Melihat lingkaran hitam di sekitar mata Andini yang cekung, Laras merasa hatinya hampir hancur.Kemudian, suara lemah Andini terdengar. "Utus orang ke Biro Adiministrasi."Laras segera mengangguk berulang kali. "Baik! Hamba akan segera mengutus orang ke sana!"Tanpa menunda waktu, Laras langsung mengutus seseorang ke sana.Kresna tampak semakin tidak sabar. "Kamu sudah mengutus orang untuk memeriksa, aku nggak mungkin menipumu! Sekarang cepat suruh adikmu makan sesuatu!"Saat itu, Kirana juga datang, diikuti oleh dua pelayan yang masing-masing membawa semangkuk bubur sarang walet.Begitu melihat Andini dan Dianti, mata Kirana dipenuhi rasa sakit yang tak bisa disembunyikan. Dia segera memberi perintah, "Cepat suapi mereka buburnya!"Dua pelayan itu langsung berlutut di hadapan Andini dan Dianti, menyendokkan bubur, lalu menyodorkannya ke bibir mereka.Namun, bibir Andini tetap tertutup rapat, sama sekali tidak mau membuka mulut. Matanya tertuju ke arah Dianti, penuh dengan ancaman ters
Abimana menatap Andini dengan penuh amarah. Seolah-olah khawatir Andini tidak mau makan, dia kembali berbicara, "Kalau kamu bisa menghabiskan makanan di ember ini, aku jamin Keluarga Adipati nggak akan mengganggu Byakta lagi!"Mendengar kata-kata Abimana, Kirana merasa hatinya seperti diremas, "Abimana! Bagaimana bisa kamu memperlakukan adikmu seperti ini? Dia sudah beberapa hari nggak makan! Bagaimana bisa kamu memaksanya makan makanan sisa?"Abimana menoleh ke arah Kirana. "Ibu, bukan aku yang kejam, tapi dia terlalu licik! Kali ini dia bisa memaksa Dianti mogok makan, entah apa yang akan dia lakukan di lain waktu! Kalian nggak boleh memercayainya lagi ...!"Sebelum kata-katanya selesai, suasana menjadi hening. Abimana merasa ada yang aneh. Bahkan, Dianti pun menghentikan suapannya dan memandang ke belakangnya dengan ketakutan bersama semua orang.Sebuah firasat buruk muncul di dalam hatinya. Tubuh Abimana menegang sebelum akhirnya dia perlahan berbalik.Di sana, entah sejak kapan, A
Kresna berbalik dan memarahi para pelayan dengan keras, "Apa kalian semua bodoh? Cepat panggil tabib kediaman untuk memeriksa Andini! Ambilkan bubur sarang walet!"Setelah itu, dia tidak berani lagi menoleh untuk melihat Andini.Laras pun mendekati Andini, mengeluarkan saputangan dan mulai mengelap tangan Andini. Air matanya terus mengalir tanpa henti, "Nona, huhu ... biar hamba bawa Nona kembali ke kamar."Andini hanya menatap Abimana dengan tenang. Dia perlahan-lahan membuka mulutnya. Suara seraknya seketika terdengar. "Semoga Tuan Abimana menepati janji tadi."Setelah hari ini, Keluarga Adipati tidak boleh mengganggu keluarga Byakta lagi!Kalimat ini membuat Abimana terkejut. Dia menatap Andini dengan bingung. "Kamu sangat menyukai Byakta?"Sampai-sampai, rela memakan seember penuh makanan sisa di depan umum demi Byakta? Apa sebenarnya yang dimiliki oleh Byakta yang membuat Andini bertindak sampai sejauh ini?Andini tidak menggubrisnya dan membiarkan Laras membawanya ke kamar. Apaka
