Di dalam hatinya, seperti ada sesuatu yang perlahan mencair. Kalingga melihat Andini meletakkan botol obat itu di atas pahanya dengan hati-hati. Mata wanita itu masih dipenuhi kekhawatiran. Dia menjulurkan dua jarinya yang ramping sambil berucap dengan tulus, "Coba sekali saja."Tatapan Kalingga perlahan mengikuti jari Andini, lalu mengamati ke bawah, hingga akhirnya melihat bekas luka yang bersilangan di pergelangan tangannya.Sebagai seseorang yang telah bertahun-tahun hidup di medan perang, bagaimana mungkin dia tidak mengenali bekas luka yang ada di sana? Itu adalah luka lama dan luka baru yang bertumpuk.Kalingga teringat kata-katanya tadi, bahwa dia hampir mati di tangan Baskoro. Kalau begitu, sebelum disiksa oleh Baskoro, apa lagi yang sudah dia alami? Selama tiga tahun di penatu istana, apa saja yang telah dia lalui?Dari kejauhan, sebuah suara mendesak mereka. "Tuan Kalingga, Nyonya Andini, Tuan Lukman dan Nyonya Malika masih menunggu di aula depan."Kalingga baru tersadar. Di
Andini sudah memperkirakan bahwa Lukman dan Malika akan menghukumnya, tetapi dia malah disuruh berlutut di depan Dianti? Hal itu tidak mungkin terjadi untuk seumur hidup!Wajahnya tetap datar. Andini hanya membalas dengan suara tenang, "Aku nggak bisa.""Apa yang kamu katakan?" Lukman tampak sangat terkejut.Di keluarga ini, tak ada seorang pun yang berani menentangnya. Bahkan Kalingga dan Rangga, dua putranya sendiri, belum pernah berani membangkang.Nayshilla yang manja dan keras kepala pun akan bersikap patuh di hadapannya. Ini pertama kalinya ada yang berani menolak perintahnya secara langsung.Menghadapi kemarahan Lukman, Andini perlahan menoleh menatap Kalingga. Saat ini, Kalingga sedang duduk dengan wajah tanpa ekspresi. Matanya tertuju pada lantai di depannya, tetapi dia sadar bahwa Andini menoleh ke arahnya.Awalnya, dia tidak ingin peduli. Namun, pada akhirnya dia menghela napas dengan pasrah, lalu mengangkat pandangannya ke arah Lukman. Dia berbicara perlahan, "Baik di Kedia
Meskipun hatinya dipenuhi kekhawatiran, melihat ekspresi Rangga yang dipenuhi keengganan, sudut bibir Kalingga tetap tanpa sadar terangkat. Jarang-jarang dia bisa melihat adiknya menunjukkan ekspresi seperti ini.Andini sebenarnya juga merasa gugup. Dia tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari, dia bisa memanggil Rangga dengan cara seperti itu.Bahkan, dia tahu betul bahwa dengan memanggilnya seperti itu, Rangga pasti tidak akan senang. Namun, kenapa dia harus peduli apakah Rangga senang atau tidak?Lagi pula, Andini adalah kakak iparnya. Apa yang salah kalau seorang kakak ipar memanggil adik iparnya seperti itu?Melihat ekspresi dingin di wajah Rangga semakin kuat, Dianti mulai merasa bersalah. Dia berpikir bahwa Rangga marah karena ingin membelanya, lalu akibatnya Andini yang berhasil mengambil keuntungan darinya.Dengan panik, Dianti buru-buru berkata, "Semuanya salahku. Aku seharusnya nggak mengusik Kak Andini. Kak Rangga, jangan marah lagi. Ini semua kesalahanku."Tangannya perl
