"Kenalkan saya dokter Daniel yang bertugas dalam operasi bapak." Jelas sang dokter dengan gayanya yang tegas dan berwibawa.
"Oh iya, dok. Tadi Suster Isti juga udah kesini." Jelas sang Ayah yang tanpa sadar sudah bersemangat menjawab.
"Oh, ya? Terus kata suster, gimana?" Tanya dokter sambil tetap memeriksa kondisi pasiennya itu. Wajahnya tampak tidak bersahabat tapi matanya segera menangkap kedipan mata Pak Saputra seolah memberi isyarat untuk tidak di ungkapkan sekarang.
"Baiklah. Kalau begitu sampai ketemu di ruang operasi ya, Pak." Ucap Daniel setelah selesai memeriksa keadaan pasiennya.
Baru akan berbalik, Pak Saputra menahan lengan sang dokter. "Kenalin, ini anakku namanya Arisa."
Arisa segera terbelalak karena ucapan Ayahnya yang diluar dugaan. Memangnya apa urusan dia sampai harus dikenalkan dengan dokter itu. Meskipun sejujurnya dokter itu memang tampan.
"Oh, kenalin saya dokter Daniel." Ujar Daniel yang juga sempat bingung tapi segera mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan gadis yang masih duduk tidak bergeming di tempatnya.
"Eh iya, saya Arisa anaknya Pak Saputra." Katanya lalu menyambut uluran tangan Daniel.
Ada perasaan aneh saat ia menggenggam tangan pria yang berbadan bidang tersebut. Perasaan yang membuatnya hanya bisa terdiam beberapa saat memahami makna rasa tersebut.
"Yaudah Pak, saya pamit dulu kalau begitu. Arisa, saya permisi dulu ya." Kata Daniel sopan lalu meninggalkan keduanya didalam ruangan tersebut.
"Ayah apa-apaan sih?" Keluh Arisa masih yang masih bingung.
"Lah, apanya yang apa-apaan?"
"Itu. Tadi ngapain suruh dokternya kenalan sama aku." Gerutu Arisa tidak berhenti.
Ayahnya membuang nafas malas. "Elah. Kirain apaan. Cuma kenalan doang kamu udah kepanasan gini. Gimana kalau pacaran." Ledek Ayahnya yang senang melihat anaknya pusing sendiri.
"Ayaaah!"
"Cuma kenalan, Ris. Gak papa kan kalau Ayah kenalin kamu sama dokter yang nanganin Ayah. Siapa tau nanti kalau kamu butuh sesuatu soal Ayah kamu bisa langsung tanyain ke dia. Iya, kan?" Jelas Ayahnya dengan senyum tipis yang menghiasi wajahnya.
"Arisa berdoa semoga ini yang terakhir Ayah ke rumah sakit. Supaya kita gak usah ketemu lagi sama dokter ataupun suster di rumah sakit ini." Gadis itu mengangkat kedua tangannya di depan dada seolah berdoa membuat Ayahnya menghela nafas berat melihat pemandangan di hadapannya. Seolah ada rahasia besar yang ia sembunyikan dari sang anak.
Sudah dua jam sejak operasi dimulai dan belum ada tanda-tanda suster ataupun dokter di ruang operasi yang memperlihatkan batang hidungnya.
Dan Arisa masih setia menunggu di depan ruang operasi tanpa berniat meninggalkan tempat duduknya. Padahal jadwal operasi di perkirakan akan memakan waktu cukup lama.
Beberapa suster juga sudah menyarankan Arisa agar beristirahat di kamar pasien, tapi gadis itu menolak dengan sopan. Ia ingin jadi orang pertama yang menyambut kesembuhan sang Ayah.
Saat sedang tertidur dengan posisi duduk, ia di kejutkan dengan suara ponselnya yang membuatnya langsung membuka mata lebar.
Tatapannya segera mengarah ke pintu ruang operasi dan rautnya berubah kecewa karena tidak mendapati benda tersebut akan terbuka segera.
Dering ponselnya kembali menyadarkannya dan dengan malas ia meraih benda tersebut yang ia simpan di kantong jaketnya.
"Halo." Sapa Arisa setelah menekan tombol hijau di layar tanpa melihat nama sang penelpon.