Byakta tertegun. Andini mogok makan dan makan makanan sisa?Beberapa hari ini, Byakta sibuk mengurus masalah ayahnya. Ketika ada waktu luang, dia akan memikirkan Andini.Byakta tahu Andini pasti sangat khawatir. Menurutnya, Andini pasti tidak bisa makan dan tidur karena memikirkan ayahnya Byakta. Jadi, Byakta segera datang menemuinya.Para penjaga di Kediaman Adipati melarang Byakta masuk. Byakta juga tidak berani memanjat tembok. Dia khawatir tindakannya yang gegabah akan membuat situasi Andini bertambah sulit. Namun, dia tidak pernah menyangka bahwa Andini sampai melakukan pengorbanan sebesar ini.Byakta awalnya mengira ayahnya bisa dibebaskan karena bukti yang dia temukan cukup kuat. Namun, sekarang dia justru terkejut saat mengetahui alasan ayahnya bisa bebas. Itu karena Andini melakukan perlawanan dengan mogok makan dan makan makanan sisa!Hati Byakta terasa seperti dicabik-cabik. Byakta tidak pernah membenci dirinya seperti saat ini. Dia membenci ketidakberdayaannya. Padahal dia
Setelah masuk ke Kediaman Adipati, Byakta langsung menuju ke Paviliun Ayana. Namun, dia tetap tidak bertemu dengan Andini.Laras berdiri di luar kamar. Dia memberi hormat pada Byakta, lalu tersenyum tipis sambil berkata, "Syukurlah kalau ayahnya Wakil Jenderal Byakta baik-baik saja. Tapi, Nona Andini sudah istirahat. Mungkin nggak bisa menemui Wakil Jenderal Byakta. Silakan datang lain hari."Byakta mengernyit sembari bertanya, "Apa dia nggak mau menemuiku?"Ekspresi Laras menegang. Dia buru-buru menjawab, "Jangan berpikir seperti itu. Beberapa hari ini, Nona Andini nggak istirahat dengan baik. Nona baru bisa tidur dengan tenang setelah mendengar ayahnya Wakil Jenderal Byakta dibebaskan. Hamba benar-benar nggak tega mengganggunya."Hati Byakta tiba-tiba terasa tertekan. Dia segera mengangguk seraya bertutur, "Baiklah. Jangan ganggu dia. Biarkan dia tidur nyenyak. Kalau begitu, besok aku datang lagi ...."Setelah berbicara, Byakta berjalan mundur. Tidak disangka, Laras buru-buru memangg
Lima hari kemudian, Andini memakai riasan tipis. Setelah menutupi wajahnya yang pucat, dia bersiap untuk keluar.Andini sudah belasan hari tidak mengunjungi Ainun. Meskipun dijaga Farida, Ainun tetap akan sangat mengkhawatirkan Andini. Andini harus pergi untuk menenangkan Ainun.Setelah bertemu dengan Ainun, Andini akan pergi menemui Byakta. Menurutnya, Byakta pasti juga sangat mengkhawatirkannya.Tidak disangka, begitu keluar, Andini bertemu dengan Kirana yang berdiri di luar paviliun.Kirana tersenyum kaku saat melihat Andini. Dia membuka mulut, tetapi tidak tahu harus berkata apa. Dia hendak maju, tetapi khawatir Andini akan menjauhkannya. Jadi, dia hanya berdiri di tempat dengan canggung.Andini menghela napas sebelum berjalan menghampiri Kirana. Dia memberi hormat, lalu bertanya, "Ada urusan apa Ibu mencariku?"Ketika mendengar nada bicara Andini yang lembut, senyuman di wajah Kirana akhirnya tidak begitu kaku lagi. Matanya tanpa sadar berkaca-kaca. Dia menatap Andini seraya menya
"Ibu sudah memberikan undangan ini padaku. Bukannya Ibu memang mau aku pergi?" tanya Andini sambil menyimpan undangannya. Dia menengadah menatap Kirana sembari tersenyum tipis, lalu menambahkan, "Lagi pula, apa Panji bisa lebih buruk dari Pangeran Baskoro?"Begitu mendengar ini, dada Kirana tiba-tiba bergetar hebat seakan-akan dihantam sesuatu. Dia juga tiba-tiba mundur dua langkah.Andini memberi hormat sebelum meninggalkan Kirana.Hanya cucu dari Penasihat Agung. Lagi pula, undangannya bukan diberikan sendiri oleh Penasihat Agung. Keluarga Adipati memang sudah merosot, tetapi belum lemah sampai harus takut pada seorang cucu Penasihat Agung yang tidak disukai orang-orang.Jika benar-benar mengkhawatirkan Andini, Kirana tidak akan memberikan undangan ini padanya. Lantaran Kirana ingin Andini pergi, untuk apa pura-pura peduli?Ketika masih kecil, Andini merasa bahwa Kirana adalah ibu yang paling lembut di dunia. Namun sekarang, Andini hanya merasa Kirana sangat munafik. Saking munafikny
