Di dalam ruangan, yang memiliki nuansa berwarna hitam. Seorang laki-laki yang tampak tua itu duduk di kursi kebesarannya. Menghadap satu orang laki-laki yang memiliki usia yang tampak sama.
Jackson Fransisco, seorang Direktur Utama dari perusahaan Moon Light. Perusahaan besar yang memiliki nilai pasar tertinggi. Mencapai ratusan miliar bahkan triliun.
Jackson yang umurnya sudah tua itu ingin menurunkan tahtanya sebagai Direktur Utama perusahaan kepada putra satu-satunya yang bernama Gibran Emilio Fransisco
Dia laki-laki cerdas, memiliki jiwa pekerja keras yang tinggi. Dan selama kurang lebih 5 tahun dirinya bekerja sebagai bawahan ayahnya sendiri, kinerja Gibran sangat membuahkan hasil, Jackson merasa bangga memiliki putra seperti Gibran
Adiwansa, laki-laki yang sudah sejak satu jam yang lalu duduk dihadapan Jackson itu, terdiam menunggu apa pun perkataan yang keluar dari mulut bosnya itu.
Adiwangsa sendiri, sudah bekerja sebagai sekretaris Jackson sangat lama, bahkan dari perusahan Moon Light belum menginjak kejayaan agung ini. Adiwangsa sudah menjadi pendamping kerja Jackson. Selain hubungan rekan kerja, Adiwangsa dan Jackson merupakan teman sejak semasa SMA-nya
Jackson akhirnya bersuara setelah lama berdiam diri “Semuanya sudah siap untuk acara besok?”
Adiwangsa mengangguk, namun dalam anggukan itu Jakson sendiri melihat raut wajah sedihnya. Dia menjadi penasaran “Kenapa dengan wajah itu?”
Adiwangsa membuka matanya, merasa terhenyak karena Jackson menyadari wajah sedihnya
“Apa kau bersedih, karena aku akan menurunkan jabatanku kepada Gibran?”
Laki-laki yang lebih pendek itu terkekeh “Ya, aku merasa perjalanmu akan berakhir sampai sini.”
Adiwangsa rupanya teringat, dengan hari-hari yang Jackson lalui untuk memulai bisnisnya dahulu. Dan sekarang, Jackson akan melepaskan jabatannya dan menyimpannya pada putra satu-satunya itu. Adiwangsa merasa terharu, sebab dia juga yang menjadi saksi bagaimana kesuksesan Moon Light
“Dan kau berpikir, karirmu juga akan berakhir sampai sini?”
Adiwangsa kini tertawa, apa yang Jackson ucapkan adalah sebuah kebenaran. Turunnya jabatan Jackson akan menjadi turunnya jabatan dirinya juga sebagai sekretaris perusahaan
“Ya, bukankah Gibran akan mendapati sekretaris yang lebih muda?”
Jackson tertawa, hal itu membuat Adiwangsa bingung
“Kau tetap akan menjadi sekretaris, Adiwangsa. Aku minta, kau dampingi Gibran. Aku terlanjur percaya padamu.”
Adiwangsa sangat terkejut mendengar itu, terlebih hatinya yang mendadak seperti mengeluarkan banyak bunga. Dia sangat senang, jika usahanya dapat bermanfaat
“Baiklah. Aku akan bekerja keras untuk itu.”
Kini Jackson yang tersenyum. Bedanya senyuman itu memiliki makna puas. Puas akan jawaban Adiwangsa. Jackson berpikir, memberikan apapun kepada laki-laki itu tidak ada ruginya sama sekali, sebab Adiwangsa selalu membalas dengan hal yang setimpal, bahkan terkadang lebih.
“Putri kau, yang menjadi sekretaris Direktur Keuangan. Aku lihat kinerjanya sangat bagus. Aku akan menaikan gajinya.”
