"Apa?!" Anya mengulangi pertanyaannya lagi dengan mata membulat lebar, padahal pria itu telah mengatakannya dengan bahasa yang juga di mengerti oleh dirinya, namun ia tetap bertanya-tanya dalam kepalanya, apa maksudnya dengan menjadi mainannya?
"Mainan apa maksud mu?"
"Hum ... Itu sama seperti kekasih, jadi teman tidurku?"
"Ah!" Anya berteriak, "Tidak mau, itu dosa, tidak boleh tidur bersama kalo tidak ada ikatan pernikahan." Jelasnya dengan mata berapi-api.
Rey terlihat tampak berpikir, selama ini ia sama sekali tidak terpikir untuk menikah dengan wanita manapun, jika dia bisa tidur dengan banyak wanita, kenapa juga dia harus menikah, merelakan dirinya hanya setia dengan satu wanita saja, itu bukan gaya hidupnya, mungkin suatu saat, tapi bukan untuk saat ini. Ia ingin bersenang-senang menikmati kesuksesaanya, untuk apa harus tersiksa dalam sebuah ikatan.
Itu pasti akan sangat merepotkan, ia jadi teringat akan kedua orang tuanya yang tinggal di tempat berbeda darinya, dua hari yang lalu baru saja mengunjunginya dan menyuruhnya untuk segera menikah, dan alasannya sangat tidak masuk akal di telinganya, mereka, kedua orang tuanya itu katanya ingin segera menimang cucu. Astaga ... Bahkan Rey sampai berpikir ingin mengadopsi anak dari panti asuhan saja untuk memenuhi keinginan mereka yang baginya tidak masuk akal, namun keduanya marah dan malah menuduh dirinyalah yang tidak masuk akal.
Melihat gadis di hadapannya itu, jelas Rey hanya ingin bersenang-senang saja dengannya, mana mungkin menikahinya.
"Kau percaya dosa dan hal-hal konyol semacam itu?" Ejek Rey sinis.
"Tentu saja aku percaya!" Mata Anya terlihat berani, ia tidak takut jika harus berkata tentang kebenaran. "Apa kau tidak pernah di ajarkan oleh orang tuamu sebelumnya? Apa kau juga tidak pernah di ajarkan di sekolah? Atau jangan-jangan kau tak pernah sekolah ya?"
Mendengar itu wajah Rey berubah kesal, gadis itu benar-benar membuatnya sangat keki, kalo boleh jujur, sebenarnya sejak dari kecil ia tidak benar-benar di asuh oleh kedua orang tuanya, maksudnya, dia memang memiliki orang tua, namun keduanya adalah sama-sama pembisnis dan selalu sibuk sepanjang waktu, hingga Rey lebih sering di tinggal bersama pengasuhnya saja, yaitu bibi Eni. Jika ia memilih siapa yang paling ia sayangi antara kedua orang nya atau wanita tua yang telah mengurusnya itu, Rey pasti akan mengatakan kalo ia lebih menyayangi bibi Eni.
Dan soal pendidikan, benar Rey tidak pernah bersekolah di sekolah umum sejak ia kecil, orang tuanya lebih memilihkan pendidikan secara privat, karena dulu Rey fisiknya mudah lemah dan gampang pingsan, baru saat melanjutkan study nya di bidang perguruan tinggi, ia kuliah di tempat umum, itu lah mengapa kepribadiannya sangat angkuh. Mungkin sebagai bentuk perlindungan diri dari rasa ketidak nyamana yang dia terima selama ini.
"Kau! Kau benar-benar telah merusak mood ku!" Rey pergi menjauh dengan langkah besar-besar meninggalkan Anya yang terheran-heran dengan sikapnya. Mata pria itu terlihat sendu dan mengisyaratkan kepedihan yang mendalam, Anya bisa melihatnya sekilas sebelum pria itu benar-benar berlalu dari hadapannya.
