Home / Romansa / Putri Pewaris Yang Terusir / Chapter 8 : Si Misterius

Share

Chapter 8 : Si Misterius

Author: DaisyLia
last update Last Updated: 2023-12-08 23:37:23

Kilat cahaya menerangi sasana malam di sana. Semua bernuansa gelap dengan beberapa warna berbeda sebagai pemanis untuk menghidupkan panggung.

Bia berpose di antara daun-daun panjang yang terhias beberapa pita merah. Ia duduk di lantai berkarpet rumput dengan dua kaki yang terlipat. Bibir tipis merah mudanya tersenyum ceria, tangan kanannya memeluk jemari pria tampan dengan kemeja hitam terbuka. Warna pakaian yang bertolak dengan Bia. Gaun putih setipis sutra nampak anggun, lengan baju pendeknya menari tertiup angin.

Tidak bisa dipungkiri, Zafanya Bia dan Vian Handika menjadi pasangan sempurna di atas panggung. Mereka terlihat serasi membawakan fashion bertema alam malam.

"Okay! Break!" Teriakan nyaring dari pria yang menggenggam erat kamera.

Puluhan take sudah diabadikan sang fotografer sedari pagi. Merasa puas. Kini sudah waktunya untuk mengakhiri.

Vian--model ternama yang baru-baru ini menduduki peringkat atas di dunia fashion--mengulurkan tangan pada Bia.

"Thanks," ujar Bia seraya menggapai uluran Vian.

Mereka baru berkenalan tadi pagi di ruang meeting dan sekarang, Bia sudah cukup akrab dengan Vian beserta model lainnya. 

Bia cukup bersyukur, dirinya diterima baik di sana.

Padahal, semalaman ia merengek pada Aretha hanya karena praduga Bia yang sudah meliar bak sinetron. Ia takut akan ada kasta di antara para modeling.

Bagaimanapun, pemodelan adalah industri kompetitif yang membutuhkan dedikasi dan ketekunan. 

Bia tahu diri, ia memang tak sebanding dengan usaha mereka. Dalam hitungan jam, namanya seketika naik daun hanya karena foto yang beredar di media sosial. Menurutnya, itu sama saja melukai kerja keras mereka yang bekerja dengan serius dan penuh perjuangan.

"Aku dengar selama ini kamu hanya menjadi model online untuk toko kecil?" tanya Vian seraya mendampingi Bia ke ruang ganti. Dirinya sudah membaca beberapa artikel tentang Bia.

"Yaah ... itu benar, selama ini aku hanya menjadi model untuk temanku. Jujur saja, ini pertama kalinya aku bekerja di studio sebesar ini." Bia mendekatkan wajahnya ke wajah Vian. "Bahkan, baru kali ini juga aku dibuat pusing dengan ekspresiku sendiri," lanjutnya berbisik. Sewaktu bekerja dengan Aretha, ia tidak begitu mempedulikan ekspresi karena wajahnya bukan menjadi item yang akan dijual.

Vian terkekeh, pria itu mengerti apa yang dimaksud Bia. Dulu Vian juga seperti itu, kesulitan mengekspresikan diri untuk disesuaikan dengan tema pemotretan.

"Hari ini kamu luar biasa. Sama sekali tidak terlihat seperti baru belajar. Bahkan Deri dan fotografer terus memujimu," puji Vian yang juga merasa kagum dengan Bia.

"Itu karena kamu yang menjadi pasanganku, haha ...."

Bia menghentikan langkahnya di depan ruang ganti wanita. Jemari kanannya memegang handle. "Terima kasih untuk bantuannya hari ini, Vian."

Vian menelan cepat salivanya, kedua tangan berada di saku celana levis pendeknya. "Santai saja, Bi. Oh iya, apa Deri akan mengantarmu pulang?"

"Ah tidak, temanku yang akan menjemputku. Kenapa?" balik tanya Bia.

"Nah, tidak apa-apa. Kalau begitu, sampai bertemu besok," ucap Vian. Sudut bibirnya ditarik hingga lesung pipi muncul menambah kemanisan di wajah tampannya.