"Arisa ya?" Tanya diseberang membuat Arisa mengubah duduknya menjadi tegak. Berharap salah satu lamarannya ada yang di terima.
"Iya." Jawabnya mengubah nada bicaranya menjadi sesopan mungkin.
"Saya temannya Ben, yang kamu kabarin soal lamaran tadi siang." Jelas di seberang.
"Oh iya, Pak. Bapak udah baca CV saya, belum?" Nada bicara Arisa lagi-lagi berubah bersemangat.
"Belum." Jawab diseberang singkat membuat Arisa seketika membungkukkan badannya dan menyandarkan dirinya dengan malas.
"Oh, maaf pak, saya jadi sedikit bersemangat. Saya pikir bapak sudah liat lamaran saya." Balasnya berusaha tidak terdengar lesu.
"Kamu bisa masuk minggu depan?"
"Apa pak?" Arisa tanpa sadar kembali bersemangat, tapi dengan cepat ia kembali menyadarkan dirinya untuk tidak terlalu berharap banyak.
"Iya. Saya sudah baca CV kamu. Kamu bisa mulai masuk kerja minggu depan. Apa kamu bersedia"
"Oh tentu tidak saya sangat bersedia pak. Terima kasih banyak pak." Kali ini Arisa tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Ia bahkan tanpa sadar sudah berdiri di depan kursinya karena sangat senang.
"Jangan terlalu cepat berterima kasih. Saya harus liat kinerja kamu dulu selama 3 bulan. Setelah itu baru saya pastikan kamu bisa lanjut atau tidak." Jelas penelpon di seberang membuat Arisa tanpa sadar mengangguk semangat.
Dan setelah telpon tersebut berakhir. Arisa tidak berhenti tersenyum. Ia sudah tidak sabar untuk ngabarin Ayahnya soal berita dirinya yang akhirnya di terima kerja.
Sekitar 30 menit kemudian, derit pintu terdengar dan memunculkan seseorang dokter. Tapi bukan Daniel, melainkan dokter wanita yang Arisa yakin belum pernah bertemu dengannya.
Arisa dengan semangat bangkit dari duduknya dan segera menghampiri dokter tersebut. Namun, segera ekspresinya berubah saat mendapati raut tak bersemangat dari wajah sang dokter.
Tak mau berprasangka buruk, Arisa mencoba tenang meskipun dalam dadanya terasa sesak yang aneh. "Gimana dok? Ayah saya?"
"Kami sudah melakukan pekerjaan kami dengan sangat maksimal. Maafkan kami karena tidak bisa menyelamatkan pasien." Ucapan sang dokter tidak begitu jelas di telinga Arisa. Membuat ia bertanya ulang ucapan dokter tersebut.
Dan dokter tersebut hanya bisa memberikan kalimat penyemangat sebelum kembali masuk ke dalam ruang operasi.
Sementara Arisa masih berdiri di tempatnya dengan tatapan kosong dan pikiran yang melayang kemana-mana.
Ia masih belum bisa mencerna ucapan dokter barusan. Atau sebenarnya ia enggan menerima yang ia dengar.
Dan tanpa sadar air matanya mengalir tanpa bisa ia tahan dan akhirnya di susul dengan raungan yang tak tertahan.
Selain Ayahnya, ia tidak memiliki siapapun di dunia ini. Ibunya meninggalkan ia dan Ayahnya saat ia berusia 5 tahun dan sampai sekarang ia tidak pernah tau kabar wanita itu.
Dan sekarang Ayahnya bahkan pergi meninggalkannya lebih jauh lagi. Membuatnya kemudian merasa dirinya tidak berguna untuk hidup.
Padahal ia baru saja ingin menyampaikan kabar bahagianya tapi pria itu bahkan tidak sempat melihat ekspresi bahagia anaknya.
Proses pemakaman tidak berlangsung lama karena besok sorenya, Ayahnya sudah di kuburkan di TPA dekat dari rumah Arisa.
Dan saat semua pelayat sudah pulang, menyisakan dirinya dan beberapa saudara dekatnya, Arisa memilih untuk duduk menyendiri di tengah tempat Ayahnya berbaring sebelum di kuburkan.
