Pagi datang menjelang. Aksa membuka mata dengan perlahan, menyipitkan matanya saat cahaya menyilaukan berlomba masuk melalui celah gorden. Dihembuskannya napas dengan pelan. Ia mengerjap beberapa kali, berusaha untuk mengumpulkan nyawanya sendiri. Pria itu kemudian terduduk dengan menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang. Coba menggeliat, namun kemudian sadar akan sesuatu. Tubuh bagian atasnya polos. Ia tidak memakai baju. Iya, Aksa memang memiliki kebiasaan untuk melepas pakaian atasnya saat tidur. Hanya saja dirinya tidak pernah melepas seluruh pakaiannya saat tertidur. Dan hal itulah yang saat ini terjadi. Lebih buruk dari itu, ia baru saja menyadari dimana dirinya terbangun dari tidur. Ruangan itu adalah kamarnya, bukan kamar tamu. Yang mana kamar pribadinya saat ini tengah menjadi kamar tidur yang ditempati Aleena. Omong-omong soal gadis itu. Di mana dia sekarang?? “Aishhh, sial! Apa yang sudah ku lakukan?” gerutu Aksa sembari mengacak rambutnya sendiri. Ia ha
Aksa membanting laporan yang ada di tangannya. Seorang karyawan laki-laki yang berdiri di hadapannya hanya bisa menunduk takut.Sudah dua minggu lamanya mencari, namun keberadaan juga bukti soal siapa yang menyebarkan rumor skandal Aksa belum juga ditemukan.Akun yang menjadi sumber utama tersebarnya berita hanyalah akun palsu yang digunakan oleh seseorang. Aksa mendesah frustasi, ia menatap galak ke arah karyawan tersebut dan berkata.“Laporan begini saja kau tidak becus mengurusnya?! Apa saja yang kamu pelajari selama ini?!” Dilemparnya laporan tersebut ke arah seorang karyawan yang hanya bisa meminta maaf. “Ada apa ini?” Arya masuk ke dalam ruangan.Melihat beberapa kertas berserakan, sepertinya Arya paham. Ia kemudian meminta sang karyawan untuk kembali ke ruangannya sementara ia akan berbicara dengan Aksa.Sepeninggalannya sang karyawan, Arya memilih mengambil tempat duduk di depa Aksa. Melihat dengan seksama bagaimana kacaunya pria itu sekarang.Penampilannya berantakan denga
"Kamu kapan nikah?"Pertanyaan yang paling Aleena benci saat acara kumpul keluarga seperti sekarang. Tiap orang yang mendatanginya pasti hanya akan bertanya tiga hal padanya."Gendutan, ya sekarang.""Kerja di mana?"Dan ada satu yang paling Aleena benci."Kamu kapan nikah?"Menurutnya, pertanyaan seperti itu sudah terlalu basi untuk ditanyakan. Apalagi di waktu momen lebaran seperti sekarang.Momen di mana semua orang saling meminta maaf dan saling memaafkan atas segala kesalahan. Namun justru tidak jarang, sebagian dari mereka setelah meminta maaf tanpa sadar kembali menggoreskan luka di hati orang lain.Ibaratnya, percuma saja meminta maaf tapi ujung-ujungnya tetap menyakiti hati.Dan setelah Aleena mendengar pertanyaan yang terlontar dari Tantenya, entah yang keberapa kali. Dirinya hanya bisa tersenyum palsu. Ia sudah terlalu malas untuk menanggapi ataupun sekadar menjelaskan jika dirinya masih belum memiliki niat untuk menikah dalam waktu dekat."Cepatan nikah, Nak. Umurmu udah
Pukul sembilan lima belas saat Aleena tiba di satu cafe yang menjadi tempat janji temunya dengan Syifa.Gadis itu duduk diam di pojok ruangan dengan ponsel yang ada dalam genggamannya.Ia masih saja berfokus pada benda pipih tersebut sampai-sampai tidak sadar jika sudah ada orang lain yang duduk di hadapannya.Aleena baru menyadari hal itu saat ia merasakan seseorang tengah memperhatikannya dengan lekat."Lama amat, s," perkataan Aleena terhenti saat ia menyadari jika orang yang duduk di hadapannya ini bukanlah Syifa.Melainkan seorang lelaki dengan postur tubuh tegap, dan juga rambut hitam mengkilat yang ia buat ke samping kanan.Pria itu tersenyum cerah dan mengulurkan tangannya, mengajak Aruna untuk berjabat tangan."Nama saya Aksa, apa benar kamu yang bernama Aleena?" tanya nya.Bahkan suaranya yang sedikit berat serasa menyempurnakan penampilannya kini. Menurut Aleena, pria di hadapannya ini mirip dengan Aktor Korea yang dramanya belum lama ia tonton.Dengan ragu Aleena menjabat
