Bahkan, Laras juga menyadari ada yang tidak beres dengan Kalingga. "Wajah Tuan Kalingga tampak sangat pucat! Tuan sakit?"Mendengar itu, wajah Jabal langsung menegang. Kalingga hanya melirik Andini sekilas sebelum berkata dengan dingin, "Aku mau istirahat."Selesai berkata demikian, dia langsung mendorong kursi rodanya menuju kamar dalam.Melihat punggung Kalingga yang perlahan menghilang, Andini mengernyit kuat. Dia bisa merasakan betapa hebatnya rasa sakit yang sedang ditahan oleh Kalingga saat ini. Begitu hebat hingga bisa membuat wajahnya berubah pucat dalam sekejap!Apakah setiap malam Kalingga harus menanggung rasa sakit seperti ini? Perasaan tak nyaman tiba-tiba muncul dalam hatinya. Seperti mengingat sesuatu, dia pun menoleh ke arah Jabal dan berkata, "Sebenarnya, aku kenal seorang tabib yang sangat ahli dalam pengobatan ...."Namun, sebelum ucapannya selesai, tiba-tiba terdengar suara angin berdesir tajam. Seketika, papan catur di hadapannya telah hancur berkeping-keping dan b
Ujung pedang dingin menempel di lehernya, membuat tubuh Andini menegang seketika.Dalam ingatannya, Jabal adalah orang yang tahu batas, menjunjung etika, dan selalu bersikap sopan padanya. Bahkan, saat dia diperintahkan oleh Kalingga untuk mengusirnya dari ruangan tadi, Jabal tetap melakukannya dengan hati-hati tanpa menyakitinya.Siapa sangka, akan ada hari di mana nyawanya berada dalam genggaman Jabal! Andini tidak berani bergerak, matanya sedikit bergetar dengan ketakutan.Namun, yang lebih membuatnya terkejut adalah entah sejak kapan Kalingga telah berhenti meronta dan kini sedang menatapnya.Dalam gelapnya malam, sepasang mata dingin itu menembus kegelapan, melampaui kertas jendela, menatapnya dengan tajam seperti iblis yang keluar dari neraka.Seketika, hawa dingin menjalar ke punggung Andini. Rasa takut yang merayapi hatinya bahkan lebih hebat dibanding saat Jabal tiba-tiba menghunuskan pedangnya ke lehernya.Namun, di saat berikutnya, rasa sakit yang luar biasa kembali menyeran
Andini tidak bisa tidur sepanjang malam. Keesokan paginya saat bangun, dia mendapati hanya Laras yang sibuk bekerja di halaman.Melihat Andini, Laras segera menghampiri dan memberi hormat. Andini tidak bisa menahan diri untuk melirik ke arah tempat tinggal Kalingga, lalu bertanya dengan lirih, "Hari ini Kak Lingga sudah keluar belum?"Laras menggeleng, meniru Andini merendahkan suara. "Jangankan Tuan Kalingga, Jabal juga nggak kelihatan sama sekali."Hati Andini tiba-tiba diliputi rasa bersalah. Pasti karena kejadian kemarin malam, membuat mereka berdua tidak ingin menemuinya lagi!Setelah berpikir sejenak, dia bertanya lagi, "Apa ada cara agar aku bisa menemui tabib kediaman?"Tabib Kediaman Adipati berasal dari Lembah Raja Obat, jadi keahliannya jauh melampaui tabib biasa. Dulu ketika Andini beberapa kali hampir kehilangan nyawanya akibat penganiayaan, tabib inilah yang menyelamatkannya.Lembah Raja Obat dikenal sebagai tempat yang penuh misteri. Katanya mereka bisa menyembuhkan sega
