Di sebuah rumah kecil dan reot yang berdinding kan anyaman bambu, tampak seorang wanita yang tengah menangis tersedu-sedu.
Dia baru saja selesai memakamkan ayahnya yang meninggal hari ini, dia tidak bisa menahan kesedihannya karena sekarang tidak ada siapa pun lagi yang berada di sisinya.Sebenarnya sejak kapan kemalangan ini mulai menimpa padanya, apakah sejak 5 bulan lalu saat keluarganya jatuh miskin dan kehilangan semuanya, atau di saat dirinya dinyatakan hamil karena cinta satu malam dengan pria yang bahkan tidak dia ketahui dan ingat wajahnya, hingga membuat kariernya sebagai pelukis terkenal pun ikut hancur.Air mata wanita itu kembali menetes, dia lalu memegangi perutnya yang terlihat buncit, karena usia kandungan yang memang sudah menginjak 5 bulan.“Ayah, sekarang Alana harus bagaimana. Alana tidak tahu ayah hiks,” ucapnya.Alana menunduk, menyembunyikan wajahnya di sela-sela lututnya yang dia peluk dengan erat. Dia terus menangis, hingga tiba-tiba tangisannya itu pun terhenti ketika dia mendengar suara mobil yang sepertinya berhenti di depan rumahnya.Alana refleks berdiri, dia lalu keluar dari dalam kamarnya.Merasa penasaran, Alana pun mengintip dari balik jendela bambunya siapa kira-kira orang yang memarkirkan mobil di depan rumahnya itu.Matanya melebar, kala dia melihat segerombolan pria memakai setelan hitam keluar dari dalam mobil itu.“Siapa mereka? Apa mereka penagih hutang? Tapi, aku merasa tidak pernah berhutang apa pun, aku juga tidak punya tunggakan apa pun. Begitu pun dengan ayah. Aku sudah memastikan ayah juga tidak memilikinya. Lalu, siapa mereka? Kenapa mereka terlihat sangat menyeramkan,” gumamnya.Alana hendak membuka pintu, dia harus memastikan siapa mereka dan apa kemauan mereka. Dia tidak mau memiliki masalah apa pun, terlebih saat ini dia hanya seorang diri. Dia harus bisa bertindak tegas.“Apa benar ini rumahnya Arya Subagja!”Deg!Seketika niat Alana pun terhenti kala mendengar salah satu dari pria itu menyebutkan nama ayahnya.“Me-mereka mengenal ayah?” Alana mulai merasa ketakutan, apakah mungkin mereka adalah musuh dari ayahnya.“Benar Tuan, saya mendapat kabar bahwa Arya telah jatuh miskin dan tinggal di sini,” jawab seorang pria lainnya yang berdiri di samping pria yang tadi bertanya.“Kalau begitu masuk! Dan tarik ular tua itu ke hadapanku!”Deg!Mendengar itu, Alana pun sontak terkejut. Sepertinya apa yang tadi dia pikirkan itu benar, mereka adalah musuh dari ayahnya. Dan sekarang, mereka sedang mencarinya.Tubuh Alana mulai bergetar, dia pun langsung berlari kembali ke dalam kamarnya.Brakk!Alana terkejut bukan main, saat dia mendengar suara gebrakan pintu rumahnya. “Me-mereka mendobrak pintunya, mereka akan masuk. Apa yang harus aku lakukan?”“Cari ular tua itu sampai dapat, jangan biarkan dia lolos lagi. Karena jika itu terjadi, kalian yang akan menanggung akibatnya!” seru pria tinggi yang merupakan bos dari mereka.“Baik Tuan,” jawab semua anak buahnya dengan serentak. Mereka pun mulai masuk ke dalam rumah Alana dan mencari keberadaan Arya.Glek!Saat ini Alana merasa sangat bingung, apa yang harus dia lakukan. Sepertinya keluar dari kamar pun sudah terlambat, karena anak-anak buah dari pria itu sudah masuk ke dalam rumahnya. “Ya Tuhan. Apa yang harus aku lakukan,” bingungnya.Alana melihat seisi kamarnya yang kecil ini, jika dia harus bersembunyi di mana dia akan bersembunyi. Kamarnya ini sangat kecil, jika pun dia bersembunyi di sini. Mereka semua pasti akan mudah menemukannya.Alana mendengar suara langkah kaki yang mendekati kamarnya, tidak ada jalan lain lagi, dia hanya bisa bersembunyi. Setidaknya dia akan berusaha untuk menghindar. Jika pun dia tertangkap, maka mungkin itu sudah takdirnya.Alana melihat ke kolong tempat tidurnya, sepertinya itu cukup untuk dirinya bersembunyi. Dia pun berjongkok