Kalingga masuk ke ruangan sambil mendorong kursi rodanya sendiri.Pelayan yang tadi menyampaikan pesan segera memberi salam ketika melihatnya, tapi wajahnya tampak sedikit cemas. "Tapi ... Nyonya di sana ....""Biar aku yang bicara sama Ibu," jawab Kalingga dengan nada datar.Melihat pelayan itu masih belum juga pergi, Kalingga pun mendongak dan menatapnya. Tatapannya dingin, hingga membuat tubuh pelayan itu gemetar ketakutan. "Apa kamu perlu kuantar keluar?"Pelayan itu terkejut dan baru sadar akan situasinya. Kemudian, dia buru-buru mundur dan pergi dengan langkah tergesa-gesa. Melihat pelayan yang lari terbirit-birit, Andini tak kuasa tersenyum sambil menggeleng tak berdaya.Kemudian, dia memandang ke arah Kalingga dan berkata, "Ibumu pasti punya alasan sendiri mengatur semuanya seperti ini. Kalau kamu bersikeras begini, aku khawatir justru akan membuatnya sedih."Tentu saja Kalingga paham maksud ibunya. Semua yang dilakukan Malika sebenarnya demi dirinya. Namun ... apakah karena it
'Memang ditakdirkan tidak berjodoh!' pikir Andini. Sudut bibir Andini terangkat, membentuk senyum tipis penuh kelegaan. Namun suara Kalingga tiba-tiba terdengar di telinganya. "Andin."Andini tersentak, lalu segera menoleh ke arahnya. Pemandangan yang dilihatnya membuatnya terdiam.Kalingga ... sedang berdiri!Tubuhnya yang tegap, tersembunyi di balik ranting-ranting willow yang menjuntai dan menutupi sebagian wajahnya. Dia mengangkat tangan untuk menepis dedaunan yang menghalangi pandangannya. Sepasang matanya menatap Andini dengan jernih.Andini baru bisa bereaksi, "Kak Kalingga ... kakimu, kenapa ....""Maaf," katanya pelan. "Semuanya ... cuma bohong."Nada bicaranya rendah, tulus, dan alisnya yang tegas menunjukkan penyesalan yang dalam. "Waktu itu aku bohong padamu. Maafkan aku."Alis Andini perlahan berkerut, matanya menunjukkan kebingungan. "Aku nggak mengerti ... kenapa harus berbohong? Apakah ... kemarin waktu di istana, Kaisar mengatakan sesuatu? Apakah kamu takut pelaku yang
Kalingga berpikir, jika dalam tiga tahun Andini tetap tidak bisa menyukainya, dia akan menepati janjinya untuk membiarkan gadis itu pergi. Tentu saja, jika Andini tidak ingin menunggu sampai tiga tahun, dia pun tidak akan memaksanya.Kalingga hanya sedang berusaha memberi dirinya sendiri sebuah kesempatan.Andini menatap Kalingga dengan tatapan terkejut, pikirannya sudah kacau balau saat ini. Dia tahu, Kalingga selalu memperlakukannya dengan sangat baik. Namun, dia tidak pernah berpikir untuk melangkah sejauh itu dengan Kalingga.Kata-kata Kalingga barusan terlalu mendadak baginya.Tiga tahun.Andini memang pernah berjanji. Namun, waktu telah banyak mengubah keadaan. Sekarang, dia harus mempertimbangkan segalanya dengan lebih hati-hati.Dia tidak ingin melihat Kalingga dan Rangga berselisih. Dia juga tak sanggup membayangkan keluarga Kalingga yang selama ini hangat dan damai, akhirnya terpecah belah karena dirinya.Yang seharusnya dia lakukan adalah pergi. Pergi dan menemukan jalan hid