Andini diam-diam menyemangati dirinya sendiri. Tepat saat dia hendak melangkah ke kediaman Kalingga, seorang pelayan masuk dari luar dan memberi hormat kepadanya. "Nyonya Andini, Nyonya Malika meminta Anda pergi ke aula depan untuk membahas sesuatu."Membahas sesuatu? Andini tidak mengerti apa yang perlu dibahas. Namun, saat tiba di aula depan, dia mendapati bahwa Dianti juga ada di sana.Begitu melihat Andini, Malika segera menyambutnya dengan ramah, "Andini, kemarilah."Andini melangkah maju, melirik Dianti sejenak sebelum bertanya, "Ibu, ada urusan apa?"Malika lalu menyerahkan sebuah daftar kepadanya, juga menyerahkan daftar kepada Dianti."Hari ini adalah hari kalian kembali ke rumah orang tua masing-masing. Ibu sudah menyiapkan hadiah-hadiah ini untuk dibawa pulang. Coba periksa, apakah ada yang kurang dan perlu ditambahkan?"Dianti melihat sekilas daftar itu, lalu segera menyerahkan kembali dengan sikap sopan. "Ibu sudah menyiapkan segalanya dengan sangat teliti, nggak ada yang
Andini tidak bisa menahan diri untuk tersenyum dan menggeleng. Namun, dia juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Malika.Bagaimanapun, Malika tahu bagaimana dirinya mengejar Rangga dulu. Sekarang meskipun telah menikah dengan Kalingga, tentu saja Malika masih menyimpan kekhawatiran. Uji coba yang begitu terang-terangan ini mungkin juga bisa dianggap sebagai peringatan untuknya?Namun, Andini sama sekali tidak peduli dengan hal itu. Ada hal lain yang lebih menarik perhatiannya.Dia menyerahkan daftar itu kembali kepada Malika, lalu berkata, "Aku nggak punya ayah dan ibu. Besok aku nggak akan kembali ke rumah orang tua, jadi nggak perlu repot-repot menyiapkan hadiah untuk kunjungan."Malika tertegun sejenak, lalu segera tersenyum. "Gadis bodoh, kenapa bicara seperti itu? Bukankah ayah dan ibumu tinggal di Kediaman Adipati?"Seketika, wajah Andini menjadi dingin. Namun, Malika tidak menyadarinya dan melanjutkan, "Ibu tahu, selama bertahun-tahun ini kamu dan orang tuamu punya banyak persel
Selesai berbicara, Andini berbalik dan hendak pergi.Namun, Dianti tiba-tiba melangkah ke depan dan menarik ujung bajunya. "Kakak!"Alis Andini langsung berkerut penuh kekesalan. Dia menarik kembali ujung bajunya dan menatap Dianti dengan penuh rasa jijik. "Kamu salah sebut lagi.”"Ka ... Kakak Ipar." Wajah Dianti tampak sedih. "Aku tahu kamu sangat menderita selama 3 tahun di penatu istana. Aku tahu kamu diperlakukan nggak adil. Aku juga tahu kamu menyimpan dendam pada Keluarga Adipati, sampai obat luka mahal yang Ayah dan Ibu siapkan pun kamu abaikan.""Meskipun mereka bukan orang tuamu yang melahirkanmu, mereka sudah membesarkanmu selama bertahun-tahun. Masa kamu nggak punya sedikit pun kasih sayang kepada mereka? Besok kita sama-sama pulang ya? Kumohon ...."Sambil berbicara, air mata Dianti mulai menetes. Namun, pikirannya justru berfokus pada Malika. Tadi saat Andini menunjukkan bekas lukanya, jelas Malika merasa kasihan. Dia tidak boleh membiarkan Andini memanfaatkan situasi ini
Mendengar kata-kata itu, ketakutan di mata Dianti semakin mendalam. Air matanya berlinang di wajahnya. Namun, kali ini dia benar-benar menangis karena ketakutan.Andini hanya menyunggingkan senyuman mengejek. "Karena kamu sendiri yang datang, aku harus berterima kasih. Kamu sudah membantuku menyelesaikan satu masalah besar."Dia sempat bingung bagaimana caranya membuat Kalingga muncul. Tidak disangka, Dianti justru membantunya.Namun, Dianti sama sekali tidak mengerti apa maksud perkataan Andini. Yang dia tahu, mata Andini tiba-tiba dipenuhi kilatan ganas. Kemudian, dia mencengkeram Dianti dan menamparnya dua kali dengan kuat.Plak! Plak! Suara tamparan yang begitu nyaring membuat Malika terkejut dan sontak berdiri. "Andin, apa yang kamu lakukan? Lepaskan dia sekarang juga!"Andini menyergah, "Aku sudah lama memutuskan hubungan dengan Keluarga Adipati, tapi kamu masih terus mengusikku! Hari ini, aku akan memberimu sedikit pelajaran agar kamu nggak berani membawa-bawa Keluarga Adipati d
