Ekor mata Rey melirik, seringai kecil menyembul di sudut bibirnya, merasa menang, gadis itu sebentar lagi pasti tunduk dengan perintahnya.
"Ada apa?" Tannya nya pura-pura tak peduli.
"Apa kau sungguh-sungguh dengan perkataanmu?" Anya balik bertanya dengan nada hati-hati, matanya membulat lebar, membuat Rey semakin gemas.
"Kalo iya kenapa?" Rey masih bicara dengan nada ketus. Rupanya ia senang sekali membuat gadis kecil itu ketakutan.
"Bisakah kau melupakan semuanya?"
"Maksudnya?" Hati Rey berbunga-bunga, akhirnya gadis itu menyerah juga.
"Maksudnya, bisakah aku mengganti rugi dengan cara lain?"
Sekarang Rey benar-benar merasa di atas angin. "Tentu saja."
"Kalo begitu, jadikan aku salah satu pelayan di rumah ini, tidak di gaji juga tidak apa-apa."
"Apa?" Rey merasa keki sekaligus kesal, rupanya dia terlalu terbuai oleh harapannya sendiri tadi. "Bukan itu yang ku tawarkan, tapi pilihannya adalah, kau mau tidur denganku tanpa paksaan atau memilih di penjara." Nada suaranya penuh penekanan, kesabarannya sudah hampir habis.
"Tapi tidur bersama tanpa menikah itu kan dosa? Aku tidak bisa, maaf." Anya tertunduk lesu.
Rey merasa kenapa kelinci kecil itu begitu keras kepala? Bukankah itu mirip dengan dirinya.
"Apa kau sungguh berharap aku menikahimu?" Ejeknya.
Anya terperangah dan segera ingin meralat perkataanya. "Bukan seperti itu, tapi kan..." Kalimatnya terputus, ia tak bisa menemukan kalimat yang tepat agar pria dewasa di hadapannya itu mau mengerti maksudnya.
"Ah begini saja, biar semua dosanya aku saja yang tanggung, jadi kau tak perlu memikirkannya lagi, bagaimana?" Orang ini benar-benar suka menghalakan segala cara untuk mencapai tujuannya.
"Mana boleh bgitu?" Anya memekik.
"Kenapa tidak boleh?"
"Karena..." Anya kembali kebingungan untuk mencari jawaban yang tepat.
"Ah... Sudahlah, kau terlalu bertele-tele, lebih baik aku telepon polisi sekarang juga!" Gertak Rey lagi tak sabar.
Anya yang merasa terdesak, tak bisa berpikir jernih lagi. "Baiklah, aku setuju!" Ucapnya dengan bibir gemetar.
Sekujur tubuhnya bahkan kini sudah mendingin, ia tak yakin dengan apa yang baru saja di ucapkannya tadi.
Sedangkan Rey akhirnya bisa tersenyum penuh kemenangan.
Tangan Anya bergerak membuka kancing piyamanya satu persatu dengan tangis yang tertahan di dada. "Lakukanlah!" ujarnya pasrah.
Rey yang tak bisa menahan hasratnya lagi pun mendekat, ia membantu Anya melepas piyamanya, Anya merasa sangat malu hingga memalingkan muka.
Rey mendorongnya perlahan agar gadis itu tiduran di atas kasur, ia memposisikan dirinya sendiri di atas gadis itu dan mulai mencumbuinya. Ia membuat beberapa tanda merah di bagian leher gadis itu, di saat yang bersamaan air mata Anya mengalir. Ia merasa tak rela tubuhnya di sentuh.
Rey mendongak untuk melihatnya, cairan bening yang mengalir deras di pipi gadis itu akhirnya membuatnya merasa iba. Entah kenapa dadanya tiba-tiba merasa sakit dan hasratnya tiba-tiba menghilang begitu saja.
"Baiklah, aku tidak akan memaksamu kalo kau belum siap." Ujar Rey sambil bangkit dari atas tubuh gadis itu. Ia menghela nafas panjang dan menutupi tubuh Anya dengan selimut.
"Berpakaian lah, aku tunggu kau di meja makan." Perintahnya lagi sebelum benar-benar berlalu dari sana.