Adiwangsa tertegun sesaat, merasa apa yang dikatakan Jackson sangat mengejutkan hatinya. Dirinya sendiri tidak pernah berpikir jika putrinya juga akan mendapati kesuksesan besar seperti dirinya
“Aku sangat berterima kasih untuk itu.”
Jackson mengangguk “Aku menaikan gaji putrimu bukan karena melihat kau. Tapi karena memang dia layak.”
Adiwangsa mengukir senyum, dalam hatinya dia sangat senang, sebab putri sematawangnya mampu tumbuh menjadi manusia hebat seperti dirinya. Adiwangsa merasa lega, karena dia sudah cukup berhasil membesarkan seorang anaknya sendiri. Dengan kedua tangan dan kakinya sendiri.
Gibran Emilio Fransisco, tadinya menjabat sebagai Direktur Keuangan. Sudah hampir dua tahun dia menjabat posisi itu. Dan Fany Estiana Adiwangsa, merupakan sekretarisnya dalam posisi Direktur Keuangan itu sendiri.
Dalam hangatnya obrolan itu, pintu ruangan terdengar terbuka. Menampilkan sosok Jhony Fransisco yang merupakan ayah dari Jackson, sekaligus menjadi salah satu dewan Direksi Moon Light. Sistemnya Jhony adalah orang yang paling berpengaruh dalam memegang kendali Moon Light.
Jackson berdiri dari tempat duduknya, menyambut sang ayah dengan sehangat mungkin. Jhony sudah sangat rentan, apalagi penyakit diabetes yang di deritanya membuat tubuhnya secara perlahan melemah. Bahkan Jhony harus berjalan dengan bantuan tongkat.
Adiwangsa sudah meranjakan kakinya, menyambangi tuan besar Jhony, hanya untuk menuntunnya duduk.
Jackson yang menyadari kedatangan ayahnya itu mengerti. Dia pun berpindah tempat untuk duduk di sofa, bukan di kursi kebesarannya lagi.
Jhony sudah duduk di sofa hitam yang memiliki kualitas terbaik dunia. Adiwangsa pun sama, dia duduk di samping Jhony, sementara Jackson duduk di kursi yang menjadikan tubuhnya berhadapan dengan ayahnya sendiri.
“Ayah kemari hanya untuk memastikan, apakah semuanya siap untuk upacara besok?”
Jackson mengangguk “Aku baru saja membicarakan ini. Adiwangsa sudah mengurus semuanya dengan baik.”
“Terima kasih atas kerja kerasmu Adiwangsa,” kata Jhony kepada Adiwangsa
“Sama-sama tuan.” Adiwangsa lantas membalasnya dengan baik dan sopan.
Jhony sendiri sama sekali tidak ragu, untuk memberikan posisi Direktur Utama kepada Gibran. Cucunya satu ini, sudah sangat mengagumkan. Selama kurang lebih dua tahun bertanggung jawab di posisi Direktur Keuangan, kinerja Gibran sudah banyak sekali menghasilkan keuntungan.
Bahkan sejak masih usia anak-anak, kecerdasan Gibran sudah tertonjol dibanding dengan cucu-cucu yang lainnya. Semasa sekolah, Gibran selalu saja mentorehkan prestasi. Mengikuti olimpiade nasional dan mendapatkan juara pertama. Begitulah Gibran dengan otak cerdasnya.
***
Sejak pagi, Gibran Emilio Fransisco yang besok akan secara resmi menduduki posisi sebagai Direktur Utama itu sudah keluar dari rumah.
Bersama supir pribadinya, dia mengunjungi toko pakaiannya Deolinda Diatmika yang memiliki nama brend dengan sebutan Permata. Brend Permata sudah sejak tiga tahun terakhir memiliki nilai pasar yang tinggi. Selain kualitas dan segi desain-nya yang menjual. Deolinda Diatmika sang pemilik merupakan putri dari seorang Juwita Diatmika, yang namanya sudah terkenal sampai luar negri, berkat bisnis ritel perhiasan.
