Rangga tidak menyangkal, juga tidak berbicara. Hanya dengan satu gerakan tangan, tiba-tiba lebih dari 10 pria kekar muncul dari gang di sekitarnya. Terlihat jelas bahwa mereka adalah prajurit-prajurit terlatih.Wajah Kalingga semakin masam, matanya menatap Rangga dengan tajam. "Apa sebenarnya yang ingin kamu lakukan?"Saat itu juga, Rangga mengeluarkan sebutir pil dari dalam sakunya. "Ini adalah obat yang kudapatkan dari Lembah Raja Obat. Obat ini bisa memperkuat tubuh dan otot, mempercepat pemulihan. Sangat cocok untukmu."Kaki Kalingga lumpuh selama 5 tahun, otot-ototnya melemah. Obat ini bisa membantunya pulih lebih cepat.Namun, jika obat ini memang sebaik itu, kenapa Rangga harus menipunya dan membuatnya keluar dari kediaman sebelum memberikannya?Kalingga tetap diam, menunggu Rangga melanjutkan perkataannya. Seperti yang sudah diduganya, Rangga menunduk, seolah-olah tidak berani menatap mata Kalingga."Hanya saja, ada satu efek sampingnya. Setelah dikonsumsi, seseorang akan terti
Malika tiba-tiba berdiri secara perlahan, lalu hendak berlutut di hadapan Andini. Andini terkejut dan buru-buru menariknya sebelum kedua lututnya menyentuh lantai. "Ibu, apa yang kamu lakukan?"Malika yang sudah berdiri kembali, kini wajahnya penuh dengan air mata. "Andini, ini semua kesalahan Keluarga Maheswara kepadamu. Tapi, aku benar-benar nggak punya pilihan lain ....""Jujur saja, setelah mendengar rumor yang beredar di luar, aku mengirim tanggal lahirmu ke Kuil Amnan untuk diberikan kepada Master Hardan.""Aku hanya ingin meminta cara untuk mengatasinya, tapi jawaban yang dikirim balik hanya satu kalimat. Bintang kesialan, nggak ada solusi untuk menangkalnya."Tangisan Malika semakin memilukan, sementara Andini terdiam sepenuhnya. Dia pembawa sial? Itulah alasan mengapa semua orang yang dekat dengannya meninggal satu per satu?Dadanya seperti disayat oleh belati yang tajam, bahkan bernapas pun terasa menyakitkan.Di sisi lain, Malika masih menangis dan menyeka air matanya. "Awal
Setelah berkata demikian, Andini langsung berbalik untuk pergi. Tak disangka, Malika buru-buru meraih tangannya dengan wajah penuh rasa bersalah."Andin, aku melihatmu tumbuh besar .... Ini semua kesalahanku. Gelang giok ini ...." Sambil bicara, Malika berusaha menyelipkan gelang giok dari pergelangan tangannya ke tangan Andini.Namun, sebelum sempat memasangkannya, tangannya sudah dihentikan. Andini menahan tangan Malika dengan tersenyum tipis. "Ibu nggak perlu melakukan ini. Aku memang sudah berniat pergi, hanya saja waktunya lebih cepat dari yang direncanakan. Aku nggak pantas menerima gelang ini."Terlebih lagi, di pergelangan tangannya sendiri sudah ada sebuah gelang giok. Meskipun kualitasnya tidak bagus, bagi Andini itu adalah benda yang paling berharga. Tidak mungkin dia melepaskannya hanya demi mengenakan gelang lain.Dengan perlahan, Andini menarik kembali tangannya, lalu berbalik pergi tanpa ragu sedikit pun.Setibanya di luar, Laras yang sudah menunggu buru-buru mendekat. S
