“Seperti ini, perlakuan orang sepertimu?” tanya Binar, dengan nada yang menyentak
Deolinda mendengus “Kenapa? Semua orang akan terganggu dengan manusia seperti dia!” tunjuknya kepada wanita paruh, yang penampilannya tidak memiliki kemewahan itu. Wanita paruh itu hanya menundukan kepalanya.
“Ibu ini hanya akan membeli pakaian, apa tidak boleh? Kau sombong sekali!”
Deolinda mendengus lagi “Membeli pakaian? Apa seorang dengan tampilan seperti itu mampu membeli pakaian yang ada disini?”
Mendengar nada kesombongan itu membuat Binar semakin naik darah. Memangnya tampilan harus menentukan seberapa mampunya ia untuk membeli pakaian yang ada di tempatnya. Jika iya, sungguh Deolinda orang yang sangat sombong. Hanya memandang fisik untuk mengukur jangkauannya.
“Hei ... Hei... lihatlah. Begini perlakuan bos kalian kepada pelanggannya?” tanya Binar, kepada pelayan yang berada di dekatnya. Pelayan itu hanya diam, seraya menatap majikannya dengan takut.
“Kau ini siapa? Beraninya kau menaikan suara di tempatku?!” Deolinda membentak
Binar sendiri, tidak terima. Dengan perlakuan Deolinda kepada wanita paruh baya ini. Itu sangat tidak beretika, terlebih wanita paruh itu orang yang lebih tua, yang seharusnya di hormati. Malah diperlakukan dengan sangat tidak masuk akal.
Gibran yang baru saja tiba dibuat penasaran dengan kejadian dua wanita itu. Sehingga dia bertanya kepada pelayan laki-laki yang ada di dekatnya, secara kebetulan pelayan itu sedang menyaksikan adegan panas yang dilakukan oleh majikannya sendiri.
“Ada apa ini?” tanyanya
“Wanita paruh itu datang kemari. Katanya untuk membeli sebuah dress untuk putrinya. Tapi kami tidak percaya dia akan membeli, dia pasti akan mencuri barang yang ada disini. Jadi kami sempat mengusirnya. Tapi wanita paruh itu bersi keras akan membeli.”
“Kenapa harus di usir?” Gibran merasa heran. Bukankah tidak ada yang salah dengan membeli
Pelayan laki-laki itu terkekeh pelan “Memangnya orang yang berpenampilan lusuh seperti itu mampu untuk membeli? Pakaian disini semuanya mahal. Tapi wanita paruh itu sangat percaya diri sekali untuk membelinya.”
Mendengar jawaban itu Gibran menjadi tahu. Dan menyadari satu hal. Pelayan disini sangat memandang kasta dan Deolinda yang keburu emosi.
Dan satu lagi. wanita muda itu yang sedang bersuara. Membela wanita paruh itu yang sangat tidak bersalah. Semain menarik perhatiannya.
“Tolong panggilkan satpam, untuk mengusir mereka!”
“Nyonya. Tolong percaya kepadaku. Aku benar-benar tidak akan mencuri.” Wanita paruh itu panik ketika Deolinda menyuruh untuk memanggilkan satpam. Tidak tanggung-tanggung wanita paruh itu sampai bersujud
“Tolong, beri aku satu dress yang bagus. Aku akan benar-benar membayarnya,” katanya lagi penuh dengan permohonan
“Mana ada pencuri mengakui dirinya sebagai pencuri. Semua pencuri pasti akan mengakui dirinya sebagai malaikat. Menjijikan sekali!”
Melihat satpam yang sudah datang, Deolinda menyerahkan tugas untuk mengusir dua wanita itu kepadanya. Deolinda sendiri memutuskan untuk beranjak dari tempatnya. Namun saat baru saja dia berbalik badan. Suara mengudara, yang membuatnya mampu mengepalkan telapak tangannya
“Dasar sombong! Semuanya apa kalian tidak melihat, jika dia sangat tidak menghargai pelanggannya. Apa kalian akan tetap menjadi pelanggannya?!” teriak Binar dengan lantang. Meski tubuhnya terus diseret keluar oleh satpam
Deolinda hanya merapalkan kekesalannya dalam hati. Namun dia bersumpah banyak-banyak, jika bertemu dengan wanita itu lagi, dia pasti akan membalas perbuatannya yang sudah menghinanya di depan umum.