Selain ibunya yang terkenal karena bisnisnya sudah menduduki kepopuleran dunia. Deolinda mempunyai seorang ayah yang merupakan seorang pembisnis besar, perusahaannya sudah memiliki cabang di luar negri. Argani Diatmika namanya. Dia menjabat sebagai ketua umum partai.
Terlepas dari itu. Tujuan Gibran menyambangi toko bajunya Deolinda adalah, untuk melakukan fitting pada busananya untuk dikenakan besok pagi pada upacara serah terima jabatan di perusahaan keluarganya.
Selain menjadi perancang busananya. Deolinda menjadi tunangannya. Mereka di jodohkan sekitar dua tahun yang lalu. Namun keduanya belum sama-sama memiliki rasa cinta. Itu karena Deolinda menjadi wanita yang keras kepala menolak perjodohan ini, sehingga sikap Deolinda yang selalu memilih tidak peduli. Gibran sendiri sebenarnya sangat menyambut Deolinda dengan baik, tapi jika bisa memilih Gibran ingin memiliki cinta yang indah. Syukur-syukur jika cinta yang indah itu ia dapati bersama Deolinda.
“Selamat pagi tuan. Apakah anda memiliki janji sebelumnya?” tanya seorang pelayan, begitu saat Gibran masuk dengan setelan santainya. Tidak sama sekali menunjukan jika Gibran adalah seorang pemimpin perusahaan
“Ya. Saya memiliki janji untuk fitting pakaian yang saya pesan.”
“Silahkan tunggu sebenar tuan.” Sang pelayan menyuruhnya untuk duduk di kursi yang di sediakan.
Sebelum pelayan itu benar-benar pergi dari hadapannya, Gibran memanggilnya lagi “Saya juga ingin bertemu dengan nyonya disini.”
“Apakah anda memiliki janji sebelumnya?”
Gibran menggeleng, karena tujuannya datang kemari hanya untuk melakukan fitting untuk bajunya. Tapi, salahkan Gibran ingin bertemu dengan Deolinda tunangannya?
“Kalau begitu, anda harus membuat janji dulu tuan.”
“Saya tunangannya. Apakah harus melakukan itu?”
Sang pelayan tampak terkejut. Dari sini Gibran menyadari, tentang sebegitu kerasnya Deolinda menolak perjodohan keluarganya, sehingga statusnya yang sudah bertunangan tidak di ketahui oleh orang-orang
“Maafkan saya. karena saya tidak mengenali anda tuan.” Sang pelayan merasa bersalah, dirinya menundukan kepalanya meminta maaf
Gibran tersenyum, mewajarkannya “Tidak apa-apa. Tolong segera lakukan tugasmu.”
Sang pelayan mengangguk, kemudian beringsut untuk memenuhi kewajibannya sebagai pelayan.
Ditengah menunggu, Gibran menelisik setiap inci ruangan ini. Sangat megah dan mewah setara dengan kedudukan bisnis pakaian ini. Karena rasa penasaran berlebih dengan bisnis tunangannya ini. Gibran beranjak dari duduknya. Melongok ke bawah, dimana bangunan ini memiliki lantai dua.
Lantai bawah atau di sebut dengan lantai utama, itu menjadi pusat perbelanjaan. Dan lantai dua, yang sedang Gibran pijaki ini adalah tempat untuk pelanggan yang menuliskan janji seperti Gibran.
Pada saat Gibran melongok ke bawah. Dirinya di buat takjub dengan ramainya lantai utama itu. Ada banyak sekali pengunjung yang sedang menjamah setiap rak pakaian.
Sampai kedua matanya berhenti pada sosok wanita yang sangat di kenalnya. Yaitu Deolinda Diatmika, wanita itu sedang bersidekap dada di hadapan Wanita yang tampak muda. Bahkan penamilannya yang sangat senjang dari pengunjung lainnya. Pakaian yang di kenakannya sangat sederhana, akan tetapi pesona dari wanita itu sangat mempesona.
