Kenzie berlari kecil menuju ke arah ranjang dimana Gustav duduk. Riana yang menyusul Kenzie masuk ke ruangan itu pun mengulum senyum memperhatikan Kenzie yang kini naik ke atas ranjang Gustav dan berpelukan erat dengan kakeknya itu.“Kakek. Aku sudah memaafkan Kakek,” ucap Kenzie.“Sungguh? Kau sudah memaafkan Kakek?” Gustav bertanya, memastikan bahwa apa yang baru saja didengarnya adalah benar.Kenzie mengangguk cepat. “Iya Kek. Aku sudah tidak takut lagi. Juga tidak marah lagi.”“Meskipun dulu Kakek pernah berbuat hal buruk padamu?”“Kakek tidak usah bahas itu lagi. Aku sudah tidak ingin mengingatnya. Yang terpenting sekarang aku sudah bisa memeluk Kakek. Aku sayang Kakek. Terima kasih karena Kakek sudah menyelamatkan Mama,” ucap Kenzie, kemudian kembali memeluk tubuh Gustav dengan erat.Gustav menangis haru. Membalas pelukan cucunya itu dengan tak kalah eratnya.Sementara itu, Riana dan Mahesa sama-sama memperhatikan momen mengharukan tersebut dengan mata yang memanas. Bahkan Riana
Di weekend ini, keluarga besar Mahesa sedang berkumpul di rumah Mahesa yang megah.Tak terkecuali Gustav yang juga tampak hadir di sana.Dalam sekejap, ruang tengah itu terasa hangat diisi oleh tawa dan canda.Gustav sibuk bercanda dengan Kenzie sambil menonton tayangan kartun di televisi. Sesekali mereka sibuk berebut keripik kentang di toples yang ada di atas pangkuan Kenzie.“Kakek, jangan banyak-banyak! Kakek kan sudah tua. Tidak boleh terlalu banyak makan keripik. Nanti gigi Kakek bisa berlubang,” ucap Kenzie menjauhkan toples dari jangkauan tangan Gustav.“Biarkan saja. Kalau berlubang, Kakek tinggal pergi ke dokter gigi. Apa susahnya. Habisnya keripik kentang buatan ibumu sangat enak. Ibumu itu pandai sekali kalau sudah membuat sesuatu.” Gustav memuji.Tentu saja Riana yang duduk di sofa lain bersama Mahesa, langsung menunduk menyembunyikan senyumnya. Wajahnya merona setelah dipuji oleh ayah mertuanya sendiri.“Papa bisa saja.”“Sungguh. Rasanya ini keripik kentang yang paling
Malam semakin larut, Riana tampak nyaman bergelung di bawah selimutnya yang terasa menghangatkan tubuhnya.Jarum jam menunjukan pukul dua dinihari ketika Riana mengerjapkan mata dan tangan kanannya meraba ke sisi ranjang.“Emhh … Mahesa?” gumamnya sambil membuka kelopak matanya yang terasa berat.Selanjutnya, kening Riana berkerut saat tak menemukan Mahesa di atas ranjangnya.“Ke mana dia?”Meskipun mengedarkan pandangan ke sekeliling, lelaki tampan itu tak terlihat batang hidungnya.Riana pun turun dari ranjang sambil mengenakan cardigan gaun malam bermodel kimono warna merah itu, kemudian melilitkan tali di pinggangnya.Langkahnya bergerak keluar kamar dan mencari sosok Mahesa.“Malam-malam begini, apa yang Mahesa lakukan di luar kamar?” Riana masih melangkah mencari keberadaan sang suami.Sampai kemudian telinganya menangkap suara denting music dari arah sebuah ruangan yang masih berada di lantai atas.Itu adalah ruang music!“Suara piano! Siapa yang memainkan piano semerdu itu? A