Sementara Gibran, yang sejak tadi diam menyaksikan semuanya yang terjadi itu menarik bibirnya tersenyum tipis, seraya melihat wanita muda tadi yang berteriak.
Deolinda melihat Gibran yang sedang diam berdiri, memandangi sesuatu di depannya. Tanpa pikir panjang dia menghampirinya
“Kau kemari untuk fitting setelanmu bukan?”
“Emm.” Gibran hanya menjawab dengan dehaman.
“Naiklah!” kata Deolinda dengan congak dinginnya seperti biasa
Baru saja Deolinda akan melangkahkan kakinya, Gibran bersuara yang membuatnya mau tidak mau harus mengurungkan niatnya untuk beranjak
“Nanti, aku akan kemari lagi.” Dengan kata begitu saja, Gibran berjalan keluar. Membuat Deolinda mendengus.
***
“Lepasin saya! saya bisa berjalan sendiri!” wanita itu menghentak-hentakan tubuhnya agar cekalan satpam itu terlepas.
“Tolong, jangan buat kekacauan lagi, nona.” Satpam itu akhirnya melepaskan cekalannya dan membiarkan wanita itu pergi dengan sendirinya
Seiring dengan kepergian Satpam. Wanita itu merutuk pelan “Siapa yang buat kekacauan? Aku hanya sedang membela orang yang benar!”
Namanya Binar Anatari, usianya genap menginjak angka 25 tahun. Saat ini dia bekerja menjadi staff diperusahaan Moon Light sebagai Divisi pemasaran. Bekerja di Moon Light baru seumur biji jagung, kurang lebih baru lima bulan. Dia berhasil masuk dan menjadi staff Moon Light karena bantuan sahabatnya –Fany Estiana Adiwangsa yang sudah lebih dulu memiliki jabatan disana.
Binar Anatari, hanya terlahir dari keluarga sederhana. Dia tinggal bersama ibunya, sementara ayahnya sudah meninggalkannya sejak Binar masih bayi,begitu yang dikatakan ibunya kepadanya.
Pekerjaan ibunya hanya menjadi seorang pedangang berbagai jenis kue. Ibunya yang bernama Embun Dahayu itu menjual berbagai jenis kuenya itu di dalam sebuah bangunan bawah rumahnya yang di beri nama Embun’s Bakery.
Tidak mewah, Bakery nya juga sangat sederhana. Namun untuk cita rasa, semua kue yang di jual sangat lezat.
Binar berjalan, menyusuri setiap pinggir jalanan yang disampingnya banyak terdapat berbagai jenis toko. Pasalnya kedatangan ke Permata bukan ajang main-main. Niat awalnya, dia akan menemui sahabatnya itu. Fany meminta Binar untuk menemaninya membeli baju untuk upacara hari serah terima jabatan di kantornya. Fany meminta Binar sekalian memilihkan pakaian mana yang cocok, karena Binar sendiri sangat memiliki selera fasion yang baik. Bahkan Binar sering mengambar desain baju saat waktu senggang.
Binar berbalik badan, saat ia merasa ada seseorang yang mengikutinya dari belakang. Dan benar ada seorang laki-laki yang sedang menatapnya.
“Kau mengikutiku?!”
Gibran hanya diam. Tidak merespon apa-apa. Tatapannya tidak lepas untuk menatap wanita dihadapannya ini.
“Kau mau mencuri ya?!” Binar panik, terlebih gelagat Gibran yang sangat mencurigakan.
Penampilan Gibran yang mengenakan jaket berwarna hitam, serta topi berwana senda yang menetupi sebagaian kepalanya itu, membuat Binar menerka jika Gibran adalah pencuri atau malah Gibran adalah seorang laki-laki mesum yang sedang mengincarnya.