Hal itu membuat Gibran, meranjakan kakinya untuk turun dari lantai atas menuju lantai utama. Dan mendekat ke arah tunangannya bersama wanita asing itu.
Sebenarnya yang lebih kuat menarik perhatiannya bukan pesona dari wanita yan tengah berhadapan langsung dengan Deolinda. Merupakan sikapnya yang terlihat sangat berani.
Wanita itu sedang mengkritik Deolinda. Gibran pikir siapa yang berani mengkritik seorang Deolinda di hadapan publik, bahkan di hadapan para pelanggan busananya. Tindakan itu sangat berani bukan?
“Seperti ini, perlakuan orang sepertimu?” tanya Binar, dengan nada yang menyentakDeolinda mendengus “Kenapa? Semua orang akan terganggu dengan manusia seperti dia!” tunjuknya kepada wanita paruh, yang penampilannya tidak memiliki kemewahan itu. Wanita paruh itu hanya menundukan kepalanya.“Ibu ini hanya akan membeli pakaian, apa tidak boleh? Kau sombong sekali!”Deolinda mendengus lagi “Membeli pakaian? Apa seorang dengan tampilan seperti itu mampu membeli pakaian yang ada disini?”Mendengar nada kesombongan itu membuat Binar semakin naik darah. Memangnya tampilan harus menentukan seberapa mampunya ia untuk membeli pakaian yang ada di tempatnya. Jika iya, sungguh Deolinda orang yang sangat sombong. Hanya memandang fisik untuk mengukur jangkauannya.“Hei ... Hei... lihatlah. Begini perlakuan bos kalian kepada pelanggannya?” tanya Binar, kepada pelayan yang berada di dekatnya. Pelayan itu h
“Aku mohon, lepaskan aku. Jika kau ingin menculikku benar-benar tidak ada gunanaya. Aku hanya wanita dengan tubuh kurus. Aku mohon,” kata Binar penuh dengan permohonan“Aku hanya ingin tahu siapa namamu.” Akhirnya Gibran bersuara. Entah kenapa, sejak melihat aksi wanita ini yang tegas membuat dirinya penasaran, tentang wanita ini lebih jauh.“Omong kosong! Kau pasti laki-laki mesum yang ingin menculiku bukan?” Binar melepaskan cekalan itu dengan paksa“Laki-laki mesum? Kau mengataiku laki-laki mesum?” Gibran tidak menyangka jika wanita yang menjadi pusat rasa penasarannya itu mengatainya dengan sebutan laki-laki yang tidak ada harganya sama sekali.Sepanjang hidupnya. Gibran selalu dipenuhi dengan kalimat yang menjungjungnya tinggi. Dan kali ini, ada wanita yang mengatainya dengan sebutan rendahan seperti itu. Hal itu cukup membuatnya kesal.“Ya. Tampangmu kuat sekali! Dan ... “ Binar memu
“Kakek percaya, kamu akan menjadi pemimpin yang hebat!” kata Jhony, memeluk Gibran penuh dengan rasa banggaKemudian satu persatu para dewan Direksi perusahaan Moon Light, yang rata-rata semuanya di duduki oleh anak-anak dari Jhony –sekitar tiga orang sisanya di duduki oleh saudara-saudara dari Jhony itu sendiri.Mereka semua menyalami Gibran satu persatu. Menaruh rasa kepercayaannya pada laki-laki itu.Gibran sendiri juga bertekad, untuk menjadi pemimpin yang tidak mengecewakan semua karyawannya dan terlebih keluarganya yang sudah memberikan tanggung jawab ini.Sayangnya, upacara serah terma jabatan hanya di saksikan oleh para petinggi dan pemegang saham. Tidak di tunjukan secara terbuka bagi seluruh karyawan. Akan tetapi, sebagai gantinya. Gibran nanti akan berpidato untuk mengupcakan sepatah kata untuk karyawannya.Acara serah terima jabatan berakhir setelah Jackson Fransisco memeluk Gibran Emilio Fransisco. Semua orang yang ha