Yang tersisa hanya dia ... dan senyumnya.Tak lama kemudian, para pelayan menemukan mereka berdua dan segera menarik mereka ke tepi kolam.Di dalam kamar, Andini duduk di depan meja sambil memegang secangkir teh jahe yang disodorkan oleh Laras dengan penuh semangat."Meski ini musim panas, kalau jatuh ke air tetap bisa masuk angin. Jadi harus diminum!" ujar Laras sambil berjalan ke belakangnya, lalu mulai mengeringkan rambut Andini yang masih lembap.Sambil menyeka, pandangan Laras melirik ke luar jendela, lalu tiba-tiba menurunkan volume suaranya,"Nona ... sepertinya nanti Nyonya Malika akan datang ke sini. Gimana kalau pintu kamar kita tutup saja, lalu bilang kalau Nona sedang nggak enak badan dan sudah tidur?"Andini menyeruput teh jahe hangat itu, lalu memandang Laras dengan heran. "Kenapa? Kalau dia mau datang, ya biarkan saja. Kenapa kamu seperti takut sekali?"Laras mengernyitkan alisnya, lalu mengaku dengan pelan, "Tadi waktu hamba ke kota, hamba dengar sedikit gosip ... katan
Saat tengah tenggelam dalam pikirannya sendiri, Andini tiba-tiba menyadari Kalingga sedang menatap ke arahnya.Tatapan mereka saling bertemu dan dalam sekejap, semua kata-kata yang diucapkan Kalingga di tepi kolam siang tadi kembali membanjiri benaknya. Hatinya pun seketika diliputi rasa gugup yang tak terkendali.Apalagi saat melihat Kalingga mulai melangkah mendekatinya. Andini refleks melangkah mundur tanpa sadar. Langkah Kalingga pun ikut terhenti.Tepat tiga langkah dari pintu kamarnya, dia berhenti. Kemudian, dia tersenyum kecil dan berkata lembut, "Istirahat yang baik, ya."Andini buru-buru mengangguk, "Iya, Kak Kalingga juga istirahat yang cukup.""Baik." Dia mengangguk singkat, lalu membalikkan badan dan masuk kembali ke kamarnya.Begitu pintu tertutup, senyum di wajah Kalingga pun perlahan memudar, berganti dengan gurat kecewa yang sulit disembunyikan. Langkah mundur Andini barusan dilihatnya dengan sangat jelas. Dia tahu, dia telah membuat gadis itu ketakutan hari ini.Apaka
Malam pun tiba.Andini berbaring di atas ranjang, tetapi tidak bisa terlelap. Entah mengapa, setiap kali dia memejamkan mata, wajah Kalingga justru muncul di benaknya.Terkadang, ada beberapa hal yang tidak akan terpikirkan jika tidak diungkit sama sekali. Namun begitu diungkapkan, semuanya datang menyerbu bagaikan banjir besar yang tak bisa dibendung. Semakin ingin diabaikan, justru semakin memenuhi pikirannya.Akhirnya, karena benar-benar tidak bisa tidur, Andini bangkit untuk duduk. Dia menyampirkan mantel tipis ke pundaknya, lalu keluar dari kamar.Niatnya hanya ingin duduk sebentar di bawah ayunan untuk menikmati angin malam dan sinar bulan, agar pikirannya lebih tenang. Namun, begitu melangkah keluar dari pintu kamar, tanpa sadar dia langsung menoleh ke arah pohon besar di sisi halaman.Rimbun dedaunannya menghalangi pandangan, sehingga Andini tidak bisa langsung memastikan apakah ada seseorang di atas pohon itu.Namun, firasatnya berkata lain. Dia tetap waspada menatap pohon sam
Wanita tua itu sebelumnya juga pernah menggambarkan ciri-ciri orang yang menyuruhnya.Setelah mendengar deskripsinya, Jabal merasa bahwa ciri-ciri itu sangat mirip dengan Rangga. Maka, dia pun membawanya kepada Kalingga, agar Kalingga yang memutuskan.Namun, Jabal sebenarnya tidak berharap wanita tua itu benar-benar akan menunjuk Rangga secara langsung. Yang dia butuhkan hanya satu hal, biarkan dia melihat ke arah Rangga beberapa kali saja.Benar saja ... saat ini, sepasang mata wanita tua itu memang mencuri pandang ke arah Rangga beberapa kali. Dia tak mengucapkan sepatah kata pun. Namun, semua orang yang hadir di aula ini langsung paham.Dalang di balik semua fitnah itu adalah Rangga.Andini pun tak kuasa untuk melirik ke arah Rangga. Dia benar-benar tidak menyangka, ternyata gosip-gosip di luar sana adalah hasil rekayasa Rangga. Namun, setelah dipikirkan sejenak, dia juga tidak terlalu terkejut.Rangga memang penuh akal dan licik sejak kecil. Jika ide-ide ini digunakan dalam peperan