Anya bankit duduk sambil memandangi punggung Rey yang mulai menjauh dan menghilang di balik pintu. "Ternyata dia masih punya hati," Gumamnya lirih, ia pun menghembuskan nafas lega.
***
Rey tidak pernah menduga, orang tua nya kembali lagi untuk mengunjunginya. Bagi Rey itu adalah masalah, pasti mereka datang hanya untuk membujuknya agar mau segera menikah.
"Sayang, apa kabarmu hari ini?" Ibunya mencoba berbasa-baai sesaat sudah berada di meja makan menemui anak tunggalnya.
"Apa kau sudah mulia memikirkan permintaan kami?" Berbeda dari istrinya, ayahnya malah senang berkata terus terang.
"Sudah ku duga, kalian datang hanya untuk ini." Dengus Rey kesal.
"Memangnya kenapa? Apa ada masalah?" Pria paruh baya yang merupakan ayahnya itu rupanya gampang sekali tersulut emosinya.
"Ah... Suamiku, kau tidak boleh begitu padanya, anak kita sudah dewasa, harus bisa bicara baik-baik padanya." Nyonya Ana mencoba memperingatkan suaminya sembari mengelus punggungnya agar emosinya yang tiba-tiba meledak bisa sedikit mereda.
Hubungan Rey dan Ayahnya memang kurang baik sudah sejak lama, bahkan sejak Rey masih kanak-kanak, Tuan Han begitu keras dan terkesan selalu memaksakan kehendak, hingga membuat Rey tanpa sadar membencinya, karena pria tua itu telah membuatnya memiliki kepribadian buruk seperti sekarang ini.
"Kenapa kau selalu saja begini? Kau pikir aku boneka yang bisa kau perlakukan seenaknya, mana boleh kau seperti ini terus padaku!" Rey benar-benar sudah tidak tahan lagi, selama ini dia diam dan menurut karena ia merasa lemah, tapi tidak untuk kali ini. Rey sudah bersusah payah menjadi berhasil di tengah rasa sakitnya, ia tidak suka jika seseorang memperlakukannya dengan semena-mena seperti itu, sekalipun pun itu ayahnya sendiri.
"Apa kau bilang! Sudah merasa hebat kau rupanya sekarang!" Tuan Han kembali kalap. Matanya mendelik ke arah Rey dengan nafas yang memburu, sedangkan Rey menatapnya balik dengan tatapan berani.
"Hei... Sudah, sudah, kenapa kalian malah bertengkar?" Nyonya Ana berusaha menengahi, "Rey, mana boleh berkata kasar seperti itu pada ayahmu sendiri? Bagaimanapun dia itu ayahmu." Jelasnya lagi dengan lembut.
"Dia bukan ayahku." Sahut Rey dingin.
Tuan Han tampak terperangah, "Dasar anak tidak tahu diri, mentang-mentang sekarang kau sudah memiliki segalanya, kau jadi anak durhaka, memangnya siapa yang membiayai pebdidikanmu selama ini sebelum kau sukses seperti sekarang ini, hah?!" Sergahnya bertambah kalap.
"Jadi kau ingin aku membalas Budi begitu? Baik lah berapa banyak uang yang harus ku bayar padamu?"
"Rey...!" Tegur nyonya Ana miris.
"Kau... Dasar kau anak durhaka!" Umpat Tuan Han sambil memegangi sebelah dadanya yang mulai terasa sakit, ia memilki penyakit jantung, dan seharusnya ia tak boleh banyak marah ataupun stress.
"Kenapa?" Rey tersenyum miris dengan mata yang berubah sendu. "Selama ini ayah kan yang selalu mengajarkan ku untuk bersikap seperti ini, tanpa kasih sayang." Suara Rey seperti tercekat di tenggorokan, hatinya terasa perih jika harus membuka semua file luka lama yang ia simpan untuk dirinya sendiri.
Dulu, ayahnya sering memperlakukannya dengan kasar, jika ia melakukan kesalahan, pria itu tidak segan-segan memberi hukuman dengan mengurungnya di dalam gudang yang gelap, bahkan Rey tidak pernah ingat, kapan terkahir kali pria tua itu memeluknya atau sekedar membelainya dengan kelembutan dan kasih sayang. Rey sama sekali tak punya ingatan itu di kepalanya, yang ia ingat, ayahnya adalah seorang yang arogant dan suka memaksakan kehendak.
