sangat dinantikan oleh Arisa setelah hampir sebulan dirinya tidak memiliki waktu libur yang baik dan tenang. Dan akhirnya kali ini ia bisa berisitirahat dengan tenang karena sang atasan alias Nicky tidak memiliki jadwal lain di luar kantor, atau urusan rumah sakit yang masih harus dia selesaikan. Dengan posisi yang nyaman, dia berbaring di kasurnya sambil membaca novel karangan penulis kebanggannya setelah hampir setahun dibelinya namun belum pernah terbaca selembarpun. Namun pada lembaran kedua bacaannya, dering pada ponselnya segera menginterupsi kegiatannya dan dengan terpaksa sambil menghela nafas ia segera meraih benda tersebut dan langsung mengangkatnya tanpa melihat nama sang penelpon. "Halo!" Jawabnya dengan nada ketus yang tanpa sadar ia keluarkan. "Ris, sibuk gak?" Tanya dari seberang dengan suara yang sudah dihafal oleh Arisa. Arisa menghela nafas pelan sambil memejamkan matanya. K
Hari ini, Arisa terpaksa ijin tidak mausk kerja karena entah kenapa sejak semalam dirinya sudah merasa kurang sehat. Padahal paginya ia masih keluar untuk jogging. Dan saat ini ia hanya terus berbaring di tempat tidur karena kepalanya yang terasa sakit kalau dirinya memaksa untuk bangun. Bahkan untuk minum pun dirinya tidak sanggup. Jadi, iapun memutuskan untuk beristirahat seharian dan mengabaikan ponselnya yang ia letakkan di atas meja belajar yg jauh dari tempat tidurnya. Ketika ia bangun karena bunyi bel rumahnya, matanya tertuju pada jam dinding yang menunjukkan pukul 4 sore. Dengan sisa kekuatan yang dimiliki, ia memaksakan diri untuk bangkit dan berjalan menuju pintu masuknya untuk memeriksa siapa tamu yang datang tanpa dia undang tersebut. "Dokter?" Tanya Arisa suara parau dan raut wajah menahan sakit kepalanya sambil menatap heran kearah Daniel yang sudah menatapnya heran. "Loh, Ris? Kamu sakit?" Tanya Daniel dan segera
Sudah sebulan sejak Daniel dan Arisa menikah dan selama itu tidak ada yang berubah di dalam hubungan mereka. Daniel dengan kesibukannya di rumah sakit, dan Arisa yang punya kesibukan baru yaitu membantu Mama Daniel saat wanita di dapur. Arisa bahkan belajar makanan kesukaan Daniel dari mertuanya. Selain itu, kehidupan asmara mereka semakin terlihat biasa-biasa saja. Bahkan, untuk melakukan rutinitas 'malam' pun mereka hampir tidak pernah melakukannya karena Daniel yang justru lebih sering bermalam di rumah sakit. Jadi keduanya sama sekali tidak pernah berhubungan setelah menikah. "Gimana, Ris? Udah ada tanda-tanda hamil belum?" Tanpa sadar Arisa meneguk liurnya kasar setelah mendapat pertanyaan itu dari sang mama mertua. Dalam hati Ariaa lalu berceloteh 'gimana mau dapat kalau kita aja gak pernah ngapa-ngapain habis nikah". Tapi wanita itu segera tersenyum dan mengabaikan ucapannya yang terlontar dalam hati itu. "Sabar ya, Ma. Kita juga lagi usaha kok." Jawab Arisa asal. Setidaknya
Sudah 4 hari berlalu, tapi permasalahan antara Daniel dan Arisa belum juga mereka selesaikan. Entah karena Daniel yang justru semakin sibuk dengan pekerjaannya di rumah sakit, dan Arisa yang sudah tidur ketika Daniel mendatangi rumahnya tengah malam dengan harapan masalah mereka bisa terselesaikan.Dan beruntung hari ini keduanya memiliki waktu luang karena harus memastikan semua persiapan pernikahan mereka terselesaikan dengan baik. Dan sepanjang perjalanan mereka balik dari urusan, keduanya tidak ada yang berbicara. Hanya suara radio atau bunyi kendaraan dari luar mobil yang menemani keberadaan mereka disitu. Sampai saat keduanya tiba di rumah Daniel, keduanya masih belum memutuskan untuk bersuara. Bahkan untuk keluar dari mobil menjadi terasa berat bagi mereka."Aku kasih kamu kesempatan buat jelasin semua yang perlu kamu jelasin. Aku tidak akan berkomentar apapun." Suara Arisa yang dingin membuat Daniel segera berbalik menatap Arisa yang ternyata hanya memand