Rama tidak menyangka bahwa dirinya bisa mendapatkan kepercayaan sebesar ini dari Andini.Saat itu juga, dia mengangguk dengan penuh keyakinan. "Baik, Nona tenang saja. Dalam 3 hari, hamba pasti menyelesaikan tugas ini dengan baik. Nggak akan ada sepeser pun yang hilang."Mendengar itu, Andini tersenyum. "Bagus."Rama segera memberi hormat dan pergi untuk bersiap.Hati Andini justru terasa semakin dingin. Kata-kata Malika barusan masih terngiang-ngiang di benaknya.Terutama kalimat bintang kesialan dan tidak ada solusi untuk ditangkal. Itu bak pisau tajam yang terus mengiris hatinya secara perlahan.Orang-orang yang paling dekat dengannya pergi satu per satu. Malika mengatakan semua itu gara-gara dirinya.Dada Andini terasa seperti tercabik-cabik, sakitnya begitu menusuk. Dia mengepalkan tangannya erat-erat, menarik napas dalam-dalam, lalu melangkah menuju taman.Pohon plum merah itu kini sudah tidak lagi gundul seperti saat sebelum dia menikah. Tunas-tunas hijau telah bermunculan, rant
Laras akhirnya melihat goresan panjang di batang pohon itu. Dia segera bangkit berdiri dan meraih lengan baju Rama dengan panik. "Pohon plum merah ini ditanam oleh Wakil Jenderal Byakta. Nona nggak mungkin merusaknya! Rama, bagaimana ini? Nona pasti diculik!"Goresan itu pasti ditinggalkan saat nonanya berjuang melawan penculik!Rama juga sangat cemas, tetapi dia segera menenangkan diri. "Begini saja, kamu pergi ke Keluarga Maheswara untuk memberi tahu mereka, aku akan pergi ke Kediaman Adipati untuk mencari Tuan Abimana."Meskipun Andini sudah putus hubungan dengan Keluarga Adipati, dalam situasi seperti ini, Rama yakin Abimana masih akan turun tangan untuk membantu!Sedangkan untuk Keluarga Maheswara, meskipun Andini sudah bercerai dengan Kalingga, mereka seharusnya tidak akan berdiam diri.Kalau tidak, dengan status mereka berdua saja, bagaimana mungkin mereka bisa menyelamatkan Andini?Mendengar itu, Laras mengangguk berkali-kali. Dia segera menyeka air mata, lalu bergegas keluar d
Namun, tubuh Rangga tiba-tiba oleng ke samping dan jatuh pingsan.Malika terkejut dan langsung berteriak panik, "Cepat! Cepat panggil tabib! Rangga! Rangga! Jangan menakuti Ibu seperti ini!"Pelayan di luar segera masuk dan mengangkat tubuh Rangga untuk membawanya keluar. Malika masih menangis tersedu-sedu sambil mengikuti mereka pergi.Lukman menatap darah yang menempel di cambuk itu, hatinya ikut terasa perih. Pandangannya lantas tertuju pada Laras yang masih berdiri di samping.Lukman hanya bisa menghela napas panjang dan berkata, "Bukannya aku nggak ingin mencampuri urusan ini, tapi kamu sendiri melihat apa yang baru saja terjadi. Lebih baik kamu pulang dulu."Setelah mengatakan itu, Lukman pun pergi, meninggalkan Laras yang masih berdiri di tempat dan menangis dengan penuh kesedihan.Dia tidak menyangka Rangga begitu keras kepala. Rangga bahkan lebih rela dihajar sampai pingsan daripada mengungkapkan di mana Andini berada.Namun, jika memang Rangga yang membawa Andini pergi, sehar
Tiga hari kemudian, Andini duduk di bawah atap teras. Pelayan di sebelah kiri sedang mengupas kuaci untuknya, sementara pelayan di sebelah kanan sedang memotong semangka untuknya.Sudah tiga hari berlalu, tetapi hingga sekarang dia belum juga melihat Rangga. Namun, setidaknya dia sudah cukup mengenal kedua pelayan ini.Mereka adalah saudara sepupu. Yang di sebelah kiri bernama Gita, yang di sebelah kanan bernama Ningsih.Keduanya bukan berasal dari ibu kota. Kampung halaman mereka jauh di perbatasan. Dulu, Rangga menyelamatkan mereka dari medan perang. Semua keluarga mereka tewas akibat peperangan, jadi mereka ikut Rangga ke ibu kota.Bagi mereka, Rangga adalah penyelamat hidup. Maka dari itu, mereka sangat setia kepadanya dan menuruti semua perintahnya tanpa ragu.Tentu saja, mereka juga sangat hormat kepada Andini. Selama 3 hari ini, mereka merawat Andini dengan penuh perhatian dan selalu patuh. Satu-satunya hal yang tidak mau mereka lakukan adalah memberitahunya di mana dia berada.
