Saat melihat kereta kuda Keluarga Maheswara tiba, Kirana sudah menanti dengan penuh harapan. Dianti terlebih dulu turun dari kereta. Begitu melihat Kirana, dia segera menyapa dengan manis, "Ibu."Tak lama kemudian, Rangga pun turun dan memberi hormat kepada Kirana. "Salam hormat, Ibu mertua."Namun, tak disangka, ekspresi kekecewaan melintas di wajah Kirana. Melihat ekspresinya, hati Dianti langsung mencelos.Untungnya, Kirana buru-buru mengendalikan ekspresinya, lalu melangkah maju dengan ramah. "Jenderal Rangga, silakan masuk."Sambil berbicara, Kirana menyentuh pipi Dianti dengan penuh kasih sayang. "Nak, biarkan Ibu melihatmu."Namun, tanpa sadar tatapannya melirik ke belakang kereta kuda. Bagaimana mungkin Dianti tidak menyadari maksud ibunya? Dengan suara lembut, dia pun menjelaskan, "Ibu, Kak Andini nggak datang hari ini.""Ah?" Kirana tertegun, lalu bereaksi cepat. Wajahnya jelas terlihat kecewa, tetapi dia segera memaksakan senyuman. "Nggak apa-apa, yang penting kamu pulang. A
Dianti tertegun menatap Kirana. Dia benar-benar tidak tahu bagaimana caranya bisa memberikan keturunan bagi Keluarga Maheswara, mengingat bagaimana hubungan mereka saat ini.Melihat ekspresi putrinya, Kirana hanya mengira Dianti terlalu polos dan belum memahami maksudnya. Dia pun tertawa kecil dan berkata, "Anak bodoh, sekarang kamu sudah menikah, jadi Ibu akan bicara lebih blak-blakan sama kamu!""Laki-laki itu mudah sekali ditaklukkan. Ajak dia minum beberapa gelas arak, bersikap manja, lalu biarkan sedikit pakaianmu terbuka. Dia pasti nggak akan bisa menahan diri!"Di bagian awal, Dianti masih bisa mendengarkan dengan tenang. Namun, ketika ibunya menyuruhnya untuk membuka sedikit pakaiannya, meskipun suara Kirana sangat pelan, wajah Dianti tetap saja memerah mendengarnya.Melihat reaksi putrinya, Kirana justru tertawa semakin cerah. "Lihat kamu ini! Sudah nikah, tapi masih saja malu-malu begini!"Kirana sama sekali tidak menyadari bahwa putrinya masih belum pernah disentuh oleh Rang
Pikirannya langsung terpuruk ke dalam keputusasaan. Mengingat sikap Rangga terhadapnya, Dianti merasa semakin tertekan dan terluka. Dia membuka tirai jendela kereta, ingin melihat ibunya sekali lagi sebelum pergi.Namun, di luar gerbang kediaman Adipati Kresna, Kirana sudah tidak terlihat lagi.Dalam sekejap, kesedihan yang begitu dalam menyerangnya, membuat matanya mulai berkaca-kaca. Namun, tepat di saat itu, sebuah sosok yang tidak asing masuk ke dalam pandangannya.Pelayan itu ... bukankah itu Laras?Di depan sebuah klinik yang tidak jauh dari kediaman Adipati Kresna, Laras terlihat baru saja keluar sambil membawa beberapa bungkus obat di tangannya. Namun, ada banyak klinik di dekat kediaman Keluarga Maheswara. Jadi, mengapa Laras harus mengambil obat di tempat ini?Ditambah lagi, arah kepergiannya bukan ke paviliun kecil tempat Andini tinggal. Itu berarti, Andini hari ini tidak berada di sana! Lalu, apa yang sedang dilakukan Laras sebenarnya?Kecurigaan muncul dalam hati Dianti. N