Bia tertegun. Memandang punggung Vian yang menjauh. "Apa dia ingin mengantarku pulang?" batinnya menebak.

Ck, sayang sekali. Ia sudah memiliki janji dengan Aretha malam ini. Maksudnya, wajah tampan itu sangat sayang untuk diabaikan. Bagaimanapun, Bia penggila keindahan. Namun sayangnya, sampai saat ini ... Dion masih menempati urutan pertama pria tertampan di hatinya.

Bia pun mendorong daun pintu dan masuk ke dalam. Di sana sudah ada beberapa orang yang sedang berganti pakaian.

Berjalan seraya melempar senyum ramah pada empat wanita yang beberapa jam lalu menjadi partner di sasana pemotretan. Bia mengambil baju miliknya yang tergantung di hanger kemudian membawanya ke sebuah ruang kecil tertutup tirai panjang hitam.

Menghembuskan napas lelah. Tidak bisa mengelak, ia sudah seperti anak burung yang baru keluar dari sangkar. Bia benar-benar merasa canggung untuk memulai perbincangan!

Beberapa tahun ini, Bia hanya disibukkan--ralat--sibuk mencari masalah dengan Karina dan membantu bisnis Aretha. Keluar istana pun tujuannya hanya Aretha, Aretha dan Aretha!

"Ya Tuhan, kemana teman-temanku yang lain?" batin Bia, tangannya sibuk mengganti pakaian sedangkan pikiran meratapi lingkaran sosialnya.

Bahkan di usia dua puluh lima tahunnya ini, Bia belum pernah berpacaran!

Selesai sudah ia berganti pakaian. Baju sponsor Bia gantung rapi di sana. Beruntung melepas pakaian terakhir bahkan riasan rambut tidak sampai memerlukan bantuan dari penata rias. Jadi Bia bisa mengurus tubuhnya sendiri.

Mengambil tas chanel miliknya dan membuka tirai hitam, Bia mengedarkan pandangan. Sudah sepi. Hanya ada satu penata rias sedang merapikan meja rias di sana.

"Sini, Bi. Biar aku bersihkan wajahmu dulu," ucap Erna, si penata rias.

"Tidak perlu Na. Kamu lanjutkan saja pekerjaanmu dan hati-hati saat pulang nanti, oke?" balas Bia, menepuk pelan bahu Erna. Sentuhan yang dibalas dengan senyuman oleh si pemilik bahu.

Melangkah pergi keluar ruangan. Bia menelusuri lorong yang terisi dengan gema musik ringan dari studio pemotretan.

Jenjang kaki yang terbungkus levis hitam mengecil di bagian bawah bergerak dengan jarak teratur. Bia sengaja melangkahkan kaki-kakinya dengan anggun, tidak luput peran sandal high heels yang mempercantik dua kakinya.

Pesan Aretha, meski tidak ada yang melihat bertingkahlah dengan anggun dan cantik layaknya seorang model yang sedang menjejakkan kaki di catwalk.

Aretha bilang, dirinya sudah menjadi terkenal. Jangan sampai kamera pengintai merekam sikap buruknya. Sebab, dunia hiburan sama kejamnya dengan dunia politik.

Kalau hal buruk terjadi, Bia sudah tidak bisa lagi memakai kekuasaan Sindari. Sebab, ia sudah bukan lagi bagian dari keluarga itu.

"Sial, lagi-lagi aku mengingatnya," gerutu Bia dalam hati. Jemarinya pun melepas ikat rambut yang sejak pemotretan belum ia sentuh, kemudian memasukkannya ke dalam tas.

Entah sudah berapa kali Bia teringat pada kata-kata terakhir Karina. Bahkan terkadang, ia berharap ada bodyguard Sindari yang menyeretnya untuk pulang.

Lucu, bukan? Sejak dulu selalu ingin melarikan diri. Namun sekarang, ia justru rindu berdebat dengan nenek sihir itu.