Lagi-lagi Gibran hanya diam. Tidak bereaksi apa-apa, meski pun sudah dituduh sebagai pencuri
Keterdiaman Gibran membuat Binar merasa takut, lebih takut lagi. maka dari itu, Binar memutuskan untuk berjalan lagi dengan tempo yang cepat. Mencoba untuk tidak memperdulikan laki-laki yang tampak mencurigakan dimatanya itu.
Gibran tidak diam saja, dia mengikuti Binar. Sampai Binar bersuara lagi setelah beberapa detik yang lalu sempat menolehkan kepalanya ke belakang
“Kau jangan mengikutiku!”
Gibran hanya tersenyum tipis.
“Ya! Ku bilang jangan mengikutiku!”
Setelah mengatakan itu, Binar memutuskan untuk berlari tapi usahanya nihil. Dia tidak dapat berlari, karena lengannya lebih dulu di cekal oleh Gibran.
“Lepaskan! Kau lebih baik cari wanita lain saja, yang lebih seksi.”
Mendengar itu, Gibran menautkan kedua alisnya di balik topi hitamnnya. Tapi entah kenapa, Gibran semakin mengeratkan cekalannya pada lengan Binar. Hal itu membuat Binar lebih ketakutan.
“Aku mohon, lepaskan aku. Jika kau ingin menculikku benar-benar tidak ada gunanaya. Aku hanya wanita dengan tubuh kurus. Aku mohon,” kata Binar penuh dengan permohonan“Aku hanya ingin tahu siapa namamu.” Akhirnya Gibran bersuara. Entah kenapa, sejak melihat aksi wanita ini yang tegas membuat dirinya penasaran, tentang wanita ini lebih jauh.“Omong kosong! Kau pasti laki-laki mesum yang ingin menculiku bukan?” Binar melepaskan cekalan itu dengan paksa“Laki-laki mesum? Kau mengataiku laki-laki mesum?” Gibran tidak menyangka jika wanita yang menjadi pusat rasa penasarannya itu mengatainya dengan sebutan laki-laki yang tidak ada harganya sama sekali.Sepanjang hidupnya. Gibran selalu dipenuhi dengan kalimat yang menjungjungnya tinggi. Dan kali ini, ada wanita yang mengatainya dengan sebutan rendahan seperti itu. Hal itu cukup membuatnya kesal.“Ya. Tampangmu kuat sekali! Dan ... “ Binar memu
“Kakek percaya, kamu akan menjadi pemimpin yang hebat!” kata Jhony, memeluk Gibran penuh dengan rasa banggaKemudian satu persatu para dewan Direksi perusahaan Moon Light, yang rata-rata semuanya di duduki oleh anak-anak dari Jhony –sekitar tiga orang sisanya di duduki oleh saudara-saudara dari Jhony itu sendiri.Mereka semua menyalami Gibran satu persatu. Menaruh rasa kepercayaannya pada laki-laki itu.Gibran sendiri juga bertekad, untuk menjadi pemimpin yang tidak mengecewakan semua karyawannya dan terlebih keluarganya yang sudah memberikan tanggung jawab ini.Sayangnya, upacara serah terma jabatan hanya di saksikan oleh para petinggi dan pemegang saham. Tidak di tunjukan secara terbuka bagi seluruh karyawan. Akan tetapi, sebagai gantinya. Gibran nanti akan berpidato untuk mengupcakan sepatah kata untuk karyawannya.Acara serah terima jabatan berakhir setelah Jackson Fransisco memeluk Gibran Emilio Fransisco. Semua orang yang ha
Sekitar pukul lima sore. Gibran dapat menyelesaikan pekerjaannya di hari pertamanya. Saat dia keluar dari ruangan kebesarannya, Adiwangsa telah menunggunya.Menundukan kepalanya hormat, lantas dia berkata “Kau akan langsung pulang, presdir?”Gibran menggeleng “Aku akan bertemu dengan Deolinda. Apa kau juga perlu mengikutiku?”Gibran berkata seperti itu, hanya untuk menyindir. Karena sejak posisi presdirnya ia duduki. Adiwangsa selalu tahu apa yang menjadi urusannya.“Katakan saja, jika kau butuh bantuanku. Aku akan segera menerima telponmu.” Adiwangsa mengulurkan tangan kanannya. Bermaksud memberikan sebuah tanda, untuk mempersilahkan Gibran berjalan terlebih dahuluSeraya berjalan, Gibran tersenyum tipis, mendengar apa yang diucapkan Adiwangsa tadi. Adiwangsa berkata seperti itu memiliki arti. Jika Gibran membutuhkan bantuannya saat bertemu dengan Deolinda. Hubungi saja dirinya, Adiwangsa akan segera menerima te