Ada apa dengannya?
Apa dirinya salah bicara tadi?
Anya hanya bisa menerka-nerka dalam kepalanya. Namun di sisi lain ia juga merasa lega, karena merasa dapat terlepas dari seekor pemangsa. Pria itu memiliki mood yang sangat buruk. Kadang matanya berbinar seperti anak kecil yang baru saja menemukan mainan kesayangannya, dan kadang tiba-tiba bisa berubah menjadi sangat pemarah. Anya berpikir apakah pria itu punya kelainan jiwa. Entahlah.
***
Malamnya, Anya tidak bisa tidur, bahkan di kamar super mewah itu yang seharusnya membuat siapapun bisa tidur nyenyak, namun tidak dengannya. Gadis itu begitu gelisah, memikirkan kata-kata pria bernama Rey itu tadi siang. Apa maksudnya dengan menjadi mainanan? Membayangkannya saja membuat dirinya bergidik ngeri. Apakah pria kaya selalu memiliki gaya hidup seperti itu?
Benar-benar aneh!
Anya tak habis pikir, jika pria itu benar-benar memaksanya untuk melakukannya, dia harus bagaimana?
Anya merasa ketakutan dan memasang sikap waspada sepanjang malam, ia bahkan menarik selimut tebal hingga ke leher untuk menutupi dirinya sendiri, pandangannya tetap terjaga ke arah pintu, takut-takut kalo pria itu diam-diam akan menyelinap masuk ke dalam kamarnya saat ia lengah. Anya tidak mau itu terjadi.
Rey memandang ke arah luar melalu jendela balkon ruang kerjanya. Pikirannya melayang jauh entah kemana? Padahal selama ini ia berpikir kalo dirinya adalah orang yang paling malas memikirkan orang lain, namun kali ini tidak. Setidaknya kata-kata gadis itu mengusik hatinya dan membuatnya jadi sedikit memikirkannya.
Menyebalkan sekali!
Gumamnya dalam hati berkali-kali.
Tahu apa dia soal hidup, bicara sok menggurui seperti itu!
Lagi-lagi ia mengumpat dalam diam.
Hasratnya sebenarnya sangat besar pada gadis itu, tapi menghadapi penolakan adalah hal yang pantang juga baginya. Dia tidak akan menyentuh gadis manapun tanpa persetujuan. Dan gadis itu baru saja terang-terangan menolaknya tadi siang dengan alasan tak masuk akal.
Apa bagusnya sebuah pernikahan!
Dia berdecih, merasa kesal. Menikah hanya untuk melahirkan keturunan tapi akhirnya hanya untuk di telantarkan, bukankah itu sangat konyol.
Dadanya tiba-tiba terasa sakit, mengingat masa kecilnya membuatnya terasa lemah dan kesakitan.
Aku tidak akan melakukan hal konyol semacam itu!
Kemudian ia berjalan ke sisi meja kerjanya dan meneguk kopi ekspresso nya yang sudah mulai mendingin. Pikirannya sangat kacau kali ini. Segelas kopi yang di teguk nya nyatanya tak mampu meredakan kecemasan yang tiba-tiba mendera, dia butuh obatnya. Ia beralih mencari sesuatu di dalam laci. Meraih botol kecil bewarna putih. Tapi sialnya isinya sudah kosong. Ia lupa untuk berkunjung ke psikiater sejak satu bulan yang lalu. Ia merasa sudah merasa baik-baik saja sejak satu bulan belakangan ini, namun semuanya menjadi menyesakkan dada saat gadis itu datang.
Sial!
Dia membanting botol kosong itu di lantai. Tangannya mulai gemetar, sekuat tenaga ia mencoba mengendalikan dirinya dengan melakukan gaya buterflay yang di ajarkan oleh Kelly Psikiaternya. Tapi tidak berhasil. Rey mendengsu kesal, dengan gelisah ia mulai mencari ponselnya di atas meja dan segera menelpon seseorang. sungguh bukan kabar baik, ponselnya mati. Rey merasa sangat frustasi dan akhirnya ia berteriak kencang untuk melepaskan rasa sesak dalam dadanya.