Namun, Kalingga masih tetap memasang wajah dingin. "Kalau aku nggak datang, apa kamu benar-benar akan berlutut selama tiga hari tiga malam?"Andini menggeleng dan menjawab jujur, "Aku berencana pura-pura pingsan."Sama seperti sebelumnya, ketika Dianti berpura-pura pingsan untuk menghindari hukuman.Kalingga tak kuasa menghela napas pelan, seakan-akan merasa agak tak berdaya. Dia berkata, "Ayo, Ayah dan Ibu masih menunggu di aula utama."Bagaimanapun, menantu tertua Keluarga Maheswara berani menampar menantu kedua. Ini bukan perkara kecil dan sudah pasti akan ada teguran keras.Andini mengangguk dan berdiri, tetapi malah melangkah maju, berdiri di depan kursi roda Kalingga. "Jabal nggak ada di sini, makanya aku berani mengadangmu."Sambil berbicara, dia mengeluarkan sebuah botol obat dari sakunya. "Aku tahu kamu pasti merasa aku terlalu ikut campur. Tapi, aku benar-benar mengenal seorang tabib yang sangat hebat ....""Kamu sendiri tahu perbuatanmu ini sangat kepo, 'kan?" Suara Kalingga
Sekeliling ....Sudut mata Andini tanpa sadar melirik ke sekitarnya. Dalam sekejap, dia memahami maksud Rangga.Apa yang ada di sekeliling? Yang ada hanyalah orang-orang Rangga. Rangga sedang memberitahunya, hari ini dia tidak akan bisa pergi. Semua usaha kerasnya hanya akan menyakiti diri sendiri dan orang lain.Surya bisa merasakan dengan jelas, berat tubuh yang sebelumnya bersandar erat di punggungnya kini perlahan menjauh. Tatapannya perlahan menjadi suram.Kemudian, suara Andini perlahan terdengar dari belakangnya. "Kak Arjuna adalah penyelamatku, aku yang memohon padanya untuk membawaku pergi. Jangan salahkan dia."Suaranya membawa sedikit getaran halus yang sulit dideteksi, tetapi Surya bisa mendengarnya. Saat berikutnya, kedua tangannya pun mengepal erat.Sebagai sesama pria, bagaimana mungkin Rangga tidak bisa membaca situasi Surya saat ini? Dia bisa melihat bahwa si pemburu di hadapannya ini tidak rela melepaskan Andini.Itu bukanlah hal yang aneh. Andini begitu menawan, waja
Kali ini, Surya mempercepat lajunya. Gang Sonta adalah tempat Andini tinggal kemarin. Rangga pasti akan menyadari bahwa Andini telah menghilang begitu tiba di sana.Meskipun tadi Rangga tidak menemukan keanehan apa pun, dia pasti akan memerintahkan anak buahnya untuk menyisir seluruh kota. Karena itu, mereka harus segera pergi.Tak butuh waktu lama, mereka pun berhasil keluar dari kota. Namun, kecepatan kereta kuda tidak berkurang sedikit pun.Selama mereka bisa bertemu kembali dengan Uraga, melakukan penyamaran ulang, maka mereka bisa mengelabui Rangga!Siapa sangka, belum lama mereka meninggalkan kota, tiba-tiba terdengar teriakan terdengar dari belakang. "Berhenti!"Tatapan Surya meredup, tetapi dia sama sekali tidak berhenti. Tiba-tiba, suara angin yang tajam memecah keheningan di belakang mereka. Ada yang menyerangnya!Surya tidak menoleh. Dengan hanya mengandalkan naluri, dia memiringkan kepala. Sebuah anak panah melesat melewati telinganya.Andini membelalakkan matanya, menoleh