Ketika Rangga kembali dari militer, langit sudah gelap. Seperti hari-hari sebelumnya, begitu tiba di kediamannya, Rangga langsung menuju ke ruang kerja tanpa melirik ke arah Dianti sedikit pun.Namun, sebelum dia sempat melepas jubah luarnya, Dianti telah mengetuk pintu ruang kerjanya. Dia berdiri di luar pintu dengan sosok yang tampak ringkih di bawah cahaya remang malam.Rangga mengerutkan kening dengan tidak sabar, lalu bertanya dengan dingin, "Ada apa?"Dianti merasa sangat gelisah dan terus menunduk. Dia tidak berani menatap Rangga karena takut Rangga akan melihat kegugupan yang tersembunyi di matanya.Setelah itu, dia melirik ke arah pelayan yang berdiri di belakangnya sebelum berkata, "Ibu bilang, Kak Rangga pasti capek setelah pulang larut malam, jadi Ibu minta bagian dapur memasakkan sup ayam khusus untukmu."Dianti sengaja mengatakan bahwa sup itu berasal dari Malika. Pertama, memang benar bahwa saat makan malam tadi, Malika sempat menyebutkan soal sup ini. Kedua, jika dia me
Rangga buru-buru mencengkeram lengan kiri dan kanan Dianti, lalu mendorongnya menjauh. Alisnya berkerut penuh rasa jijik. "Kamu gila? Siapa yang ngajarin kamu begini?"Dianti belum pernah diperlakukan seperti ini sebelumnya. Dia merasa terhina didorong begitu saja. Terlebih lagi, malam ini adalah pertaruhannya yang terakhir. Jika dia gagal, nasibnya akan hancur dan tak ada lagi jalan kembali.Emosinya pun meledak. Air matanya jatuh dengan deras, tetapi dia tetap nekat dan berusaha menerjang ke arah Rangga lagi. "Kak Rangga, kumohon, kasihanilah aku! Aku nggak minta apa pun, aku hanya ingin seorang anak ...."Rangga langsung meraih pedang yang tergantung di dinding dan menekan bahu Dianti agar wanita itu tidak bisa lebih dekat lagi. Melihat sikap Dianti yang seperti kehilangan akal, Rangga mulai curiga. Kenapa Dianti tiba-tiba membahas soal anak?Namun detik berikutnya, muncul sensasi panas yang menjalar dari bagian bawah perutnya. Seketika, tubuh Rangga menjadi tegang. Dia langsung mem
Sementara itu di dalam kamar, Kalingga tengah merintih kesakitan.Hari ini, setelah Laras mengambil resep dari tabib kediaman, dia langsung membeli obat dan membawanya pulang. Obat itu khusus untuk merendam kaki Kalingga.Beberapa kantong besar ramuan itu harus direbus dengan api kecil selama tiga jam penuh. Saat penyakit Kalingga kambuh, kakinya harus direndam di dalamnya.Namun, setiap kali serangan itu datang, seluruh tubuhnya akan meronta-ronta. Jabal tidak bisa menahannya sendirian, sehingga malam ini Andini juga datang untuk membantu.Mereka berdua memegangnya erat. Jabal menekan bahunya agar dia tidak terjatuh dari kursi roda, sementara Andini menahan kakinya agar dia tidak menendang dan menumpahkan air rendaman.Setelah setengah jam berlalu, perlawanan Kalingga perlahan-lahan mulai melemah. Namun, sebelum mereka sempat bernapas lega, pintu kamar tiba-tiba terbuka dengan kasar. Rangga hampir terjatuh saat masuk ke dalam ruangan.Jabal terkejut. "Tuan Rangga!"Saat melihat darah
Seiring dengan ember air dingin yang mengguyurnya, amarah yang membakar dada Rangga tadi berubah perlahan-lahan menjadi kedinginan. Andini ... benar-benar tidak peduli lagi padanya.Rangga memaksa dirinya untuk mengalihkan pandangan, memejamkan mata, lalu menggeleng pelan. "Aku baik-baik saja."Jabal masih merasa khawatir. Namun, dia lebih mengkhawatirkan kondisi Kalingga.Karena Rangga sudah mengatakan bahwa dia tidak apa-apa dan luka di kakinya sudah dibalut, Jabal akhirnya berkata, "Kalau begitu, silakan Tuan Rangga berendam sebentar lagi. Saya akan kembali nanti untuk membantu Anda."Setelah itu, dia berjalan ke arah Kalingga. Pengobatan rendaman kaki Kalingga harus berlangsung selama dua jam penuh. Andini yang khawatir Jabal tidak bisa menanganinya sendirian, tetap tinggal hingga proses selesai. Setelah itu, barulah dia kembali ke kamarnya dan tidur nyenyak sepanjang malam.Keesokan paginya.Begitu bangun, hal pertama yang dilakukan Andini adalah mengunjungi Kalingga. Mengingat it