Bia sangat sadar, bahwa melupakan hal menyakitkan itu memang sulit. Oleh karena itu, ia hanya akan terus memikirkan masa depan. Sampai kesibukannya bisa mengubur hal-hal yang membuat hatinya berdesir perih.

Bia yang sudah sampai di lobi gedung pun tersenyum senang begitu melihat Aretha sedang bersandar santai di badan mobil.

Huh? Kaki-kaki Bia pun refleks berhenti. Ini aneh, ia merasa ada yang sedang memperhatikan dirinya.

Mengedarkan pandangan ke segala arah. Tidak ada tanda mencurigakan, ia hanya melihat beberapa orang yang asik dengan urusan mereka.

Masih merasakan perasaan tidak enak, kepala Bia pun menegadah ke atas.

Di lantai dua, ada seorang pria berkemeja marun. Berdiri dengan kedua tangan berada di saku celana. Pria itu memandang ke arahnya ... mungkin? Bia tidak mau berprasangka buruk.

Namun firasatnya cukup kuat sampai bisa mengatakan dengan lantang bahwa pria itu membencinya.

Menjadi bagian Sindari, harus selalu merasa waspada sudah menjadi makanan sehari-harinya. Oleh karena itu, kepekaan Bia cukup bisa diacungi jempol.

Bersambung ....

Related chapters

  • Putri Pewaris Yang Terusir   Chapter 9 : Tidak Percaya

    "Hei, apa terjadi masalah di sana?""Huh?" Bia mengedipkan mata. Lamunannya tersadar kembali setelah mendengar teguran Aretha. "Ah, tidak ada. Bukankah sudah kubilang, orang-orang di sana terus saja memujiku," lanjutnya. Masih belum jelas. Jadi, Aretha tidak perlu tahu tentang pria yang menandang benci padanya di lobi tadi.Aretha yang sedang mengemudi pun melirik curiga. "Aku bersyukur kalau memang seperti itu. Ingat Bi, jangan membuat masalah seperti saat kamu bekerja di restoran dulu.""Hei! Dulu itu bukan kesalahanku! Ya, Tuhan ...." Bia mengelak tidak terima. Kenapa juga Aretha masih mengingat kejadian itu? Itu pengalaman yang cukup menyebalkan! Baru bekerja satu hari, ia sudah dipecat."Iya, itu bukan salahmu. Pokoknya, selama mereka tidak melecehkanmu. Ingat untuk selalu menahan emosimu," saran Aretha seraya memutar kemudi untuk mencari tempat parkir. Mereka sudah sampai di sebuah restoran."Ya Tuhan ...." Bia menghela napas sembari memutar bola mata. "Apa di matamu aku terliha

    Last Updated : 2023-12-11
  • Putri Pewaris Yang Terusir   Chapter 10 : Mawar

    Bia akui, cinta pertama itu sungguh seperti sebuah keramat. Sulit dimiliki dan sulit dilepas dari hati juga pikirian. Perasaan suci, tetapi akan mengutukmu selamanya.Cinta pertama memiliki tempat yang tidak akan pernah hilang. Sampai berpuluh tahun pun akan tetap bisa menggetarkan hati dengan caranya sendiri.Haah ... Bia menghela napas setelah membaca pesan yang entah sudah berapa kali masuk ke ponselnya pagi ini. Ia sudah tidak lagi mengenal Dion dengan baik.Sudah dua hari, Bia terus mengabaikan pesan Dion. Pun mengabaikan kehadiran pria itu saat menjemput atau menunggunya di depan rumah atap Aretha, tempat yang kini menjadi rumah Bia.Dion sungguh sudah seperti seorang pengangguran yang hanya memiliki jadwal untuk mengganggu Bia.Ya Tuhan ... belum mulai bekerja, tetapi hati sudah dihantui rasa yang Bia sendiri pun sulit menggambarkannya."Ada apa? Ada yang sudah membuatmu bosan pagi ini?"Bia yang sedang duduk di kursi kantin langsung menolehkan kepala ke belakang. "Ah ... Hei,