Di sisi lain, Dianti mengikuti Rangga untuk kembali ke tempat tinggal mereka. Rangga berjalan di depan dengan hawa dingin yang menyelimuti tubuhnya, sementara Dianti mengikutinya dari belakang. Dia bisa merasakan bahwa Rangga saat ini sedang marah.Namun, dia tidak tahu apakah kemarahan Rangga disebabkan oleh dirinya atau Andini. Hatinya tiba-tiba gelisah.Melihat Rangga masuk ke kamar lebih dulu, Dianti melirik pelayan di samping dan berkata, "Kamu nggak perlu ikut."Pelayan itu segera memberi hormat sebelum mundur. Setelah itu, Dianti masuk.Begitu melihat Rangga berjalan menuju kamar dalam, dia buru-buru mengikutinya. Suaranya terdengar sedikit bergetar, "Kak Rangga, hari ini semua salahku. Aku seharusnya nggak memaksa Kak Andini ikut pulang. Aku membuatmu marah hari ini, aku .... Kak Rangga, kamu mau ke mana?"Dianti belum selesai berbicara, tetapi Rangga sudah keluar dari kamar dalam sambil membawa pakaian.Menghadapi pertanyaannya, Rangga tidak menjawab. Tatapannya yang dingin te
Terdengar teriakan kesakitan. Namun, Rangga seolah-olah tidak mendengarnya dan tetap melangkah pergi.Melihat sosok Rangga keluar dari kamar dengan cepat, air mata Dianti jatuh tanpa henti, seperti untaian mutiara yang talinya putus.Kenapa bisa seperti ini? Apa yang harus dia lakukan?....Keesokan paginya, Andini bangun lebih awal. Tanpa menunda waktu, dia langsung mengetuk pintu kamar Kalingga.Yang membukakan pintu adalah Jabal. Melihat Andini, dia merasa terkejut. "Nyonya Andini?"Andini refleks melirik ke bagian dalam kamar sebelum akhirnya bertanya, "Apakah obat semalam berguna?"Jabal segera memahaminya. "Obat semalam dari Nyonya?" Saat mengatakan itu, senyuman lebar merekah di wajahnya. Dia bahkan mengangguk berkali-kali."Berguna! Biasanya Tuan akan mengalami serangan setidaknya selama sejam, tetapi semalam Tuan hanya butuh waktu setengah jam untuk meredakannya!"Sebelumnya, Jabal sempat heran dari mana tuannya mendapatkan obat sehebat itu. Tidak disangka, ternyata itu dari A
Melihat mata Kalingga berkilat dengan hebat, Andini pun tidak lagi mengejar pertanyaan tentang hal itu. Siapa pun yang telah meracuninya, kejadian itu sudah berlalu lima tahun lalu. Mencari tahu dalangnya tentu bukan perkara mudah.Saat ini, hal yang paling mendesak adalah menyembuhkan kaki Kalingga.Awalnya, Andini tidak tahu bagaimana cara membalas budi Kalingga. Dia hanya berjanji akan tetap di sisinya dan merawatnya selama tiga tahun. Namun, jelas-jelas di sisi Kalingga sudah ada Jabal, apakah kehadirannya benar-benar dibutuhkan?Hanya saja, pada saat itu, Andiri memang tidak bisa memikirkan cara lain untuk membalas budi Kalingga. Namun kini, dia telah menemukannya."Kak Kalingga," panggilnya dengan serius, "Entah bagaimana pun caranya kakimu bisa diracuni, tapi sekarang sudah ada harapan, jadi aku nggak akan menyerah. Aku cuma minta Kak Kalingga percaya padaku."Suara Andini seolah menarik Kalingga keluar dari perasaan terkejut dan kegelisahan yang sempat menguasainya. Dia menatap
Saat melihat kereta kuda Keluarga Maheswara tiba, Kirana sudah menanti dengan penuh harapan. Dianti terlebih dulu turun dari kereta. Begitu melihat Kirana, dia segera menyapa dengan manis, "Ibu."Tak lama kemudian, Rangga pun turun dan memberi hormat kepada Kirana. "Salam hormat, Ibu mertua."Namun, tak disangka, ekspresi kekecewaan melintas di wajah Kirana. Melihat ekspresinya, hati Dianti langsung mencelos.Untungnya, Kirana buru-buru mengendalikan ekspresinya, lalu melangkah maju dengan ramah. "Jenderal Rangga, silakan masuk."Sambil berbicara, Kirana menyentuh pipi Dianti dengan penuh kasih sayang. "Nak, biarkan Ibu melihatmu."Namun, tanpa sadar tatapannya melirik ke belakang kereta kuda. Bagaimana mungkin Dianti tidak menyadari maksud ibunya? Dengan suara lembut, dia pun menjelaskan, "Ibu, Kak Andini nggak datang hari ini.""Ah?" Kirana tertegun, lalu bereaksi cepat. Wajahnya jelas terlihat kecewa, tetapi dia segera memaksakan senyuman. "Nggak apa-apa, yang penting kamu pulang. A