dengan susah payah, karena perut buncitnya ini membuatnya kesulitan untuk melakukannya.Alana perlahan-lahan masuk ke bawah ranjang tempat tidurnya. Tangannya itu menutupi perutnya, agar perutnya tidak terbentur apa pun dan anaknya akan baik-baik saja.Srett!Gorden yang menutupi kamar Alana itu terbuka dan membuat Alana yang baru saja bersembunyi itu terkejut, dia mendengar suara langkah kaki yang memasuki kamarnya.Alana menutupi mulutnya dengan satu tangannya, agar tidak ada suara sedikit pun yang keluar dari sana.Langkah kaki itu terus terdengar, dan semakin dekat ke arahnya. Air mata Alana sudah menetes. Di dalam hatinya dia terus berdoa agar orang-orang ini tidak menemukannya dan segera pergi dari sini.Mata Alana membelalak, saat dia melihat kaki yang beralaskan sepatu hitam itu ada di sampingnya. Dia semakin erat menutupi mulutnya itu, dan memejamkan matanya. Saat ini dia takut, sangat takut. Bahwa orang-orang ini benar-benar akan menemukannya. 'Pergilah, kumohon pergilah,' batinnya.Alana memberanikan diri untuk kembali membuka matanya, dia mengintip ke arah sampingnya untuk memastikan apakah sepasang kaki itu masih berada di sana. “Hufftt.” Tampak helaan nafas lega keluar dari mulutnya, saat sepasang kaki itu ternyata sudah tidak terlihat lagi di sana. Sayup-sayup dia mendengar pembicaraan orang-orang asing itu yang sedang melapor pada bosnya.“Tidak ada siapa pun Tuan, kami sudah mencarinya. Tapi rumah ini kosong.”Raut wajah Eric terlihat sangat murka, setelah mendengar laporan dari anak buahnya. “Apa Arya mengetahui jika aku mencarinya, dan dia melarikan diri. Sialan! Benar-benar sialan. Tidak bisa, aku tidak bisa bersabar lagi. Bakar rumah ini! Aku ingin melihat api yang berkobar membakar rumah si ular brengsek Arya. Mungkin saja dia bersembunyi, dan kalian tidak bisa menemukannya. Karena itu, bakar! Sampai semuanya tidak bersisa!” serunya.Alana yang mendengar perintah itu langsung tersentak. “A-apa katanya, membakar rumah ini. Jika begitu, aku ... aku mungkin tidak akan selamat.”“Baik Tuan.”Glek!Lagi-lagi Alana menelan salivanya. Sekarang, bagaimana dia akan selamat. Mungkinkah ini hari terakhirnya hidup di dunia ini, apakah dia akan menyusul ayah dan ibunya.Alana merasakan gerakan pada perutnya. Air matanya langsung menetes, dia tidak boleh menyerah. Saat ini dia tidak sendiri ada anaknya bersamanya. Setidaknya, dia harus menyelamatkan anaknya. Sekarang dia mempunyai tanggung jawab lain, bagaimana pun caranya dia harus bisa keluar dari sini. Sebelum rumah ini benar-benar dibakar.Di luar, Eric menatap dengan tajam rumah kecil dan reot di depannya itu. Rumah yang sebenarnya sudah tidak layak untuk dihuni. Dia melipat kedua tangannya itu di dadanya, sebenarnya jika dipikir-pikir dia masih tidak menyangka dan tidak percaya bahwa seorang Arya Subagja akan tinggal di tempat seperti ini.Seorang Arya yang dulu selalu terlihat angkuh dan sangat ambisius. Terlihat sangat jelas, bahwa dia adalah orang yang akan melakukan apa pun demi mencapai tujuannya. Tapi, siapa sangka karena kerakusannya itu, hidupnya malah menjadi seperti ini.“Kau sangat bodoh Arya, padahal dulu saat aku melihatmu yang berdiri di samping papaku, kau tampak sangat mengagumkan. Tapi, aku tidak menyangka kau bahkan tega mengkhianatiku. Kau ... sama saja dengan kakakku,” ucapnya.“Tuan,” ucap Jeff yang merupakan sekretaris pribadi dari Eric, dia membungkuk memberi hormat pada tuannya itu, “Tuan, apa Anda yakin. Akan membakar rumah ini?” tanyanya.Tatapan tajam langsung melesat ke arah Jeff setelah dia melontarkan pertanyaannya itu. “Apa aku harus memberi perintah dua kali, atau haruskah aku memasukkanmu ke rumah itu agar kau terbakar hidup-hidup bersama dengan ular tua itu!” jawabnya.