    Last Updated : 2023-12-13
  • Putri Pewaris Yang Terusir   Chapter 11 : Summer

    "Tentu saja, kalau kamu mau memberikan bunga ini untuk temanmu."Bia berdecak malas. "Di antara pertukaran ini, aku rasa yang paling dirugikan adalah bapak sendiri. Jadi, terima kasih untuk tawarannya," ucapnya kemudian melenggang pergi meninggalkan Noah yang mengulum senyum."Haah, sayang sekali kalau begitu," gumam Noah memeluk buket bunga yang sia-sia saja ia pesan dengan sedikit pemaksaan. Menatap punggung Bia yang kian menjauh dan berbaur dengan para model lainnya.Paras Bia memang cantik, tubuhnya yang tinggi dan ramping menambah keindahan yang seolah sengaja Tuhan ciptakan hanya untuk Bia. Namun sayang, semua itu tidak mampu menggetarkan hati Noah."Aku tidak melarangmu mendekati wanita manapun, tapi tidak untuk wanita itu dan orang-orang di sekitarnya." Suara bariton mengganggu Noah yang masih betah menatap para modelingnya.Noah mendebas napasnya kembali. Tanpa menoleh ke samping, ia sudah tahu siapa yang berbicara. "Ini, pertemuan pertama kalian, bukan?" ucapnya memilih meng

    Last Updated : 2023-12-15
  • Putri Pewaris Yang Terusir   Chapter 12 : Teka-teki foto

    "Ini pertama kalinya Deri seperti ini.""Entah kenapa, akhir-akhir ini kantor terasa kacau. Bahkan, kudengar wakil direktur harus--"Obrolan antar para model pun seketika terhenti, saat Vian menyentuh bahu seorang pria yang menyuarakan isi hatinya dengan lantang. Tanpa mempedulikan Bia yang merasa terasingkan dilingkaran mereka.Duduk bersama, tetapi dalam perbincangan tidak ada yang mengajak Bia untuk buka suara. Sejak tadi hanya riuh angin yang turut menghibur telinga dan hatinya."Masalah kantor, aku rasa itu bukanlah urusan kita. Ini memang pertama kalinya Deri mendadak meninggalkan lokasi, terlebih Deri tidak memberitahukan jadwal besok," ungkap Vian mencoba menyudahi hal yang bisa Vian sadari kalau Bia merasa kurang nyaman di meja makan ini. "Daripada berasumsi sendiri yang mungkin akan menimbulkan kesan negatif, lebih baik kita kembali dan menunggu perintah Deri," lanjutnya.Bia menarik samar ujung bibirnya. Entah mengapa, ia merasa Vian sedang membelanya. Padahal, sejak tadi t

    Last Updated : 2023-12-17
  • Putri Pewaris Yang Terusir   Chapter 13 : Ancaman

    "Orang yang menyebarkan foto-fotomu ... ada di sana.”Apa? Lidah Bia membeku, pikirannya mencerna ucapan pria di depannya. Meski ia tahu bahwa Dion tidak akan berbicara omong kosong. Namun, bagaimana jika pria ini bertindak atas titah sang ibu, Karina? Bagaimanapun, Dion sudah menjadi pengikut yang begitu patuh dengan Sindari.“Katakan, apa tujuanmu mengatakan itu?”Dion menghela napas. Mencari ketenangan dari hembusan angin pantai. Memang akan sulit menjelaskan pada Bia soal ini. Dion tahu, Bia tidak akan percaya begitu saja kepadanya.“Aku mengerti kamu tidak akan mempercayaiku begitu saja, tapi--”“Omong kosong.” Bia mendengus seraya membuang muka. Menatap lautan yang sudah cukup jauh untuk dijangkau mata. Laut cantik dengan deburan ombak yang seolah menyuruhnya untuk segera datang kepadanya.Mungkin jika dilihat dari kacamata orang lain, kehidupannya tidak ada yang perlu dicemaskan atau bahkan terlalu indah untuk dibayangkan seperti cerita dongeng yang tak nyata.Memiliki orang tu