Mahesa langsung memeluk Riana yang tubuhnya mengkeret ketakutan. Wajah Riana tenggelam di dada Mahesa.Tentu saja wanita itu menjerit ketakutan, sebab isi dalam dus kotak itu adalah sebuah boneka dengan darah di bagian lehernya. Boneka itu terlihat menyeramkan.Lengkap dengan sebuah tulisan di kertas yang tampaknya ditulis dengan menggunakan tinta darah.[Kalian akan melihat anak kalian bernasib sama seperti boneka ini]Begitulah kiranya tulisan yang tertera di kertas tersebut.Sontak saja Riana meremas kemeja yang dikenakan oleh suaminya. Kepalanya menggeleng panik. Raut cemas dan takut pun tersirat di wajahnya.“Mahesa, orang itu menuliskan sesuatu yang membuatku takut. Apa dia mau mencelakai Kenzie dan bayi ini?” Riana menangis. Air mata telah tumpah di kedua pipinya.Mahesa menggelengkan kepala, menangkupkan kedua tangannya di pipi Riana.“Tidak akan. Aku jamin padamu tidak aka nada satu orang pun yang akan menyakiti Kenzie dan bayi ini. Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi
“Tuan Mahesa, saya sudah mendapat informasi tentang siapa orang yang sudah mengirimkan paket tersebut ke rumah Anda.” Jean—orang suruhan Mahesa datang menghadap Mahesa yang berada di rumahnya.Mahesa duduk di sofa single yang terletak di ruang tengah. Matanya menatap Jean dengan pandangan lurus dan menunggu.“Siapa orangnya yang sudah berani bermain-main denganku?” tanya Mahesa.“Dia adalah seorang model lelaki bernama Niko. Dia sengaja mengirimkan paket tersebut dengan nama Mr. X agar identitasnya tak diketahui. Tapi bodohnya, dia mencantumkan sebuah nomor yang sudah tak aktif bekas dirinya sendiri yang mana saat dicek nomor itu menampilkan identitasnya.” Jean menjelaskan panjang lebar pada Mhaesa.Mendengar itu, sontak saja bola mata Mahesa membelalak lebar.“Niko?” ulang Mahesa terkejut.Tentu saja Mahesa ingat siapa Niko. Dia aadalah lelaki yang dulu berselingkuh dengan Nessie saat Nessie masih berpacaran dengan Mahesa.Dalam kata lain, Niko adalah ayah kandung dari bayi yang dik
“Saudari Nessie, ada yang ingin bertemu denganmu.”Nessie mengangkat wajahnya saat mendengar seorang polisi memanggil namanya.Nessie berdiri dari duduknya. Tadi ia sedang duduk melamun di dalam sel sembari memeluk perutnya sendiri yang mulai membuncit.Kini Nessie berdiri menghadap pada seorang polisi yang berdiri di hadapannya. Mereka terhalang oleh jeruji besi yang berada di tengah-tengah mereka.“Siapa yang mau beretemu denganku?” tanya Nessie, mengerutkan kening.“Nyonya Riana,” jawab polisi tersebut, yang sontak saja membuat Nessie terhenyak kaget.Riana?Tapi untuk apa wanita itu datang menemuinya?Masih dengan wajah penasarannya, polisi itu pun membuka kunci gembok dan memborgol kedua tangan Nessie di depan.Selanjutnya Nessie menurut saat polisi itu menuntun langkahnya menuju ruang besuk. Dimana Riana kemungkinan sudah menunggu di sana.Benar saja, ketika langkah mereka tiba di ruang besuk, Nessie melihat Riana sudah duduk di kursi dan tersenyum tipis ke arahnya.“Waktumu ha
Tiga hari berselang, namun Niko masih juga belum ditemukan.Entah di mana lelaki jahat itu berada.Mahesa sampai merasa kasihan pada Riana yang terkadang melamun memikirkan terror itu.“Sayang, bagaimana kalau kita pergi liburan?” tanya Mahesa sambil menghampiri Riana yang berdiri melamun di dekat jendela.Riana sempat terkejut saat tiba-tiba Mahesa memeluknya dari belakang. Tapi kemudian alis Riana mengernyit mendengar ajakan lelaki itu.“Liburan?” ulang Riana.“Ya. Anggap saja liburan ini sebagai babymoon kita,” ucap Mahesa.“Tapi Kenzie dan Yasmin bagaimana? Kenzie tidak mungkin meninggalkan sekolahnya. Yasmin juga sedang sibuk-sibuknya kuliah. Aku tidak tega kalau harus liburan dan meninggalkan mereka di rumah.” Bibir Riana mengerucut.Mahesa menghembuskan napas pelan, membalikan badan Riana hingga kini wanita itu berdiri berhadapan dengannya.Kedua tangan Mahesa memegangi pangkal lengan Riana. Ditatapnya wanita cantik itu dengan tatapan dalam.“Yasmin dan Kenzie juga pasti akan