Andini tidak tahu bagaimana Gita dan Ningsih menyampaikan pesan kepadanya, tetapi jelas bahwa Rangga telah salah paham.Alisnya yang indah berkerut tajam, suaranya terdengar rendah. "Apa yang sebenarnya ingin kamu lakukan? Kenapa kamu mengurungku di tempat ini?”Senyuman di wajah Rangga sempat membeku sesaat, tetapi kemudian dia tetap mempertahankan ekspresi lembutnya. Cahaya lilin yang terpantul di matanya yang dalam membuatnya tampak bercahaya."Ini bukan kurungan. Aku hanya ingin ... memberi kita berdua sebuah kesempatan." Kesempatan untuk memulai kembali.Ekspresi Andini justru semakin dingin. Dia menatap Rangga dengan tatapan penuh ejekan. "Kesempatan? Tiga tahun lalu, Jenderal Rangga sama sekali nggak memberiku kesempatan."Tiga tahun lalu, mereka semua berdiri di sisi Dianti, bahkan tatapan galak Rangga saat itu membuatnya tidak punya ruang untuk membela diri.Jika Rangga mencampakkannya 3 tahun lalu, kenapa 3 tahun kemudian Rangga mengurungnya seperti ini?Mendengar Andini meny
Dia tidak berani membayangkan lebih jauh, hanya bisa memaksakan diri untuk mengenyahkan pikiran yang dipenuhi kecemasan.Rangga sudah berada di ambang kehancuran. Dia tidak boleh ikut-ikutan gila!Jadi, Kalingga menarik napas dalam-dalam dan mengangguk. "Iya, dia akan baik-baik saja."Abimana seperti mendapatkan kembali sedikit tenaga. Dia mengangguk pelan, lalu berbalik dan pergi.Ya, semuanya akan baik-baik saja. Dia hanya perlu kembali dan beristirahat sebentar, lalu lanjut mencari Andini ....Abimana menaiki kudanya untuk kembali. Namun, dalam pikirannya, terus terbayang momen saat Andini jatuh ke sungai.Andini terlalu jauh dari dirinya. Begitu jauh hingga dia tidak bisa melihat jelas wajahnya. Begitu jauh sampai bayangannya pun tidak bisa dia raih.Kenapa mereka bisa sejauh ini? Apakah selama ini dia yang perlahan mendorong Andini menjauh darinya?"Tuan Abimana!" Tiba-tiba, suara lembut seorang wanita menyadarkan Abimana dari lamunannya.Dia terkejut, mendongak, baru sadar diriny
"Andin!""Andin!""Tidak!"Tiga teriakan itu hampir terdengar bersamaan.Kalingga dan Abimana serempak mencabut pedang mereka. Pria berjanggut lebat dan pemuda itu bahkan belum sempat bereaksi saat leher mereka ditebas.Sementara itu, Rangga langsung melompat ke Sungai Mentari tanpa memedulikan apa pun.Melihat itu, Kalingga dan Abimana segera bergerak, masing-masing menarik Rangga kembali ke tepi."Lepaskan aku!" Rangga membentak, berjuang keras melepaskan diri. Matanya terus mencari sosok Andini di permukaan sungai yang tenang tanpa riak.Dia terus mencoba melompat ke sungai, tetapi dua pasang tangan terus menariknya ke belakang, membuatnya hanya bisa terus menepis mereka.Andini masih ada di dalam sungai. Dia harus menyelamatkan Andini!Plak! Sebuah tamparan keras membangunkan Rangga.Kalingga mencengkeram kerah bajunya. Suaranya keras, tetapi bergetar, "Andin akan baik-baik saja! Dia bisa berenang! Yang harus kamu lakukan sekarang adalah memimpin orang-orang ke hilir dan mencarinya
"Jangan gegabah!" Kalingga lebih dulu turun dari kuda, berteriak keras ke arah para bandit. Begitu melihat darah yang muncul di leher Andini, hatinya langsung mencengkeram kuat.Rangga dan Abimana segera turun dari kuda. Wajah Rangga tampak sangat muram, kedua tangannya mengepal erat. Dia sangat menyesal, kenapa dulu tidak membasmi habis para bandit itu. Kini, Andini terjebak dalam situasi berbahaya seperti ini.Yang lebih membuatnya marah adalah kenyataan bahwa dirinya jatuh ke dalam jebakan para bandit!Abimana memandang Andini yang sedang disandera, hatinya panik bukan main. Dia segera berteriak, "Aku bisa memberikan apa pun yang kalian inginkan! Lepaskan adikku!"Tatapan Andini langsung menjadi dingin. Dia tidak menyangka Abimana juga datang. Namun, di saat yang sama, dia sadar dia tetap tidak ingin melihat Abimana bahkan dalam kondisi seperti ini.Apalagi mendengarnya menyebut kata "adikku". Sejak kapan ... sejak kapan kebenciannya terhadap mantan kakaknya ini menjadi sedalam ini?