“Tidak Tuan, maafkan saya. Kami akan segera melaksanakan perintah Anda.” Jeff pun kembali membungkuk, dia berbalik dan melangkah menuju rumah Alana untuk melaksanakan apa yang Eric perintahkan.Saat kedua mata Eric melihat anak-anak buahnya yang sedang menjalani perintahnya, tatapannya itu semakin menajam. Dia sudah tidak sabar lagi untuk melihat mayat dari Arya yang terpanggang, itu pasti akan sangat memuaskan dahaganya yang selama ini sudah tertahan untuk membunuhnya. Dan sekira pun Arya memang tidak ada di dalam, setidaknya dia akan hidup di jalanan karena rumahnya ini sudah lenyap tanpa sisa.Sementara itu, Alana mencoba keluar dari bawah tempat tidurnya. Dadanya terasa sesak, karena dalam keadaan hamil dia harus bersembunyi di tempat yang sempit seperti itu.“Hah, hah.” Alana mencoba menarik oksigen sebanyak-banyaknya, setelah dia berhasil keluar dari sana. “Aku harus segera keluar, bagaimana pun caranya aku harus keluar dari sini, demi anakku aku harus selamat,” ucapnya.Dengan perlahan, Alana mulai melangkahkan kakinya. Dia mengintip dari balik gorden kamarnya. Tidak ada siapa pun di dalam rumahnya, itu artinya mereka semua sekarang berada di luar dan mungkin sedang menjalankan aksi mereka untuk membakar rumahnya.Alana pun melanjutkan langkahnya, dia akan keluar melalui pintu belakang rumahnya. Dia berharap, bahwa anak buah dari orang asing itu tidak berada di sana.Alana membuka pintu belakang rumahnya, sekali lagi dia mengintip terlebih dulu untuk memastikan keadaannya. Helaan nafas lega terdengar lagi dari mulutnya. Dia lega karena tidak ada siapa pun di sini. Dengan cepat, dia pun langsung keluar dan berlari dari dalam rumahnya.Saat berlari, Alana sesekali melihat ke arah belakangnya. Dia melihat ke arah orang asing itu yang masih berdiri di depan rumahnya, memantau dengan angkuhnya aksi anak-anak buahnya yang hendak membakar rumahnya.“Aku harus cepat, sebelum dia menyadari keberadaanku.” Alana memegangi perutnya dan mempercepat larinya.Namun sayangnya, mata elang Eric itu melihat Alana yang bersusah payah berlari meninggalkan area rumahnya, keningnya berkerut dan matanya pun menyipit mencoba mengenali siapa gadis yang berlari itu.“Siapa gadis itu?” tanyanya dengan suara tinggi, yang langsung direspons tolehan oleh Jeff yang memang berdiri di sampingnya.“Siapa maksud Anda, Tuan?” tanyanya.“Tadi ada gadis yang berlari, seperti sedang mencoba meninggalkan area ini,” jawabnya.Jeff tersentak, dia seperti mengingat sesuatu yang lupa dia katakan pada tuannya. “Tuan, mungkinkah itu Alana. Putri tunggal dari Arya Subagja,” ucapnya.“Apa kau bilang? Coba katakan sekali lagi,” pinta Eric dengan dingin.“Itu, itu mungkin putri dari Arya Subagja Tuan,” jawab Jeff.“Bodoh! Kau memang tidak berguna Jeff, kau baru mengatakannya jika Arya punya seorang putri? Apa kau benar-benar ingin dipecat?!” bentaknya.“Ma-maafkan saya Tuan. Sepertinya saya lupa mengatakannya pada Anda. Karena ketika mendapatkan informasi itu, saya juga sedang disibukkan mencari gadis yang tidur dengan Anda.”“Apa sekarang gadis itu sudah ketemu? Tidak, kan? Kau memang tidak berguna! Sekarang tangkap putri dari ular itu, karena jika aku tidak mendapatkan ayahnya. Maka putrinya pun tidak masalah. Terlebih, jika Arya tahu kalau aku membawa putrinya, dia juga akan muncul sendiri di hadapanku.”“Baik Tuan.” Jeff meminta anak-anak buahnya itu ikut dengannya untuk mengejar Alana yang sedang melarikan diri.Tatapan tajam itu terlihat lagi, api amarah dalam diri Eric semakin memuncak.“Arya, akan kupastikan kau membayar semuanya,” gumamnya.***Alana terus berlari tanpa henti, dia menyempatkan untuk melihat ke arah belakangnya lagi. Betapa terkejutnya dia, saat melihat anak-anak buah dari orang itu sedang mengejarnya.