Matanya menatap lurus kedepan namun tanpa ada cahaya di dalamnya. Dan orang-orang di sekitarnya tidak ada yang berniat menganggu gadis itu. Membiarkannya tenggelam dengan pikirannya yang masih berantakan.
Namun, ada satu orang yang tidak peduli dengan kondisi Arisa, berjalan mendekati gadis itu dan duduk di sampingnya.
"Saya minta maaf." Hanya itu yang di ucapkan sang pria yang tidak lain adalah dokter Daniel. Pria itu bahkan tidak memandang Arisa dan hanya mengikuti arah pandang gadis itu sebelum beralih memandang sang dokter. Menatapnya penuh kebingungan dan berakhir dengan air mata yang kembali mengalir di pipinya membuat Daniel mau tak mau memeluk gadis itu mencoba menenangkannya.
Tidak peduli dengan tatapan keluarga Arisa yang masih berada di rumah duka.
"saya minta maaf karena sudah memeluk anda dengan lancang." Saat ini Arisa dan dokter Daniel memilih teras sebagai tempat mereka untuk berbincang.Arisa tersenyum tipis. "Gapapa dok. Saya justru yang terima kasih karena dokter mau meluk saya." Ucapnya yang sedetik kemudian menyadari kesalahannya. "Eh, maksud saya bukan gitu dok. Anu...""Ahhaha, gak papa. Saya ngerti kok.""Oh, iya dokter gak tugas?" Tanya Arisa setelah sadar dengan kehadiran pria itu di tengah jadwal dinasnya."Saya cuti setengah hari. Kebetulan juga hari ini tidak ada jadwal operasi." Dan kalimatnya barusan membuat keduanya kembali terdiam. Daniel masih merasa bersalah dengan kejadian yang menimpa Arisa."Maaf." Lagi-lagi Daniel meminta maaf."Gak papa dok. Udah takdirnya memang begitu. Walaupun gak bohong kalau saya masih gak bisa menerima." Ucap Arisa dengan tatapan kosong kedepan.Daniel menatap Arisa dalam seolah gadis itu memiliki daya tarik yang membuatnya engg
"kenapa?" Tanya Nicky masih bingung. Padahal biasanya karyawan lain selalu ingin cepat-cepat pulang kerja, tapi gadis ini malah ingin menambah jam kerjanya."Saya juga gatau mau ngapain kalau di rumah." Jelas Arisa sambil menggaruk kepalanya.Nicky tampak berfikir. Ini bukan masalah dirinya memaksa Arisa untuk pulang. Tapi jangan sampai ada berita soal apapun yang ia tidak pernah ingin dengar. Apalagi di kantornya."Mmm, begini. Saya bukannya tidak ingin di temani. Tapi, bagaimana pun kamu dan saya berbeda gender. Dan saya tidak mau mendengar berita miring soal saya. Belum lagi kamu adalah temannya Ben. Jadi, kurasa kamu bisa mengerti maksud saya." Jelas Nicky yang sudah meninggalkan kursinya dan berdiri di samping meja kerjanya.Arisa meneguk liurnya. Ia lupa fakta kalau dirinya dan Nicky berbeda gender. Belum lagi status mereka yang hanya bos dan sekertaris. Dan di malam seperti ini tidak mungkin orang tidak curiga kalau melihat mereka masih berduaan di kan
Nicky berjalan memasuki ruangannya dan mendapati Arisa sudah sibuk di mejanya dengan 'to do list' yang ia tempelkan di sekitar meja dan layar komputernya."Eh, selamat pagi Pak." Sapa Arisa setelah menyadari kehadiran atasannya itu."Pagi." Sapa Nicky sambil tersenyum dan segera memasuki ruangannya sendiri dan menutup pintu ruangannya.Belum sempat duduk, suara ketukan pintu ruangannya membuat Nicky berbalik dan menyuruh yang di luar ruangan membuka pintu tersebut."Iya, ada apa?" Tanya Nicky yang kembali berjalan ke kursinya dan meletakkan tas kerjanya di atas meja."Hari ini mbak Maya tidak masuk kerja Pak.""Oh, kenapa?""Anaknya katanya lagi sakit, dan hari ini dia mau nganter ke rumah sakit." Jelas Arisa detail membuat Nicky mengangguk mengerti."Baik. Berarti kamu yang menggantikan dia, kan?" Tanya Nicky lebih ke memutuskan.Arisa mengangguk mantap. "Iya, Pak.""Kalau begitu kamu harus siap-siap karena dua