Dengan anggun, Delinda mengangkat cangkir kopinya lalu menengaknya sedikit. Setelah merasakan nikmatnya rasa kopi itu, Deolinda menyimpan kembali cangkirnya ke atas meja. Kemudian menatap Gibran yang berdiam diri di depannya“Kau hanya melihatku minum?” Deolinda menyindir, tingkah laku Gibran yang hanya mematung seperti benda mati. Padahal dia sudah memesan minumannya juga“Kau berurusan dengan wanita itu lagi?” Gibran malah bertanya. Hal itu membuat Deolinda mengerutkan alisnya“Apa maksudmu?”“Dia bekerja di perusahaanku. Jika kau ingin balas dendam, aku bisa melakukannya untukmu. Kau tidak harus mengambil Id Card karyawannya.”Mendengar itu, Deolinda terkekeh pelan. Dia merasa aneh kenapa Gibran mengikut campuri urusannya. Padahal sejak dua tahun yang lalu, laki-laki itu tidak ingin tahu urusannya.“Apa kau sedang menjadi bos yang baik untuknya?”Deolinda bertanya seperti
Binar buru-buru masuk ke dalam rumahnya, setelah menyelesaikan pekerjaannya di toko roti ibunya, tepat pada pukul sepuluh malam.Hal itu mampu membuat Embum bingung, melihat Binar yang kini sedang menggeledah tumpukan majalah yang berada di lemari bawah tv.“Kau mencari apa?” tanya Embun, seraya mengaitkan tas slempangnya pada penggantung pakaianBinar masih sibuk mencari “Aku mencari majalah fasion yang sempat ibu tunjukan padaku tadi.”Embun tahu, majalah yang dicari Binar adalah majalah fasion yang menampilkan biografi dari seorang Deolinda Diatmika, itu membuatnya menjadi berpikir yang tidak-tidak“Kenapa kau mencari itu?”Binar diam, dia tidak menjawab. Karena terlalu fokus mencari majalah itu di antara banyaknya majalah berbagai macamEmbun khawatir, jika Binar memang benar mempunyai urusan dengan Deolinda. Untuk memastikan, Embun gerak cepat menghampiri Binar dan bertanya sekali lagi dengan s
Setumpuk kertas Binar letakan di atas mesin pencetak. Dia sedang mencopy sebuah dokumen. setelah melihat mesinnya sudah mulai bekerja, Binar menghembuskan napasnya. Pagi ini sudah sangat memelahkan, entahlah kenapa mendadak pekerjaannya begitu sangat sulit ia kerjakan.Tiba-tiba saja, diantara teraturnya suara mesin pencetak. Binar menemukan sebuah sesuatu hal yang ada pada ingatannya.Dia teringat, jika semalam dia sempat akan mengunduh foto yang dikirim Fany, akan tetapi gagal karena dia kehabisan data internetnya. Semalam juga dia sudah berencana akan mengunduhnya di kantor, sebab di kantor memiliki akses wifi secara gratis bagi karyawannya.Segera Binar meronggoh ponselnya, dan menyambungkan perangkatnya pada wifi perusahaan. akan tetapi wifi itu tidak dapat terhubung, mungkin karena terlalu banyak perangkat yang tersambung jadi server mengalami sedikit gangguan.Alhasil Binar hanya bisa melenguh.“Kau kenapa?”Lenguhan Binar