Sekitar pukul lima sore. Gibran dapat menyelesaikan pekerjaannya di hari pertamanya. Saat dia keluar dari ruangan kebesarannya, Adiwangsa telah menunggunya.Menundukan kepalanya hormat, lantas dia berkata “Kau akan langsung pulang, presdir?”Gibran menggeleng “Aku akan bertemu dengan Deolinda. Apa kau juga perlu mengikutiku?”Gibran berkata seperti itu, hanya untuk menyindir. Karena sejak posisi presdirnya ia duduki. Adiwangsa selalu tahu apa yang menjadi urusannya.“Katakan saja, jika kau butuh bantuanku. Aku akan segera menerima telponmu.” Adiwangsa mengulurkan tangan kanannya. Bermaksud memberikan sebuah tanda, untuk mempersilahkan Gibran berjalan terlebih dahuluSeraya berjalan, Gibran tersenyum tipis, mendengar apa yang diucapkan Adiwangsa tadi. Adiwangsa berkata seperti itu memiliki arti. Jika Gibran membutuhkan bantuannya saat bertemu dengan Deolinda. Hubungi saja dirinya, Adiwangsa akan segera menerima te
Dengan anggun, Delinda mengangkat cangkir kopinya lalu menengaknya sedikit. Setelah merasakan nikmatnya rasa kopi itu, Deolinda menyimpan kembali cangkirnya ke atas meja. Kemudian menatap Gibran yang berdiam diri di depannya“Kau hanya melihatku minum?” Deolinda menyindir, tingkah laku Gibran yang hanya mematung seperti benda mati. Padahal dia sudah memesan minumannya juga“Kau berurusan dengan wanita itu lagi?” Gibran malah bertanya. Hal itu membuat Deolinda mengerutkan alisnya“Apa maksudmu?”“Dia bekerja di perusahaanku. Jika kau ingin balas dendam, aku bisa melakukannya untukmu. Kau tidak harus mengambil Id Card karyawannya.”Mendengar itu, Deolinda terkekeh pelan. Dia merasa aneh kenapa Gibran mengikut campuri urusannya. Padahal sejak dua tahun yang lalu, laki-laki itu tidak ingin tahu urusannya.“Apa kau sedang menjadi bos yang baik untuknya?”Deolinda bertanya seperti
Binar buru-buru masuk ke dalam rumahnya, setelah menyelesaikan pekerjaannya di toko roti ibunya, tepat pada pukul sepuluh malam.Hal itu mampu membuat Embum bingung, melihat Binar yang kini sedang menggeledah tumpukan majalah yang berada di lemari bawah tv.“Kau mencari apa?” tanya Embun, seraya mengaitkan tas slempangnya pada penggantung pakaianBinar masih sibuk mencari “Aku mencari majalah fasion yang sempat ibu tunjukan padaku tadi.”Embun tahu, majalah yang dicari Binar adalah majalah fasion yang menampilkan biografi dari seorang Deolinda Diatmika, itu membuatnya menjadi berpikir yang tidak-tidak“Kenapa kau mencari itu?”Binar diam, dia tidak menjawab. Karena terlalu fokus mencari majalah itu di antara banyaknya majalah berbagai macamEmbun khawatir, jika Binar memang benar mempunyai urusan dengan Deolinda. Untuk memastikan, Embun gerak cepat menghampiri Binar dan bertanya sekali lagi dengan s