“Mereka menyadari keberadaanku ternyata. Tidak boleh, aku tidak boleh tertangkap. Mungkin jika aku tertangkap aku akan mati. Dan anakku ini, anakku juga akan ikut mati. Tidak, aku tidak boleh menyerah.” Alana pun semakin mempercepat larinya. Namun, apalah daya seorang wanita hamil tidak mungkin bisa berlari dengan sangat cepat. Dan ternyata benar, karena tidak kuat lagi, Alana pun menghentikan larinya. Tidak bisa begini, jika dia memaksakan untuk tetap lari. Maka anaknya juga akan sama tidak selamatnya.Alana mengedarkan pandangannya, dia harus secepatnya mencari tempat persembunyian. Kalau tidak, dia benar-benar akan tertangkap. Pandangannya itu lalu terhenti pada semak-semak yang sangat rimbun. Tanpa berpikir panjang lagi, dia pun langsung berlari menuju semak itu dan bersembunyi di sana.Alana duduk meringkuk dengan tangannya yang menutup mulutnya agar tidak menimbulkan bunyi apa pun. Tubuhnya bergetar hebat, dia tidak mengerti situasi apa ini sebenarnya. Kenapa semua ini bisa terjadi padanya, dia tidak tahu apa salahnya kepada orang-orang itu. Tapi kenapa dia harus hidup dalam ketakutan seperti ini. Alana menunduk, melihat perutnya. Dia lalu mengusap perutnya itu dengan air matanya yang jatuh ke atasnya.“Sabar ya sayang, mama pasti akan selamat. Mama akan melindungimu, kita berdua pasti selamat.”Tubuh Alana semakin bergetar, dadanya juga sudah berdebar ketika telinganya itu mendengar suara berat dari laki-laki yang sangat dia takuti itu. “Sial, kemana larinya dia!” kesalnya.“Tuan, sepertinya kita sudah kehilangan jejaknya. Apa kita akan terus berlari mengejarnya, atau kembali ke rumah itu?” tanya Jeff.Pandangan mata Eric terus melihat sekelilingnya. Mustahil, seorang wanita yang sedang mengandung bisa berlari dengan cepatnya. ‘Tadi aku melihat dengan jelas bahwa perut wanita itu buncit, itu artinya dia memang sedang mengandung,' batinnya.“Tuan.”“Kita kembali, sepertinya memang kita sudah kehilangan jejaknya,” ucapnya.“Baik Tuan.” Mereka pun berbalik, dan kembali ke rumah Alana.Alana memejamkan matanya, terdengar helaan nafas lega juga kembali dia keluarkan. Dia bersyukur, akhirnya mereka semua menyerah dan tidak mengejarnya lagi. “Terima kasih Tuhan, terima kasih,” ucapnya.Eric tampak menghentikan lagi langkahnya, dia melihat kembali ke arah dimana dia kehilangan jejak Alana.“Aku tidak akan menyerah, baik itu kau atau putrimu Arya. Aku pasti akan menemukan kalian!” ucapnya.Saat ini Eric sudah berada di dalam mobilnya, dia dalam perjalanan kembali ke kantornya setelah membakar rumah milik Arya Subagja. Eric menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi mobil, pandangan dinginnya itu menatap ke luar kaca jendela mobilnya, melihat jalanan yang dia lewati. Tiba-tiba terlintas di benaknya wanita yang tadi mencoba melarikan diri darinya. Dia melihat dengan jelas, bahwa perut dari wanita itu buncit. Itu artinya dia sedang hamil, apa mungkin putri dari Arya Subagja sudah menikah? “Jeff, apa putri dari ular tua itu memang sudah menikah?” tanyanya. “Maksud Anda Alana Tuan, menurut informasi yang saya terima. Dia belum menikah Tuan.” “Lalu, kenapa perutnya tadi buncit. Apa mungkin dia punya penyakit tumor di perut?” tanyanya lagi. “Buncit? Hmm, setahu saya dia juga tidak menderita penyakit apa pun Tuan. Tapi, tidak mungkin juga dia hamil tanpa punya suami. Atau mungkin, dia hamil di luar nikah?” Mendengar jawaban Jeff, tampak sudut kanan bibir Eric terangkat. Te
6 tahun kemudian.“Kau sudah menemukannya?” tanya Eric kepada sekretarisnya Jeff. Tampak Jeff berdiri di depan meja kerja Eric dengan wajahnya yang menunduk. “Saya masih belum menemukannya Tuan, tapi saya baru saja mengetahui dimana tempat tinggalnya sekarang,” jawabnya.Brakk!Eric menggebrak meja kerjanya dengan sangat keras, hingga membuat Jeff terlonjak dan semakin menundukkan wajahnya. “Ini sudah 6 tahun Jeff, apa saja yang kau lakukan selama itu. Hanya mencari seorang gadis lemah saja kau membutuhkan waktu selama ini? Dan apa kau bilang, kau baru saja mengetahui letak tempat tinggalnya? Apa kau sedang bercanda Jeff?!”“Ma-maafkan saya Tuan, saya bersalah,” akunya.“Aku memberikanmu kesempatan karena kau adalah orang yang bisa kupercayai, tapi apa ini. Kerjamu sangat buruk, aku mempertahankanmu selama 6 tahun ini. Tapi, sepertinya aku memang harus menendangmu!” marahnya.“Tolong maafkan saya Tuan, ini adalah kesalahan saya yang terakhir. Saya pasti akan segera menemukanny