Saat itu juga, di tepi Sungai Mentari, Andini perlahan sadar dari pingsannya.Begitu membuka mata, yang pertama dia lihat adalah seorang pria berjanggut lebat yang sedang menatapnya tajam-tajam.Andini tersentak kaget dan refleks bergerak mundur. Namun, sebelum dia sempat mundur jauh, bagian belakang tubuhnya tiba-tiba kehilangan pijakan. Dia hampir saja terjungkal jatuh kalau pria berjanggut itu tidak segera menarik lengannya.Barulah dia sadar, di belakangnya terbentang sungai lebar yang tak berujung. Inikah ... Sungai Mentari?Andini masih belum sempat mencerna situasinya, saat suara lain terdengar dari arah samping, "Jangan gerak sembarangan! Sungai Mentari sangat dalam. Kalau jatuh, bakal susah naik lagi!"Andini menoleh ke arah suara itu.Yang berbicara adalah seorang pemuda. Usianya tak lebih dari 17 atau 18 tahun. Saat ini, dia tengah menyeka pedang panjang di tangannya.Andini pun mengingat semuanya. Dia telah menyamar sebagai pelayan dan berhasil menipu para penjaga di dalam
Nayshila benar-benar ketakutan. Matanya merah dan bengkak. Begitu melihat Kalingga, dia nyaris menangis saat itu juga. Namun, ketika melihat Rangga dan Abimana, tangisannya langsung tertahan.Di matanya malah muncul ekspresi panik. "Kenapa kalian semua ke sini? Bagaimana dengan Andini? Bukankah target para bandit itu adalah Andini?"Orang-orang itu hanya berjumlah dua. Setelah menculiknya dan membawanya ke tempat ini, mereka langsung bergegas pergi mengejar Andini!Dirinya ... hanyalah umpan. Umpan untuk memancing Rangga keluar dari vila tempat Andini disekap!Strategi mengalihkan musuh dari sarangnya!Tanpa berbicara sepatah kata pun, Rangga langsung berbalik dan pergi! Kepanikan telah menyelimuti seluruh jiwanya.Barangkali dia benar-benar dibutakan oleh tato kepala harimau itu. Karena terlalu takut Nayshila jatuh ke tangan para bandit dan mengalami nasib buruk, dia pun meninggalkan semuanya dan datang kemari tanpa berpikir panjang!Kalingga juga ikut terpaku, tetapi tetap menyimpan
Saat Gita kembali, Ningsih sudah berdiri di luar kamar. Pintu kamar Andini tertutup rapat, membuat Gita merasa curiga. "Di mana Nyonya?"Ningsih menjawab datar, "Tadi Nyonya bilang dia agak lelah, jadi sudah tidur."Mendengarnya, Gita melirik ke arah pintu dengan raut khawatir. "Apa jangan-jangan Nyonya sedang nggak enak badan? Perlu kupanggil tabib?"Ningsih mengerutkan alis dan menggeleng pelan. "Mungkin saja karena semalam nggak tidur nyenyak. Jangan pikir yang aneh-aneh, biarkan Nyonya beristirahat sebentar."Melihat ekspresi Ningsih, Gita justru semakin curiga. Dia bisa merasakan ada yang janggal dalam raut wajah Ningsih. Seolah baru menyadari sesuatu, Gita menurunkan suara dan bertanya, "Jangan-jangan ... terjadi sesuatu pada Nyonya?"Ningsih tak menyangka Gita langsung bisa mengetahuinya. Matanya pun mulai tampak panik dan berkilat gelisah. "Nggak ... nggak ada apa-apa. Jangan mikir yang aneh-aneh!"Namun, Gita tidak percaya. Dia langsung menyodorkan mangkuk sup manis itu ke tan