Rangga tidak mengatakan apa pun saja sudah cukup buruk. Namun, begitu dia berbicara, amarah di hati Andini justru semakin membara."Rangga, pahami baik-baik, sekarang aku ini kakak iparmu! Apakah pernikahanku dengan kakakmu itu sungguhan atau nggak, bukan urusanmu, dan kamu nggak berhak menghakimiku! Pergi!"Sambil berkata demikian, Andini mendorong Rangga dengan kuat dua kali, tetapi tubuh pria itu sama sekali tidak bergerak!Sebaliknya, tangannya justru jatuh ke dada pria itu dan merasakan panas yang menembus dari balik pakaian hingga ke telapak tangannya. Seolah-olah sedang terbakar. Andini buru-buru ingin menarik kembali tangannya, tetapi cengkeraman Rangga semakin erat."Andin ...."Dari atas kepalanya, suara pria itu terdengar pelan, serak, dan mengandung sedikit tak berdaya. Dulu, Rangga tidak pernah memanggilnya dengan nada seperti ini.Tubuh Andini seketika menegang. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu mendongak menatap pria itu. Matanya dipenuhi dengan kemarahan, keteguhan, s
Sekeliling ....Sudut mata Andini tanpa sadar melirik ke sekitarnya. Dalam sekejap, dia memahami maksud Rangga.Apa yang ada di sekeliling? Yang ada hanyalah orang-orang Rangga. Rangga sedang memberitahunya, hari ini dia tidak akan bisa pergi. Semua usaha kerasnya hanya akan menyakiti diri sendiri dan orang lain.Surya bisa merasakan dengan jelas, berat tubuh yang sebelumnya bersandar erat di punggungnya kini perlahan menjauh. Tatapannya perlahan menjadi suram.Kemudian, suara Andini perlahan terdengar dari belakangnya. "Kak Arjuna adalah penyelamatku, aku yang memohon padanya untuk membawaku pergi. Jangan salahkan dia."Suaranya membawa sedikit getaran halus yang sulit dideteksi, tetapi Surya bisa mendengarnya. Saat berikutnya, kedua tangannya pun mengepal erat.Sebagai sesama pria, bagaimana mungkin Rangga tidak bisa membaca situasi Surya saat ini? Dia bisa melihat bahwa si pemburu di hadapannya ini tidak rela melepaskan Andini.Itu bukanlah hal yang aneh. Andini begitu menawan, waja
Kali ini, Surya mempercepat lajunya. Gang Sonta adalah tempat Andini tinggal kemarin. Rangga pasti akan menyadari bahwa Andini telah menghilang begitu tiba di sana.Meskipun tadi Rangga tidak menemukan keanehan apa pun, dia pasti akan memerintahkan anak buahnya untuk menyisir seluruh kota. Karena itu, mereka harus segera pergi.Tak butuh waktu lama, mereka pun berhasil keluar dari kota. Namun, kecepatan kereta kuda tidak berkurang sedikit pun.Selama mereka bisa bertemu kembali dengan Uraga, melakukan penyamaran ulang, maka mereka bisa mengelabui Rangga!Siapa sangka, belum lama mereka meninggalkan kota, tiba-tiba terdengar teriakan terdengar dari belakang. "Berhenti!"Tatapan Surya meredup, tetapi dia sama sekali tidak berhenti. Tiba-tiba, suara angin yang tajam memecah keheningan di belakang mereka. Ada yang menyerangnya!Surya tidak menoleh. Dengan hanya mengandalkan naluri, dia memiringkan kepala. Sebuah anak panah melesat melewati telinganya.Andini membelalakkan matanya, menoleh