    Last Updated : 2023-12-30
  • Putri Pewaris Yang Terusir   Chapter 14 : Curiga

    Masih terang, langit pun cerah dengan gundukan awan-awan yang terlihat cantik. Tidak ada alasan untuk tetap bersedih jika melihat langit biru di sana.Namun sayang, keindahan di luar tidak bisa membawa keceriaan pada wajah dari wanita yang berdiri masam di dalam toko SunnyDay.Bia tahu alasan mengapa sahabatnya memasang wajah seperti itu. Tentu saja karena pria yang sudah mengantar dirinya ke tempat ini.“Kenapa dia yang mengantarmu?” cecar Aretha begitu Bia masuk ke dalam toko. Rasa dingin menyambut tubuhnya, setelah beberapa detik matahari menghangatkan kulitnya.Bia mengerakan dua bahunya malas. “Dia mendatangiku ke lokasi pemotretan. Aku sudah menyuruhnya kembali, tetapi--”Ting!Semua pasang mata terarah ke pintu kaca yang mendentingkan lonceng kecil toko. Dion masuk dengan melebarkan senyumannya.“Ho ... lihat, siapa ini?" sapa Aretha tidak bersahabat. Kedua tangannya terlipat di dada. "Kamu tahu 'kan, kalau dirimu tidak akan pernah bisa diterima di sini,” sinisnya.Dion menarik

    Last Updated : 2023-12-31
  • Putri Pewaris Yang Terusir   Chapter 15 : Anasty Residence

    “Di sini?” tanya Bia memandang sebuah papan nama apartemen. Sebagian wajahnya tertutup masker hitam.Satu setengah jam lalu, Deri datang ke toko SunnyDay untuk menjemput dirinya. Bia pun sudah menceritakan semua pada Aretha dan Dion, tentu mereka meminta Bia untuk menolak. Akan tetapi, kontrak kerjasama mengharuskan Bia mengikuti aturan perusahaan.Padahal, Dion berkata akan menanggung biaya denda pembatalan kontrak. Namun Bia menolak. Bagaimanapun, Bia belum sepenuhnya percaya pada Dion dan ia ingin mencari tahu kebenaran dari ucapan Dion Mahesa.“Ya, aku harap kamu menyukainya dan jangan sungkan untuk memberitahu aku apa pun jika ada yang membuatmu tidak nyaman.”Deri mengembangkan senyum. Pria itu masih saja bawel dan ramah kepadanya, tetapi entah mengapa rasanya ada yang berbeda. Mungkin cara melihat Deri ke arahnya. Meski bibir itu tersenyum ramah, tatapan Deri seolah sedang menyembunyikan sesuatu.“Ini berlebihan,” akui Bia, sambil mengikuti bookernya masuk ke dalam lobi.“Tidak

    Last Updated : 2024-01-01
  • Putri Pewaris Yang Terusir   Chapter 16 : Istana Sindari

    “Dion masih mengikuti nona Bia.”Karina diam mendengarkan laporan dari sekretaris barunya. Menatap kesal pada foto-foto Bia yang terhampar acak di meja kerjanya. Wajah Dion saat di pantai pun ada di sana.Ini bukan pertama kali Karina mendengarkan laporan tentang Bia. Karina harus terus memantau anak ajaibnya yang selalu saja mencari cara untuk menentang aturannya.“Sekarang mereka sedang menuju ke apartemen baru nona Bia.”“Apartemen?” ulang Karina, matanya mulai terangkat menatap pria berkacamata di depannya.“Benar Nyonya. Apartemen Anasty Residence. Dari informasi, apartemen itu diberikan oleh fans nona.”“Ha, haha ....” Karina tertawa hambar. Itu tidak lucu, tetapi entah mengapa hatinya ingin tertawa mendengar informasi ini. “Aku sudah mengira anak itu bodoh, tetapi kenapa semakin jauh dariku anak itu semakin bodoh? Tidak bisa membedakan musuh atau kawan.”“Nyonya, kita harus membawa nona kembali.”Karina mendengus tidak setuju. Tangan kanannya menyambar selembar foto Bia yang me