Setumpuk kertas Binar letakan di atas mesin pencetak. Dia sedang mencopy sebuah dokumen. setelah melihat mesinnya sudah mulai bekerja, Binar menghembuskan napasnya. Pagi ini sudah sangat memelahkan, entahlah kenapa mendadak pekerjaannya begitu sangat sulit ia kerjakan.Tiba-tiba saja, diantara teraturnya suara mesin pencetak. Binar menemukan sebuah sesuatu hal yang ada pada ingatannya.Dia teringat, jika semalam dia sempat akan mengunduh foto yang dikirim Fany, akan tetapi gagal karena dia kehabisan data internetnya. Semalam juga dia sudah berencana akan mengunduhnya di kantor, sebab di kantor memiliki akses wifi secara gratis bagi karyawannya.Segera Binar meronggoh ponselnya, dan menyambungkan perangkatnya pada wifi perusahaan. akan tetapi wifi itu tidak dapat terhubung, mungkin karena terlalu banyak perangkat yang tersambung jadi server mengalami sedikit gangguan.Alhasil Binar hanya bisa melenguh.“Kau kenapa?”Lenguhan Binar
Seperti biasanya, dalam rutinitas paginya. Embun akan pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan untuk toko rotinya. Hari ini lumyan, dia mendapati pesanan seratus bungkus roti, tentunya membuat Embun memiliki semangat yang lebih dari hari-hari biasanya.Dengan kedua kaki yang tidak lagi kuat, Embun berjalan dengan membawa beban di kedua tangannya. Saat dia berjalan melewati toko pakiannya Deolinda, langkah kakinya terhenti, apalagi matanya yang seolah terpaku di sana. Detak jantungnya mulai berdetak tidak teratur, saat wanita yang berada dihadapannya melepaskan kacamata hitammnya, kemudian dia tersenyum.Embun, membuang muka seraya mendengus. Dia enggan membalas sapaan manis itu.Juwita, dengen setelan mahal dan tas mewahnya itu melangkah satu langkah ke depan. Dalam tampilan kedua wanita itu sangat memperlihatkan sekali kesenjangan.“Apa kabarmu?” tanya JuwitaEmbun masih tampak tidak suka. Namun dia tidak akan tinggal diam saja “
Binar melihat pantulan dirinya di depan cermin, dia menghela napasnya pasrah. Raut wajahnya kentara sekali sedang merasa lelah. Saat ini semua karyawan sedang menggunjingnya. Jika sudah seperti ini, siapa yang harus disalahkan?Gibran? Binar yakin, Gibran pun adalah korban dari postingan orang jahat itu. Terdengar ponselnya berdering,pertanda pesan masuk. Lantas Binar pun membukanya. Dan dia semakin menurunkan wajahnya lesu,saat pesan itu memiliki pengirim dari Gibran. Dalam pesan itu, tertulis jika Binar ditunggu di atas rooftop oleh Gibran. Maka dengan gerak cepat, Binar beranjak menuju rooftop. Setelah sampai di atas gedung, Binar sudah bisa melihat Gibran. Laki-laki itu, sedang berdiri di depan pembatas, menghadap depan. Lantas Binar mendekat, ”Anda memanggil saya, di saat situasi seperti ini,tuan?“ Gibran menoleh, rambutnya sedikit tersibak oleh angin. Tatapan matanya dalam menatap Binar
Deolinda menggeram di depan meja riasnya. Tangannya yang menggenggam sebuah benda pipih yang disebut ponsel itu mengerat.Dia seketika bercermin, melihat pantulan dirinya di sana. Dan, Deolinda tersadar jika dirinya terlihat lebih cantik dibanding Binar. Tapi kenapa, Gibran lebih memilih gadis biasa itu?Sementara disudut ruangannya yang lain. Tepat di ruang kebesaran Argan Diatmika. Pria itu melihat sebuah postingan foto Gibran dan seorang gadis, yang dia tidak kenal itu di sebuah kedai.Kepalanya mendidih marah. Mengetahui Gibran bertemu dengan seorang gadis saat posisinya sudah resmi menjadi tunangan dari putrinya.“Ini yang kalian balas terhadap keluargaku?!“ katanya sendiri.Saat rasa amarahnya memuncak, pandangan Argan terhenti. Pada sebuah foto itu. Tepat pada kedai yang Gibran singgahi itu. Kedua alis Argan mengerinyit“Ini, bukannya di kedai milik Embun?“Dan, matany