Tuan Han tak bisa menahan rasa sakit di sebelah dadanya dan akhirnya jatuh terduduk, istrinya dengan panik segera mencari obat yang biasa di minum suaminya di dalam tasnya. Ia pun segera menyodorkan pada suaminya setelah menemukannya.
Pria tua itu mencoba mengatur nafasnya dan keadaanya berangsur kembali membaik.
"Sudah ku bilang, tahan emosimu, putra kita sudah dewasa, tidak seharusnya kau sekeras itu padanya." Ujar Nyonya Ana sembari mengusap-ngusap dada suaminya.
"Tapi, apa dia pantas berucap pada kita yang sudah susah payah membesarkannya?"
Cih....
Rey langsung berdecih dan tersenyum mengejek, "apa ayah bilang? Membesarkan dengan susah payah? Ayah hanya membesarkanku dengan uang ayah, tapi tidak dengan kasih sayang, jadi cukup wajar kan kalo aku begini?" Rey sebenarnya pria berhati lembut, namun karena terlalu banyak rasa sakit yang ia terima selama ini, ia pun tumbuh menjadi seorang yang sangat keras kepala dan terlihat kejam saat bicara.
BERSAMBUNG.
Anya baru saja keluar dari kamar dengan menggunakan dress selutut warna nude yang tampak anggun. Ia merasa bingung, ketika ia tiba di meja makan, tiba-tiba mendengar keributan. Setidak nya ia cukup mendengar pertengkaran yang terjadi antara Rey dengan seorang pria tua yang di sebutnya Ayah.Ternyata pria itu sama menderitanya dengan dirinya, nyatanya meski hidup dengan bergelimang harta, Rey memiliki masa lalu kelam yang membuatnya tak bisa melupakannya begitu saja. Anya kini memahami, kenapa sikap pria itu yang terkadang terlihat sangat sedih, gembira, dan marah dalam waktu yang hampir bersamaan."Selamat pagi...." Ujar nya dengan suara lirih tapi cukup untuk membuat Nyonya Ana juga Tuan Han menoleh ke arahnya.Dengan gerakan ragu-ragu ia membungkukkan sedikit badannya untuk memberi hormat."Ah...." Tentu saja Nyonya Ana merasa terkejut, matanya terbelalak dan mulutnya menganga. Kemudian ia menatap ke arah suaminya yang juga melakukan hal y
Melihat ketakutan di wajah Anya, selalu membuat Rey tergerak untuk menggoda gadis itu, otaknya seolah terisi zat seretonin dengan cepat, perasaanya seperti melambung sekaligus berbunga-bunga, menyenangkan sekali."Tadi kau berani sekali bicara pada orang tua ku dan mengatakan bahwa kau adalah calon istriku, apa kau benar-benar menginginkannya?"Anya langsung seperti membeku di tempat, pertanyaan macam apa itu?Apa maksud dari menginginkannya?"Bu-bukan seperti itu..." Sangkalnya dengan suara terbata, "aku hanya tidak suka saja ayah mu menuduhku sebagai teman tidur mu." Lanjutnya malu-malu."Jadi kau menganggap dirimu itu gadis baik-baik begitu?""Tentu saja." Sahut Anya cepat tanpa ragu."Kalo begitu kenapa kau kabur dari rumah? Apa itu namanya gadis baik-baik?"Anya tertunduk diam sebentar, matanya seolah terlihat berpikir, "itu karena ... bibi ku ingin menjualku pada pria tua sebagai penebus hutang, aku tidak mau dan akhi
Hari sudah menjelang sore dan tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya. Anya dan Rey tidak mungkin kembali ke kota dengan keadaan seperti itu, terlalu berbahaya bagi mereka, saat cuaca buruk, terkadang lereng bukit di sepanjang perjalanan menuju kota bisa saja terjadi longsor. Nyonya Sin pun menyarankan agar mereka menginap di rumahnya dan kembali ke kota esok pagi saja.Hujan tidak akan mereda dengan singkat, tambah nyonya Sin menjelaskan. Akhirnya, mau tidak mau Anya dan Rey terpaksa menyetujui usulan wanita paruh baya itu.Mendengar berita itu, tentu saja Fani yang paling berbahagia, ia berpikir punya banyak waktu untuk menggoda Rey malam ini.Ia tidak peduli meski ibunya telah menjelaskan jika pria itu tertarik pada Anya-sepupunya. Di dalam hatinya, ia tetap berambisi ingin menaklukkan pria itu.Rey tidur di salah satu kamar yang tidak terlalu besar, itu adalah kamar Anya saat ia masih tinggal bersama bibinya, sedangkan Anya mem