Padahal seminggu lagi acara pernikahan Daniel dan Arisa, tapi keduanya justru terlibat dalam pertengkaran hebat, yang murni adalah kesalahan Daniel. Tapi dirinya tidak pernah menyangka kalau hari itu Inez akan melakukan hal tidak pernah ia bayangkan sama sekali. Dan lebih parahnya karena ia ketahuan oleh Arisa.Daniel sudah berusaha untuk menjelaskan semuanya pada Arisa. Namun wanita itu memilih untuk tidak peduli dengan penjelasan Daniel. Menurutnya, apa yang ia lihat di depan matanya saat itu sudah cukup jadi bukti kalau Daniel selingkuh dari dirinya. Kesimpulan yang ia ambil setelah melihat Daniel yang hanya diam di dalam mobil saat wanita bernama Inez melakukan perbuatan menjijikkannya. Arisa sedikit menyesal karena tidak menampar wanita itu kemarin. Padahal dirinya punya banyak kesempatan untuk melakukan hal itu, tapi ia justru memilih untuk kabur dan meninggalkan dua orang itu. Arisa bahkan tidak peduli dengan Daniel yang berusaha mengejar dan memanggil namanya. K
Entah sejak kapan, keduanya sudah berada di atas kasur milik Arisa dan saling beradu kenikmatan. Padahal sebelumnya, Daniel hanya berniat mengantar Arisa pulang dan langsung kembali ke rumahnya. Namun, rasa rindunya pada Arisa dan juga perasaan bersalahnya karena membiarkan Arisa terjebak dalam perasaan kecewa, membuat Daniel tidak sanggup menahan perasaan itu. Dan Arisa juga sama. Seolah keduanya sudah menunggu untuk melakukan kegiatan itu lagi.Arisa terus mendesahkan nama Daniel di sela-sela pria itu memberikan kepuasan pada liang Arisa, membuat Daniel tidak bisa menahan diri untuk tidak terus menghujam wanitanya. Sesekali pria itu menyedot gundukan milik Arisa, atau meremas benda tersebut seolah enggan untuk membiarkannya menganggur. Sementara Arisa hanya bisa mendesah dan menerima meski sesekali dirinya menarik pundak Daniel untuk berbagi tautan bibir saat dirinya akan keluar.Padahal mereka sudah sering melakukannya, namun sepertinya keduanya tidak pe
Sudah hampir sebulan Daniel dan Arisa disibukkan dengan pengurusan untuk pernikahan mereka. Sebelumnya mereka juga sudah mengenalkan Daniel pada keluarga kedua orang tuanya dan untung saja mereka tidak mempermasalahkan apapun. Toh bagaimanapun Arisa sudah dewasa dan bisa mengambil keputusan sendiri. Jadi setelah meminta izin, keduanya mulai mempersiapkan segala sesuatu yang akan dibutuhkan saat pernikahan mereka. Mereka juga berencana untuk tidak mengundang banyak orang selain teman dekat Daniel, teman Arisa, dan tentu saja keluarga besar mereka. Namun bukannya berjalan lancar, keduanya kadang dihadapkan dengan permasalahan sepele yang selalu berakhir dengan pertengkaran. Seperti sebelumnya, Daniel sudah berjanji untuk menemani Arisa untuk ke KUA karena ada beberapa berkas yang harus mereka setor. Namun sampai sore, Daniel bahkan tidak memberi kabar pada Arisa yang membuat gadis itu akhirnya mendiami Daniel selama beberapa hari. Sama seperti hari ini juga. Kedu