Anya yang berada di sebelah ruangannya mendengar teriakan itu dan langsung kembali terjaga saat dia hampir saja terlelap. Ia mendengar suara seorang pria meraung kesakitan. Awalnya ia merasa sangat takut dan menutup kedua telinganya. Suara itu begitu mengerikan sekaligus memilukan.
Apa dia sedang butuh bantuan?
Hatinya yang lembut akhirnya tergerak mengalahkan rasa takutnya. Dengan langkah tergesa ia berjalan ke luar kamar dan terus mendekat ke arah suara. Sampailah langkahnya di depan pintu kayu besar bewarna coklat yang tidak tertutup rapat. Dari balik celah yang terbuka sedikit itu ia bisa melihat Rey sedang duduk meraung di bawah meja kerjanya.
Dengan perasaan campur aduk, Anya memberanikan diri melangkah masuk untuk melihat keadaanya.
"Apa ada yang bisa ku bantu?"
Mendengar suara, Rey mendongak dengan wajah berantakan. Anya tidak percaya dengan apa yang di liahtanya, ada apa dengan pria itu?
Ia melihat ada botol obat kosong di bawah kakinya.
Ia memungutnya. Apa dia sakit?
Anya menatap ke arah Rey lagi dan berjalan mendekat.
"Kau kenapa?" Tanya nya khawatir.
Rey diam tak menjawab, ia malah terfokus pada bibir merah muda Anya yang tampak menggoda, ia seolah tak bisa menahan diri dan langsung menyambar bibir itu.
Ajaib, seperti obat, perasaanya berangsur tenang setelah menyesap bibir gadis itu dalam-dalam. Awalnya Anya memberontak, ia terus mendorong tubuh Rey yang kekar, tapi sepertinya percuma, pria itu tak bergeming sedikit pun.
Rey menggigit bibir bawah Anya agar gadis itu mau membuka mulut, setelahnya ia bisa menjelajahi setiap perkakas di dalamnya. Anya seolah hanyut, ia tak bisa mengelak gelayar aneh yang juga sudah mulai menjalari sekujur tubuhnya. Anya terdiam dan akhirnya memejamkan matanya perlahan. Membiarkan Rey memainkan lidahnya di dalam sana.
Merasa kegelisahannya sudah mulai mereda, Rey menyudahi ciumannya. Ia tak mau berbuat lebih lagi, bukan karena ia tak menginginkannya, tapi ia tak ingin harga dirinya lebih turun lagi, gadis itu telah menolaknya, bagaimana bisa ia masih tetap menginginkannya. Itu pasti memalukan sekali.
"Pergilah, sebelum aku berbuat lebih!" Rey berkata sembari memalingkan muka.
Anya mengerti dan segera berlalu dari sana, meski tadi ia juga sangat menikmatinya, namun juga merasa sangat takut jika ia sampai tak bisa mengendalikan diri.
Anya sampai di kamarnya kembali dan menutup pintunya rapat-rapat, sambil masih bersandar di daun pintu, ia menghela nafas panjang. Apa yang barusan terjadi?
Apa ini?
Dadanya berdenyut sangat kencang. Ia benar-benar tak mengerti.