"Anak itu, kemana perginya anak itu, sudah selarut ini tidak pulang, mana membawa anak ingusan seperti itu, kalo dia terkena masalah bagaimana? Bikin repot saja...." Tuan Han masih saja terus mengoceh sepanjang malam. "Gadis tidak jelas asal usulnya itu, mana bisa di jadikan calon istri, apa kepalanya habis terbentur hingga membuatnya gila? Hah!"Nyonya Ana menarik nafas panjang, kemudian beranjak dari sofa dan menghampiri suaminya yang berjalan mondar-mandir dengan gelisah. "Suamiku, tenaglah sedikit." Wanita paruh baya itupun mengusap pundak suaminya agar merasa lebih baik."Bagaimana aku bisa tenang, anak itu selalu saja membuat masalah sejak dulu, apa kau lupa? Kejadian waktu ia masih SD? Bagaimana bisa anak kecil seperti dirinya mengunci beberapa temannya di dalam sebuah mobil box dan hampir kehabisan nafas. Gara-gara masalah itu kita jadi menuyuruhnya di rumah saja. Dan saat kuliah, dia lebih sering lagi membuat ulah, sampai pusing aku di buatnya karena harus membe
Fani berteriak, ia menarik perhatian banyak pengunjung kedai. Anya buru-buru menundukkan wajah nya merasa malu. Mereka sedang berbincang di salah satu meja dan sedang membicarakan soal Rey."Pelankan suaramu!" Tegur Anya lirih pada sepupunya itu. Fani menepuk mulutnya sendiri merasa konyol. Ia benar-benar terkejut dan tak bisa menahan diri untuk mengekspresikan apa yang baru saja dia dengar.Setelah beberapa saat, Fani kembali bicara, "itu normal, untuk pria tampan seperti Rey mencari wanita untuk bermain. Jangan terlalu menolak, ada banyak wanita yang menjual diri demi uang. Seandainya dia mau denganku, aku tidak akan menolaknya. Sayangnya dia tidak menyukaiku, aku mencoba menggodanya tadi malam, tapi dia malah bicara ketus." Jelas Fani jujur tanpa rasa malu."Bicara apa kau ini? Kenapa kau menjadikan dirimu sendiri tidak beharga di hadapan pria seperti itu, mentang-mentang dia tampan, kaya, bukan bearti dia dewa yang pantas di puja, astaga... Kau mala
Anya dan Rey pergi ke rumah dokter desa, sesampainya di sana, Rey merasa gugup. Wajahnya tampak tegang, Anya yang paham akan hal itu, segera meraih tangan pria itu. Menatapnya dan mengangguk, seolah sedang memberi keyakinan kalo semuanya pasti akan baik-baik saja.Rey baru saja akan mengetuk pintu rumah bergaya sederhana itu. Tapi seorang pria paruh baya sudah keburu keluar dari dalam sana."Kau...!" Matanya terbelalak terkejut."Ya... Ini saya, maafkan perbuatan saya tadi malam." Meski canggung, akhirnya Rey bisa dengan lancar mengatakanya.Air muka dokter desa itu terlihat berubah, ia mengangguk mengerti. "Tidak masalah, lupakan saja." Katanya bijaksana."Tidak, saya merasa sudah keterlaluan..." Rey menjeda kalimatnya dan melirik ke arah Anya sebentar, gadis itu mengangguk seolah memberi dukungan, "em... Begini, sebagai tanda permintaan maaf saya, apa ada hal yang bisa saya lakukan untuk anda?""Tidak, Tuan, Anda tak peel