Seperti biasanya, dalam rutinitas paginya. Embun akan pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan untuk toko rotinya. Hari ini lumyan, dia mendapati pesanan seratus bungkus roti, tentunya membuat Embun memiliki semangat yang lebih dari hari-hari biasanya.Dengan kedua kaki yang tidak lagi kuat, Embun berjalan dengan membawa beban di kedua tangannya. Saat dia berjalan melewati toko pakiannya Deolinda, langkah kakinya terhenti, apalagi matanya yang seolah terpaku di sana. Detak jantungnya mulai berdetak tidak teratur, saat wanita yang berada dihadapannya melepaskan kacamata hitammnya, kemudian dia tersenyum.Embun, membuang muka seraya mendengus. Dia enggan membalas sapaan manis itu.Juwita, dengen setelan mahal dan tas mewahnya itu melangkah satu langkah ke depan. Dalam tampilan kedua wanita itu sangat memperlihatkan sekali kesenjangan.“Apa kabarmu?” tanya JuwitaEmbun masih tampak tidak suka. Namun dia tidak akan tinggal diam saja “
“Aku sudah menjadwalkan ulang, pertemuan kita bersama beberapa klien, presdir.” Adiwangsa menyerahkan tab hitam kepada Gibran, yang berisi pergantian jadwalnya.Gibran mengangguk, kemudian bangkit dari kursi kebesarannya itu. Dan melepas setelannya, lalu mengantinya yang baru. Dengan jas berwarna hitam, yang diberikan Deolinda untuk ia kenakan dalam acaranya kali ini.“Apa ayah anda tidak mengetahui acara ini, presdir?” tanya Adiwangsa, saat Gibran sedang memakai jasnya.“Kenapa? Apa dia bertanya padamu? Atau kau yang berniat untuk memberitahunya?”Mendengar jawaban itu, Adiwansa menjadi tahu, jika Gibran tidak membicarakan ini kepada keluarganya“Tuan Jackson, pasti senang mendengar kabar ini.”“Ya. Aku pikir tidak perlu memberitahunya, jika ayah akan tahu dengan sendirinya.”“Acara itu, dihadiri banyak media. Itu akan sangat menguntungkan perusahaan. Anda pasti telah
Binar melihat pantulan dirinya di depan cermin, dia menghela napasnya pasrah. Raut wajahnya kentara sekali sedang merasa lelah. Saat ini semua karyawan sedang menggunjingnya. Jika sudah seperti ini, siapa yang harus disalahkan?Gibran? Binar yakin, Gibran pun adalah korban dari postingan orang jahat itu. Terdengar ponselnya berdering,pertanda pesan masuk. Lantas Binar pun membukanya. Dan dia semakin menurunkan wajahnya lesu,saat pesan itu memiliki pengirim dari Gibran. Dalam pesan itu, tertulis jika Binar ditunggu di atas rooftop oleh Gibran. Maka dengan gerak cepat, Binar beranjak menuju rooftop. Setelah sampai di atas gedung, Binar sudah bisa melihat Gibran. Laki-laki itu, sedang berdiri di depan pembatas, menghadap depan. Lantas Binar mendekat, ”Anda memanggil saya, di saat situasi seperti ini,tuan?“ Gibran menoleh, rambutnya sedikit tersibak oleh angin. Tatapan matanya dalam menatap Binar
Deolinda menggeram di depan meja riasnya. Tangannya yang menggenggam sebuah benda pipih yang disebut ponsel itu mengerat.Dia seketika bercermin, melihat pantulan dirinya di sana. Dan, Deolinda tersadar jika dirinya terlihat lebih cantik dibanding Binar. Tapi kenapa, Gibran lebih memilih gadis biasa itu?Sementara disudut ruangannya yang lain. Tepat di ruang kebesaran Argan Diatmika. Pria itu melihat sebuah postingan foto Gibran dan seorang gadis, yang dia tidak kenal itu di sebuah kedai.Kepalanya mendidih marah. Mengetahui Gibran bertemu dengan seorang gadis saat posisinya sudah resmi menjadi tunangan dari putrinya.“Ini yang kalian balas terhadap keluargaku?!“ katanya sendiri.Saat rasa amarahnya memuncak, pandangan Argan terhenti. Pada sebuah foto itu. Tepat pada kedai yang Gibran singgahi itu. Kedua alis Argan mengerinyit“Ini, bukannya di kedai milik Embun?“Dan, matany