"Gue udah merhatiin dia sejak lama." Kalimat barusan membuat Arisa terbelalak kaget. Gadis itu menatap Ben dengan tatapan bingung. Selama dia memperhatikan pria itu, tidak pernah terlihat kalau pria itu menaruh perhatian sama dirinya. Dan apa? Barusan pria itu bilang kalau selama ini dia selalu memperhatikan dirinya? Nicky lalu membaca situasi saat itu. Memperhatikan Arisa yang tidak mengalihkan pandangannya dari Ben padahal Ben sudah mengalihkan perhatiannya ke minuman di hadapannya dan tanpa di suruh langsung menyeruputnya. "Manis. Kayak yang bikin." Ucap Ben sambil mengerling ke arah Arisa. Membuat wajah Arisa memerah karena malu. "Najis!" Sarkas Nicky dan beralih menuju meja kerjanya. Dan Ben hanya mengangkat bahu mengabaikan ucapan temannya itu. "Terus giman kerjaan lu? Nicky gak macam-macam kan?" Tanya Ben lagi membuat Nicky menatap sinis ke arahnya. "Lu kali yang suka macam-macam." Sahut Nicky membalas ucapan Ben. La
Hari ini Arisa kembali menemani Nicky meeting di luar kantor. Dan saat ini keduanya tengah makan malam di sebuah restoran tidak jauh dari tempat mereka meeting. Awaknya Arisa ingin menolak karena merasa tidak enak, tapi karena perutnya yang tidak bisa diajak kompromi dan menimbulkan suara yang membuat Nicky tersenyum menang, akhirnya keduanya berakhir di tempat ini. Arisa dengan tenang menyantap makanannya tanpa mempedulikan Nicky yang sudah memperhatikannya sejak tadi. Bahkan pria itu hanya menyuapi dirinya beberapa sendok saja. Sementara Arisa sudah makan setengah piring dari pesanannya. "Lu emang sedekat itu dengan ya sama Ben?" Tanya Nicky yang sepertinya tidak tahan untuk tidak menanyakannya. Mendengar pertanyaan tersebut membuat Arisa tersedak dengan makanan yang ia kunyah. Membuat Nicky terkejut dan buru-buru memberinya segelas minum. "Minum dulu, gih. Gitu aja kaget." Ledek Nicky setelah Arisa meneguk minumannya. "Maaf Pak, saya tidak
Malam ini adalah malam yang sudah sangat dinantikan oleh Arisa setelah hampir sebulan dirinya tidak memiliki waktu libur yang baik dan tenang. Dan akhirnya kali ini ia bisa berisitirahat dengan tenang karena sang atasan alias Nicky tidak memiliki jadwal lain di luar kantor, atau urusan rumah sakit yang masih harus dia selesaikan. Dengan posisi yang nyaman, dia berbaring di kasurnya sambil membaca novel karangan penulis kebanggannya setelah hampir setahun dibelinya namun belum pernah terbaca selembarpun. Namun pada lembaran kedua bacaannya, dering pada ponselnya segera menginterupsi kegiatannya dan dengan terpaksa sambil menghela nafas ia segera meraih benda tersebut dan langsung mengangkatnya tanpa melihat nama sang penelpon. "Halo!" Jawabnya dengan nada ketus yang tanpa sadar ia keluarkan. "Ris, sibuk gak?" Tanya dari seberang dengan suara yang sudah dihafal oleh Arisa. Arisa menghela nafas pelan sambil memejamkan matanya. K