Persiapan pernikahan dilakukan secara kilat, bahkan Aleena baru tahu jika ternyata orang tua Aksa adalah seorang pengusaha yang dulunya menjadi salah satu relasi bisnis mendiang sang Ayah.Wajah Aleena sejak tadi ditekuk, ia benar-benar merasa bosan sekaligus kesal sekarang. Ia sudah berada di butik tempat dirinya mencoba gaun-gaun untuk pernikahannya bersama Aksa nanti.Sudah lebih dari satu jam ia mencoba berbagai model gaun, namun masih belum menemukan yang dirasa cocok.Sebenarnya yang memutuskan cocok atau tidaknya adalah Aksa. Pria itu yang memutuskan segala hal dan mengabaikan tiap-tiap aksi protes maupun penolakan yang dilakukan oleh Aleena.Ini sudah kesekian kalinya Aleena mencoba gaun-gaun itu. Gadis itu berdiri di belakang tirai dengan menggengam se bucket bunga dengan wajah muram.Tirai terbuka, menampakkan Aleena dengan gaun berekor panjang berwarna putih. Gaun dengan model kemben berhias manik-manik itu tampak begitu pas di tubuhnya, memamerkan leher jenjangnya dengan b
Pertanyaan Aleena tidak mendapatkan jawaban apapun, Aksa hanya diam sambil terus melihat ke arahnya dengan pandangan sulit diartikan."Tapi, kenapa harus aku? Kamu pikir hidupku ini sesuatu yang bisa kamu jadiin alasan buat nutupin kalo kamu nggak bisa nikah sama perempuan?!" Aleena tentu saja merasa tidak terima. Aksa memanfaatkan dirinya demi keuntungannya sendiri."Asal kamu tahu, ya. Tuan Aksa Bumantara, yang terhormat. Hidupku bukan mainan yang bisa dengan gampang kamu atur sesuka hati kamu, bukan juga lego yang bisa kamu bongkar pasang. Hidupku aku yang menentukan!"Tangan Aleena mengepal, matanya memerah karena menahan tangis. Entah kenapa perasaanya benar-benar tidak terkontrol untuk saat ini.Ia merasa benar-benar terluka, tersinggung atas apa yang dilakukan Aksa padanya saat ini. Memang benar, dirinya agak kewalahan dengan tuntutan orang-orang di sekitarnya untuk segera menikah. Tapi bukan berarti orang asing seperti Aksa boleh untuk memanfaatkan keadaan dengan menggunakan
Aksa tertawa kecil melihat reaksi Aleena yang panik. Ia kemudian menghampiri gadis itu dan merangkul bahunya dengan senyum yang terkembang jelas.Sementara Aleena sendiri hanya bisa melotot sambil melihat ke arah Aksa dengan wajah terkejut bukan kepalang. Gadis itu ingin melakukan aksi protes atas apa yang dilakukan Aksa, namun bisikkan lirih dari pria itu membuatnya urung melakukannya."Ikuti saja, buat semuanya terlihat natural atau Nenek akan curiga," bisik Aksa dengan suara lirih.Aleena kemudian mengalihkan fokusnya ke arah ruang tamu, di mana ada sang Ibu dan seorang wanita baya yang diketahui sebagai Nenek, Aksa.Wanita dengan kebaya merah juga konde khas Jawa itu melihat Aleena tanpa ekspresi. Sudah sejak tadi wanita baya itu memperhatikan Aleena dari atas sampai bawah dan mengulanginya beberapa kali."Ibu baru tahu kalo ternyata Nak Aksa ini cucunya, Oma Anya," ucap Ibu Shafira (Ibu Aleena) menginterupsi.Aksa hanya membalas hal tersebut dengan senyum tipis. Tapi tidak dengan
Malam hari rumah terasa begitu sunyi. Tidak ada suara televisi seperti biasanya, hanya terdengar suara jarum jam yang mengisi suasana rumah.Aleena berguling sekali lagi di atas ranjang. Ia memeluk boneka kucing biru di tangannya dengan erat.Sebelumnya, setelah ia selesai menyantap mie instant yang dibuatkan Aksa, dirinya berniat meminta maaf secara langsung pada pria itu.Namun saat Aleena hendak mendatangi Aksa yang kebetulan tengah berdiam di ruang televisi, langkahnya terhenti.Saat itu Aksa mendapatkan panggilan telepon dari seseorang dan bergegas pergi. Bahkan pria itu mengacuhkan dirinya saat ia memanggil pria itu beberapa kali."Dapet telepon dari siapa sih, kayaknya penting banget," gumam Aleena.Ia kembali membalikkan tubuhnya menjadi telentang, menghadap langit-langit kamar, sebelum kemudian bunyi kendaraan mengalihkan perhatiannya.Dengan bergegas Aleena mengintip dari jendela kamar. Sebuah mobil hitam tampak terparkir di depan rumahnya.Aleena tidak mengenali siapa si pe