Dengan langkah tergesa, Gibran masuk ke dalam rumahnya. Rupanya jalan-jalan malam tidak membuahkan hasil apapun. Malah membuatnya semakin dibuat suntuk. Apalagi, setelah bertemu dengan Binar tadi. Perkataan gadis itu yang membuat perasaannya suntuk seperti ini. Binar benar-benar telah mendepaknya jauh sekarang. Dan, hal itu sungguh membuat Gibran merasa prustasi. Saat langkahnya sampai pada ruangan makan. Di sana, sedang ada ibu,ayah,dan adiknya. Menatapnya secara kompak. “Kau tidak makan, Gibran?“ tanya Asmita kepada putranya itu Gibran menggeleng, “Apa ini semua rencana kalian?“ Gibran bertanya dengan pandangan yang bergantian menatap ibu dan ayahnya. Mereka diam, saling tatap. Dan, Gibran tahu. Itu adalah jawaban iya. Maka dari itu, Gibran mendengus Sementara Zeline, dia terlihat kebingungan. Dia sepenuhnya tidak mengerti masalah yang terjadi antara orang dewasa itu. Maka Zeline memilih diam, da
Jadwal untuk Binar mengajar Zeline, yang tidak lain dan tidak bukan merupakan adik dari Gibran.Itu sudah berada ditangan Binar. Jadwalnya cukup menguras tenanga, sebab Zeline meminta Binar untuk mengajarinya setiap malam dalam waktu hanya dua jam.Itu artinya, waktu Binar mengajari Zeline setelah dia pulang bekerja.Malam ini adalah, malam pertama untuk Binar maupun Zeline berhadapan. Binar sungguh dibuat takjub, dengan bagunan rumah ini. Sudah nyaris seperti istana“Aku harus memanggilmu dengan sebutan apa?” Zeline, gadis cantik itu bersuara“Ahh—senyamanmu saja, aku tidak masalah.”Wajah Zeline berubah senang “Baiklah, aku akan memanggilmu kakak saja bagaimana? Kau keliatan masih muda.”“Boleh,” Binar agak tersenyum canggung “Mana mungkin, umurku sudah menginjak angka dua lima.”“Sungguh?”Binar mengangguk, lalu setelahnya dia mulai menelisi
Deolinda memang sempat menolak bertunangan dengan Gibran. Dan menjalani hubungan itu dengan rasa keterpaksaan.Tapi, setiap hati manusia bisa berubah kapan saja. Dan Deolinda sudah merasakan itu, jika dirinya tidak akan lagi bermain-main bersama GibranAkan tetapi, Gibran menolaknya secara terang-terangan. Itu karena seorang gadis bernama Binar Anatari. Deolinda benar-benar kesal.Dan, semesta memang terlalu baik. Saat ini, tepat di lobby utama Deolinda bertemu dengan Binar. Sebelumnya Deolinda mendengus dan tertawa remeh“Kau masih ingat padaku?” katanya sarkastikBinar sudah dalam raut wajah yang malas menghadapi wanita angkuh itu “Untuk apa aku mengingatmu.”Deolinda terkekeh, tatapan matanya namun menajam. Lalu berjalan mendekati BinarDan betapa terkejutnya Binar, saat wanita itu mendorong pundaknya, dengan kesan angkuhBinar hanya mendesah pelan dalam hati dia ingin mencakar wajah it