    Last Updated : 2024-01-02

Latest chapter

  • Putri Pewaris Yang Terusir   Chapter 23 : Kata Kunci

    Sudah pukul sebelas malam, Bia berjalan lelah menuju lift di sana. Membuka satu persatu benda yang membuat wajahnya tersembunyi seharian ini.Masuk ke dalam lift, tangan yang menggenggam topi dan masker itu menekan angka sepuluh. Lantai di mana apartemen Bia berada. Menyandarkan punggung, Bia menghembuskan napas sambil memandang langit lift.Merasakan ayunan kotak besi yang perlahan mulai naik. Bia teringat perasaan beberapa jam lalu, melihat toko SunnyDay dengan kepala matanya sendiri benar-benar membuat hatinya perih.Toko itu masih dalam perbaikan. Kerusakan yang cukup parah menurut Bia, sampai Aretha harus mengosongkan tokonya."Kenapa kamu memilih untuk diam?" gumam Bia.Tidak habis pikir, sejak dulu Aretha lebih memilih untuk menyembunyikan masalahnya sendiri. "Lalu, apa gunanya aku?" lanjut Bia berbisik dalam hati. "Bukankah kita berjanji untuk selalu bersama?"Ting! Denting lift bergema, tanda bahwa Bia sudah sampai pada lantai tujuan.Melangkah lunglai ke luar, melewati satu

  • Putri Pewaris Yang Terusir   Chapter 22 : Menanggung Sendiri

    Rumah besar nan cantik. Bia kembali menginjakkan kakinya ke sana. Berjalan dengan tatapan mengintimidasi, panas kesal di hatinya pun kian membesar. Tidak ada keinginan dari Bia untuk meredupkannya."Nona?""Jangan ikut campur," balas Bia ketus, melewati sekretaris sekaligus pengurus mansion Sindari.Pria itu terlihat cukup terkejut dengan kedatangan Bia yang tiba-tiba. Sudah pasti tidak ada yang mengira anak terusir itu akan datang secepat ini."Nona, saat ini bukan waktu yang--""Cukup. Aku tidak butuh saranmu!" potong Bia tanpa mengubah pandangan yang tertuju pada sebuah pintu kayu berukiran indah delapan meter di depannya.Melewati tempat yang menjadi kenangan atas pengusirannya dari rumah. Bia menggerutu sebal dalam hati, bahkan kepalanya tidak lelah memutar gambar-gambar kenangan kejam itu."Nona, Tuan--"Bia menghentikan kakinya tiba-tiba lalu menajamkan mata memandang pria yang juga ikut memandangnya. "Aku menghargai saranmu, tetapi aku datang ke sini bukan sebagai tamu yang ha

  • Putri Pewaris Yang Terusir   Chapter 21 : Jadikan Aku Bonekamu

    "Bi, apa Aretha tidak mengatakan padamu? SunnyDay dihancurkan oleh sekelompok orang tidak dikenal." Hah? Bia sontak menghentikan kaki-kakinya. Memandang lekat dua mata yang posisinya sedikit lebih tinggi. “Dihancurkan? Oleh siapa?" Bia menggeleng cepat. "Ah, maksudku, kapan kejadiannya?” tanyanya, kebingungan benar-benar sedang meneror hati dan pikirannya. “Kau ingat, malam saat kamu pindah ke apartemen? Selepas dari sana, aku mengantarkan dia kembali dan tokonya, sudah hancur berantakan.” Bia tergugu lemas. Apa ... ini, sungguhan? Bagaimana bisa ia baru mendengar hal mengejutkan ini sekarang? Kemarin Aretha mengunjunginya seolah tidak terjadi apapun, bahkan temannya itu malah menghiburnya. “Sahabat macam apa aku ini? Lagi-lagi hal buruk terjadi pada Aretha,” batin Bia. “Kamu, sudah menyelidikinya?” tanya Bia, kembali melangkahkan kakinya.