BERSAMBUNG
Saat malam hampir menjelang pagi, Anya tak mampu lagi untuk terjaga, ia benar-benar sangat mengantuk dan akhirnya jatuh tertidur.Sedangkan Rey malah baru saja terbangun dari tidurnya yang lelap, setelah mencium bibir Anya semalam, akhirnya ia bisa memejamkan mata dengan tenang, dan pagi ini ia bisa bangun dengan perasaan lebih baik. Ia melangkah keluar dari ruang kerjanya sambil menguap. Bibi Eni yang terlihat muncul dari arah lain buru-buru mendekat."Apakah semalam tuan muda tidur disini?" Tegurnya tanpa ragu, mereka sangat dekat, bahkan wanita paruh baya itu bertanya layaknya seorang ibu yang mengkhawatirkan anaknya."Benar Bi, aku tidak mungkin tidur di kamar ku kan? Ada gadis aneh itu di dalam sana.""Maksud tuan, nona Anya?""Tentu saja, siapa lagi."Mendengar jawaban itu, bibi Eni malah tersenyum penuh arti, tidak biasanya tuan mudanya itu menyia-nyiakan kesempatan untuk meniduri seorang wanita, yang biasanya
Ekor mata Rey melirik, seringai kecil menyembul di sudut bibirnya, merasa menang, gadis itu sebentar lagi pasti tunduk dengan perintahnya."Ada apa?" Tannya nya pura-pura tak peduli."Apa kau sungguh-sungguh dengan perkataanmu?" Anya balik bertanya dengan nada hati-hati, matanya membulat lebar, membuat Rey semakin gemas."Kalo iya kenapa?" Rey masih bicara dengan nada ketus. Rupanya ia senang sekali membuat gadis kecil itu ketakutan."Bisakah kau melupakan semuanya?""Maksudnya?" Hati Rey berbunga-bunga, akhirnya gadis itu menyerah juga."Maksudnya, bisakah aku mengganti rugi dengan cara lain?"Sekarang Rey benar-benar merasa di atas angin. "Tentu saja.""Kalo begitu, jadikan aku salah satu pelayan di rumah ini, tidak di gaji juga tidak apa-apa.""Apa?" Rey merasa keki sekaligus kesal, rupanya dia terlalu terbuai oleh harapannya sendiri tadi. "Bukan itu yang ku tawarkan, tapi pilihannya adalah, kau mau tidur denganku tanpa
Anya baru saja keluar dari kamar dengan menggunakan dress selutut warna nude yang tampak anggun. Ia merasa bingung, ketika ia tiba di meja makan, tiba-tiba mendengar keributan. Setidak nya ia cukup mendengar pertengkaran yang terjadi antara Rey dengan seorang pria tua yang di sebutnya Ayah.Ternyata pria itu sama menderitanya dengan dirinya, nyatanya meski hidup dengan bergelimang harta, Rey memiliki masa lalu kelam yang membuatnya tak bisa melupakannya begitu saja. Anya kini memahami, kenapa sikap pria itu yang terkadang terlihat sangat sedih, gembira, dan marah dalam waktu yang hampir bersamaan."Selamat pagi...." Ujar nya dengan suara lirih tapi cukup untuk membuat Nyonya Ana juga Tuan Han menoleh ke arahnya.Dengan gerakan ragu-ragu ia membungkukkan sedikit badannya untuk memberi hormat."Ah...." Tentu saja Nyonya Ana merasa terkejut, matanya terbelalak dan mulutnya menganga. Kemudian ia menatap ke arah suaminya yang juga melakukan hal y