Dianti tertegun menatap Kirana. Dia benar-benar tidak tahu bagaimana caranya bisa memberikan keturunan bagi Keluarga Maheswara, mengingat bagaimana hubungan mereka saat ini.Melihat ekspresi putrinya, Kirana hanya mengira Dianti terlalu polos dan belum memahami maksudnya. Dia pun tertawa kecil dan berkata, "Anak bodoh, sekarang kamu sudah menikah, jadi Ibu akan bicara lebih blak-blakan sama kamu!""Laki-laki itu mudah sekali ditaklukkan. Ajak dia minum beberapa gelas arak, bersikap manja, lalu biarkan sedikit pakaianmu terbuka. Dia pasti nggak akan bisa menahan diri!"Di bagian awal, Dianti masih bisa mendengarkan dengan tenang. Namun, ketika ibunya menyuruhnya untuk membuka sedikit pakaiannya, meskipun suara Kirana sangat pelan, wajah Dianti tetap saja memerah mendengarnya.Melihat reaksi putrinya, Kirana justru tertawa semakin cerah. "Lihat kamu ini! Sudah nikah, tapi masih saja malu-malu begini!"Kirana sama sekali tidak menyadari bahwa putrinya masih belum pernah disentuh oleh Rang
Sekeliling ....Sudut mata Andini tanpa sadar melirik ke sekitarnya. Dalam sekejap, dia memahami maksud Rangga.Apa yang ada di sekeliling? Yang ada hanyalah orang-orang Rangga. Rangga sedang memberitahunya, hari ini dia tidak akan bisa pergi. Semua usaha kerasnya hanya akan menyakiti diri sendiri dan orang lain.Surya bisa merasakan dengan jelas, berat tubuh yang sebelumnya bersandar erat di punggungnya kini perlahan menjauh. Tatapannya perlahan menjadi suram.Kemudian, suara Andini perlahan terdengar dari belakangnya. "Kak Arjuna adalah penyelamatku, aku yang memohon padanya untuk membawaku pergi. Jangan salahkan dia."Suaranya membawa sedikit getaran halus yang sulit dideteksi, tetapi Surya bisa mendengarnya. Saat berikutnya, kedua tangannya pun mengepal erat.Sebagai sesama pria, bagaimana mungkin Rangga tidak bisa membaca situasi Surya saat ini? Dia bisa melihat bahwa si pemburu di hadapannya ini tidak rela melepaskan Andini.Itu bukanlah hal yang aneh. Andini begitu menawan, waja
Kali ini, Surya mempercepat lajunya. Gang Sonta adalah tempat Andini tinggal kemarin. Rangga pasti akan menyadari bahwa Andini telah menghilang begitu tiba di sana.Meskipun tadi Rangga tidak menemukan keanehan apa pun, dia pasti akan memerintahkan anak buahnya untuk menyisir seluruh kota. Karena itu, mereka harus segera pergi.Tak butuh waktu lama, mereka pun berhasil keluar dari kota. Namun, kecepatan kereta kuda tidak berkurang sedikit pun.Selama mereka bisa bertemu kembali dengan Uraga, melakukan penyamaran ulang, maka mereka bisa mengelabui Rangga!Siapa sangka, belum lama mereka meninggalkan kota, tiba-tiba terdengar teriakan terdengar dari belakang. "Berhenti!"Tatapan Surya meredup, tetapi dia sama sekali tidak berhenti. Tiba-tiba, suara angin yang tajam memecah keheningan di belakang mereka. Ada yang menyerangnya!Surya tidak menoleh. Dengan hanya mengandalkan naluri, dia memiringkan kepala. Sebuah anak panah melesat melewati telinganya.Andini membelalakkan matanya, menoleh