Surya mengangkat tangannya dan menunjuk. "Belok kanan di persimpangan ketiga di depan, lalu gang kedua di sebelah kiri.""Terima kasih," ucap Rangga dengan dingin, lalu segera membawa anak buahnya bergegas menuju Gang Sonta.Pagi ini, dia baru menerima kabar. Kemarin, ternyata Kalingga sudah membawa Andini pergi. Wanita yang dilihatnya di Desa Teluk Horta hanyalah tipuan yang diatur oleh Kalingga! Licik sekali!Ekspresi Rangga semakin dingin, tetapi dalam hatinya justru mengalir kegembiraan yang luar biasa. Dia tahu, dia akan segera bertemu dengan Andini!Tak lama kemudian, dia tiba di Gang Sonta bersama orang-orangnya. Dia mendorong pintu sebuah rumah kecil dan melangkah masuk dengan langkah besar.Dia ingin memanggil, ingin meneriakkan nama Andini, tetapi khawatir akan mengejutkannya. Jadi, keinginan itu ditahan sekuat tenaga di dadanya.Namun, langkah kakinya semakin lama semakin cepat. Rangga melewati ruang tengah, taman, dan beberapa paviliun kosong.Hingga akhirnya, dia membuka p
Mendengar pujian dari belakang, Darya diam-diam tersenyum puas, tapi wajahnya tetap pura-pura tenang. "Ah, biasa saja, semua ini demi saudara-saudara."Sambil berbicara, dia membuka sebuah pintu dan mempersilakan Andini masuk. "Malam ini kamu istirahat di sini dulu. Besok pagi-pagi sekali, aku akan carikan kereta pengangkut barang untuk membawa kalian keluar kota."Meski tidak ada jam malam di kota kecil ini, perjalanan malam hari terlalu mencolok dan bisa saja menarik perhatian Rangga.Andini mengangguk pelan, dia sama sekali tidak berpikir untuk bertanya akan dibawa ke mana sebenarnya.Sampai kemudian, Surya berkata, "Aku tidur di kamar sebelah." Barulah Andini menjawab, "Baik. Terima kasih, Kak Surya, Kak Darya.""Ah, nggak usah sungkan. Sudah malam, cepat tidur ya!" kata Darya sambil tersenyum."Baik, kalian juga istirahat yang cukup," ucap Andini, lalu menutup pintu perlahan.Dia menatap sekeliling. Sebuah kamar sederhana. Hanya ada satu tempat tidur, satu meja kecil, dan sebuah l
Malam pun tiba.Andini duduk di dekat jendela sambil menatap sinar bulan di luar sana. Hatinya terasa seolah-olah tidak punya tempat untuk berlabuh. Sudah cukup lama dia tidak merasakan kegelisahan seperti ini.Meski sebagian besar kesehariannya di Desa Teluk Horta hanya dihabiskan di dalam rumah dan kadang terasa bosan, tetapi hatinya saat itu terasa tenang.Tidak seperti sekarang ....Kalingga mengatakan, bila dia langsung membawa Andini pergi dari kota kecil ini, pasti akan menimbulkan kecurigaan dari Rangga. Maka untuk sementara, dia menitipkan Andini di rumah kecil ini.Dia berjanji akan menyebarkan kabar palsu agar Rangga teralihkan dan saat waktu sudah tepat, dia akan mengutus orang untuk mengantar Andini pergi jauh. Rencana itu terdengar sempurna.Bahkan dia sudah mengatur seseorang untuk berpura-pura menjadi perempuan yang diselamatkan oleh Surya, lalu tinggal di Desa Teluk Horta, semata-mata untuk menjaga jejak Andini tetap tersembunyi.Namun entah mengapa, hati Andini tetap
Bahagia?Kalingga tampak seperti menyadari sesuatu. Dia memandang Andini, wajahnya dipenuhi kebingungan. "Maksudmu, kebahagiaanmu itu adalah pemburu itu?"Mendengar ucapannya, mata Andini langsung membelalak terkejut. "Tentu saja bukan! Kak Arjuna cuma orang yang menyelamatkanku. Kenapa Kak Kalingga bisa berpikir begitu?"Melihat bahwa Andini benar-benar tidak berbohong, Kalingga akhirnya mengerutkan alis sedikit. "Aku kira ....""Aku hanya merasa, dibandingkan dengan ibu kota, hidup sebagai rakyat biasa seperti ini lebih cocok untukku," ucap Andini sambil menatap keluar rumah.Di sana, dia melihat Endah.Mungkin karena khawatir dirinya akan dibentak atau diusir, Endah tetap berdiri di halaman sambil membersihkan sayuran. Padahal ada tempat teduh di dekat sana, tapi dia tidak bergerak dan malah terus menoleh ke arah rumah dengan khawatir.Andini tersenyum tanpa sadar.Dia menyeka air matanya, lalu tersenyum ke arah luar rumah. "Orang-orang di sini sangat sederhana. Meski tetap ada yang