Mahesa hampir saja lepas kendali dan akan memukul wajah Niko. Namun untungnya polisi segera bergerak cepat mencegah apa yang hendak Mahesa lakukan.“Aku sama sekali tidak menyesal, Mahesa. Aku juga tidak merasa sedih meskipun harus mati di penjara. Yang aku sesalkan adalah mengapa aku tidak berhasil membunuh seluruh keluargamu! Kau memenjarakan Nessie yang sedang mengandung anakku. Kau akan membuat anakku lahir di dalam penjara. Aku tidak terima hal itu!” Niko berkata dengan lantang dan wajah yang tanpa disertai rasa penyesalan sedikit pun.“Sialan kau!” Mahesa yang berdiri kini dipegangi oleh dua orang polisi agar tak menghajar Niko.Sedangkan Niko sendiri hanya tertawa santai sambil dibawa oleh polisi untuk kembali ke dalam selnya.Napas Mahesa naik turun dengan cepat. Polisi pun melepaskan pegangan mereka di tangan Mahesa.“Maaf, Tuan Mahesa. Tahan emosi Anda. Jangan sampai Anda melakukan kekerasan di sini,” ucap salah satu dari mereka.Mahesa berdecak pelan. Tak menanggapi ucapan
“Kalau begitu tunggu apa lagi? Ayo masuk!” Mahesa mempersilakan Nessie masuk ke dalam mobilnya.Nessie tersenyum dan duduk di kursi belakang bersama pengasuh dan Andra.Tentu saja Nessie mendekap Andra di atas pangkuannya. Tak sedikit pun Nessie berniat memberikan Andra kepada pengasuh yang duduk di sampingnya.Mobil Mahesa lantas melaju meninggalkan lapas dan merambat di jalan raya.Seulas senyum tipis tersungging di bibir Riana. Sambil tangannya mendekap punggung Anna yang kini tertidur di atas pangkuan, Riana mendesah lega dalam hati.“Aku senang melihat Nessie dan Andra tersenyum sebahagia itu,” batin Riana.***“Ayo Pa! Lempar bolanya ke mari!” Kenzie berseru pada Mahesa yang berdiri cukup jauh di hadapannya.Sedangkan Kenzie sendiri duduk di atas pelampung bebek warna kuning dan mengangkat kedua tangannya ke atas, bersiap menyambut lemparan bola dari Mahesa.Saat ini ayah dan anak itu sedang bermain bola di dalam kolam renang. Sesekali tawa mereka akan terdengar sampai ke teling
Momen yang sangat Riana tunggu-tunggu selama ini adalah momen kebebasan Nessie dari dalam penjara.Dan hari ini Nessie akan bebas. Dengan segera Riana bersemangat mendandani Andra dan memakaikan baju terbaik untuk balita tersebut.Bahkan Riana mengemasi barang-barang Andra serta pakaiannya ke dalam koper.“Sayang, kau sudah siap?” tanya Mahesa yang masuk ke dalam kamar dengan penampilannya yang sudah rapi dengan stelan kemeja berwarna biru tua.Sementara Riana sendiri tampak manis dengan celana jeans pensil dan baju kaus biru muda yang dipadukan dengan cardigan putih.“Sudah. Sekarang aku hanya tinggal menyisir rambut Andra. Sebentar lagi dia akan siap,” kata Riana sambil menyisiri rambut Andra yang duduk di atas pangkuannya.Karena masih balita dan sedang aktif-aktifnya, terkadang Andra tak bisa diam hingga membuat Riana sedikit kesulitan saat menyisir rambut bocah itu.“Tahan ya, sayang. Biar Tante rapika dulu rambutnya.”Bibir Mahesa mengulum senyum memperhatikan istrinya yang tela