  • Putri Pewaris Yang Terusir   Chapter 20 : Kubur Skandal Dengan Skandal

    “Kamu mau berbicara banyak tentang apa saja yang terjadi di sini ‘kan? Dan tentang skandalmu itu ... aku ingin membantumu membersihkan namamu kembali,” ujar Vian, kemudian menarik sebuah pintu besi.Menoleh ke sekeliling, memastikan keadaan aman sebelum dirinya masuk. Vian pun membawa Bia ke salah satu ruangan yang hanya diisi dengan tangga-tangga.“Kemari.” Vian memposisikan Bia membelakangi tangga. “Sekarang katakan, apa yang mau kamu bicarakan?”Bia membuka masker hidung beruangnya. Mengatur napas yang terengah karena menyesuaikan langkah besar Vian.“Skandalku, apa kamu mendengar sesuatu dari Deri atau yang lain tentang itu?” ucap Bia memulai interogasinya.“Maksudmu?” tanya Vian kurang mengerti. Semua orang di kota ini tentu tahu tentang skandal Bia.“Ah, maksudku ... mendengar bagaimana mereka menyelesaikan skandalku.” Bia mengusap kasar wajahnya. Terlalu banyak yang ingin di dengar, sampai bingung untuk mengutarakannya.Vian diam dengan kening yang dikerutkan. Ia berpikir, baga

  • Putri Pewaris Yang Terusir   Chapter 19 : Cara Melindungi

    Bibir tebal yang tersorot matahari itu terliat semakin padat. Kulit putih bersih dan bulu mata yang tumbuh dengan pas, membuat manik sehitam malam itu terlihat semakin tegas. Kenzie Alexander Riley menatap tajam ke luar gedung. Kedua tangannya saling bertautan di belakang punggung. “Hebat sekali wanita itu. Sindari memang selalu pandai membuat rugi orang lain,” ujar Kenzie. Rahangnya mengeras, tidak suka dengan laporan yang dikirimkan sekretarisnya satu jam lalu.“Dia hanya melakukan yang dia bisa, untuk melindungi dirinya,” sahut Noah, kemudian duduk di atas armrest sofa gelap di sana.Kenzie berbalik dan memandang tidak suka pada sahabat yang tersenyum cerah kepadanya. “Akhir-akhir ini kamu dan Deri sering membelanya?” sindirnya, kemudian berjalan kembali dan duduk di kursi kerja. “Wanita itu telah menguras kantongku, kamu seharusnya cemas. Jika uangku menipis, maka uang jajanmu juga menipis.”“Hei, tidak bisakah kamu melupakan uang saat kita sedang berdiskusi? Atau setidaknya jang

  • Putri Pewaris Yang Terusir   Chapter 18 : Akun Burung Biru

    "Aku tidak bisa diam saja. Ar, maaf. Mulai saat ini, aku tidak akan lagi menjadi wanita polos dan baik hati!" Aretha terdiam memandang Bia yang terlihat menahan emosi. Ada alasan mengapa wanita itu ingin Bia menjadi karakter yang berbeda. Selama ini Bia selalu menantang langsung siapapun yang membuatnya tidak senang. Sikap keras kepala dan berani Bia bahkan membuat Karina murka. Aretha tidak ingin karir Bia hancur seperti yang lalu. Bekerja di mana pun, Bia akan dipecat hanya dalam hitungan hari. Mungkin memang benar, darah itu lebih kental daripada air dan mungkin Bia sendiri tidak sadar, bahwa sifatnya benar-benar sama dengan para Sindari yang lain. Apalagi saat ini, sahabatnya itu bekerja di tempat yang akan selalu dipantau oleh mata sosial. Kesalahan sedikit saja akan langsung mengundang banyak pro dan kontra. Namun, sejak awal Bia sudah berusaha keras menjaga citra dirinya ... tetapi tetap saja, kejadian seperti ini terus muncul seolah Bia memang salah. Bia tidak seharusnya