Namun, senyum yang tampak di wajah Rangga saat ini lebih terlihat seperti senyuman paksa.Berhubung tidak mungkin lagi menyembunyikannya dari Andini, Rangga akhirnya perlahan membuka suara. "Shila ... menghilang.""Apa?!" Andini terkejut, firasat buruk langsung menyelimuti hatinya. "Shila menghilang? Kapan kejadiannya?""Sejam yang lalu.""Lalu kenapa kamu masih di sini? Kenapa nggak pergi mencari Shila sekarang juga?" Andini tak kuasa menahan suaranya. "Gimana kalau dia jatuh ke tangan bandit itu?"Mendengar hal itu, wajah Rangga akhirnya menjadi kelam. Dia menatap Andini dan sorot matanya mulai menajam, "Kenapa kamu bisa tahu ... itu ulah bandit?""Kamu sendiri yang bilang waktu itu, bahwa bandit Yolasa muncul di ibu kota," jawab Andini sambil menarik napas dalam-dalam. "Lagi pula, ini bukan saatnya mencari tahu kenapa aku tahu. Kalau Shila benar-benar jatuh ke tangan mereka, akibatnya bisa sangat buruk! Kamu harus segera cari dia!"Hati Rangga mulai goyah.Nayshila adalah adik kandu
Namun, kabar itu tetap ditekan oleh Kalingga. Dia menyuruh Jabal untuk segera mencari orang yang bisa menghentikannya.Bagaimanapun juga, dalam hatinya, keselamatan Andini tetaplah yang paling utama. Dia tidak akan pernah mengorbankan Andini demi prestasi dan kejayaan.Namun, belum lama setelah Jabal berhasil menekan berita tersebut, dari pihak Sandika justru mulai menyebarkannya lagi ke mana-mana. Alhasil, desas-desus di ibu kota pun semakin menjadi-jadi dan tak bisa dihentikan.Jabal mulai kesal. "Tuan, Sandika itu jelas-jelas nggak peduli sama nyawa Nyonya Andini sama sekali!"Bandit dari Yolasa itu semuanya terkenal ganas dan kejam. Pemimpin mereka telah dibunuh, tapi mereka masih berani datang ke ibu kota untuk mencari masalah dengan Keluarga Maheswari. Itu sudah cukup menunjukkan bahwa mereka bukan orang biasa.Kalau Andini sampai jatuh ke tangan mereka, siapa yang tahu akan jadi seperti apa dia nanti?Wajah Kalingga tampak semakin kelam.Sejak Sandika datang menemuinya, dia suda
Desas-desus?Kalingga langsung berpikir, kemungkinan besar itu adalah tugas yang dikerjakan Jabal semalam.Alisnya langsung berkerut, lalu dia balik bertanya, "Jadi Tuan Sandika datang hari ini hanya untuk membicarakan hal ini?"Namun, Sandika justru menurunkan suaranya dan berkata, "Apa kamu tahu bahwa bandit Yolasa memang benar-benar muncul di ibu kota akhir-akhir ini?"Bandit Yolasa?Kalingga langsung terkejut. "Kapan informasi itu diketahui?""Sudah beberapa hari yang lalu! Jenderal Rangga sendiri tahu hal ini. Kalau nggak, Kaisar juga nggak mungkin memberiku perintah dengan alasan seperti itu!"Hanya saja, untuk menghindari kepanikan rakyat, kabar itu memang tidak disebarluaskan. Bahkan para menteri di istana belum mengetahuinya, apalagi Kalingga. Ucapan Sandika membuat Kalingga seakan tersambar petir.Akhirnya dia sadar, tujuan Andini menyebarkan kabar bahwa dia disekap oleh Rangga, bukanlah untuk meminta Kaisar turun tangan menyelamatkannya. Semua itu ... agar didengar oleh para