Surya mengangkat tangannya dan menunjuk. "Belok kanan di persimpangan ketiga di depan, lalu gang kedua di sebelah kiri.""Terima kasih," ucap Rangga dengan dingin, lalu segera membawa anak buahnya bergegas menuju Gang Sonta.Pagi ini, dia baru menerima kabar. Kemarin, ternyata Kalingga sudah membawa Andini pergi. Wanita yang dilihatnya di Desa Teluk Horta hanyalah tipuan yang diatur oleh Kalingga! Licik sekali!Ekspresi Rangga semakin dingin, tetapi dalam hatinya justru mengalir kegembiraan yang luar biasa. Dia tahu, dia akan segera bertemu dengan Andini!Tak lama kemudian, dia tiba di Gang Sonta bersama orang-orangnya. Dia mendorong pintu sebuah rumah kecil dan melangkah masuk dengan langkah besar.Dia ingin memanggil, ingin meneriakkan nama Andini, tetapi khawatir akan mengejutkannya. Jadi, keinginan itu ditahan sekuat tenaga di dadanya.Namun, langkah kakinya semakin lama semakin cepat. Rangga melewati ruang tengah, taman, dan beberapa paviliun kosong.Hingga akhirnya, dia membuka p
Mendengar pujian dari belakang, Darya diam-diam tersenyum puas, tapi wajahnya tetap pura-pura tenang. "Ah, biasa saja, semua ini demi saudara-saudara."Sambil berbicara, dia membuka sebuah pintu dan mempersilakan Andini masuk. "Malam ini kamu istirahat di sini dulu. Besok pagi-pagi sekali, aku akan carikan kereta pengangkut barang untuk membawa kalian keluar kota."Meski tidak ada jam malam di kota kecil ini, perjalanan malam hari terlalu mencolok dan bisa saja menarik perhatian Rangga.Andini mengangguk pelan, dia sama sekali tidak berpikir untuk bertanya akan dibawa ke mana sebenarnya.Sampai kemudian, Surya berkata, "Aku tidur di kamar sebelah." Barulah Andini menjawab, "Baik. Terima kasih, Kak Surya, Kak Darya.""Ah, nggak usah sungkan. Sudah malam, cepat tidur ya!" kata Darya sambil tersenyum."Baik, kalian juga istirahat yang cukup," ucap Andini, lalu menutup pintu perlahan.Dia menatap sekeliling. Sebuah kamar sederhana. Hanya ada satu tempat tidur, satu meja kecil, dan sebuah l
Malam pun tiba.Andini duduk di dekat jendela sambil menatap sinar bulan di luar sana. Hatinya terasa seolah-olah tidak punya tempat untuk berlabuh. Sudah cukup lama dia tidak merasakan kegelisahan seperti ini.Meski sebagian besar kesehariannya di Desa Teluk Horta hanya dihabiskan di dalam rumah dan kadang terasa bosan, tetapi hatinya saat itu terasa tenang.Tidak seperti sekarang ....Kalingga mengatakan, bila dia langsung membawa Andini pergi dari kota kecil ini, pasti akan menimbulkan kecurigaan dari Rangga. Maka untuk sementara, dia menitipkan Andini di rumah kecil ini.Dia berjanji akan menyebarkan kabar palsu agar Rangga teralihkan dan saat waktu sudah tepat, dia akan mengutus orang untuk mengantar Andini pergi jauh. Rencana itu terdengar sempurna.Bahkan dia sudah mengatur seseorang untuk berpura-pura menjadi perempuan yang diselamatkan oleh Surya, lalu tinggal di Desa Teluk Horta, semata-mata untuk menjaga jejak Andini tetap tersembunyi.Namun entah mengapa, hati Andini tetap
Bahagia?Kalingga tampak seperti menyadari sesuatu. Dia memandang Andini, wajahnya dipenuhi kebingungan. "Maksudmu, kebahagiaanmu itu adalah pemburu itu?"Mendengar ucapannya, mata Andini langsung membelalak terkejut. "Tentu saja bukan! Kak Arjuna cuma orang yang menyelamatkanku. Kenapa Kak Kalingga bisa berpikir begitu?"Melihat bahwa Andini benar-benar tidak berbohong, Kalingga akhirnya mengerutkan alis sedikit. "Aku kira ....""Aku hanya merasa, dibandingkan dengan ibu kota, hidup sebagai rakyat biasa seperti ini lebih cocok untukku," ucap Andini sambil menatap keluar rumah.Di sana, dia melihat Endah.Mungkin karena khawatir dirinya akan dibentak atau diusir, Endah tetap berdiri di halaman sambil membersihkan sayuran. Padahal ada tempat teduh di dekat sana, tapi dia tidak bergerak dan malah terus menoleh ke arah rumah dengan khawatir.Andini tersenyum tanpa sadar.Dia menyeka air matanya, lalu tersenyum ke arah luar rumah. "Orang-orang di sini sangat sederhana. Meski tetap ada yang