Ketika melihat ekspresi licik Panji, Andini sangat ingin menyiram wajahnya dengan air panas! Namun, di belakang Panji ada Penasihat Agung. Andini tahu bahwa dirinya tidak bisa menyerang Panji. Dia juga tahu Panji bisa membunuh beberapa rakyat biasa dengan sangat mudah.Saat ini, Andini hanya bisa mengepalkan tangan dengan erat dan menggertakkan gigi.Senyuman di wajah Panji makin lebar. Dia bertanya, "Apa kamu tahu gimana orang-orang luar mendeskripsikanku?"Panji berbicara sambil menuangkan teh untuk Andini dengan perlahan. Dia tampak tenang dan santai."Mereka bilang aku serigala berbulu domba, lebih rendah dari binatang, lintah, ular berbisa .... Ck, ck. Biar aku menasihatimu. Nggak ada gunanya marah pada orang sepertiku," sambung Panji.Panji mengangkat cangkir teh dan menyesapnya. Senyuman di wajahnya terlihat angkuh. Kedua matanya terus menatap Andini dengan tajam.Andini baru pertama kali bertemu dengan orang yang mendeskripsikan diri sendiri seperti itu. Orang bilang, lebih bai
Andini tidak bisa menjawab pertanyaan Laras. Tentu saja dia tidak ingin Laras terancam bahaya. Namun, Andini tidak tega meninggalkan Laras begitu memikirkan Laras akan menangis histeris setelah dirinya pergi.Melihat Andini tidak langsung menjawab, Laras melepaskan Andini. Dia memandangi Andini dan bertanya lagi sambil berlinang air mata, "Nona nggak akan tinggalkan hamba, 'kan?"Akhirnya hati Andini luluh saat melihat ekspresi Laras yang kasihan. Dia menyahut, "Nggak akan.""Kalau begitu, hamba bereskan barang-barang sekarang," timpal Laras. Dia segera melepaskan diri dari pelukan Andini, lalu masuk ke kamar sembari menyeka air mata.Melihat Laras begitu semangat, Andini menggeleng. Dia memutuskan untuk membiarkan Laras mengikutinya. Nanti Andini akan berusaha untuk melindungi Laras.Laras menghabiskan waktu 4 jam untuk membereskan barang-barang. Dia juga mencari Rama untuk menyerahkan kunci kediaman kepadanya.Saat sore hari, Andini dan Laras baru menunggangi kuda. Kala ini, Andini s
Andini tidak suka mendengar nada bicara Rangga yang dingin seperti ini. Dia merasa Rangga seperti mendesaknya. Namun, apa urusan Andini berhubungan dengan Rangga?Ekspresi Andini menjadi masam. Hanya saja, sebentar lagi Andini akan meninggalkan ibu kota. Jadi, dia tidak perlu berdebat dengan Rangga lagi.Andini menjawab, "Byakta meninggalkan surat untuk Kak Kalingga, jadi aku datang untuk mengantar surat itu."Kemudian, Andini memberi hormat kepada Rangga dan berpamitan, "Aku nggak mau ganggu Jenderal Rangga lagi. Aku pergi dulu."Selesai bicara, Andini langsung pergi. Dia tidak ingin bicara panjang lebar dengan Rangga.Rangga mengernyit saat melihat sosok Andini yang pergi menjauh. Dia berbalik, lalu melihat Kalingga sedang minum teh.Rangga berjalan masuk ke paviliun. Dia bertanya setelah melihat cangkir teh di depan Kalingga, "Untuk apa dia datang?"Kalingga tidak melihat Rangga. Dia hanya menjawab, "Dia mengantar surat dari Byakta."Kalingga memandang Rangga dengan ekspresi bingung
