“Riana!” pekik Mahesa yang langsung menjatuhkan kantung belanjaannya serta berlari.“Tuan Gustav!” Riana melebarkan mata melihat Gustav yang kini terbaring telungkup di hadapannya.Tadi saat sebuah peluru yang entah darimana datangnya hampir saja menembus dada Riana, tiba-tiba Gustav menghalangi tubuh Riana dengan tubuhnya hingga peluru itu menembus ke tubuh Gustav.“Kakek.” Kenzie pun menatap kasihan pada Gustav yang terbaring lemah.Banyak orang yang datang dan berkerumun. Sedangkan Nessie sendiri langsung melarikan diri begitu ia tahu bidikannya meleset.“Riana, kau dan Kenzie tidak apa-apa?” Mahesa datang terengah. Menghampiri istri dan anaknya dengan wajah panik.Mata Riana berkaca-kaca. “Mahesa, ayahmu …”Mahesa mengikuti arah pandang Riana, kemudian ia terhenyak kaget menemukan Gustav yang bagian depan tubuhnya telah terluka.“Papa!”Mahesa berjongkok di samping Gustav. Menaruh kepala Gustav di atas pahanya.Lelaki paruh baya itu tak sadarkan diri. Tangan Mahesa menepuk pelan
Dokter telah memeriksa kondisi Gustav yang baru sadarkan diri. Luka tembaknya tak mengenai bagian yang fatal, beruntung Gustav masih bisa selamat setelah menjalani operasi untuk mengeluarkan peluru.“Polisi sedang mencari siapa pelaku penembakan itu. Informasi yang baru kami dapatkan adalah orang itu menggunakan mobil warna merah. Tapi polisi sedang mencaritahu plat nomor mobil tersebut.” Mahesa kini duduk di kursi tepat di sebelah ranjang Gustav.Riana sendiri berdiri di sebelah Mahesa.Gustav duduk bersandar sambil mendengarkan ucapan putra kandungnya.“Oh ya, aku ingin tahu satu hal. Kenapa Papa bisa tiba-tiba datang dan tahu kalau ada orang jahat yang berniat menembak Riana?” kali ini kening Mahesa berkerut dalam.Matanya menatap ayah kandungnya dengan sorot menyelidik.“Karena Papa tahu siapa orang yang ingin mencelakai Riana,” jawab Gustav.Sontak saja bola mata Riana dan Mahesa sama-sama membulat lebar mendengarnya.“Apa? Jadi, Papa tahu siapa orang itu?”Gustav menganggukan ke
“Kau senang aku sudah berdamai dengan ayahku?” tanya Mahesa, tangannya mengusap punggung tangan Riana.Matanya menatap Riana dengan senyum yang mengembang.Riana mengangguk. “Semoga ini menjadi awal yang baik untuk hubungan kalian ke depannya. Sebagai ayah dan anak, sudah selayaknya kalian berdua akur, bukan?”Mahesa tersenyum, mengangguk-anggukan kepala. Tangannya meraih tangan kanan Riana lalu menciumi jemarinya dengan lembut.Saat itu, pandangan Mahesa teralihkan pada sebuah panggilan yang masuk ke ponselnya.“Siapa?” Riana bertanya sambil mengernyitkan alis.“Ini dari kantor polisi!” seru Mahesa menatap layar ponselnya. Kemudian cepat mengangkat panggilan tersebut dan menempelkannya ke telinga kanan.“Hallo, Tuan Mahesa Anderson. Kami berhasil menangkap saudari Nessie. Dia ditangkap di bandara soekarno-hatta saat akan melarikan diri ke luar negeri. Saat ini saudari Nessie berada di kantor kami.” Polisi itu memberitahu Mahesa.Mendengar itu, bola mata Mahesa melebar senang. Bibirny
“Mahesa, aku mohon maafkan aku.” Nessie menatap Mahesa dengan mata berkaca-kaca.Timbul rasa penyesalan dalam hatinya ketika semua bukti telah mengarah padanya dan dirinya pasti akan berakhir di dalam penjara.“Tidak ada kata maaf untuk orang yang licik sepertimu, Nessie. Kau sudah berani mengganggu ketenangan keluargaku, maka dari itu kau juga harus berani mengambil risikonya.” Mahesa berkata dengan nada bicaranya yang tegas.Rahang Mahesa yang merapat menunjukan betapa marahnya lelaki itu.Untung saja ada Riana di sampingnya yang membuat Mahesa bisa menahan emosinya saat berhadapan dengan Nessie.Jika tidak, mungkin Mahesa bisa lepas kendali.“Tolong ampuni aku. Aku menyesal dan tidak akan melakukannya lagi. Aku tidak akan mengganggu keluargamu. Aku berjanji Mahesa. Tolong jangan penjarakan aku! Kasihanilah bayi ini yang ada di dalam kandunganku. Kau tentu tidak akan tega membiarkan bayi ini tumbuh di dalam penjara,” isak Nessie, tubuhnya merosot ke bawah dan berlutut di depan Mahe