Dengan langkah tergesa, Gibran masuk ke dalam rumahnya. Rupanya jalan-jalan malam tidak membuahkan hasil apapun. Malah membuatnya semakin dibuat suntuk. Apalagi, setelah bertemu dengan Binar tadi. Perkataan gadis itu yang membuat perasaannya suntuk seperti ini. Binar benar-benar telah mendepaknya jauh sekarang. Dan, hal itu sungguh membuat Gibran merasa prustasi. Saat langkahnya sampai pada ruangan makan. Di sana, sedang ada ibu,ayah,dan adiknya. Menatapnya secara kompak. “Kau tidak makan, Gibran?“ tanya Asmita kepada putranya itu Gibran menggeleng, “Apa ini semua rencana kalian?“ Gibran bertanya dengan pandangan yang bergantian menatap ibu dan ayahnya. Mereka diam, saling tatap. Dan, Gibran tahu. Itu adalah jawaban iya. Maka dari itu, Gibran mendengus Sementara Zeline, dia terlihat kebingungan. Dia sepenuhnya tidak mengerti masalah yang terjadi antara orang dewasa itu. Maka Zeline memilih diam, da
Jadwal untuk Binar mengajar Zeline, yang tidak lain dan tidak bukan merupakan adik dari Gibran.Itu sudah berada ditangan Binar. Jadwalnya cukup menguras tenanga, sebab Zeline meminta Binar untuk mengajarinya setiap malam dalam waktu hanya dua jam.Itu artinya, waktu Binar mengajari Zeline setelah dia pulang bekerja.Malam ini adalah, malam pertama untuk Binar maupun Zeline berhadapan. Binar sungguh dibuat takjub, dengan bagunan rumah ini. Sudah nyaris seperti istana“Aku harus memanggilmu dengan sebutan apa?” Zeline, gadis cantik itu bersuara“Ahh—senyamanmu saja, aku tidak masalah.”Wajah Zeline berubah senang “Baiklah, aku akan memanggilmu kakak saja bagaimana? Kau keliatan masih muda.”“Boleh,” Binar agak tersenyum canggung “Mana mungkin, umurku sudah menginjak angka dua lima.”“Sungguh?”Binar mengangguk, lalu setelahnya dia mulai menelisi
Deolinda memang sempat menolak bertunangan dengan Gibran. Dan menjalani hubungan itu dengan rasa keterpaksaan.Tapi, setiap hati manusia bisa berubah kapan saja. Dan Deolinda sudah merasakan itu, jika dirinya tidak akan lagi bermain-main bersama GibranAkan tetapi, Gibran menolaknya secara terang-terangan. Itu karena seorang gadis bernama Binar Anatari. Deolinda benar-benar kesal.Dan, semesta memang terlalu baik. Saat ini, tepat di lobby utama Deolinda bertemu dengan Binar. Sebelumnya Deolinda mendengus dan tertawa remeh“Kau masih ingat padaku?” katanya sarkastikBinar sudah dalam raut wajah yang malas menghadapi wanita angkuh itu “Untuk apa aku mengingatmu.”Deolinda terkekeh, tatapan matanya namun menajam. Lalu berjalan mendekati BinarDan betapa terkejutnya Binar, saat wanita itu mendorong pundaknya, dengan kesan angkuhBinar hanya mendesah pelan dalam hati dia ingin mencakar wajah it
“Dalam sebuah media, anda adalah orang yang menjuarai olimpiade matematika nasional dulu?” tanya seorang laki-laki dengan setelan jas hitamBinar mengangguk. Dalam hatinya mencelos takut, sebab tidak ada angin tidak ada hujan dirinya di datangi oleh orang-orang seperti ini“Anda tahu keluarga Fransisco?”Binar mengangguk lagi. ya, mereka adalah pemilik perusahaan tempatnya bekerja“Nona Zeline Alieen Fransisco, putra kedua dari Jackson Fransisco, sedang membutuhkan pengajar pribadi untuk mata pelajaran matematika. Dan Anda memiliki pengalaman yang bagus untuk itu. Apakah anda ingin menerima tawaran kami?”Binar, nyaris tersedak ludahnya sendiri. Tawaran macam apa ini? Sungguh dia semalam tidak bermimpi apapun. Tapi bukankah itu tawaran yang sangat bagus?“Kami akan membayar anda.” Lalu laki-laki berjas hitam itu mengeluarkan sebuah kertas “Keluarga tuan Jackson membayar anda seperti yang
Jackson benar-benar sangat marah kepada Gibran. Putranya itu telah melakukan kesalahan besar, kepada keluarga Diatmika.Gibran tidak mengantar Deolinda pulang ke rumah, demi untuk bertemu seorang gadis lain. Di mana letak harga diri keluarganya?“Apa Gibran selalu bertindak sendiri seperti ini?” Jackson bertanya kepada Adiwangsa“Ya tuan, saya sendiri tidak mengetahui, jika Tuan Gibran akan bertemu dengan wanita lain seperti ini?”“Siapa wanita itu?”Adiwangsa, melihat foto itu. Dan dia sedikit mengingat dengan wajah wanita yang berada di foto berhadapan dengan Gibran.Ya, itu adalah wanita yang sempat bertemu dengan Gibran, di lobby perusahaan.“Saya tidak mengetahui dengan jelas siapa wanita itu. Yang saya tahu, dia juga berkerja di Moon Light.”“Aku minta. Kau terus awasi wanita itu. Jika sampai dia melebihi batas, beri tahu aku.”Adiwangsa menganggu
Sungguh kalimat Gibran mampu membuat Binar terdiam cukup lama. Dalam keterdiaman itu, selamanya Gibran tidak akan pernah tahu jika hatinya telah jatuh dengan menjijikan. Hanya karena sebuah kata yang keluar dari mulut laki-laki ituSampai, Mobil milik Gibran terparkir di depan rumah Binar. Sejak saat itu, Binar tidak pernah membuka mulutnya untuk berbicara.“Terima kasih, telah mengantarku pulang.” Segera Binar membuka pintu, dan meranjakan dirinya keluarSebelum Binar masuk ke dalam rumahnya, Gibran menurunkan kaca mobilnya “Ingat. Aku masih akan menagih hutangmu.”Tolong, katakan sekali lagi kepada laki-laki itu. Binar benar-benar kehilangan cara bagaimana untuk mengatakan jika dirinya tidak ingin melakukan hal itu.“Aku tidak akan pulang. Sebelum kau menganggukan kepalamu.”Apa? Binar semakin dibuat terkejut. Laki-laki di depannya ini benar-benar, membuatnya prustasi“Iya, tuan.” Pada
Mobil mewah berwarna hitam, masuk ke dalam kawasan rumah yang luas dan mewah milik keluarga terpandang yaitu Diatmika.Seorang wanita yang tampak anggun dengan gaunnya, keluar dari mobil mewah itu, dengan pintu yang dibukakan oleh supirnya. Di luar sudah ada asisten pribadinya yang menunggu. Sang nyonya langsung memberikan tas seharga mobil itu kepadanya.Deolinda sendiri, berharap jika ibu maupun ayahnya sedang tidak ada di rumah. Deolinda tidak mau kedatangannya tanpa Gibran ke rumah di ketahui oleh kedua orang tuanya.Pikirkan saja. Mana ada tunangan yang tidak mengantar kekasihnya pulang ketika sudah pergi bersama. Hal itu pasti akan membuat Gibran terlihat jelek di keluarganya. Dan Deolinda enggan itu terjadi“Ibu dengar, supir pribadimu yang menjemput.” Suara bariton lembut namun tegas itu, mengudara. Saat dirinya dan asisten pribadinya menginjak ruangan keluarga. Ternyata Juwita sedang dipijat dengan majalah fasion yang dibacanya