Andini takut menghadapi bahaya di perjalanan. Dia tidak ingin mencelakai Laras. Andini sudah mencelakai banyak orang, jadi dia tidak akan membiarkan Laras mengikutinya.Laras hampir menangis. Dia menolak, "Kalau Nona mau cari orang untuk menjaga kediaman dan bunga plum, aku bisa carikan. Nona, tolong bawa hamba. Pokoknya hamba nggak ingin berpisah dengan Nona."Andini merasa tidak berdaya saat melihat Laras yang keras kepala. Dia tidak ingin Laras terlalu sedih. Setelah berpikir sejenak, Andini terpaksa mengalihkan topik pembicaraan, "Kalau begitu, nanti baru kita bicarakan lagi. Kamu beli 2 potong baju pria untukku dulu, ya?"Sebaiknya mereka memakai baju pria ketika jalan-jalan di luar. Laras baru menyeka air matanya, lalu mengangguk dan menyahut, "Kalau begitu, hamba pergi sekarang. Hamba akan segera kembali.""Oke," balas Andini.Setelah Laras pergi, Andini baru kembali ke kamar. Dia berencana membereskan barang-barangnya, tetapi dia tidak sengaja melihat surat dari Byakta untuk Ka
Tujuh hari kemudian. Andini sedang duduk di dalam kamar. Saat Laras masuk, dia melihat Andini memandangi halaman sambil melamun.Selama 7 hari, Andini tidak melakukan apa pun setelah bangun. Dia hanya melamun. Wajahnya sangat pucat.Laras tahu kematian Ainun dan Byakta membuat Andini makin terpuruk. Sekarang hanya Laras yang bisa menyelamatkan Andini.Laras segera menarik Andini keluar dan berujar, "Nona, ikut hamba ke suatu tempat."Tenaga Laras sangat kuat. Andini terpaksa mengikuti Laras. Untung saja, mereka tidak pergi terlalu jauh. Laras membawa Andini ke taman bunga.Sekarang sudah bulan Mei. Di bawah cahaya matahari, bunga-bunga yang bermekaran tampak indah. Namun, keindahan bunga tidak membuat hati Andini tergerak.Andini hanya mengernyit. Dia tidak ingin mengecewakan Laras, tetapi dia hanya ingin duduk di dalam kamar.Tiba-tiba, Laras berlari ke suatu tempat dan berseru pada Andini, "Nona, lihat apa ini?"Laras menunjuk pohon di sampingnya. Pohon itu tak berdaun. Dibandingkan
Namun, lengan itu mengeluarkan bau tidak sedap karena disimpan terlalu lama. Tidak seperti jasad Byakta, mereka memasukkan kapur ke dalam peti matinya.Kaisar yang merasa terganggu menutup hidungnya. Dia bertanya, "Apa yang ingin kamu tunjukkan padaku?"Rangga menjawab, "Apa Kaisar nggak merasa tato di lengan ini sangat familier?"Mendengar jawaban Rangga, Kaisar melihat lengan itu lagi. Ternyata ada tato kepala harimau di lengan tersebut.Rangga menjelaskan, "Dulu, salah satu bandit yang membunuh Pangeran Baskoro juga punya tato ini. Awalnya saya nggak menganggapnya serius, tapi saya menemukan beberapa bandit Yolasa yang menguasai ilmu bela diri mempunyai tato kepala harimau ini."Kaisar menghampiri lengan itu, lalu berjongkok dan memeriksanya. Dia mendengar Rangga bertanya dengan dingin, "Apa Kaisar nggak kepikiran dengan Pasukan Harimau?"Begitu mendengar "Pasukan Harimau", Kaisar langsung terduduk di lantai saking kagetnya. Kasim buru-buru memapah Kaisar, tetapi Kaisar menolak.Kai
Setelah kembali ke kamar, kemarahan dan kesedihan Andini masih belum menghilang. Dia merasa dirinya pasti berutang nyawa pada Abimana di kehidupan sebelumnya.Kalau tidak, kenapa Abimana selalu menghancurkan harapan Andini setiap Andini merasakan perubahan dalam hidupnya? Sebelumnya Baskoro tertimpa masalah, sekarang giliran Byakta.Hanya saja, jika Andini benar-benar berutang pada Abimana di kehidupan sebelumnya, seharusnya Andini yang membayarnya sendiri. Kenapa harus melibatkan Byakta?Air mata Andini mengalir. Laras merasa kasihan pada Andini, tetapi dia tiba-tiba teringat sesuatu. Laras menunjuk barang di meja dan bertanya, "Nona, coba lihat apa itu?"Andini melihat ke arah yang ditunjuk Laras dan menemukan sepucuk surat. Namun, surat itu ditujukan pada Kalingga, bukan Andini.Andini merasa kecewa. Dia berucap, "Kenapa cuma ada satu surat? Jelas-jelas Gayatri bilang Byakta meninggalkan sesuatu untukku."Apa Byakta hanya meninggalkan surat untuk Kalingga? Tangisan Andini makin menj