Rey dan Anya tiba di kota tepat tengah malam. Rey bersyukur saat tiba di rumah, mobil orang tua nya tak terlihat lagi di halaman rumah nya. Bagus lah jika mereka sudah pergi dari rumah nya, pikir nya.Saat Rey menoleh ke samping, ia baru menyadari Anya yang sudah tampak tertidur pulas. Ia mencoba menoel pipi gadis itu agar terbangun, namun Anya sama sekali tak bergeming. Rey mendesah lelah, "apakah aku juga yang harus menggendong nya ke dalam?" Gumamnya pada diri sendiri sembari melepas sealtbealt dari tubuh nya.Rey keluar dari dalam mobil dan segera berlari ke sisi lain nya, mengeluarkan tubuh Anya dari tempat nya dan membopong nya masuk ke dalam. Tubuh Anya yang mungil, tenggelam dalam pelukan Rey yang tinggi dan kekar. Gadis itu terasa ringan di tangannya, lagi-lagi Rey terlihat seperti serigala dan Anya kelinci buruan nya yang sedang tak berdaya.Sesampai nya di dalam kamar, Rey meletakkan tubuh mungil itu ke atas tempat tidur king size milik nya. Karena ti
Rey mencoba membenarkan letak duduk nya, kini ia duduk dengan menyandarkan punggung nya di kepala dipan, "aku melakukan ini semua demi menyenangkan kedua orang tua ku, mereka sangat ingin melihat ku menikah, untuk itu, aku ingin mengadakan kontrak pernikahan dengan mu, sebagai bentuk tanggung jawab ku juga padamu." Sebenarnya sangat berat bagi Rey mengutarakan kalimat terakhir nya. Sebenar nya itu adalah hal yang benar-benar ia ucap kan dari dasar hati nya. Betapa ia ingin bertanggung jawab, dan ini pertama kalinya ia merasa demikian pada seorang gadis.Namun di sisi lain, dia merasa gelisah, kenapa gadis yang ada di sebelah nya itu hanya menatap nya tanpa ekspresi, apa yang di pikir kan gadis itu? Dia tak bisa menebak nya. Hanya saja ia mulai merasa khawatir dengan kalimat penolakan yang jangan-jangan akan di lontarkan gadis itu. Kalimat penolakan adalah hal yang tidak ingin dia dengar. Waktu kecil, saat ia masih bersekolah di sebuah sekolah reguler, teman-teman nya men
Beberapa orang mengobrol, dari arah pintu masuk, terlihat seseorang yang sangat menarik perhatian.Rey datang dan melangkah, semua lampu di redup kan, Hingga Rey terlihat seperti bintang paling terang.Dia seperti mutiara di laut dalam, menyerap segala hal yang bercahaya, wajah pria ini sangat tampan!Soni berbisik di dekat telinga Jason, "jika manusia ini masuk industri perfilman pasti dia langsung menjadi super star."Jason balik berbisik, "Dia masuk industri film? Apakah ayah nya yang keras itu tidak akan meledak kan industri perfilman negri ini dengan rudal?"Wajah Rey yang tampan dan dingin hingga minus 20 derajat. Bahkan ketika dia tersenyum, dia tidak akan meremehkan nya. Sama seperti monster, saat tidak marah, kau harus tetap waspada. Namun ketika dia tiba-tiba dalam keadaan tinggi, dia akan bersiap menghabisimu. Kali ini, Rey mengenakan kaos V-neck hitam ketat, mem
Sekujur tubuh Anya gemetar, keringat dingin mengucur dari dahinya. Ia kenal suara itu, bibi Eni. Sekarang apa yang harus dia lakukan? Pintu gerbang sudah ada di depan mata nya, apa dia harus mundur dan berbalik?Tidak!Pikiran nya menolak, Anya tidak ingin terjebak dalam permainan Rey dan menjadi budak napsu pria itu. Dia tidak selemah itu, sejak kecil, hidup nya sudah terbiasa di tempa dengan kesusahan dan penderitaan, jadi dia tidak takut menghadapi dunia di luar sana.Dia tidak mempedulikan seruan bibi Eni, dengan cepat ia nekad memanjat gerbang besi yang lumayan tinggi, dia benar-benar telah mengalahkan rasa takut nya.Sebelum lanjut berlari, Anya sempat melirik ke arah wanita paruh baya yang berdiri keheranan di balik gerbang, setelah wanita itu kembali pada kesadaran nya, ia lalu berteriak memanggil para pengawal."Ada pencuri!"Anya tak mau membuang waktu, ia bergegas berlari menyusuri jalan perkomplekan presid