Permainan tubuh Daniel dan Arisa masih berlangsung setelah hampir 3 jam mereka melakukannya. Arisa bahkan sudah berpindah posisi dan berada diatas tubuh Daniel sambil terus mengeluar-masukkan milik Daniel ke dalam miliknya. Kadang memijat benda panjang dan berurat itu. Tangannya bahkan tidak tinggal diam karena keduanya sibuk bermain dikedua dada miliknya sambil terus mendesah. Sementara Daniel dibawah sana membantu Arisa dengan ikut menggoyangkan pinggulnya dan sesekali meraih pinggang gadis itu untuk sekedar melumat bibir Arisa. Membuat keduanya tidak ada yang ingin berhenti dari permainan tersebut. Bahkan peluh yang sudah menetes dari tubuh mereka tidak membuat mereka untuk berhenti. Daniel kembali membuat Arisa berada dibawahnya karena perasaan ingin meledak yang kembali muncul dari dirinya membuatnya harus segera menyelesaikannya. Membuatnya menghujam Arisa tanpa ampun seolah ini adalah terakhir kalinya mereka melakukan hal tersebut. Ar
Arisa baru saja akan memasuki pekarangan rumahnya ketika matanya tidak sengaja bertemu pandang dengan Nicky yang ternyata sedang duduk di teras rumahnya dengan raut wajah yang kusut seolah pria itu sudah berada disana berjam-jam lamanya. Daniel yang berjalan dibelakang Arisa tidak kalah terkejutnya dengan pandangannya saat ini. Dan dengan cepat mengambil langkah didepan Arisa untuk melindungi gadis tersebut. "Mau ngapain lu?" Tanya Daniel to the point. Tatapannya seketika berubah tajam saat pria itu berdiri dari kursi yang ia duduki itu apalagi pria tersebut malah menatap kearah Arisa alih-alih dirinya yang mengajaknya berbicara barusan. "Kamu apa kabar, Ris?" Tanya Nicky mengabaikan pertanyaan Daniel. Arisa masih pada posisinya dibelakang Daniel. Menampilkan ekspresi ketakutan yang tiba-tiba muncul saat melihat Nicky diteras rumahnya. Ingatan tentang perlakuan Nicky pada dirinya tidak bisa ia cegah bersamaan dengan langkah pria itu yang mulai mendekat.
Tiba dirumah Daniel. Arisa masih merasa asing dengan lingkungan tersebut. Ya bagaimanapun dia baru datang sekali ketempat itu dan itu juga karena tidak disengaja. Jadi bukan salah Arisa jika dirinya masih merasa canggung. Saat memasuki ruang tamu, keduanya langsung bertemu dengan Papa Daniel yang sebelumnya tengah serius bermain ponsel namun segera meletakkan benda yang ia genggam tersebut untuk menyambut Arisa. Bahkan Daniel segera diabaikan setelah pria itu menyalami tangan orang tua tersebut."Malam om." Sapa Arisa setelah memberi salam pada Papa Daniel. Pria paruh baya tersebut segera memeluk Arisa."Maaa, Papa peluk orang lain nih..." Suara Dante yang melengking membuat Papanya segera melepaskan pelukan tersebut hanya untuk mengejar anaknya yang sudah berlari entah kemana."Dasar anak durhaka...""Saya anaknya Papa bukan anak durhaka"Dan pertengkarang itu hanya disaksikan oleh Arisa sambil tertawa ringan karena menurutnya sangat lucu. "Kamu d
Arisa menghampiri rumah sakit tempat Daniel bekerja sekalian menjemput pria itu karena sebelumnya mereka sudah membuat janji untuk mendatangi rumah Daniel sore itu. Alasan Daniel mengajak Arisa kerumahnya juga masih belum diketahui oleh gadis itu. Tapi tidak ada masalah karena toh dirinya juga sudah bertemu dengan keluarga Daniel. Belum lagi adik Daniel yang ternyata satu kampus dengannya dahulu. Jadi, ia tidak keberatan jika diajak berkunjung kerumah pria itu. Jadi, disinilah dirinya saat ini. Duduk termenung di ruang tunggu rumah sakit tersebut sambil menunggu Daniel yang baru saja menyelesaikan tugas terakhirnya hari ini. Dan ia kembali teringat kalau dirinya pernah menjadi tamu harian saat ayahnya masih dirawat dirumah sakit ini. Dan harusnya ia bisa menyapa para suster yang pernah membantunya dulu. Tapi, hari ini dirinya tidak sedang berniat untuk basa-basi dengan orang lain. Jadi ia hanya memberi senyuman pada mereka yang mengenali dan menyapanya. Sekitar hampi