Melihat ketakutan di wajah Anya, selalu membuat Rey tergerak untuk menggoda gadis itu, otaknya seolah terisi zat seretonin dengan cepat, perasaanya seperti melambung sekaligus berbunga-bunga, menyenangkan sekali."Tadi kau berani sekali bicara pada orang tua ku dan mengatakan bahwa kau adalah calon istriku, apa kau benar-benar menginginkannya?"Anya langsung seperti membeku di tempat, pertanyaan macam apa itu?Apa maksud dari menginginkannya?"Bu-bukan seperti itu..." Sangkalnya dengan suara terbata, "aku hanya tidak suka saja ayah mu menuduhku sebagai teman tidur mu." Lanjutnya malu-malu."Jadi kau menganggap dirimu itu gadis baik-baik begitu?""Tentu saja." Sahut Anya cepat tanpa ragu."Kalo begitu kenapa kau kabur dari rumah? Apa itu namanya gadis baik-baik?"Anya tertunduk diam sebentar, matanya seolah terlihat berpikir, "itu karena ... bibi ku ingin menjualku pada pria tua sebagai penebus hutang, aku tidak mau dan akhi
Hari sudah menjelang sore dan tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya. Anya dan Rey tidak mungkin kembali ke kota dengan keadaan seperti itu, terlalu berbahaya bagi mereka, saat cuaca buruk, terkadang lereng bukit di sepanjang perjalanan menuju kota bisa saja terjadi longsor. Nyonya Sin pun menyarankan agar mereka menginap di rumahnya dan kembali ke kota esok pagi saja.Hujan tidak akan mereda dengan singkat, tambah nyonya Sin menjelaskan. Akhirnya, mau tidak mau Anya dan Rey terpaksa menyetujui usulan wanita paruh baya itu.Mendengar berita itu, tentu saja Fani yang paling berbahagia, ia berpikir punya banyak waktu untuk menggoda Rey malam ini.Ia tidak peduli meski ibunya telah menjelaskan jika pria itu tertarik pada Anya-sepupunya. Di dalam hatinya, ia tetap berambisi ingin menaklukkan pria itu.Rey tidur di salah satu kamar yang tidak terlalu besar, itu adalah kamar Anya saat ia masih tinggal bersama bibinya, sedangkan Anya mem
"Anak itu, kemana perginya anak itu, sudah selarut ini tidak pulang, mana membawa anak ingusan seperti itu, kalo dia terkena masalah bagaimana? Bikin repot saja...." Tuan Han masih saja terus mengoceh sepanjang malam. "Gadis tidak jelas asal usulnya itu, mana bisa di jadikan calon istri, apa kepalanya habis terbentur hingga membuatnya gila? Hah!"Nyonya Ana menarik nafas panjang, kemudian beranjak dari sofa dan menghampiri suaminya yang berjalan mondar-mandir dengan gelisah. "Suamiku, tenaglah sedikit." Wanita paruh baya itupun mengusap pundak suaminya agar merasa lebih baik."Bagaimana aku bisa tenang, anak itu selalu saja membuat masalah sejak dulu, apa kau lupa? Kejadian waktu ia masih SD? Bagaimana bisa anak kecil seperti dirinya mengunci beberapa temannya di dalam sebuah mobil box dan hampir kehabisan nafas. Gara-gara masalah itu kita jadi menuyuruhnya di rumah saja. Dan saat kuliah, dia lebih sering lagi membuat ulah, sampai pusing aku di buatnya karena harus membe
Fani berteriak, ia menarik perhatian banyak pengunjung kedai. Anya buru-buru menundukkan wajah nya merasa malu. Mereka sedang berbincang di salah satu meja dan sedang membicarakan soal Rey."Pelankan suaramu!" Tegur Anya lirih pada sepupunya itu. Fani menepuk mulutnya sendiri merasa konyol. Ia benar-benar terkejut dan tak bisa menahan diri untuk mengekspresikan apa yang baru saja dia dengar.Setelah beberapa saat, Fani kembali bicara, "itu normal, untuk pria tampan seperti Rey mencari wanita untuk bermain. Jangan terlalu menolak, ada banyak wanita yang menjual diri demi uang. Seandainya dia mau denganku, aku tidak akan menolaknya. Sayangnya dia tidak menyukaiku, aku mencoba menggodanya tadi malam, tapi dia malah bicara ketus." Jelas Fani jujur tanpa rasa malu."Bicara apa kau ini? Kenapa kau menjadikan dirimu sendiri tidak beharga di hadapan pria seperti itu, mentang-mentang dia tampan, kaya, bukan bearti dia dewa yang pantas di puja, astaga... Kau mala