Selain lagu anak-anak itu, di dalam surat juga tertulis beberapa kalimat kasar yang jelas-jelas menjelekkan Andini.Namun ... tulisan itu ....Lukman langsung mengernyit. Sorot matanya otomatis beralih ke arah Rangga.Anak itu memang tidak bodoh. Tulisan itu ditulis dengan tangan kiri. Sebagai ayahnya, hanya Lukman yang masih tetap bisa mengenalinya. Dia pun segera melipat kembali surat tersebut, lalu menyimpannya, sebelum mengajukan pertanyaan lebih lanjut."Lalu, kenapa orang itu bisa datang mencarimu? Apa hubunganmu dengan menantu sulungku? Ada masalah pribadi?"Wanita tua itu langsung menggeleng dengan panik, "Nggak ... nggak ada masalah, Tuan! Hamba cuma rakyat biasa, mana mungkin punya masalah dengan Nyonya?""Hanya saja ...." Wanita itu ingin mengatakan sesuatu, tapi terdiam.Sifat Nayshila pada dasarnya memang blak-blakan. Melihat wanita tua yang terbata-bata itu, dia mulai marah. "Jangan bertele-tele, cepat katakan semuanya!"Barulah wanita tua itu mengaku, "Hamba ini memang .
Di ujung jalan masuk desa, Dierja sedang memimpin sekelompok orang datang ke arah mereka. Dia berjalan pincang, tetapi tetap berusaha melangkah lebih cepat. Dia sesekali menunduk dan tersenyum menyanjung pada pria di sampingnya.Pria yang berjalan di sampingnya itu memiliki postur tegap dan langkah yang penuh wibawa, disertai aura angkuh khas kaum bangsawan. Penampilannya benar-benar tidak serasi dengan suasana pedesaan yang sederhana di sekelilingnya.Andini tidak tahu apakah dia harus panik atau justru merasa lega.Pria itu ... adalah Kalingga."Itu dia! Di rumah tua itu!" seru Dierja penuh semangat. Langkahnya yang pincang jadi makin cepat saking bersemangat.Beberapa hari lalu, saat Dierja dibawa ke kantor pemerintahan, dia sempat mengira akan mendekam di penjara selama bertahun-tahun. Tak disangka, justru saat itu dia melihat para petugas membawa gambar buronan.Hanya dengan sekali lihat, dia langsung mengenalinya. Dierja pun segera memberi tahu mereka.Benar saja, pagi ini, bangs
Mendengar ucapan Andini, Kino yang berada di sampingnya pun angkat suara, "Semua harus lebih hati-hati, jangan sampai tato kita terlihat. Bagaimanapun juga, kita sudah hidup di sini selama delapan tahun, mereka nggak akan mudah mencurigai kita."Mengungkit hal itu, Kino menoleh ke arah Andini dan berkata lagi, "Kamu juga nggak perlu terlalu khawatir. Lukisan wajah itu hanya disebar di sekitar kota kecil ini, belum tersebar luas. Beberapa kakak yang tinggal di kota juga akan ikut mengawasi. Begitu ada sesuatu yang mencurigakan, kami pasti segera memberitahumu."Padahal baru saja diangkat sebagai saudara, tapi mereka sudah mulai melindunginya. Hati Andini pun hangat seketika. Dia memandang Kino dan mengangguk pelan."Sudah ah, jangan bahas yang bikin stres. Hari ini kita resmi punya adik, harus senang dong! Ayo, makan yang banyak!" kata Darya sambil tersenyum, tapi kemudian dia merasa ada yang aneh. "Tapi masa kita terus-terusan panggil 'adik'? Sepertinya agak aneh."Andini menunduk dan