Malam hari, Mahesa mencari keberadaan istrinya yang entah berada di mana. Mahesa terbangun dilarut malam dan keningnya berkerut saat tak menemukan Riana di sampingnya. "Riana? Sayang, kau di mana?" Mahesa memanggil, ragu-ragu saat mengeraskan suaranya karena takut anak-anak itu akan terbangun mendengar teriakannya. "Oekk ... Oekk ... " Suara tangisan balita terdengar dari arah kamar Anna. Hal itu membuat langkah Mahesa terhenti. "Anna bangun?" segera Mahesa memutar langkahnya menuju kamar putri keduanya. Begitu membuka pintu kamar, Mahesa langsung berseru memanggil nama anaknya. "Anna!" "Aaakhh!" kedatangan Mahesa yang tiba-tiba membuat Riana memekik terkejut sambil menutupi dadanya yang tadi sempat ia keluarkan karena akan menyusui Anna. Namun setelah tahu yang masuk ke kamar Anna adalah Mahesa, Riana pun tidak lagj menutupi dadanya dan kembali melanjutkan menyusui Anna. "Kau datang membuatku terkejut." Riana berkomentar. Mahesa menutup pintu kamar, lalu melangkah mengham
Masih berada di rumah Aram, Riana turun ke lantai bawah dan berkeliling sejenak seolah sedang bernostalgia melihat-lihat kembali isi di dalam rumah tersebut.Riana ingat dulu dirinya seringkali berkunjung ke rumah Ara, bersama Kenzie. Ternyata isi rumah tersebut sudah banyak berubah. Termasuk letak beberapa furniture yang diubah sedemikian rupa."Lukisan itu?" dari sekian banyak benda yang ada di penjuru rumah Aram, perhatian Riana justru terpaku pada sebuah lukisan kuno yang menampilkan gambar seorang nenek tua yang sedang duduk manis di kursinya. Nenek tua itu mengenakan selendang berwarna abu yang telah pudar, serta kain jarik sebagai penutup kakinya yang telah keriput. Sementara rambutnya yang telah berubah dibiarkan tersanggul ke belakang. "Ini adalah lukisan kesayangan Bu Risma," gumam Riana sedih sambil menyapukan jemarinya pada permukaan lukisan yang terpajang rendah di dinding ruang tengah."Aku tidak percaya kau masih mengingatnya, Riana. Kau masih ingat dengan lukisan kes
Setelah sarapan, Mahesa langsung mengabari Leo bahwa ia akan berangkat ke kantor sangat siang. Mahesa meminta Leo untuk menghandle sedikit pekerjaannya sampai Mahesa sendiri tiba di sana.Begitu Leo menyanggupi, Mahesa pun mengakhiri teleponnya dan masuk ke dalam mobil, dimana Riana yang menggendong Anna dan seorang pengasuh yang menggendong Andra sudah berada di dalam mobil tersebut.“Kita mau belanja di mall mana, sayang?” Mahesa bertanya pada Riana yang duduk di sampingnya.“Mall mana saja. Aku tidak masalah.”“Bagaimana kalau di mall yang dekat dengan kantorku” Mahesa bertanya lagi.Riana mengangguk setuju.Riana tahu kalau mall yang dekat dengan kantor Mahesa adalah mall terbesar yang ada di Jakarta. Namun Riana tidak menolak saat Mahesa menawarkan pergi ke mall tersebut.Sebab lelaki itu tidak akan keberatan meski Riana berbelanja sepuasnya di sana.Sejurus kemudian, mobil Mahesa pun tiba di baseman mall. Riana menggendong Anna turun dari mobil setelah Mahesa membukakan pintu mo
“Sayang! Sayang!” pagi ini Mahesa berseru memanggil-manggil istrinya.Lelaki itu baru keluar dari kamar mereka namun sudah heboh mencari Riana seperti ingin menyampaikan sebuah berita baik.Seruan Mahesa yang lantang tentu saja sampai di telinga Riana yang sedang menata sarapan di atas meja.“Aku di sini.” Riana balas berteriak.Segera Mahesa mempercepat langkahnya menghampiri sang istri.“Selamat pagi!” lelaki itu mendaratkan ciuman singkat di pipi kanan Riana.“Pagi,” balas Riana sambil tersenyum tipis. Tangannya sibuk menata makanan.“Pagi-pagi begini sudah heboh mencariku. Tidak biasanya. Aku yakin kau belum cuci mukamu, kan? Ada apa?” tanya Riana.Mahesa yang mendengar ucapan istrinya itu spontan menyentuh wajahnya yang memang belum sempat dicuci.Semua itu gara-gara Mahesa terbangun oleh sebuah pesan yang masuk ke ponselnya. Pesan yang membawa kabar bahagia untuknya, mungkin juga untuk Riana.Itulah mengapa Mahesa sangat bersemangat memberitahukan kabar ini pada istrinya.“I hav