Anya dan Rey pergi ke rumah dokter desa, sesampainya di sana, Rey merasa gugup. Wajahnya tampak tegang, Anya yang paham akan hal itu, segera meraih tangan pria itu. Menatapnya dan mengangguk, seolah sedang memberi keyakinan kalo semuanya pasti akan baik-baik saja.Rey baru saja akan mengetuk pintu rumah bergaya sederhana itu. Tapi seorang pria paruh baya sudah keburu keluar dari dalam sana."Kau...!" Matanya terbelalak terkejut."Ya... Ini saya, maafkan perbuatan saya tadi malam." Meski canggung, akhirnya Rey bisa dengan lancar mengatakanya.Air muka dokter desa itu terlihat berubah, ia mengangguk mengerti. "Tidak masalah, lupakan saja." Katanya bijaksana."Tidak, saya merasa sudah keterlaluan..." Rey menjeda kalimatnya dan melirik ke arah Anya sebentar, gadis itu mengangguk seolah memberi dukungan, "em... Begini, sebagai tanda permintaan maaf saya, apa ada hal yang bisa saya lakukan untuk anda?""Tidak, Tuan, Anda tak peel
Beberapa orang mengobrol, dari arah pintu masuk, terlihat seseorang yang sangat menarik perhatian.Rey datang dan melangkah, semua lampu di redup kan, Hingga Rey terlihat seperti bintang paling terang.Dia seperti mutiara di laut dalam, menyerap segala hal yang bercahaya, wajah pria ini sangat tampan!Soni berbisik di dekat telinga Jason, "jika manusia ini masuk industri perfilman pasti dia langsung menjadi super star."Jason balik berbisik, "Dia masuk industri film? Apakah ayah nya yang keras itu tidak akan meledak kan industri perfilman negri ini dengan rudal?"Wajah Rey yang tampan dan dingin hingga minus 20 derajat. Bahkan ketika dia tersenyum, dia tidak akan meremehkan nya. Sama seperti monster, saat tidak marah, kau harus tetap waspada. Namun ketika dia tiba-tiba dalam keadaan tinggi, dia akan bersiap menghabisimu. Kali ini, Rey mengenakan kaos V-neck hitam ketat, mem
Sekujur tubuh Anya gemetar, keringat dingin mengucur dari dahinya. Ia kenal suara itu, bibi Eni. Sekarang apa yang harus dia lakukan? Pintu gerbang sudah ada di depan mata nya, apa dia harus mundur dan berbalik?Tidak!Pikiran nya menolak, Anya tidak ingin terjebak dalam permainan Rey dan menjadi budak napsu pria itu. Dia tidak selemah itu, sejak kecil, hidup nya sudah terbiasa di tempa dengan kesusahan dan penderitaan, jadi dia tidak takut menghadapi dunia di luar sana.Dia tidak mempedulikan seruan bibi Eni, dengan cepat ia nekad memanjat gerbang besi yang lumayan tinggi, dia benar-benar telah mengalahkan rasa takut nya.Sebelum lanjut berlari, Anya sempat melirik ke arah wanita paruh baya yang berdiri keheranan di balik gerbang, setelah wanita itu kembali pada kesadaran nya, ia lalu berteriak memanggil para pengawal."Ada pencuri!"Anya tak mau membuang waktu, ia bergegas berlari menyusuri jalan perkomplekan presid