“Bunda, ayo cepat. Nanti Alden terlambat, ini kan hari pertama sekolah Alden,” ucapnya pada Mely yang saat ini tengah mengunci pintu rumahnya.“Iya Alden, tunggu sebentar. Bunda kunci pintu rumah dulu ya.”“Ayo cepet Bunda.” Alden menarik-narik tangan Mely agar cepat berangkat ke sekolahnya.“Iya, ini sudah selesai. Ayo kita berangkat,” jawabnya. Mely pun menggenggam tangan Alden dan berjalan menuju sekolahnya.Alden terlihat sangat senang saat tengah berjalan menuju sekolahnya, dia benar-benar bersemangat hari ini. Karena dia sudah berjanji kepada mamanya kalau dia akan belajar dengan giat dan menjadi anak yang cerdas dan menjadi kebanggaan mamanya yang sangat dia sayangi.Setelah mereka berjalan kurang lebih 5 menit, mereka pun tiba di jalan raya dan menunggu taksi online untuk mereka naiki menuju sekolahan Alden yang memang jaraknya lumayan jauh dari tempat tinggal mereka.Karena kendaraan seperti mobil tidak bisa masuk ke gang rumah mereka, mereka pun harus jalan terlebih d
“Tuan, rumah yang kita cari sudah dekat dari sini,” ucap Jeff yang menghampiri Eric setelah menanyakan alamat kepada orang yang berada di sana. Namun tampaknya Eric hanya terdiam. Dia seperti tidak mendengarkan apa yang Jeff katakan, dan hanya sibuk dengan pikirannya sendiri. “Tuan?” ujar Jeff.Mendengar itu, akhirnya Eric pun tersadar. Anak laki-laki tadi sudah mengganggu pikirannya. Karena terlalu mirip dengannya, rasanya dia tidak percaya jika anak itu bukanlah miliknya.“Tuan, ada apa? Apa terjadi sesuatu?” tanya Jeff. Ini adalah pertama kalinya dia melihat tuannya yang tidak fokus. Biasanya dia selalu waspada akan apa pun. Tapi, sepertinya saat ini tuannya tengah memikirkan sesuatu.“Tidak ada, ayo kita lanjutkan perjalanan,” jawab Eric.“Baik Tuan.” Mereka pun kembali masuk ke dalam mobil dan melanjutkan perjalanan mereka.Ketika di perjalanan menuju tempat tujuan mereka, Eric tak henti-hentinya memikirkan anak kecil tadi. Bisakah ada seorang anak yang begitu mirip dengan d
Saat melihat warna mata itu. Ada sesuatu yang lain juga, yang tiba-tiba merasuk ke dalam ingatannya. Tapi Alana tidak bisa mengingat apa itu.“Siapa kau?! Kenapa kau mengejarku?” tanyanya memberanikan diri.“Aku?” Eric menunjuk dirinya sendiri. Dia lalu memamerkan smirk menakutkannya dan kembali melanjutkan ucapannya, “aku adalah orang yang akan memberikan penderitaan padamu.”Alana tersentak dengan apa yang pria di depannya ini katakan. “Kenapa? Kenapa kau ingin membuatku menderita. Memangnya apa salahku? Aku bahkan tidak mengenalmu, dan kau seenaknya berkata akan memberikan penderitaan padaku?”Eric menjepit pipi Alana dengan tangannya begitu keras, hingga membuat Alana meringis.“Karena itu semua sudah takdirmu, putrinya Arya Subagja.”Mendengar itu, lagi-lagi Alana terkejut, dia bahkan sampai melebarkan matanya.“Jika kau ingin menyalahkan seseorang untuk hal ini, maka salahkan ayahmu yang seorang penjahat itu!” Lanjut Eric.Clakkk!Air mata Alana menetes, saat Eric menga