Untuk usulan dari Joso, sahabat urutan keenamnya, Surya sama sekali tidak merasa terkejut.Bagaimanapun juga, saat mereka berpura-pura mabuk dan mendengar bahwa Andini meminta Endah untuk merawat mereka sebelumnya, sekelompok orang ini sudah mulai menyukai Andini.Hari ini, saat Surya memberitahukan kepada mereka tentang identitas Andini, tentu saja dia juga menceritakan kisah hidup gadis itu. Setelah mendengarnya, mereka merasa ngeri dan tidak percaya.Ditambah lagi, karena adanya hubungan antara Andini dan Byakta, mereka pun tak kuasa merasa simpati padanya. Namun, soal Joso yang bilang ingin menjadikan Andini sebagai adik angkat, Surya memang tidak mengetahuinya sebelumnya.Maka dari itu, sekarang dia hanya menoleh ke arah Andini dan berkata dengan nada datar, "Jos0 cuma asal bicara. Kalau kamu nggak mau, nggak ada seorang pun yang bisa memaksamu.""Iya iya, aku cuma asal ngomong, Nona Andini jangan merasa terbebani ya."Mereka ingin menjadikannya adik angkat, tapi malah belum berta
Ini bukan ibu kota, ini adalah Desa Teluk Horta. Di sini, tidak ada Pangeran Surya. Yang ada hanya seorang pemburu bernama Arjuna. Melihat Surya yang bersikap begitu santai, Andini pun tidak berkata apa-apa lagi, lalu masuk ke dalam rumah.Mungkin karena semalam tidurnya terlalu larut, keesokan paginya saat Andini terbangun, matahari sudah bersinar terang.Endah sedang duduk di tempat teduh sambil menjahit pakaian yang robek. Begitu melihat Andini bangun, dia segera berdiri dan membawakan semangkuk bubur."Arjuna bilang, kamu nggak enak badan tadi malam, jadi dia suruh aku jangan ganggu. Sekarang sudah mendingan belum?"Andini mengangguk pelan. Dia melirik ke arah halaman yang tampak kosong, lalu tersenyum, "Kak Arjuna sudah pergi kerja lagi sama Anom?"Namun, Endah menggeleng, "Nggak. Arjuna sudah pergi ke kota sejak fajar belum menyingsing. Mungkin ada urusan penting yang harus diurus. Anom masih tergeletak di kamar, badannya masih sakit semua setelah kemarin."Mendengar hal itu, And
Surya benar-benar dibuat bingung oleh Andini. "Andini? Bukannya kamu adik Byakta?"Andini sempat terkejut, tapi segera sadar, ternyata selama ini Surya mengira dirinya adalah Gayatri. Dia pun tersenyum tipis dan berkata, "Aku tunangan Byakta."Di bawah cahaya remang malam, mata Surya yang tajam tampak memantulkan seberkas keterkejutan. Dia segera melangkah maju dan membantu Andini bangkit berdiri, lalu bertanya, "Jadi, Byakta tewas di tangan para perampok itu?"Andini mengangguk perlahan dan dia mendengar kemarahan yang tersirat dalam nada bicara Surya.Para perampok sialan itu .... Mereka telah membunuh sahabatnya dan mencemarkan nama baiknya serta Pasukan Harimau!Seolah teringat sesuatu, Surya kembali bertanya, "Kalau begitu, apa hubunganmu dengan Kalingga?"Andini terdiam sejenak, lalu teringat bahwa dia memang pernah memperlihatkan kemampuan bela diri di hadapan Surya. Dia pun menghela napas dan menjawab, "Kalingga ... dulunya adalah suamiku."Begitu kalimat itu meluncur dari bibi
"Aku nggak berniat membunuhmu." Suara Andini bergetar, entah karena sakit atau karena hati yang hancur. Air matanya pun berderai, "Aku cuma ingin membalaskan dendam tunanganku!"Kening Surya mengernyit tajam. "Tunanganmu?"Dalam sekejap, berbagai wajah melintas dalam ingatannya. Namun, saking banyaknya orang yang pernah dia bunuh, Surya benar-benar tidak bisa mengingat siapa tunangan Andini yang dimaksudnya.Andini tahu, malam ini dia tidak akan bisa membalas dendam. Akan tetapi, itu tidak membuatnya gentar."Aku tahu kamu penyelamat hidupku, tapi kamu juga punya hubungan dengan perampok dari Yolasa! Mereka membunuh orang tanpa ampun, menjarah, membantai desa, dan melakukan semua kejahatan! Kamu menyebut mereka saudaramu, itu cukup membuktikan bahwa kamu pun bukan orang baik!"Barulah saat itu Surya paham, Andini telah mengira dirinya sebagai perampok. Dia pun melepaskan cengkeramannya dan mundur dua langkah.Andini ikut bangkit dan duduk. Kedua matanya memerah, air mata terus menetes