Setelah mandi, Rey melilitkan handuk di pinggang nya, dan berjalan mondar-mandir di kamar nya, raut wajahnya terlihat tidak tenang, ia melihat ke arah ponsel nya lagi, menyalakan nya dan melihat kontak "mainan", ia kembali ragu. Hubungi atau tidak? Ini sungguh membuat orang sakit kepala. "Kenapa aku harus merendahkan diri untuk menghubunginya duluan? Tadi pagi jelas-jelas dia menolak ku, padahal tidak ada gadis yang pernah menolak ku sebelum nya." Rey kembali melempar ponsel nya ke atas ranjang, kenapa juga harus memikir kan gadis itu? Dia bisa langsung datang ke kamar nya jika ia mau? Tapi jelas dia tidak akan mempermalukan dirinya sendiri kan? Gadis itu berani untuk tidak datang ke meja makan untuk menemani nya sarapan, Rey merasa dia sungguh memiliki nyali yang besar. Mungkin dia punya nyawa sembilan hingga berani bertindak demikian. Kurang ajar! Rey merebahkan tubuh nya di atas ranjang dan tatapannya menghadap ke langit
"Rey, aku datang, apa kau senang? Kau kemana saja? Beberapa hari ini kau tiba-tiba tak ada kabar."Rey sedang duduk di meja makan, tiba-tiba suara itu muncul dan membuat nya langsung kehilangan selera makan, sejak tadi ia menunggu Anya untuk menemani nya sarapan, tapi gadis kecil itu tak kunjung datang menghampirinya, apakah mandi membutuh kan waktu yang lama untuk nya? Apa gadis itu sengaja menghindarinya?Akibat nya, terlihat terlihat wajah ketidak senangan di wajah Rey, Ia sedikit mengeriyit melihat wanita di depannya.Wanita ini berdarah campuran Prancis dan Jepang, berusia sekitar 22 tahun, dia adalah seorang model. Miska, secantik nama nya, ia seperti Dewi.Mata biru dan dalam, rambut panjang dan pirang, juga kulis putih dan halus,sehat dan seksi. Dia cukup tinggi, swkita 173 cm, dengan pinggang yang ramping, juga kaki yang panjang dan jenjang. Menurut ahli porposi tubuh, dia aadalah sosok yang sempurna.Wanita itu sangat tergila
Rey mencoba membenarkan letak duduk nya, kini ia duduk dengan menyandarkan punggung nya di kepala dipan, "aku melakukan ini semua demi menyenangkan kedua orang tua ku, mereka sangat ingin melihat ku menikah, untuk itu, aku ingin mengadakan kontrak pernikahan dengan mu, sebagai bentuk tanggung jawab ku juga padamu." Sebenarnya sangat berat bagi Rey mengutarakan kalimat terakhir nya. Sebenar nya itu adalah hal yang benar-benar ia ucap kan dari dasar hati nya. Betapa ia ingin bertanggung jawab, dan ini pertama kalinya ia merasa demikian pada seorang gadis.Namun di sisi lain, dia merasa gelisah, kenapa gadis yang ada di sebelah nya itu hanya menatap nya tanpa ekspresi, apa yang di pikir kan gadis itu? Dia tak bisa menebak nya. Hanya saja ia mulai merasa khawatir dengan kalimat penolakan yang jangan-jangan akan di lontarkan gadis itu. Kalimat penolakan adalah hal yang tidak ingin dia dengar. Waktu kecil, saat ia masih bersekolah di sebuah sekolah reguler, teman-teman nya men
Rey dan Anya tiba di kota tepat tengah malam. Rey bersyukur saat tiba di rumah, mobil orang tua nya tak terlihat lagi di halaman rumah nya. Bagus lah jika mereka sudah pergi dari rumah nya, pikir nya.Saat Rey menoleh ke samping, ia baru menyadari Anya yang sudah tampak tertidur pulas. Ia mencoba menoel pipi gadis itu agar terbangun, namun Anya sama sekali tak bergeming. Rey mendesah lelah, "apakah aku juga yang harus menggendong nya ke dalam?" Gumamnya pada diri sendiri sembari melepas sealtbealt dari tubuh nya.Rey keluar dari dalam mobil dan segera berlari ke sisi lain nya, mengeluarkan tubuh Anya dari tempat nya dan membopong nya masuk ke dalam. Tubuh Anya yang mungil, tenggelam dalam pelukan Rey yang tinggi dan kekar. Gadis itu terasa ringan di tangannya, lagi-lagi Rey terlihat seperti serigala dan Anya kelinci buruan nya yang sedang tak berdaya.Sesampai nya di dalam kamar, Rey meletakkan tubuh mungil itu ke atas tempat tidur king size milik nya. Karena ti