Hari ini, Arisa terpaksa ijin tidak mausk kerja karena entah kenapa sejak semalam dirinya sudah merasa kurang sehat. Padahal paginya ia masih keluar untuk jogging. Dan saat ini ia hanya terus berbaring di tempat tidur karena kepalanya yang terasa sakit kalau dirinya memaksa untuk bangun. Bahkan untuk minum pun dirinya tidak sanggup. Jadi, iapun memutuskan untuk beristirahat seharian dan mengabaikan ponselnya yang ia letakkan di atas meja belajar yg jauh dari tempat tidurnya. Ketika ia bangun karena bunyi bel rumahnya, matanya tertuju pada jam dinding yang menunjukkan pukul 4 sore. Dengan sisa kekuatan yang dimiliki, ia memaksakan diri untuk bangkit dan berjalan menuju pintu masuknya untuk memeriksa siapa tamu yang datang tanpa dia undang tersebut. "Dokter?" Tanya Arisa suara parau dan raut wajah menahan sakit kepalanya sambil menatap heran kearah Daniel yang sudah menatapnya heran. "Loh, Ris? Kamu sakit?" Tanya Daniel dan segera
Daniel meletakkan berkas-berkasnya dengan asal di atas meja kerjanya. Sejak ia bangun hingga saat ini, kejadian di rumah Ariaa terus saja mengusiknya. Dirinya tampak menyesali hal yang ia lakukan pada gadis tersebut. Tapi dirinya juga tidak bisa diam saja setelah gadis itu menjawab seolah memberinya tantangan. Daniel terus saja merutuki dirinya karena tidak bisa menahan diri di depan gadis itu. Padahal selama ini, ia sudah menahan diri untuk tidak terjerumus ke dalam hal tersebut. Tapi kenapa dengan gadis itu diriny justru lemah. Kejadian kemarin kembali terlintas di kepalanya. Padahal hanya sentuhan singkat, ia tidak menyangka kalau bekasnya akan terasa sampai sekarang. Gila. Daniel akhirnya mengaggap dirinya gila. Ia kembali berfikir, apa yang akan terjadi selanjutnya kalau dirinya benar-benar tidak bisa menahan diri? Lalu ia kembali teringat Arisa. Setelah kejadian tersebut, Arisa justru tidak mengatakan apa-apa. Bahkan ekspresiny
Sudah sebulan sejak Daniel dan Arisa menikah dan selama itu tidak ada yang berubah di dalam hubungan mereka. Daniel dengan kesibukannya di rumah sakit, dan Arisa yang punya kesibukan baru yaitu membantu Mama Daniel saat wanita di dapur. Arisa bahkan belajar makanan kesukaan Daniel dari mertuanya. Selain itu, kehidupan asmara mereka semakin terlihat biasa-biasa saja. Bahkan, untuk melakukan rutinitas 'malam' pun mereka hampir tidak pernah melakukannya karena Daniel yang justru lebih sering bermalam di rumah sakit. Jadi keduanya sama sekali tidak pernah berhubungan setelah menikah. "Gimana, Ris? Udah ada tanda-tanda hamil belum?" Tanpa sadar Arisa meneguk liurnya kasar setelah mendapat pertanyaan itu dari sang mama mertua. Dalam hati Ariaa lalu berceloteh 'gimana mau dapat kalau kita aja gak pernah ngapa-ngapain habis nikah". Tapi wanita itu segera tersenyum dan mengabaikan ucapannya yang terlontar dalam hati itu. "Sabar ya, Ma. Kita juga lagi usaha kok." Jawab Arisa asal. Setidaknya
Sudah 4 hari berlalu, tapi permasalahan antara Daniel dan Arisa belum juga mereka selesaikan. Entah karena Daniel yang justru semakin sibuk dengan pekerjaannya di rumah sakit, dan Arisa yang sudah tidur ketika Daniel mendatangi rumahnya tengah malam dengan harapan masalah mereka bisa terselesaikan.Dan beruntung hari ini keduanya memiliki waktu luang karena harus memastikan semua persiapan pernikahan mereka terselesaikan dengan baik. Dan sepanjang perjalanan mereka balik dari urusan, keduanya tidak ada yang berbicara. Hanya suara radio atau bunyi kendaraan dari luar mobil yang menemani keberadaan mereka disitu. Sampai saat keduanya tiba di rumah Daniel, keduanya masih belum memutuskan untuk bersuara. Bahkan untuk keluar dari mobil menjadi terasa berat bagi mereka."Aku kasih kamu kesempatan buat jelasin semua yang perlu kamu jelasin. Aku tidak akan berkomentar apapun." Suara Arisa yang dingin membuat Daniel segera berbalik menatap Arisa yang ternyata hanya memand