Surya mengangkat tangannya dan menunjuk. "Belok kanan di persimpangan ketiga di depan, lalu gang kedua di sebelah kiri.""Terima kasih," ucap Rangga dengan dingin, lalu segera membawa anak buahnya bergegas menuju Gang Sonta.Pagi ini, dia baru menerima kabar. Kemarin, ternyata Kalingga sudah membawa Andini pergi. Wanita yang dilihatnya di Desa Teluk Horta hanyalah tipuan yang diatur oleh Kalingga! Licik sekali!Ekspresi Rangga semakin dingin, tetapi dalam hatinya justru mengalir kegembiraan yang luar biasa. Dia tahu, dia akan segera bertemu dengan Andini!Tak lama kemudian, dia tiba di Gang Sonta bersama orang-orangnya. Dia mendorong pintu sebuah rumah kecil dan melangkah masuk dengan langkah besar.Dia ingin memanggil, ingin meneriakkan nama Andini, tetapi khawatir akan mengejutkannya. Jadi, keinginan itu ditahan sekuat tenaga di dadanya.Namun, langkah kakinya semakin lama semakin cepat. Rangga melewati ruang tengah, taman, dan beberapa paviliun kosong.Hingga akhirnya, dia membuka p
Mendengar pujian dari belakang, Darya diam-diam tersenyum puas, tapi wajahnya tetap pura-pura tenang. "Ah, biasa saja, semua ini demi saudara-saudara."Sambil berbicara, dia membuka sebuah pintu dan mempersilakan Andini masuk. "Malam ini kamu istirahat di sini dulu. Besok pagi-pagi sekali, aku akan carikan kereta pengangkut barang untuk membawa kalian keluar kota."Meski tidak ada jam malam di kota kecil ini, perjalanan malam hari terlalu mencolok dan bisa saja menarik perhatian Rangga.Andini mengangguk pelan, dia sama sekali tidak berpikir untuk bertanya akan dibawa ke mana sebenarnya.Sampai kemudian, Surya berkata, "Aku tidur di kamar sebelah." Barulah Andini menjawab, "Baik. Terima kasih, Kak Surya, Kak Darya.""Ah, nggak usah sungkan. Sudah malam, cepat tidur ya!" kata Darya sambil tersenyum."Baik, kalian juga istirahat yang cukup," ucap Andini, lalu menutup pintu perlahan.Dia menatap sekeliling. Sebuah kamar sederhana. Hanya ada satu tempat tidur, satu meja kecil, dan sebuah l
Malam pun tiba.Andini duduk di dekat jendela sambil menatap sinar bulan di luar sana. Hatinya terasa seolah-olah tidak punya tempat untuk berlabuh. Sudah cukup lama dia tidak merasakan kegelisahan seperti ini.Meski sebagian besar kesehariannya di Desa Teluk Horta hanya dihabiskan di dalam rumah dan kadang terasa bosan, tetapi hatinya saat itu terasa tenang.Tidak seperti sekarang ....Kalingga mengatakan, bila dia langsung membawa Andini pergi dari kota kecil ini, pasti akan menimbulkan kecurigaan dari Rangga. Maka untuk sementara, dia menitipkan Andini di rumah kecil ini.Dia berjanji akan menyebarkan kabar palsu agar Rangga teralihkan dan saat waktu sudah tepat, dia akan mengutus orang untuk mengantar Andini pergi jauh. Rencana itu terdengar sempurna.Bahkan dia sudah mengatur seseorang untuk berpura-pura menjadi perempuan yang diselamatkan oleh Surya, lalu tinggal di Desa Teluk Horta, semata-mata untuk menjaga jejak Andini tetap tersembunyi.Namun entah mengapa, hati Andini tetap
Bahagia?Kalingga tampak seperti menyadari sesuatu. Dia memandang Andini, wajahnya dipenuhi kebingungan. "Maksudmu, kebahagiaanmu itu adalah pemburu itu?"Mendengar ucapannya, mata Andini langsung membelalak terkejut. "Tentu saja bukan! Kak Arjuna cuma orang yang menyelamatkanku. Kenapa Kak Kalingga bisa berpikir begitu?"Melihat bahwa Andini benar-benar tidak berbohong, Kalingga akhirnya mengerutkan alis sedikit. "Aku kira ....""Aku hanya merasa, dibandingkan dengan ibu kota, hidup sebagai rakyat biasa seperti ini lebih cocok untukku," ucap Andini sambil menatap keluar rumah.Di sana, dia melihat Endah.Mungkin karena khawatir dirinya akan dibentak atau diusir, Endah tetap berdiri di halaman sambil membersihkan sayuran. Padahal ada tempat teduh di dekat sana, tapi dia tidak bergerak dan malah terus menoleh ke arah rumah dengan khawatir.Andini tersenyum tanpa sadar.Dia menyeka air matanya, lalu tersenyum ke arah luar rumah. "Orang-orang di sini sangat sederhana. Meski tetap ada yang