Alana menelan salivanya dengan gugup. Dia melihat Eric yang dengan tenangnya melihat jalanan yang tengah dilewati. Berbeda dengan perasaannya saat ini yang terasa begitu takut dan panik.Alana mengedipkan matanya sekali, hingga saat dia berkedip air matanya itu kembali menetes. Pandangannya itu kembali fokus pada Eric. Namun, bukan pandangan yang mengagumi sosok Eric yang tampan dan gagah. Melainkan pandangan benci, dan ingin menampar wajah itu dengan kerasnya.“Pandanganmu itu terlihat jelas,” ujar Eric yang mengagetkan Alana. Sontak, Alana pun langsung mengalihkan pandangannya dari Eric dan menundukkan wajahnya. Tangannya yang gemetar itu dia pautkan untuk mengurangi getarannya. Alana memejamkan matanya, untuk menenangkan jantungnya yang terus berpacu dengan cepat, bahkan sangat cepat. Jujur, saat ini dia benar-benar begitu takut.Eric meraih dagu Alana dan memaksanya untuk menatap padanya. Dan hal itu tentu saja membuat Alana terkejut, bahkan rasanya jantungnya tadi hampir saj
Alana hanya bisa terdiam, saat mendengarkan semua yang Eric katakan. Tubuhnya terasa membeku, hanya detak jantungnya saja yang terus bergerak dengan kencangnya. Iblis di hadapannya ini sangat menakutkan, hingga tidak ada celah baginya untuk melawannya.“Bangun, dan ikut denganku!” Eric kembali menggenggam dengan kuat pergelangan tangan Alana dan memaksanya untuk bangun. Ringisan itu terdengar kembali saat Eric kembali memaksa Alana untuk ikut dengannya. “Ahhh sakitt.”Namun, sepertinya Eric tidak memedulikan hal itu, dia hanya terus menarik Alana sampai di tempat tujuannya.Hingga mereka tiba di sebuah ruangan, Eric membuka pintu ruangan itu dan membawa Alana untuk masuk ke dalam.Brukk! Eric menutup pintu ruangan itu dengan kerasnya saat dia dan Alana sudah berada di dalam ruangan itu. Lagi-lagi Eric menghempaskan tangan Alana dengan kasarnya hingga dia kembali tersungkur ke lantai.“Ahhh,” ringis Alana lagi. Karena memang lututnya sudah terluka, sehingga gesekan lututnya pada l
Siang berganti malam, sinar matahari sudah berganti dengan sinar rembulan. Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, Alana masih terkurung di kamar itu. Dia duduk meringkuk dengan memeluk erat kedua lututnya, dan punggungnya yang menyandar ke sisi depan ranjang tempat tidur. Dengan air matanya yang masih berlinang, Alana melihat ke sisi kanan dan kirinya. Dia merasa sangat takut, rumah ini benar-benar menakutkan. Alana lalu membenamkan wajahnya pada sela-sela kedua lututnya. Air matanya masih terus menetes, karena mengingat ucapan terakhir ayahnya.2 hari lalu.Alana tampak baru saja pulang dari bekerjanya. Di tangannya sudah ada sebuah kantung keresek hitam berisi makanan yang dia tenteng.“Ayah, aku pulang,” ucapnya. Alana masuk ke dalam rumahnya dan langsung menuju kamar ayahnya untuk memberikan makanan yang dia bawa. “Ayah ini makanan untuk Ayah,” lanjutnya. Alana melihat ayahnya yang masih menutup mata. Sepertinya ayahnya itu masih tertidur.Dia duduk di samping ayah
"A-ada apa? Sudah kubilang kan untuk jangan banyak bicara, istirahatlah!”“Da-dadaku sakit,” ucap Alana dengan begitu lemahnya.Dada Eric kembali berdebar dengan begitu kerasnya, saat mendengar apa yang Alana katakan. “A-aku akan memanggil dokter, dokter akan memeriksamu dan menyembuhkannya.” Dia kembali berbalik, dan hendak melangkah pergi. Namun, langkahnya itu kembali terhenti saat dia merasakan tangan Alana yang menahannya.Sontak, Eric pun kembali berbalik dan melihat pada Alana. Tampak Alana yang menggeleng, berusaha mencegah Eric agar tetap di sisinya. “Tidak usah, jangan panggil dokter. Tetaplah di sisiku, aku merasa waktuku tidak lama lagi, aku tidak bisa menahannya,” ucapnya.“A-apa yang kau katakan, kenapa kau mengatakan hal itu Alana. Tolong jangan membuatku takut!” ucap Eric.“Eric, bolehkah aku meminta sesuatu padamu?” tanyanya.“Katakanlah, apa pun yang kau inginkan. Aku akan mengabulkannya, aku pasti mengabulkannya,” jawabnya.“Tersenyumlah, aku ingin melihatmu