Padahal seminggu lagi acara pernikahan Daniel dan Arisa, tapi keduanya justru terlibat dalam pertengkaran hebat, yang murni adalah kesalahan Daniel. Tapi dirinya tidak pernah menyangka kalau hari itu Inez akan melakukan hal tidak pernah ia bayangkan sama sekali. Dan lebih parahnya karena ia ketahuan oleh Arisa.Daniel sudah berusaha untuk menjelaskan semuanya pada Arisa. Namun wanita itu memilih untuk tidak peduli dengan penjelasan Daniel. Menurutnya, apa yang ia lihat di depan matanya saat itu sudah cukup jadi bukti kalau Daniel selingkuh dari dirinya. Kesimpulan yang ia ambil setelah melihat Daniel yang hanya diam di dalam mobil saat wanita bernama Inez melakukan perbuatan menjijikkannya. Arisa sedikit menyesal karena tidak menampar wanita itu kemarin. Padahal dirinya punya banyak kesempatan untuk melakukan hal itu, tapi ia justru memilih untuk kabur dan meninggalkan dua orang itu. Arisa bahkan tidak peduli dengan Daniel yang berusaha mengejar dan memanggil namanya. K
Entah sejak kapan, keduanya sudah berada di atas kasur milik Arisa dan saling beradu kenikmatan. Padahal sebelumnya, Daniel hanya berniat mengantar Arisa pulang dan langsung kembali ke rumahnya. Namun, rasa rindunya pada Arisa dan juga perasaan bersalahnya karena membiarkan Arisa terjebak dalam perasaan kecewa, membuat Daniel tidak sanggup menahan perasaan itu. Dan Arisa juga sama. Seolah keduanya sudah menunggu untuk melakukan kegiatan itu lagi.Arisa terus mendesahkan nama Daniel di sela-sela pria itu memberikan kepuasan pada liang Arisa, membuat Daniel tidak bisa menahan diri untuk tidak terus menghujam wanitanya. Sesekali pria itu menyedot gundukan milik Arisa, atau meremas benda tersebut seolah enggan untuk membiarkannya menganggur. Sementara Arisa hanya bisa mendesah dan menerima meski sesekali dirinya menarik pundak Daniel untuk berbagi tautan bibir saat dirinya akan keluar.Padahal mereka sudah sering melakukannya, namun sepertinya keduanya tidak pe
Sudah hampir sebulan Daniel dan Arisa disibukkan dengan pengurusan untuk pernikahan mereka. Sebelumnya mereka juga sudah mengenalkan Daniel pada keluarga kedua orang tuanya dan untung saja mereka tidak mempermasalahkan apapun. Toh bagaimanapun Arisa sudah dewasa dan bisa mengambil keputusan sendiri. Jadi setelah meminta izin, keduanya mulai mempersiapkan segala sesuatu yang akan dibutuhkan saat pernikahan mereka. Mereka juga berencana untuk tidak mengundang banyak orang selain teman dekat Daniel, teman Arisa, dan tentu saja keluarga besar mereka. Namun bukannya berjalan lancar, keduanya kadang dihadapkan dengan permasalahan sepele yang selalu berakhir dengan pertengkaran. Seperti sebelumnya, Daniel sudah berjanji untuk menemani Arisa untuk ke KUA karena ada beberapa berkas yang harus mereka setor. Namun sampai sore, Daniel bahkan tidak memberi kabar pada Arisa yang membuat gadis itu akhirnya mendiami Daniel selama beberapa hari. Sama seperti hari ini juga. Kedu