Situasi antara Kalingga dan dirinya benar-benar berbeda. Jika Andini adalah seseorang yang telah dibuang oleh semua orang, maka Kalingga justru adalah seseorang yang dicintai oleh semua orang.Meski sempat lumpuh selama lima tahun, Rendra tetap meneteskan air mata haru saat melihatnya kembali dan tetap bersedia memberikan penghormatan untuknya. Kaisar pun segera memanggilnya masuk istana begitu mendengar kabar kesembuhannya dan menunjukkan perhatiannya.Sebagai putra sulung Keluarga Maheswara, Lukman selalu menyayanginya dan Malika pun mencurahkannya dengan penuh kasih. Nayshila menghormatinya setulus hati.Bahkan saat merancang tipu muslihatnya, Rangga tetap tidak berani menyakiti Kalingga sedikit pun. Obat yang diberikan juga adalah untuk membantunya pulih.Cinta adalah kata terindah di dunia ini. Cinta bisa menjadi baju zirah yang terkuat dan pada saat bersamaan, juga bisa menjadi kelemahan paling rapuh.Andini menunduk sambil menatap kedua tangannya yang terletak di atas meja, lalu
Namun, dari tampilan rumah ini saja, Kalingga bisa menilai bahwa pemilik gubuk ini seharusnya seorang pria."Kak Arjuna sedang pergi berburu," ucap Andini akhirnya. Dia bisa melihat sorot mata penasaran dan penilaian dalam tatapan Kalingga.Barulah Kalingga menarik kembali pandangannya dan menoleh pada Andini, lalu berkata dengan lembut, "Orang yang menyelamatkanmu, seorang pemburu?"Andini mengangguk pelan, tanpa berkata lebih jauh."Arjuna? Nama yang unik."Mendengar hal itu, Andini mengerutkan keningnya karena tidak ingin Kalingga terlalu penasaran pada Surya. Oleh karena itu, dia segera mengalihkan pembicaraan, "Kak Kalingga sudah lama mencariku ya?"Kalingga menarik napas dalam-dalam dan menundukkan pandangan, lalu tersenyum getir. "Sejak kamu jatuh ke Sungai Mentari, aku nggak pernah berhenti mencarimu."Meskipun dia menunduk, Andini tetap bisa melihat sekelebat rasa kehilangan dalam mata pria itu. Sejak dia jatuh ke Sungai Mentari hingga kini, kira-kira sudah satu bulan lebih. S
Di ujung jalan masuk desa, Dierja sedang memimpin sekelompok orang datang ke arah mereka. Dia berjalan pincang, tetapi tetap berusaha melangkah lebih cepat. Dia sesekali menunduk dan tersenyum menyanjung pada pria di sampingnya.Pria yang berjalan di sampingnya itu memiliki postur tegap dan langkah yang penuh wibawa, disertai aura angkuh khas kaum bangsawan. Penampilannya benar-benar tidak serasi dengan suasana pedesaan yang sederhana di sekelilingnya.Andini tidak tahu apakah dia harus panik atau justru merasa lega.Pria itu ... adalah Kalingga."Itu dia! Di rumah tua itu!" seru Dierja penuh semangat. Langkahnya yang pincang jadi makin cepat saking bersemangat.Beberapa hari lalu, saat Dierja dibawa ke kantor pemerintahan, dia sempat mengira akan mendekam di penjara selama bertahun-tahun. Tak disangka, justru saat itu dia melihat para petugas membawa gambar buronan.Hanya dengan sekali lihat, dia langsung mengenalinya. Dierja pun segera memberi tahu mereka.Benar saja, pagi ini, bangs