Eric terpaku, melihat keadaan Alana saat ini. Ruangan itu begitu sunyi, hanya terdengar suara alat monitor yang mengukur detak jantung Alana saat ini. Tangannya yang bergetar itu lalu terangkat, menyentuh dahi Alana yang basah karena keringat. “Istriku, Alana,” ucapnya, “apa kau mendengarku? Aku memanggilmu istriku, bukankah kau selalu memintaku untuk memanggilmu seperti itu? Karena itu bangunlah, dan dengarkan hal itu sepuasmu. Aku akan mengucapkannya berkali-kali sampai kau puas. Aku akan selalu pamit padamu ketika aku akan berangkat ke mana pun dan mengecup keningmu. Jadi kumohon, bangunlah. Bangunlah.” Air mata Eric terus mengalir. Dia lalu membungkuk, menempelkan keningnya pada kening Alana, hingga air matanya itu mengenai kening Alana.Tanpa Eric sadari, jari telunjuk Alana bergerak. Matanya yang tertutup itu juga mulai bergerak-gerak, menunjukkan bahwa Alana akan segera sadar. “A-aku ingin me-mendengarnya la-lagi,” ucapnya dengan suara lemah.Deg!Eric terperanjat ketika
Eric saat ini sudah berada kembali di rumah sakit. Dia masih berada di dalam mobilnya, menunduk menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Matanya terus terbuka dan sesaat kemudian air mata pun jatuh membasahi telapak tangannya.Jeff menoleh ke belakang, melihat keadaan Eric yang benar-benar kacau. “Tuan,” panggilnya dengan lirih.Eric masih bergeming, dia masih menunduk dengan wajahnya yang masih tertutup kedua tangannya. Entah kenapa, saat ini perasaannya begitu takut, dadanya berdebar dengan begitu keras, hatinya juga terasa begitu sakit. Dia juga enggan untuk turun dari mobil dan kembali kepada Alana. Kenapa tubuhnya begitu bergetar, seakan ingin memberitahu keadaan yang saat ini sebenarnya sedang terjadi.“Jeff, aku merasa takut,” ucapnya seraya membuka kedua tangannya dan memperlihatkan wajahnya yang saat ini sudah dipenuhi dengan air mata.Jeff tersentak melihat itu. Ini sungguh pertama kalinya dia melihat tuannya yang menangis sampai seperti ini. “Tuan, apakah Anda baik-baik
Eric masuk ke dalam mobilnya, tampak dia mengeluarkan ponselnya dari dalam saku jasnya dan menghubungi seseorang. “Jeff, apa kau sudah menemukan pelakunya?” tanyanya.“Tuan, pelakunya sudah melarikan diri. Ini adalah pembunuhan berencana, jadi sepertinya mereka sudah menyiapkannya dengan baik. Dan sepertinya orang yang merencanakan ini bukan orang sembarangan,” jawab Jeff dari seberang telepon.“Tidak papa, tidak usah kau lanjutkan. Sekarang kau pergilah ke kediaman Carlson. Karena aku juga akan ke sana.”“Baik Tuan,” jawab Jeff. Dan setelah itu sambungan telepon pun terputus. Eric langsung menyalakan mesin mobilnya dan bergerak melaju meninggalkan area rumah sakit.Di perjalanan menuju kediaman Carlson, Eric mencengkeram erat kemudi mobilnya, menunjukkan kemarahannya saat ini yang begitu besar. Terlebih, dia tidak menyangkanya sama sekali, bahwa papa dan juga kakaknya akan tega membunuhnya. Baiklah, dia memang mengakui bahwa hubungannya dengan keluarganya memang tidak baik. Tapi,
Eric membelokkan mobilnya, memasuki pintu gerbang rumah sakit. Dia lalu memarkirkan mobilnya dan langsung keluar dari sana. Dengan cepat Eric membuka pintu mobil bagian belakangnya dan menggendong Alana masuk ke dalam rumah sakit dengan diikuti oleh Silvia dan juga yang lainnya.“Dokter! Dokter!” teriak Eric seraya melihat ke sana kemari mencari keberadaan dokter untuk menangani Alana. Dia terus berjalan, dengan Alana yang berada di gendongannya dan mulutnya tak henti-hentinya memanggil dokter. Air matanya sudah semakin deras menetes, tubuhnya juga sudah bergetar dengan sangat hebatnya.Setelah berkali-kali memanggil nama dokter dengan suara kerasnya. Tampak dari kejauhan terlihat beberapa perawat dan juga seorang dokter yang datang menghampirinya. “Ada apa, Pak?” tanya dokter itu dengan raut wajah seriusnya.“I-istriku, to-tolong selamatkan istriku, di-dia tertembak,” jawab Eric dengan terbata-bata.“Kalau begitu kita harus langsung mengoperasinya untuk mengeluarkan peluru itu.