Andini tahu Kirana datang untuk menghiburnya. Hanya saja, Andini malah menganggap ucapan Kirana tidak enak didengar. Semua ini takdir? Apa Kirana merasa Byakta pantas mati?Andini mengernyit, tetapi dia tidak mampu berdebat dengan mereka lagi. Andini menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Aku sudah putus hubungan dengan Keluarga Adipati. Apa pun yang terjadi padaku nggak ada hubungannya dengan kalian. Aku harap ke depannya kalian jangan datang lagi."Selesai bicara, Andini langsung berjalan masuk ke kediaman. Abimana marah-marah, "Andini! Jangan nggak tahu diri! Biasanya Ibu jarang keluar, dia datang karena mengkhawatirkanmu!"Langkah Andini terhenti. Dia mengepalkan tangannya dengan erat, lalu bertanya, "Bagaimana dengan kamu?"Mendengar ucapan Andini, Abimana terdiam. Dia tidak memahami maksud Andini.Andini tiba-tiba berbalik dan lanjut bertanya seraya menatap Abimana, "Kenapa kamu datang kemari? Kamu memperhatikanku atau merasa bersalah?"Sebenarnya Andini tidak memahami satu ha
Yudha hanya ingin membawa Byakta pulang bersama keluarganya tanpa Rangga dan Andini. Mulai saat ini, para bangsawan dari ibu kota tidak berhubungan dengan Keluarga Muhadir lagi.Rangga mengangguk. Dia bisa memahami pemikiran Yudha. Tentu saja, Rangga tidak memaksakan kehendaknya.Andini juga mengerti. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu menghampiri Ajeng dan melepaskan gelang gioknya. Andini berucap, "Aku nggak pantas terima gelang ini ...."Sebelum Andini menyelesaikan ucapannya, Ajeng menahan tangan Andini. Ajeng tampak kelelahan, tetapi dia tetap tersenyum kepada Andini dan menimpali, "Gelang ini sudah menjadi milikmu. Kalau kamu kembalikan padaku, Byakta pasti sedih."Andini memandang Ajeng dengan ekspresi kaget. Jika Ajeng masih meminta Andini menyimpan gelang ini, berarti Keluarga Muhadir masih mengakui Andini.Andini tidak menyangka sekarang Keluarga Muhadir masih menerimanya. Dia merasa sangat sedih. Andini memeluk Ajeng dengan erat. Dia merasa bersyukur dan juga bersalah.Ajen
Andini yang menyebabkan Yudha dan Ajeng kehilangan putranya. Dia juga menyebabkan Gayatri kehilangan kakaknya. Semua ini salah Andini.Tangisan Gayatri makin menjadi-jadi. Dia berujar, "Tapi, Kak Byakta pasti marah kalau lihat aku salahkan kamu ...."Ucapan Gayatri membuat hati Andini terasa sakit. Andini kewalahan melihat Gayatri yang menangis histeris.Gayatri tetap berusaha berbicara, "Sebelum pergi, kakakku bilang padaku dia nggak pernah begitu menyayangi seorang wanita selama hidupnya. Dia cuma ingin kamu aman dan bahagia. Biarpun harus mengorbankan nyawanya, dia juga rela."Gayatri menambahkan, "Andini, kakakku benar-benar mengorbankan nyawanya. Jadi, kamu harus aman dan bahagia! Kalau nggak, aku nggak akan ampuni kamu!"Ini adalah keinginan terakhir Byakta. Gayatri tidak bisa bicara lagi. Dia terus menangis. Gayatri tidak mengerti kenapa di dunia ini ada orang yang begitu bodoh hingga rela mengorbankan nyawanya demi keselamatan dan kebahagiaan orang lain.Namun, Gayatri tidak be