Permainan tubuh Daniel dan Arisa masih berlangsung setelah hampir 3 jam mereka melakukannya. Arisa bahkan sudah berpindah posisi dan berada diatas tubuh Daniel sambil terus mengeluar-masukkan milik Daniel ke dalam miliknya. Kadang memijat benda panjang dan berurat itu. Tangannya bahkan tidak tinggal diam karena keduanya sibuk bermain dikedua dada miliknya sambil terus mendesah. Sementara Daniel dibawah sana membantu Arisa dengan ikut menggoyangkan pinggulnya dan sesekali meraih pinggang gadis itu untuk sekedar melumat bibir Arisa. Membuat keduanya tidak ada yang ingin berhenti dari permainan tersebut. Bahkan peluh yang sudah menetes dari tubuh mereka tidak membuat mereka untuk berhenti. Daniel kembali membuat Arisa berada dibawahnya karena perasaan ingin meledak yang kembali muncul dari dirinya membuatnya harus segera menyelesaikannya. Membuatnya menghujam Arisa tanpa ampun seolah ini adalah terakhir kalinya mereka melakukan hal tersebut. Ar
Arisa baru saja akan memasuki pekarangan rumahnya ketika matanya tidak sengaja bertemu pandang dengan Nicky yang ternyata sedang duduk di teras rumahnya dengan raut wajah yang kusut seolah pria itu sudah berada disana berjam-jam lamanya. Daniel yang berjalan dibelakang Arisa tidak kalah terkejutnya dengan pandangannya saat ini. Dan dengan cepat mengambil langkah didepan Arisa untuk melindungi gadis tersebut. "Mau ngapain lu?" Tanya Daniel to the point. Tatapannya seketika berubah tajam saat pria itu berdiri dari kursi yang ia duduki itu apalagi pria tersebut malah menatap kearah Arisa alih-alih dirinya yang mengajaknya berbicara barusan. "Kamu apa kabar, Ris?" Tanya Nicky mengabaikan pertanyaan Daniel. Arisa masih pada posisinya dibelakang Daniel. Menampilkan ekspresi ketakutan yang tiba-tiba muncul saat melihat Nicky diteras rumahnya. Ingatan tentang perlakuan Nicky pada dirinya tidak bisa ia cegah bersamaan dengan langkah pria itu yang mulai mendekat.
Tiba dirumah Daniel. Arisa masih merasa asing dengan lingkungan tersebut. Ya bagaimanapun dia baru datang sekali ketempat itu dan itu juga karena tidak disengaja. Jadi bukan salah Arisa jika dirinya masih merasa canggung. Saat memasuki ruang tamu, keduanya langsung bertemu dengan Papa Daniel yang sebelumnya tengah serius bermain ponsel namun segera meletakkan benda yang ia genggam tersebut untuk menyambut Arisa. Bahkan Daniel segera diabaikan setelah pria itu menyalami tangan orang tua tersebut."Malam om." Sapa Arisa setelah memberi salam pada Papa Daniel. Pria paruh baya tersebut segera memeluk Arisa."Maaa, Papa peluk orang lain nih..." Suara Dante yang melengking membuat Papanya segera melepaskan pelukan tersebut hanya untuk mengejar anaknya yang sudah berlari entah kemana."Dasar anak durhaka...""Saya anaknya Papa bukan anak durhaka"Dan pertengkarang itu hanya disaksikan oleh Arisa sambil tertawa ringan karena menurutnya sangat lucu. "Kamu d
Arisa menghampiri rumah sakit tempat Daniel bekerja sekalian menjemput pria itu karena sebelumnya mereka sudah membuat janji untuk mendatangi rumah Daniel sore itu. Alasan Daniel mengajak Arisa kerumahnya juga masih belum diketahui oleh gadis itu. Tapi tidak ada masalah karena toh dirinya juga sudah bertemu dengan keluarga Daniel. Belum lagi adik Daniel yang ternyata satu kampus dengannya dahulu. Jadi, ia tidak keberatan jika diajak berkunjung kerumah pria itu. Jadi, disinilah dirinya saat ini. Duduk termenung di ruang tunggu rumah sakit tersebut sambil menunggu Daniel yang baru saja menyelesaikan tugas terakhirnya hari ini. Dan ia kembali teringat kalau dirinya pernah menjadi tamu harian saat ayahnya masih dirawat dirumah sakit ini. Dan harusnya ia bisa menyapa para suster yang pernah membantunya dulu. Tapi, hari ini dirinya tidak sedang berniat untuk basa-basi dengan orang lain. Jadi ia hanya memberi senyuman pada mereka yang mengenali dan menyapanya. Sekitar hampi