“Dalam sebuah media, anda adalah orang yang menjuarai olimpiade matematika nasional dulu?” tanya seorang laki-laki dengan setelan jas hitamBinar mengangguk. Dalam hatinya mencelos takut, sebab tidak ada angin tidak ada hujan dirinya di datangi oleh orang-orang seperti ini“Anda tahu keluarga Fransisco?”Binar mengangguk lagi. ya, mereka adalah pemilik perusahaan tempatnya bekerja“Nona Zeline Alieen Fransisco, putra kedua dari Jackson Fransisco, sedang membutuhkan pengajar pribadi untuk mata pelajaran matematika. Dan Anda memiliki pengalaman yang bagus untuk itu. Apakah anda ingin menerima tawaran kami?”Binar, nyaris tersedak ludahnya sendiri. Tawaran macam apa ini? Sungguh dia semalam tidak bermimpi apapun. Tapi bukankah itu tawaran yang sangat bagus?“Kami akan membayar anda.” Lalu laki-laki berjas hitam itu mengeluarkan sebuah kertas “Keluarga tuan Jackson membayar anda seperti yang
Jackson benar-benar sangat marah kepada Gibran. Putranya itu telah melakukan kesalahan besar, kepada keluarga Diatmika.Gibran tidak mengantar Deolinda pulang ke rumah, demi untuk bertemu seorang gadis lain. Di mana letak harga diri keluarganya?“Apa Gibran selalu bertindak sendiri seperti ini?” Jackson bertanya kepada Adiwangsa“Ya tuan, saya sendiri tidak mengetahui, jika Tuan Gibran akan bertemu dengan wanita lain seperti ini?”“Siapa wanita itu?”Adiwangsa, melihat foto itu. Dan dia sedikit mengingat dengan wajah wanita yang berada di foto berhadapan dengan Gibran.Ya, itu adalah wanita yang sempat bertemu dengan Gibran, di lobby perusahaan.“Saya tidak mengetahui dengan jelas siapa wanita itu. Yang saya tahu, dia juga berkerja di Moon Light.”“Aku minta. Kau terus awasi wanita itu. Jika sampai dia melebihi batas, beri tahu aku.”Adiwangsa menganggu
Sungguh kalimat Gibran mampu membuat Binar terdiam cukup lama. Dalam keterdiaman itu, selamanya Gibran tidak akan pernah tahu jika hatinya telah jatuh dengan menjijikan. Hanya karena sebuah kata yang keluar dari mulut laki-laki ituSampai, Mobil milik Gibran terparkir di depan rumah Binar. Sejak saat itu, Binar tidak pernah membuka mulutnya untuk berbicara.“Terima kasih, telah mengantarku pulang.” Segera Binar membuka pintu, dan meranjakan dirinya keluarSebelum Binar masuk ke dalam rumahnya, Gibran menurunkan kaca mobilnya “Ingat. Aku masih akan menagih hutangmu.”Tolong, katakan sekali lagi kepada laki-laki itu. Binar benar-benar kehilangan cara bagaimana untuk mengatakan jika dirinya tidak ingin melakukan hal itu.“Aku tidak akan pulang. Sebelum kau menganggukan kepalamu.”Apa? Binar semakin dibuat terkejut. Laki-laki di depannya ini benar-benar, membuatnya prustasi“Iya, tuan.” Pada
Mobil mewah berwarna hitam, masuk ke dalam kawasan rumah yang luas dan mewah milik keluarga terpandang yaitu Diatmika.Seorang wanita yang tampak anggun dengan gaunnya, keluar dari mobil mewah itu, dengan pintu yang dibukakan oleh supirnya. Di luar sudah ada asisten pribadinya yang menunggu. Sang nyonya langsung memberikan tas seharga mobil itu kepadanya.Deolinda sendiri, berharap jika ibu maupun ayahnya sedang tidak ada di rumah. Deolinda tidak mau kedatangannya tanpa Gibran ke rumah di ketahui oleh kedua orang tuanya.Pikirkan saja. Mana ada tunangan yang tidak mengantar kekasihnya pulang ketika sudah pergi bersama. Hal itu pasti akan membuat Gibran terlihat jelek di keluarganya. Dan Deolinda enggan itu terjadi“Ibu dengar, supir pribadimu yang menjemput.” Suara bariton lembut namun tegas itu, mengudara. Saat dirinya dan asisten pribadinya menginjak ruangan keluarga. Ternyata Juwita sedang dipijat dengan majalah fasion yang dibacanya