Situasi antara Kalingga dan dirinya benar-benar berbeda. Jika Andini adalah seseorang yang telah dibuang oleh semua orang, maka Kalingga justru adalah seseorang yang dicintai oleh semua orang.Meski sempat lumpuh selama lima tahun, Rendra tetap meneteskan air mata haru saat melihatnya kembali dan tetap bersedia memberikan penghormatan untuknya. Kaisar pun segera memanggilnya masuk istana begitu mendengar kabar kesembuhannya dan menunjukkan perhatiannya.Sebagai putra sulung Keluarga Maheswara, Lukman selalu menyayanginya dan Malika pun mencurahkannya dengan penuh kasih. Nayshila menghormatinya setulus hati.Bahkan saat merancang tipu muslihatnya, Rangga tetap tidak berani menyakiti Kalingga sedikit pun. Obat yang diberikan juga adalah untuk membantunya pulih.Cinta adalah kata terindah di dunia ini. Cinta bisa menjadi baju zirah yang terkuat dan pada saat bersamaan, juga bisa menjadi kelemahan paling rapuh.Andini menunduk sambil menatap kedua tangannya yang terletak di atas meja, lalu
Namun, dari tampilan rumah ini saja, Kalingga bisa menilai bahwa pemilik gubuk ini seharusnya seorang pria."Kak Arjuna sedang pergi berburu," ucap Andini akhirnya. Dia bisa melihat sorot mata penasaran dan penilaian dalam tatapan Kalingga.Barulah Kalingga menarik kembali pandangannya dan menoleh pada Andini, lalu berkata dengan lembut, "Orang yang menyelamatkanmu, seorang pemburu?"Andini mengangguk pelan, tanpa berkata lebih jauh."Arjuna? Nama yang unik."Mendengar hal itu, Andini mengerutkan keningnya karena tidak ingin Kalingga terlalu penasaran pada Surya. Oleh karena itu, dia segera mengalihkan pembicaraan, "Kak Kalingga sudah lama mencariku ya?"Kalingga menarik napas dalam-dalam dan menundukkan pandangan, lalu tersenyum getir. "Sejak kamu jatuh ke Sungai Mentari, aku nggak pernah berhenti mencarimu."Meskipun dia menunduk, Andini tetap bisa melihat sekelebat rasa kehilangan dalam mata pria itu. Sejak dia jatuh ke Sungai Mentari hingga kini, kira-kira sudah satu bulan lebih. S
Di ujung jalan masuk desa, Dierja sedang memimpin sekelompok orang datang ke arah mereka. Dia berjalan pincang, tetapi tetap berusaha melangkah lebih cepat. Dia sesekali menunduk dan tersenyum menyanjung pada pria di sampingnya.Pria yang berjalan di sampingnya itu memiliki postur tegap dan langkah yang penuh wibawa, disertai aura angkuh khas kaum bangsawan. Penampilannya benar-benar tidak serasi dengan suasana pedesaan yang sederhana di sekelilingnya.Andini tidak tahu apakah dia harus panik atau justru merasa lega.Pria itu ... adalah Kalingga."Itu dia! Di rumah tua itu!" seru Dierja penuh semangat. Langkahnya yang pincang jadi makin cepat saking bersemangat.Beberapa hari lalu, saat Dierja dibawa ke kantor pemerintahan, dia sempat mengira akan mendekam di penjara selama bertahun-tahun. Tak disangka, justru saat itu dia melihat para petugas membawa gambar buronan.Hanya dengan sekali lihat, dia langsung mengenalinya. Dierja pun segera memberi tahu mereka.Benar saja, pagi ini, bangs