Anya dan Rey pergi ke rumah dokter desa, sesampainya di sana, Rey merasa gugup. Wajahnya tampak tegang, Anya yang paham akan hal itu, segera meraih tangan pria itu. Menatapnya dan mengangguk, seolah sedang memberi keyakinan kalo semuanya pasti akan baik-baik saja.Rey baru saja akan mengetuk pintu rumah bergaya sederhana itu. Tapi seorang pria paruh baya sudah keburu keluar dari dalam sana."Kau...!" Matanya terbelalak terkejut."Ya... Ini saya, maafkan perbuatan saya tadi malam." Meski canggung, akhirnya Rey bisa dengan lancar mengatakanya.Air muka dokter desa itu terlihat berubah, ia mengangguk mengerti. "Tidak masalah, lupakan saja." Katanya bijaksana."Tidak, saya merasa sudah keterlaluan..." Rey menjeda kalimatnya dan melirik ke arah Anya sebentar, gadis itu mengangguk seolah memberi dukungan, "em... Begini, sebagai tanda permintaan maaf saya, apa ada hal yang bisa saya lakukan untuk anda?""Tidak, Tuan, Anda tak peel
Fani berteriak, ia menarik perhatian banyak pengunjung kedai. Anya buru-buru menundukkan wajah nya merasa malu. Mereka sedang berbincang di salah satu meja dan sedang membicarakan soal Rey."Pelankan suaramu!" Tegur Anya lirih pada sepupunya itu. Fani menepuk mulutnya sendiri merasa konyol. Ia benar-benar terkejut dan tak bisa menahan diri untuk mengekspresikan apa yang baru saja dia dengar.Setelah beberapa saat, Fani kembali bicara, "itu normal, untuk pria tampan seperti Rey mencari wanita untuk bermain. Jangan terlalu menolak, ada banyak wanita yang menjual diri demi uang. Seandainya dia mau denganku, aku tidak akan menolaknya. Sayangnya dia tidak menyukaiku, aku mencoba menggodanya tadi malam, tapi dia malah bicara ketus." Jelas Fani jujur tanpa rasa malu."Bicara apa kau ini? Kenapa kau menjadikan dirimu sendiri tidak beharga di hadapan pria seperti itu, mentang-mentang dia tampan, kaya, bukan bearti dia dewa yang pantas di puja, astaga... Kau mala
"Anak itu, kemana perginya anak itu, sudah selarut ini tidak pulang, mana membawa anak ingusan seperti itu, kalo dia terkena masalah bagaimana? Bikin repot saja...." Tuan Han masih saja terus mengoceh sepanjang malam. "Gadis tidak jelas asal usulnya itu, mana bisa di jadikan calon istri, apa kepalanya habis terbentur hingga membuatnya gila? Hah!"Nyonya Ana menarik nafas panjang, kemudian beranjak dari sofa dan menghampiri suaminya yang berjalan mondar-mandir dengan gelisah. "Suamiku, tenaglah sedikit." Wanita paruh baya itupun mengusap pundak suaminya agar merasa lebih baik."Bagaimana aku bisa tenang, anak itu selalu saja membuat masalah sejak dulu, apa kau lupa? Kejadian waktu ia masih SD? Bagaimana bisa anak kecil seperti dirinya mengunci beberapa temannya di dalam sebuah mobil box dan hampir kehabisan nafas. Gara-gara masalah itu kita jadi menuyuruhnya di rumah saja. Dan saat kuliah, dia lebih sering lagi membuat ulah, sampai pusing aku di buatnya karena harus membe