Setelah mandi, Rey melilitkan handuk di pinggang nya, dan berjalan mondar-mandir di kamar nya, raut wajahnya terlihat tidak tenang, ia melihat ke arah ponsel nya lagi, menyalakan nya dan melihat kontak "mainan", ia kembali ragu. Hubungi atau tidak? Ini sungguh membuat orang sakit kepala. "Kenapa aku harus merendahkan diri untuk menghubunginya duluan? Tadi pagi jelas-jelas dia menolak ku, padahal tidak ada gadis yang pernah menolak ku sebelum nya." Rey kembali melempar ponsel nya ke atas ranjang, kenapa juga harus memikir kan gadis itu? Dia bisa langsung datang ke kamar nya jika ia mau? Tapi jelas dia tidak akan mempermalukan dirinya sendiri kan? Gadis itu berani untuk tidak datang ke meja makan untuk menemani nya sarapan, Rey merasa dia sungguh memiliki nyali yang besar. Mungkin dia punya nyawa sembilan hingga berani bertindak demikian. Kurang ajar! Rey merebahkan tubuh nya di atas ranjang dan tatapannya menghadap ke langit
"Rey, aku datang, apa kau senang? Kau kemana saja? Beberapa hari ini kau tiba-tiba tak ada kabar."Rey sedang duduk di meja makan, tiba-tiba suara itu muncul dan membuat nya langsung kehilangan selera makan, sejak tadi ia menunggu Anya untuk menemani nya sarapan, tapi gadis kecil itu tak kunjung datang menghampirinya, apakah mandi membutuh kan waktu yang lama untuk nya? Apa gadis itu sengaja menghindarinya?Akibat nya, terlihat terlihat wajah ketidak senangan di wajah Rey, Ia sedikit mengeriyit melihat wanita di depannya.Wanita ini berdarah campuran Prancis dan Jepang, berusia sekitar 22 tahun, dia adalah seorang model. Miska, secantik nama nya, ia seperti Dewi.Mata biru dan dalam, rambut panjang dan pirang, juga kulis putih dan halus,sehat dan seksi. Dia cukup tinggi, swkita 173 cm, dengan pinggang yang ramping, juga kaki yang panjang dan jenjang. Menurut ahli porposi tubuh, dia aadalah sosok yang sempurna.Wanita itu sangat tergila
Rey mencoba membenarkan letak duduk nya, kini ia duduk dengan menyandarkan punggung nya di kepala dipan, "aku melakukan ini semua demi menyenangkan kedua orang tua ku, mereka sangat ingin melihat ku menikah, untuk itu, aku ingin mengadakan kontrak pernikahan dengan mu, sebagai bentuk tanggung jawab ku juga padamu." Sebenarnya sangat berat bagi Rey mengutarakan kalimat terakhir nya. Sebenar nya itu adalah hal yang benar-benar ia ucap kan dari dasar hati nya. Betapa ia ingin bertanggung jawab, dan ini pertama kalinya ia merasa demikian pada seorang gadis.Namun di sisi lain, dia merasa gelisah, kenapa gadis yang ada di sebelah nya itu hanya menatap nya tanpa ekspresi, apa yang di pikir kan gadis itu? Dia tak bisa menebak nya. Hanya saja ia mulai merasa khawatir dengan kalimat penolakan yang jangan-jangan akan di lontarkan gadis itu. Kalimat penolakan adalah hal yang tidak ingin dia dengar. Waktu kecil, saat ia masih bersekolah di sebuah sekolah reguler, teman-teman nya men