  • Putri Pewaris Yang Terusir   Chapter 17 : Pengakuan

    "Senang bertemu denganmu lagi, Bia."Noah tersenyum menyapa model eksklusif Elle. Senyum yang memilukan hati, sampai Bia harus menyipitkan mata menatap teliti wajah yang terlihat kusut itu. Sepertinya Noah benar-benar sedang diperbudak dengan pekerjaan.“Pak, bapak tidak apa-apa?” tanya Bia kasihan, lalu melebarkan pintu apartemennya.“Aku masih hidup hari ini juga berkat kasih sayang dari Tuhan,” balas Noah. Entah harus merasa bersyukur atau harus mengeluhkam takdir hidupnya.Pria dengan kemeja abu-abu dan dasi marun tak terikat itu langsung mendekat ke sofa panjang, menaruh tas perlengkapan kerjanya di samping meja, lalu merebahkan diri di sana tanpa menunggu izin dari si pemilik apartemen.Benar-benar sebuah keajaiban Noah masih bisa mendatangi Bia setelah berhari-hari terus dipaksa lembur.Bia menggeleng dan menghela napas. Lihat itu, benar-benar sudah seperti rumah sendiri. Bia pun membiarkannya dan pergi ke dapur.Sudah dua hari ia menempati apartemen ini. Semua pekerjaannya dih

  • Putri Pewaris Yang Terusir   Chapter 16 : Istana Sindari

    “Dion masih mengikuti nona Bia.”Karina diam mendengarkan laporan dari sekretaris barunya. Menatap kesal pada foto-foto Bia yang terhampar acak di meja kerjanya. Wajah Dion saat di pantai pun ada di sana.Ini bukan pertama kali Karina mendengarkan laporan tentang Bia. Karina harus terus memantau anak ajaibnya yang selalu saja mencari cara untuk menentang aturannya.“Sekarang mereka sedang menuju ke apartemen baru nona Bia.”“Apartemen?” ulang Karina, matanya mulai terangkat menatap pria berkacamata di depannya.“Benar Nyonya. Apartemen Anasty Residence. Dari informasi, apartemen itu diberikan oleh fans nona.”“Ha, haha ....” Karina tertawa hambar. Itu tidak lucu, tetapi entah mengapa hatinya ingin tertawa mendengar informasi ini. “Aku sudah mengira anak itu bodoh, tetapi kenapa semakin jauh dariku anak itu semakin bodoh? Tidak bisa membedakan musuh atau kawan.”“Nyonya, kita harus membawa nona kembali.”Karina mendengus tidak setuju. Tangan kanannya menyambar selembar foto Bia yang me

  • Putri Pewaris Yang Terusir   Chapter 15 : Anasty Residence

    “Di sini?” tanya Bia memandang sebuah papan nama apartemen. Sebagian wajahnya tertutup masker hitam.Satu setengah jam lalu, Deri datang ke toko SunnyDay untuk menjemput dirinya. Bia pun sudah menceritakan semua pada Aretha dan Dion, tentu mereka meminta Bia untuk menolak. Akan tetapi, kontrak kerjasama mengharuskan Bia mengikuti aturan perusahaan.Padahal, Dion berkata akan menanggung biaya denda pembatalan kontrak. Namun Bia menolak. Bagaimanapun, Bia belum sepenuhnya percaya pada Dion dan ia ingin mencari tahu kebenaran dari ucapan Dion Mahesa.“Ya, aku harap kamu menyukainya dan jangan sungkan untuk memberitahu aku apa pun jika ada yang membuatmu tidak nyaman.”Deri mengembangkan senyum. Pria itu masih saja bawel dan ramah kepadanya, tetapi entah mengapa rasanya ada yang berbeda. Mungkin cara melihat Deri ke arahnya. Meski bibir itu tersenyum ramah, tatapan Deri seolah sedang menyembunyikan sesuatu.“Ini berlebihan,” akui Bia, sambil mengikuti bookernya masuk ke dalam lobi.“Tidak

DMCA.com Protection Status