Banyak yang berubah setelah satu tahun. Beberapa juga pergi dari kehidupan Mahesa dan Riana.Termasuk Gustav, yang meninggal empat bulan setelah kelahiran Annastasya Anderson, cucu keduanya.Sekarang Riana dan Mahesa yang sedang merindukan Gustav pun mengunjungi makamnya.Riana memegang keranjang kecil berisi kelopak bunga. Sementara Mahesa memegangi payung hitam.“Sekarang Kenzie sudah semakin pintar, Pa. Nilainya selalu bagus dalam mata pelajaran. Jika Papa masih hidup, Papa pasti akan sangat bangga pada Kenzie,” ucap Mahesa sambil menceritakan soal Kenzie pada makam ayah kandungnya.Riana yang berjongkok di samping Mahesa pun tersenyum tipis. Tangan kanannya mengusap punggung Mahesa.Riana tahu bagaimana perasaan Mahesa saat ini.Meskipun lelaki itu mencoba untuk menampilkan senyum di wajahnya, tetap saja Mahesa tak bisa menutupi matanya yang berkaca-kaca.“Kau pasti sangat merindukan Papa, ya?” tanya Riana sambil berbisik di telinga Mahesa.Mahesa menangkap tangan Riana yang menye
Satu tahun kemudian…Mobil mewah Mahesa berhenti di pekarangan depan sebuah panti asuhan yang bernama ‘Muara Kasih Bunda’.Begitu turun dari mobil, mereka langsung disapa oleh pemilik panti yang bernama Bu Yani.Sambil menggendong Anna yang sudah berusia satu tahun, Riana berjalan beriringan dengan Mahesa memasuki panti asuhan tersebut yang tampak ramai oleh suara anak-anak balita yang sedang bermain dan berlalu Lalang.“Silakan Tuan, Nyonya.” Bu Yani mempersilakan mereka untuk masuk ke sebuah kamar dimana terdapat seorang anak laki-laki berusia satu tahun lebih yang tertidur di atas ranjang.Riana menghela napas melihat betapa pulasnya balita lucu tersebut. Di tangannya tergenggam sebuah kalung berbandul dinosaurus.Riana tersenyum. Ia tahu siapa yang memberikan kalung dinosaurus itu pada anak laki-laki tersebut.“Andra sedang tidur. Tapi dia sudah tidur dari setengah jam yang lalu. Jika Tuan Mahesa dan Nyonya Riana mau bicara dengannya, saya akan bangunkan dia,” kata Bu Yani yang be
“Aku akan memberikan nama Anna,” jawab Riana yang kemudian membuat kening Mahesa mengernyit.“Anna? Hanya Anna saja?”Riana menggelengkan kepala. “Nama panjangnya bisa kau yang berikan. Aku hanya ingin dia diberi nama Anna.”Mahesa tersenyum. Kemudian mengangguk-anggukan kepala, lalu lelaki tampan itu pun berpikir sejenak.“Anna? Baiklah. Aku harus mencari nama panjang yang sesuai dengan nama depannya. Tapi apa ya?” gumam Mahesa sambil mengurut dagunya dengan ibu jari dan telunjuk.“Ah, aku tahu. Bagaimana kalau Annastasya Anderson?” tanya Mahesa sambil memberikan usul nama yang menurutnya paling bagus.“Annastasya?” ulang Riana.Mahesa mengangguk. “Ya. Yang penting nama panggilannya tetap Anna, kan?”Mendengar itu, Riana kemudian mengangguk setuju. “Itu nama yang cantik. Aku sangat menyukainya.”“Ya. Nama yang cantik. Secantik orangnya,” balas Mahesa sambil tersenyum lebar.“Tuan, Nyonya, bayinya sudah dimandikan. Sekarang dia sudah siap untuk menyusu pada ibunya,” kata seorang pera