Melihat kejadian itu, Endah segera berseru, "Aduh, tunggu sebentar! Biar kuambilkan kain untuk bersihkan bajumu!" Usai bicara, dia langsung keluar rumah.Anom yang tampaknya juga tidak nyaman berada di dekat Surya, ikut keluar bersama ibunya.Surya melirik ke arah Darya dan berkata singkat, "Di lemari ada baju. Ganti saja."Ruangan milik Surya ini merangkap sebagai kamar tidur dan ruang tengah. Lemari bajunya juga berada tidak jauh dari meja makan.Seakan paham maksud tersirat dari Surya, Darya langsung berjalan ke lemari. Dia mengambil sebuah baju kerja dan tanpa ragu menggantinya langsung di hadapan Andini.Tepat di dadanya, tato kepala harimau terlihat jelas.Andini yang awalnya gelisah dan penuh curiga, seolah mendapatkan kepastian. Hatinya yang tadi dilanda kekacauan mulai terasa tenang perlahan. Dia kembali duduk dan mulai makan dengan lahap. Saat Endah masuk kembali ke rumah, wajah Andini sudah kembali normal seolah tak terjadi apa-apa.Darya menerima handuk dan mengelap tubuhny
Surya ikut menoleh saat mendengar suara Endah. Dia juga merasa wajah Andini tampak tidak beres dan tanpa sadar berkata, "Aku akan pinjam gerobak sapi, nanti sore kita ke kota cari tabib, ya."Namun, Andini tak menjawab. Sebaliknya, tubuhnya justru mulai gemetar pelan.Wajah Byakta yang penuh darah terus bertautan di pikirannya dengan bayangan Surya yang menyelamatkannya malam itu. Hal itu membuatnya kini benar-benar kehilangan arah. Dia bahkan tidak sanggup mengeluarkan sepatah kata pun.Namun, tepat pada saat itu, dari luar pagar bambu terdengar suara seseorang memanggil, "Kakak!"Suaranya terdengar asing dan Andini pun tak mengenali pria itu. Dia tidak yakin apakah orang ini adalah salah satu yang pernah duduk minum bersama Surya di halaman tempo hari. Lagi pula, waktu itu memang banyak yang datang dan dia tidak sempat menghafal wajah-wajah mereka.Akan tetapi, jika pria itu memanggil Surya dengan sebutan "Kakak", maka jelas dia adalah bagian dari kelompoknya. Surya pun berjalan mend
Penjahat yang satu lagi adalah seorang duda tua di desa, bernama Dierja. Dia adalah orang yang dulu mengajari Anom berjudi.Lucunya, saat warga desa datang menghadapinya, Dierja masih berani menunjukkan kakinya yang terjepit perangkap hewan dan mengaku kalau itu akibat kecelakaan saat pergi mencari Ihatra dan ayahnya di hutan.Niatnya sebenarnya adalah untuk memeras keluarga Diah. Kalau gagal, setidaknya dia bisa mengemis sedikit uang dari kepala desa. Namun tak disangkanya, para warga langsung mengikatnya dan menyeretnya ke hadapan Surya.Mengenai kelanjutannya, Andini sendiri tidak tahu. Dia hanya tahu, keesokan paginya saat bangun tidur, Dierja sudah diseret dan dikirim ke kantor pemerintahan. Sementara itu, Anom sudah dibawa Surya ke ladang sejak pagi.Dulu, Endah selalu memanjakan anaknya dan tidak pernah membiarkan Anom menyentuh pekerjaan ladang. Namun hari ini, di bawah pengawasan langsung dari Surya, Anom dipaksa bekerja keras di bawah terik matahari selama empat jam penuh seb