Alana meminta pada Ronald untuk menghentikan mobilnya di saat dia melihat Eric yang sedang berdiri sembari memegang ponsel di telinganya. “Mama tunggu di sini. Biar aku yang menemui Eric,” ucapnya.Liana pun mengangguk, dia memegang tangan Alana terlebih dulu sebelum Alana keluar dari mobil. “Terima kasih sayang, terima kasih karena sudah mau menolong Eric,” ucapnya.Alana membalas pegangan tangan Liana itu dengan lembut. Dia lalu menggelengkan kepalanya seraya tersenyum. “Ini sudah tugasku sebagai istri Ma, aku harus melindungi suamiku,” jawabnya. Alana pun lalu turun dari mobil, dia berjalan hendak menghampiri Eric. Di sisi jalan yang lain. Terlihat Silvia dan Christ yang sedang berada di dalam mobil mereka. Silvia membuka kaca mobilnya, dan melihat jalanan yang sedikit sepi saat ini. “Sayang, bukankah itu Alana?” ucapnya pada Christ.Deg! Christ langsung menghentikan mobilnya sesaat setelah mendengar nama Alana yang terlontar dari mulut Silvia. Dia lalu menoleh pada sesosok wa
Liana terus berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, tampak dia menggigiti kuku jarinya karena perasaan takut dan panik yang saat ini dia rasakan. “Bagaimana aku harus memberitahu Alana tentang masalah ini, aku harus segera memberitahunya sebelum semuanya terlambat,” gumamnya.Tubuh Liana bergetar saat mengingat kembali obrolan antara suami dan putranya. Air matanya kembali menetes, dia masih merasa tidak percaya bahwa suaminya dan Erland akan merencanakan hal sekejam ini kepada Eric.“Aku harus pergi ke rumah Eric sekarang, tapi aku harus memastikan bahwa tidak ada seorang pun yang tahu mengenai kepergianku. Aku harus berhati-hati atau semuanya akan gagal,” gumamnya lagi.***Eric’s MansionSaat ini Alana tengah duduk di ruang keluarga seorang diri. Dia sedang melukis wajah Eric yang ada di ingatannya. Sudah lama dia tidak melukis, rasanya tangannya ini begitu tegang. Tapi entah kenapa, hari ini rasanya dia sangat ingin sekali melukis, dan wajah yang ingin dia lukis adalah Eric
Alana menaruh kembali gelas itu di nakas yang ada di samping tempat tidur, dia lalu berjalan memutari tempat tidur dan naik ke atas ranjang. Alana menarik selimutnya, dan membaringkan tubuhnya dengan posisi miring menghadap pada Eric. Dia kembali tersenyum, memperhatikan Eric yang sudah menutup matanya.Eric yang sebenarnya memang belum sepenuhnya tertidur itu merasa risi dengan apa yang Alana lakukan saat ini, dia tahu bahwa Alana terus menatapnya tanpa mau memalingkan wajahnya itu darinya. Dengan terpaksa dia pun membuka kembali matanya dan melihat Alana yang tersenyum padanya.“Apa kau hanya akan melihatku?” tanyanya.“Iya, biarkan aku melihatmu sampai aku puas. Kau sangat tampan Eric, aku suka melihat wajahmu,” jawab Alana dengan beraninya.Psshhh! Seketika wajah Eric kembali memerah, sesaat setelah mendengar apa yang Alana katakan. 'Wajahku memanas lagi, kenapa aku merasa wanita ini semakin berani menggodaku,' batinnya.“Kemarikan tanganmu,” pinta Alana.“Kenapa?” tanya Eri
“Aku ada satu rencana, dan sepertinya hanya rencana ini yang harus kita lakukan. Jika Papa mengizinkannya, maka aku akan langsung melakukannya,” ucap Erland.“Apa itu?” tanya Erian lagi.“Membunuhnya,” jawab Erland dengan raut wajah dingin.Tidak ada raut keterkejutan atau pun marah dari wajah Erian setelah mendengar rencana dari Erland, justru dia lebih terlihat memikirkan rencana yang Erland lontarkan itu.“Hanya itu satu-satunya cara Pa, jika kita ingin menghentikan pergerakan Eric untuk menghancurkan Carlson Group, jalan satu-satunya adalah dengan menyingkirkannya. Maka semuanya akan kembali seperti semula,” ujar Erland yang mencoba meyakinkan papanya agar mengizinkannya untuk melakukan rencana itu.Tampak Erian yang kembali melihat pada Erland, dia lalu menepuk bahu Erland dengan senyum yang tersungging di bibirnya. “Kamu memang putraku Erland, sifatmu benar-benar sama denganku. Baiklah, lakukan rencana itu. Aku mengandalkanmu,” ucapnya kemudian, yang memberikan persetujuan