Rey dan Anya tiba di kota tepat tengah malam. Rey bersyukur saat tiba di rumah, mobil orang tua nya tak terlihat lagi di halaman rumah nya. Bagus lah jika mereka sudah pergi dari rumah nya, pikir nya.Saat Rey menoleh ke samping, ia baru menyadari Anya yang sudah tampak tertidur pulas. Ia mencoba menoel pipi gadis itu agar terbangun, namun Anya sama sekali tak bergeming. Rey mendesah lelah, "apakah aku juga yang harus menggendong nya ke dalam?" Gumamnya pada diri sendiri sembari melepas sealtbealt dari tubuh nya.Rey keluar dari dalam mobil dan segera berlari ke sisi lain nya, mengeluarkan tubuh Anya dari tempat nya dan membopong nya masuk ke dalam. Tubuh Anya yang mungil, tenggelam dalam pelukan Rey yang tinggi dan kekar. Gadis itu terasa ringan di tangannya, lagi-lagi Rey terlihat seperti serigala dan Anya kelinci buruan nya yang sedang tak berdaya.Sesampai nya di dalam kamar, Rey meletakkan tubuh mungil itu ke atas tempat tidur king size milik nya. Karena ti
Anya dan Rey pergi ke rumah dokter desa, sesampainya di sana, Rey merasa gugup. Wajahnya tampak tegang, Anya yang paham akan hal itu, segera meraih tangan pria itu. Menatapnya dan mengangguk, seolah sedang memberi keyakinan kalo semuanya pasti akan baik-baik saja.Rey baru saja akan mengetuk pintu rumah bergaya sederhana itu. Tapi seorang pria paruh baya sudah keburu keluar dari dalam sana."Kau...!" Matanya terbelalak terkejut."Ya... Ini saya, maafkan perbuatan saya tadi malam." Meski canggung, akhirnya Rey bisa dengan lancar mengatakanya.Air muka dokter desa itu terlihat berubah, ia mengangguk mengerti. "Tidak masalah, lupakan saja." Katanya bijaksana."Tidak, saya merasa sudah keterlaluan..." Rey menjeda kalimatnya dan melirik ke arah Anya sebentar, gadis itu mengangguk seolah memberi dukungan, "em... Begini, sebagai tanda permintaan maaf saya, apa ada hal yang bisa saya lakukan untuk anda?""Tidak, Tuan, Anda tak peel
Fani berteriak, ia menarik perhatian banyak pengunjung kedai. Anya buru-buru menundukkan wajah nya merasa malu. Mereka sedang berbincang di salah satu meja dan sedang membicarakan soal Rey."Pelankan suaramu!" Tegur Anya lirih pada sepupunya itu. Fani menepuk mulutnya sendiri merasa konyol. Ia benar-benar terkejut dan tak bisa menahan diri untuk mengekspresikan apa yang baru saja dia dengar.Setelah beberapa saat, Fani kembali bicara, "itu normal, untuk pria tampan seperti Rey mencari wanita untuk bermain. Jangan terlalu menolak, ada banyak wanita yang menjual diri demi uang. Seandainya dia mau denganku, aku tidak akan menolaknya. Sayangnya dia tidak menyukaiku, aku mencoba menggodanya tadi malam, tapi dia malah bicara ketus." Jelas Fani jujur tanpa rasa malu."Bicara apa kau ini? Kenapa kau menjadikan dirimu sendiri tidak beharga di hadapan pria seperti itu, mentang-mentang dia tampan, kaya, bukan bearti dia dewa yang pantas di puja, astaga... Kau mala
"Anak itu, kemana perginya anak itu, sudah selarut ini tidak pulang, mana membawa anak ingusan seperti itu, kalo dia terkena masalah bagaimana? Bikin repot saja...." Tuan Han masih saja terus mengoceh sepanjang malam. "Gadis tidak jelas asal usulnya itu, mana bisa di jadikan calon istri, apa kepalanya habis terbentur hingga membuatnya gila? Hah!"Nyonya Ana menarik nafas panjang, kemudian beranjak dari sofa dan menghampiri suaminya yang berjalan mondar-mandir dengan gelisah. "Suamiku, tenaglah sedikit." Wanita paruh baya itupun mengusap pundak suaminya agar merasa lebih baik."Bagaimana aku bisa tenang, anak itu selalu saja membuat masalah sejak dulu, apa kau lupa? Kejadian waktu ia masih SD? Bagaimana bisa anak kecil seperti dirinya mengunci beberapa temannya di dalam sebuah mobil box dan hampir kehabisan nafas. Gara-gara masalah itu kita jadi menuyuruhnya di rumah saja. Dan saat kuliah, dia lebih sering lagi membuat ulah, sampai pusing aku di buatnya karena harus membe