Kenzie berlari kecil menuju ke arah ranjang dimana Gustav duduk. Riana yang menyusul Kenzie masuk ke ruangan itu pun mengulum senyum memperhatikan Kenzie yang kini naik ke atas ranjang Gustav dan berpelukan erat dengan kakeknya itu.“Kakek. Aku sudah memaafkan Kakek,” ucap Kenzie.“Sungguh? Kau sudah memaafkan Kakek?” Gustav bertanya, memastikan bahwa apa yang baru saja didengarnya adalah benar.Kenzie mengangguk cepat. “Iya Kek. Aku sudah tidak takut lagi. Juga tidak marah lagi.”“Meskipun dulu Kakek pernah berbuat hal buruk padamu?”“Kakek tidak usah bahas itu lagi. Aku sudah tidak ingin mengingatnya. Yang terpenting sekarang aku sudah bisa memeluk Kakek. Aku sayang Kakek. Terima kasih karena Kakek sudah menyelamatkan Mama,” ucap Kenzie, kemudian kembali memeluk tubuh Gustav dengan erat.Gustav menangis haru. Membalas pelukan cucunya itu dengan tak kalah eratnya.Sementara itu, Riana dan Mahesa sama-sama memperhatikan momen mengharukan tersebut dengan mata yang memanas. Bahkan Riana
Di weekend ini, keluarga besar Mahesa sedang berkumpul di rumah Mahesa yang megah.Tak terkecuali Gustav yang juga tampak hadir di sana.Dalam sekejap, ruang tengah itu terasa hangat diisi oleh tawa dan canda.Gustav sibuk bercanda dengan Kenzie sambil menonton tayangan kartun di televisi. Sesekali mereka sibuk berebut keripik kentang di toples yang ada di atas pangkuan Kenzie.“Kakek, jangan banyak-banyak! Kakek kan sudah tua. Tidak boleh terlalu banyak makan keripik. Nanti gigi Kakek bisa berlubang,” ucap Kenzie menjauhkan toples dari jangkauan tangan Gustav.“Biarkan saja. Kalau berlubang, Kakek tinggal pergi ke dokter gigi. Apa susahnya. Habisnya keripik kentang buatan ibumu sangat enak. Ibumu itu pandai sekali kalau sudah membuat sesuatu.” Gustav memuji.Tentu saja Riana yang duduk di sofa lain bersama Mahesa, langsung menunduk menyembunyikan senyumnya. Wajahnya merona setelah dipuji oleh ayah mertuanya sendiri.“Papa bisa saja.”“Sungguh. Rasanya ini keripik kentang yang paling
Malam semakin larut, Riana tampak nyaman bergelung di bawah selimutnya yang terasa menghangatkan tubuhnya.Jarum jam menunjukan pukul dua dinihari ketika Riana mengerjapkan mata dan tangan kanannya meraba ke sisi ranjang.“Emhh … Mahesa?” gumamnya sambil membuka kelopak matanya yang terasa berat.Selanjutnya, kening Riana berkerut saat tak menemukan Mahesa di atas ranjangnya.“Ke mana dia?”Meskipun mengedarkan pandangan ke sekeliling, lelaki tampan itu tak terlihat batang hidungnya.Riana pun turun dari ranjang sambil mengenakan cardigan gaun malam bermodel kimono warna merah itu, kemudian melilitkan tali di pinggangnya.Langkahnya bergerak keluar kamar dan mencari sosok Mahesa.“Malam-malam begini, apa yang Mahesa lakukan di luar kamar?” Riana masih melangkah mencari keberadaan sang suami.Sampai kemudian telinganya menangkap suara denting music dari arah sebuah ruangan yang masih berada di lantai atas.Itu adalah ruang music!“Suara piano! Siapa yang memainkan piano semerdu itu? A
Mahesa langsung memeluk Riana yang tubuhnya mengkeret ketakutan. Wajah Riana tenggelam di dada Mahesa.Tentu saja wanita itu menjerit ketakutan, sebab isi dalam dus kotak itu adalah sebuah boneka dengan darah di bagian lehernya. Boneka itu terlihat menyeramkan.Lengkap dengan sebuah tulisan di kertas yang tampaknya ditulis dengan menggunakan tinta darah.[Kalian akan melihat anak kalian bernasib sama seperti boneka ini]Begitulah kiranya tulisan yang tertera di kertas tersebut.Sontak saja Riana meremas kemeja yang dikenakan oleh suaminya. Kepalanya menggeleng panik. Raut cemas dan takut pun tersirat di wajahnya.“Mahesa, orang itu menuliskan sesuatu yang membuatku takut. Apa dia mau mencelakai Kenzie dan bayi ini?” Riana menangis. Air mata telah tumpah di kedua pipinya.Mahesa menggelengkan kepala, menangkupkan kedua tangannya di pipi Riana.“Tidak akan. Aku jamin padamu tidak aka nada satu orang pun yang akan menyakiti Kenzie dan bayi ini. Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi