Share

Teman Baru

Penulis: Asteri Devia
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Lily berdiri di sebuah tempat yang luas. Luas sampai angin yang membelai rambut coklat bergelombangnya mungkin adalah angin dari belahan dunia lain. Dia terkejut saat kakinya yang tak mengenakan alas disapu dinginnya gelombang air berbuih. Dia mundur beberapa langkah, menyadari dirinya sedang berdiri di hadapan cakrawala. Camar terbang melengkung, udara berbau garam, dan air laut yang terhampar sampai seolah menyentuh langit, adalah pemandangan yang membuatnya rindu sekaligus sedih.

“Lily.”

Dia menoleh, seseorang tak jauh di belakangnya melambai dan tersenyum. Seorang pria dengan rambut coklat dan wajah ramah yang tak asing. Tanpa sadar, air mata menetes di pipinya. Seketika ia sadar itu adalah mimpi. Dia langsung dirasuki perasaan untuk segera bangun dari tidur, namun pria itu menghampiri dan menggenggam tangannya.

“Kenapa menangis? Hm?” Dia harus menengadah untuk melihat wajah pria itu, lalu ia menatap tangan dan kakinya. Itu adalah tubuhnya saat masih kecil.

“Ayah?” ia memanggi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Putra Putri Bunga   Masa Lalu Lily

    Kisahnya bermula di sebuah pesisir selatan, sebuah tampat yang menghadap langsung ke arah samudra. Pemandangan yang ia lihat setiap hari adalah ayah ibunya, rumah kayunya yang sederhana, tetangga-tetangga yang ramah, jaring-jaring ikan, perahu-perahu, dan pasir pantai yang berkerlap-kerlip bagai permata, meski aslinya itu hanya pantulan bijih besi yang terkandung di dalam pasir. Ia hidup dengan bahagia sebagai seorang anak pesisir yang riang, sebagai gadis bernama Lily, hanya Lily saja. Kadang, saat malam ayahnya akan memainkan sebuah biola di serambi rumah, membuat ia dan ibunya terbuai indahnya alunan melodi lain selain deburan ombak dan desiran angin malam. Lily sudah tertarik pada biola itu sejak kecil, ia sering memainkannya dan sesekali diajari ayahnya. Anak-anak sekitar sana pun senang mendengarnya bermain. Baginya itu adalah dunia kecilnya yang sempurna. Sampai suatu saat sebuah bencana membuat dunia itu menjadi suram dan sepi. Desanya diserang sebuah wabah, ayah ibunya, dan

  • Putra Putri Bunga   Bayangan Status

    Sejak pagi kediaman Erlangga telah ribut oleh perkacakapan para pelayan. Lily yang terbangun karena kegaduhan itu, namun dia sama sekali tak ambil pusing dan langsung menuju kamar mandi. Dengan masih setengah terpejam ia memutar kran dan dihinggapi sebuah kejanggalan akan hilangnya suara air yang seharusnya sudah terdengar seiring dengan alirannya yang membasahi tangan Lily. Matanya pun terbuka sepenuhnya memastikan bahwa memang tak ada air di sana. Ia memutar-mutar kran, namun hasilnya tetap sama. Seketika dia paham kenapa para pelayan itu ribut sejak pagi. Lily keluar kamar setelah mengganti baju tidurnya. Rambutnya ia ikat sekenanya dan turun ke lantai bawah. Ia perlu seseorang untuk menanyakan situasi, namun para pelayan yang tadi ribut kini menghilang. Dia seketika hendak membuka mulut ketika matanya menangkap siluet seseorang berpakaian pelayan, namun lidahnya segera tertahan dan moodnya mendadak berubah jengkel saat melihat pelayan itu berpotongan rambut bob. “Dari semua orang

  • Putra Putri Bunga   Tiga Pendekar

    Suatu siang, saat Lily sedang membantu bersih-bersih, ia mendengar pembicaraan beberapa pelayan bahwa mereka baru saja diselamatkan tiga pendekar. Apa yang didengarnya itu tentu saja membuat alisnya mengernyit karena terdengar seperti sebuah dialog dalam film fantasi. Lily awalnya berpikir mungkin ia salah dengar dan orang itu hanya sedang membicarakan film. Tapi sebutan ‘tiga pendekar’ itu dia dengar lagi dan lagi. “Hari ini aku dimarahi tiga pendekar.” “Tadi tiga pendekar menyuruhku membawa ini ke sana.” “Sudah lama ya, tidak dilatih tiga pendekar.” Dan semua yang ia dengar itu membuatnya penasaran setengah mati. Ia ingin bertanya, tapi para pelayan itu selalu sungkan tiap bicara dengannya. Jadi yang terlintas di kepala Lily hanya ada empat orang untuk ditanyai. Namun dengan segera Lily mengoreksi pemikirannya barusan. Silvi akan sedikit sulit jika ditanya tanpa disuap makanan, dan Monika … “ugh”, memikirkannya saja Lily sudah malas. Jadi kesimpulannya ada dua orang yang bisa di

  • Putra Putri Bunga   Di Antara Cahaya Bulan dan Lentera

    Setelah mengetahui soal tiga pendekar, Lily meminta kepada Adelin untuk diajari bela diri. Namun ia sibuk dan merasa keterampilannya tidak akan cocok untuk Lily. Meski di sebut tiga pendekar dan punya kemampuan yang hebat, namun mereka bertiga ternyata memiliki spesialisasi masing-masing. Silvi jago karate, Monika lebih ke taekwondo, sedangkan Adelin tak punya keahlian khusus, ia bisa semua dasar bela diri dan memakainya dalam pertarungan dengan caranya sendiri. Jadi Adelin menyarankan belajar kepada Silvi. Lily menuruti saran Adelin dan Silvi setuju mengajarinya, karena itu saat sore ketika pekerjaan rumah sudah selesai, ia memulai latihannya dan dibuat heran karena yang ia lakukan setelah satu jam latihan dimulai hanya duduk ala sinden dengan badan tegap dan berhadapan dengan Silvi yang bermeditasi dengan posisi bersila. “Uhm … Silvi?” Tak ada respons, Silvi masih terpejam dengan posisi tangan yang serupa dengan para pertapa. Lily sudah tak bisa duduk dengan seimbang, kakinya ter

  • Putra Putri Bunga   Hadiah Jatuh Cinta

    Lily termenung, membiarkan selang air di tangannya terus menyiram bunga yang sama. Itu pertama kali seseorang mengatakan hal semacam itu padanya. Dua puluh dua tahun hidupnya sama sekali belum pernah dihinggapi hal-hal berbau romansa. Jadi kini ia bingung dan tak menyangka ketika ada seorang pria dengan spesifikasi nyaris sempurna mengatakan cinta padanya. Air dari selang tiba-tiba berhenti mengalir, membuat Lily tersadar. Rupanya Adelin mematikan kran di belakangnya. “Bunganya bisa mati kedinginan kalau terus kamu siram.” Lily hanya tertawa hambar, lalu menggulung selangnya ke sisi taman. “Apa ada sesuatu?” Adelin mulai khawatir, gadis itu bukan tipe yang selalu diam. Lalu Adelin melihat Lily sedikit tersentak saat melihat Dio yang lewat di depannya. Seketika dia paham apa yang terjadi. Saat jam makan siang, Lily beristirahat di bawah pohon di sisi labirin bunga yang menjadi tempatnya dulu sering makan bersama Dio. Ia menatap langit dari celah-celah daun yang bergoyang, membiarkan

  • Putra Putri Bunga   Warna Lentera

    Dia berjanji akan serius namun nyatanya Lily cukup kewalahan memikirkannya. Ia sama sekali tak mengenal dunia percintaan, bahkan ia sama sekali tak paham harus mulai berpikir dari mana. Karena itu malam harinya ia langsung mencari Adelin dan mengajaknya menginap di kamarnya, agar dua orang lainnya tidak mengganggu pembicaraan serius mereka. Setelah Adelin di kamarnya, ia mulai menjelaskan kondisi yang ada seolah menceritakan suatu kasus. Adelin tersenyum kecil, ia sama sekali tak memberitahu Lily kalau ia sudah tahu kondisi itu bahkan sebelum Dio, si pelaku pembuat kasus, menyadari perasaannya. “Jadi begitulah, apa yang harus aku lakukan sekarang?” “Menurutku, jujurlah pada dirimu. Bagaimana perasaanmu terhadap Dio?” Adelin bertanya, namun Lily memasang tampang ragu, ia sendiri tak yakin dengan apa yang ia rasakan. “Sebagian orang dengan mudah jatuh cinta, sebagian lagi butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa merasakan cinta. Sebagian datang tanpa diundang, sebagian datang karena sel

  • Putra Putri Bunga   Cinta Pertama

    Esok paginya keadaan vila menjadi lebih sibuk dari biasanya. Para pelayan mondar-mandir dengan lebih gesit, bunga-bunga dalam vas terlihat baru, segar dan wangi, karpet-karpet diganti, lantai dan keramik-keramik kinclong tanpa debu maupun sidik jari. Ruang makan dengan meja panjangnya yang tak pernah digunakan menjadi penuh dengan makanan lezat dan hiasan yang juga tampak lezat. Benar, pagi ini semuanya menjadi sangat sibuk dan bersemangat karena tuan mereka sudah kembali. Terlebih lagi ia kembali tanpa kabar sebelumnya, membuat Nyonya Wilma mendadak menjadi seperti pemandu sorak yang memberikan perintah ini itu pada para pelayan. Arga pulang lewat gerbang belakang semalam. Awalnya ia bersama dengan sopirnya dan Paman Yoga, namun Paman Yoga memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Akhirnya setelah mengantar Arga, pak supir diminta untuk mengantar pria tua itu sekaligus menginap di rumahnya karena sudah malam. Arga yang tak ingin membuat heboh seisi rumah meminta diturunkan di gerbang bel

  • Putra Putri Bunga   Paman Yoga dan Lily

    Suatu siang, Arga dan Dio sedang berjalan menuju ruang tamu saat tiba-tiba ia mendengar teriakan Lily dari depan. Mereka spontan berlari, dan di sana, Lily sedang berpelukan erat dengan seorang pria tua berjas abu-abu yang sewarna dengan rambutnya. Arga dan Dio yang melihat itu sedikit ternganga, dalam hati mereka merasa dikalahkan oleh orang itu, yang tiada lain adalah tangan kanan Arga, Paman Yoga. “Hahaha, maaf baru bisa menemuimu sekarang.” Paman Yoga dengan tawa khas orang tuanya membelai pucuk kepala Lily. Lily begitu gembira, Dio yakin itu wajah Lily yang paling bahagia sejak pertama kali dia tiba di rumah ini. Melihat itu membuat Dio jadi melupakan pertanyaan kenapa Lily dan Paman saling kenal. Semenjak bertemu Paman Yoga, Lily tampak lebih bersemangat. Sebelumnya ia ketakutan di rumah asing ini. Namun setelah dia akrab dengan Dio dan yang lain ia jadi merasa punya teman. Tapi semenjak ia melihat Paman Yoga di sini, ia merasa tak perlu ada yang dikhawatirkan. Mungkin dalam be

Bab terbaru

  • Putra Putri Bunga   Pot Petunia

    Sebuah helaan napas keluar dari bibir seorang gadis cantik yang kemudian membentuk uap tipis yang dengan cepat berbaur dengan udara dingin pagi hari. Pandangan gadis itu sayu tak tentu arah, padahal di depannya ada bunga-bunga cantik yang sangat ia sukai. Taman di halaman belakang vila memang salah satu tempat favoritnya, tapi kini dia sepenuhnya mengabaikan pemandangan itu. perlahan hidungnya kembali ia gunakan untuk menghirup dan meresapi aroma embun pagi hari di sana. Seketika dia mengingat salah satu catatan ibunya yang tertulis di dalam jurnal, lalu sambil menerka-nerka dia bergumam. “Aroma embun pagi hari di taman, ya. Apa aroma ayah memang seperti ini?” Dalam hati dia melanjutkan, “rasanya aku lebih suka aroma hutan pinus dari kejauhan.” Namun ternyata ucapan hatinya itu malah membuatnya kembali teringat pada sesuatu yang membuatnya tak nyaman. Dan helaan napas kembali terdengar. “Aw!” Sebuah suara tak jauh dari sana mengalihkan perhatian si gadis yang cepat-cepat menghampi

  • Putra Putri Bunga   Perubahan Dio

    Perlahan tapi pasti, Dio mulai mendapatkan kembali keceriannya. Kekhawatiran yang selalu muncul di wajah Rosa cukup untuk membuatnya membuang kekakuan yang dia ciptakan sendiri. Dio sadar tidak ada yang bisa dia perbuat tentang kejadian masa lalu seberapa pun menyakitkannya itu. Jadi kini dia mencoba untuk setidaknya menujukkan senyum cerianya pada hal terpenting yang Arga dan Lily tinggalkan, Rosa Erlangga. Ketika Dio mulai menatap kembali sekitarnya dengan pikiran tenang, dia akhirnya melihat orang-orang yang sudah lama melewati semua rintangan sulit dengannya. Lemon, Yogi, tiga pendekar, Paman Yoga, Dia menyesal menjauhi mereka ketika masa-masa sulit baru saja terjadi. Dan Dio tak bisa menahan rasa haru di dadanya ketika dia menyadari bahwa keluarganya itu selalu melakukan yang terbaik ketika dirinya malah dengan egois terhanyut dalam kesedihan. “Senang melihatmu akhirnya kembali,” ucap Yogi diiringi senyum ketika melihat Dio yang mulai berekspresi. Dio sedikit terkekeh menangga

  • Putra Putri Bunga   Setelah Penyerangan

    Dio menghela napas mencoba menenangkan dirinya. Dia kini duduk di perpustakaan bersama Rosa. Listrik vila itu masih belum menyala jadi mereka hanya diterangi sebuah lentera. “Maaf,” ucap Dio lemah. Rosa menatap pria di depannya dengan prihatin. Hal yang membuatnya frustrasi adalah dia tak tahu apa yang harus dilakukan agar bisa sedikit meringankan beban yang dipikul pria itu. Rosa pernah menanyakan tentang Dio pada Paman Lemonnya, juga pada Bibi Monika, Bibi Silvi dan Paman Yogi yang selalu mendampinginya sejak bayi, tapi jawaban mereka semua sama, katanya Dio selalu merasa bersalah atas wafatnya orang tua Rosa. Mereka bilang Dio yang dulu tidak seperti ini. Dia memang orang yang serba bisa seperti sekarang, tapi dulu dia lebih santai dan ceria. Ketika Rosa bertanya lebih lanjut, mereka selalu menolak untuk bercerita, katanya tidak enak pada Dio. Jadi satu-satunya sumber di mana Rosa bisa mengetahui banyak hal tentang Dio adalah catatan yang ada di dalam jurnal ibunya. “Haruskah kau

  • Putra Putri Bunga   Mimpi Masa Lalu

    Malam itu Dio bermimpi tentang masa lalu, ketika dia hanya seorang anak kecil yang bermain sendirian di dekat makam ibunya. Dia selalu memetik bunga-bunga liar dan menaburkannya di atas makam ibunya, sambil menceritakan banyak hal seolah ibunya bisa mendengar semua yang dia katakan. Suatu hari, ketika dia baru selesai memetik bunga, seorang anak tiba-tiba datang dan terjatuh tak jauh darinya. Dia langsung menghampirinya dan membantunya berdiri. “Hehe, terima kasih,” ucap anak itu. Dio kecil langsung berpikir dia anak yang ceria dan tampak sangat cerah di matanya. “Siapa namamu?” tanya anak itu sambil menelengkan wajah. Dio kecil dengan gugup menjawab, “Dio … va.” Anak itu langsung berbinar, tak lama ada orang lain datang ke sana dan anak itu berkata dengan lantang, “Ayah, Ibu, lihat! Ini Dio! Dia membantuku saat jatuh!” Dio kecil tersentak, anak itu hanya menyebut setengah dari namanya. Tapi karena dia menyebutkannya dengan sangat riang, Dio kecil tak keberatan dengan panggilan b

  • Putra Putri Bunga   Gadis di Perpustakaan Bag. 2

    Seorang pria dengan rambut hitam lurus panjang memasuki sebuah perpustakaan yang remang-remang. Dia perlahan berjalan menghampiri satu-satunya cahaya dari lentera yang ada di ujung lain ruangan itu. Seorang gadis tampak masih sibuk memperhatikan halaman demi halaman di depannya. Tubuhnya yang menghalangi cahaya lentera menghasilkan siluet wanita cantik di dinding perpustakaan itu. Pria yang datang itu tersenyum. Setelah ada di sisi si gadis, dia mendeham untuk menarik perhatiannya. “Ah!” si gadis tampak terkejut, dia cepat-cepat memasang tampang memelas, “beri aku waktu sebentar lagi …“ dia mengatupkan tangan di depan dada, tapi pria itu memalingkan muka, berusaha untuk tak terpengaruh bujuk rayu manis yang dia keluarkan. “Ini sudah malam. Kau bisa kembali lagi besok,” ucapnya tegas. Dia lalu merapikan beberapa buku yang terbuka di depan si gadis. “Ehh?” si gadis tampak tak terima, tapi akhirnya dia menurut juga. Dia menutup buku yang di pegangnya, sebuah jurnal merah muda yang di

  • Putra Putri Bunga   Edelweis yang Kesepian

    Mata Dio terpejam dan tubuhnya terikat di sebuah kursi. Perlahan kesadarannya kembali, membuatnya terbatuk beberapa kali dan membuat darah muncul di sudut bibirnya. Ketika matanya terbuka, pandangannya menangkap sebuah tempat yang asing, ruangan dengan dinding abu tua, meja panjang berwarna coklat dan beberapa kursi. Matanya memicing mencoba memperjelas siapa yang sedang duduk di sana. Ada tiga orang, dua di antaranya terikat, namun yang satu bisa bergerak dengan leluasa. Setelah dia mampu melihat dengan jelas, kekhawatiran menyerangnya karena di hadapannya ada seorang Morgan Gunada yang sedang menatapnya. Dio lalu melihat orang di sebelah kanannya yang terikat, itu adalah Lemon. Sedangkan di sebelah kirinya dia melihat Irgan. Dio mendadak diserang amarah ketika melihat pria itu. Kedua orang itu perlahan mulai sadar. Lemon dan Irgan terlihat sama bingungnya dengan dirinya. Dio mulai berpikir apa yang sebenarnya terjadi? Terakhir yang dia ingat sebelum dia terbangun di ruangan itu ada

  • Putra Putri Bunga   Lautan Api dan Kekacauan

    Hari berganti, tak terasa kandungan Lily sudah berusia tujuh bulan. Sesuai tradisi, di usia kandungan itu selalu ada acara pemberkatan di mana para kepala keluarga akan datang dan menyampaikan doanya untuk sang bayi yang masih dalam kandungan. Arga sudah mempersiapkan acara pemberkatan itu, dan sama seperti pernikahannya, acara itu akan diadakan secara sederhana, hanya orang-orang tertentu saja yang diundang. Lily merasa sedih karena banyak orang yang disayanginya tidak bisa hadir, di antaranya Paman Yoga dan Yogi sedang di luar negeri mengurusi pekerjaan dan Nyonya Melodia yang kesehatannya sedang memburuk. Lemon, dengan pekerjaannya yang selalu mengintai di balik bayangan, juga ada di mansion Erlangga. Dia punya firasat yang tak enak tentang acara itu, jadi dia berniat untuk mengamankan acara itu diam-diam. Ketika acara digelar, semua tampak berjalan lancar. Doa-doa dipanjatkan satu per satu oleh para kepala keluarga di hadapan Lily dan Arga yang menjadi tuan rumah sekaligus orang

  • Putra Putri Bunga   Kemarahan

    Suatu pagi, sebuah kiriman datang ke kediaman utama Melodia. Evan yang menerima kiriman itu. Di dalamnya ada sebuah peti dan tiga buah surat. Surat-surat itu masing-masing bertuliskan nama penerimanya. Evan membuka amplop surat yang bertuliskan namanya dan tampak terkejut dengan yang ia baca. Dia lalu cepat-cepat menemui ibunya. Isi surat Elva pada Evan adalah: “maaf tidak bisa menjadi kakak yang baik untukmu. Mulai sekarang Melodia adalah tanggung jawabmu.” Nyonya Melodia yang membaca surat miliknya tak kuasa menahan tangis, putri yang selalu ia harapkan untuk kembali menjadi putri kecilnya itu akhirnya memutuskan untuk pergi dan tak kembali. Tapi tak apa, pikirnya. Jika dia bisa menemukan kebahagiaan di tempat yang lain, maka itu tak masalah. Nyonya Melodia lalu menatap satu surat yang tersisa. Di amplopnya bertuliskan nama Lily Erlangga. Ketika surat itu sampai di tangan Lily, matanya berkaca-kaca. Nyonya Melodia dan Evan yang mengantarkannya juga memberikan sebuah peti berisi b

  • Putra Putri Bunga   Pewaris Spesial

    Sebuah biola dimainkan dengan lembut, mengalunkan nada-nada sendu yang mengalir ke setiap rudut ruang kosong dimana hanya ada seorang gadis yang sedang memainkannya, dan sebuah piano tua di belakangnya. Rambut bergelombang coklatnya yang panjang sesekali melambai ringan diterpa angin yang juga menyingkap tirai-tirai transparan yang menjadi pembatas ruang itu dan taman di dekatnya. Taman itu mungkin bukan lagi sebuah taman, karena satu-satunya tanaman indah yang ada di sana hanya setangkai bunga lily yang mencuat di tengah-tengah rumput liar yang dibiarkan merajalela. Semak liar telah memenuhi setengah taman itu, sedangkan di sudut paling jauh dari ruangan ada pohon besar yang sudah nyaris mati di makan benalu. Mata sang gadis menyapu taman yang hancur dengan tatapan kosong, sekosong nada-nada yang dia alunkan. Mengalun, tapi hampa. Saat matanya menangkap citra satu-satunya bunga di taman itu, tangannya berhenti. Ketika sebuah kehampaan tiba-tiba berhenti dan hilang, maka apalagi yang

DMCA.com Protection Status