Situasi antara Kalingga dan dirinya benar-benar berbeda. Jika Andini adalah seseorang yang telah dibuang oleh semua orang, maka Kalingga justru adalah seseorang yang dicintai oleh semua orang.Meski sempat lumpuh selama lima tahun, Rendra tetap meneteskan air mata haru saat melihatnya kembali dan tetap bersedia memberikan penghormatan untuknya. Kaisar pun segera memanggilnya masuk istana begitu mendengar kabar kesembuhannya dan menunjukkan perhatiannya.Sebagai putra sulung Keluarga Maheswara, Lukman selalu menyayanginya dan Malika pun mencurahkannya dengan penuh kasih. Nayshila menghormatinya setulus hati.Bahkan saat merancang tipu muslihatnya, Rangga tetap tidak berani menyakiti Kalingga sedikit pun. Obat yang diberikan juga adalah untuk membantunya pulih.Cinta adalah kata terindah di dunia ini. Cinta bisa menjadi baju zirah yang terkuat dan pada saat bersamaan, juga bisa menjadi kelemahan paling rapuh.Andini menunduk sambil menatap kedua tangannya yang terletak di atas meja, lalu
Namun, dari tampilan rumah ini saja, Kalingga bisa menilai bahwa pemilik gubuk ini seharusnya seorang pria."Kak Arjuna sedang pergi berburu," ucap Andini akhirnya. Dia bisa melihat sorot mata penasaran dan penilaian dalam tatapan Kalingga.Barulah Kalingga menarik kembali pandangannya dan menoleh pada Andini, lalu berkata dengan lembut, "Orang yang menyelamatkanmu, seorang pemburu?"Andini mengangguk pelan, tanpa berkata lebih jauh."Arjuna? Nama yang unik."Mendengar hal itu, Andini mengerutkan keningnya karena tidak ingin Kalingga terlalu penasaran pada Surya. Oleh karena itu, dia segera mengalihkan pembicaraan, "Kak Kalingga sudah lama mencariku ya?"Kalingga menarik napas dalam-dalam dan menundukkan pandangan, lalu tersenyum getir. "Sejak kamu jatuh ke Sungai Mentari, aku nggak pernah berhenti mencarimu."Meskipun dia menunduk, Andini tetap bisa melihat sekelebat rasa kehilangan dalam mata pria itu. Sejak dia jatuh ke Sungai Mentari hingga kini, kira-kira sudah satu bulan lebih. S
Di ujung jalan masuk desa, Dierja sedang memimpin sekelompok orang datang ke arah mereka. Dia berjalan pincang, tetapi tetap berusaha melangkah lebih cepat. Dia sesekali menunduk dan tersenyum menyanjung pada pria di sampingnya.Pria yang berjalan di sampingnya itu memiliki postur tegap dan langkah yang penuh wibawa, disertai aura angkuh khas kaum bangsawan. Penampilannya benar-benar tidak serasi dengan suasana pedesaan yang sederhana di sekelilingnya.Andini tidak tahu apakah dia harus panik atau justru merasa lega.Pria itu ... adalah Kalingga."Itu dia! Di rumah tua itu!" seru Dierja penuh semangat. Langkahnya yang pincang jadi makin cepat saking bersemangat.Beberapa hari lalu, saat Dierja dibawa ke kantor pemerintahan, dia sempat mengira akan mendekam di penjara selama bertahun-tahun. Tak disangka, justru saat itu dia melihat para petugas membawa gambar buronan.Hanya dengan sekali lihat, dia langsung mengenalinya. Dierja pun segera memberi tahu mereka.Benar saja, pagi ini, bangs