"Fatih! Kenapa kamu diam saja? Mana perhiasannya? Cepat berikan, ibu mau pakai!" cerocos Bu Ratna tanpa jeda."Tidak ada, Bu. Fatih tidak membeli perhiasan, uang Fatih tidak cukup. Fatih aja bingung gimana caranya membayar cicilan mobil dan kartu kredit Fatih, ibu malah enak-enakan minta dibelikan perhiasan," jawab Fatih kesal. Baru saja sampai ia sudah di todong oleh ibunya."Tapi kamu kan sudah janji, Fatih! Kamu sudah janji akan mengganti semua perhiasan ibu yang hilang! Sekarang malah pura-pura lupa,""Bukan lupa, Bu. Tapi Fatih belum ada uang,""Alah, kamu pasti bohong! Bilang saja kalau semua uangnya kamu berikan pada si Wulan! Iya' kan Fatih? Pasti semua gajimu kamu kasih pada wanita kampung itu!" cecar Bu Ratna penuh emosi."Tidak, Bu. Seharian ini bahkan Fatih belum bertemu dengan Wulan. Lagi pula, sejak kapan Fatih memberikan semua gaji Fatih pada Wulan? Ibu kan tau sendiri' Wulan tidak pernah ikut campur dengan uang gaji Fatih," "Kalau gitu mana uangnya? Biar ibu beli send
"Kamu keterlaluan, Fatih! Cepat minta maaf sama ibu!" titah Sarah pada adiknya."Untuk apa Fatih minta maaf? Bukannya yang salah itu Ibu? Kenapa Fatih yang harus minta maaf?""Jangan kurang ajar kamu, Fatih! Apa kamu lupa siapa yang sudah melahirkanmu ke dunia ini? Kalau bukan karena ibu, kamu tidak mungkin ada di dunia ini!""Tapi Ibu terus-menerus meminta uang, Mbak. Fatih stres!" "Jadi kamu tidak suka ibu minta uang sama kamu? Kamu keberatan, hah? Dasar perhitungan!'' bentak Sarah tak suka dengan sikap adiknya yang dinilainya kurang ajar."Mbak lupa' siapa yang membayar semua biaya perawatan Mbak Sarah saat di rumah sakit waktu itu? Itu semua Fatih yang bayar, Mbak. Dan sekarang Mbak Sarah bilang Fatih perhitungan?" "Terus apa namanya kalau bukan perhitungan?""Fatih hanya minta kalian untuk berhemat, jangan membeli barang-barang mahal! Kalau tidak punya uang, tidak usah memaksakan diri untuk membeli perhiasan," tegas Fatih tidak mau kalah."Memang kenapa sih' Fatih? Kamu itu kan
Pria berwajah tampan itu benar-benar kecewa dengan Ibu dan Kakak kandungnya. Mereka terus saja merongrong tanpa peduli dengan perasaannya."Assalamualaikum," ucap Wulan memberi salam. Kedatangannya membuyarkan kepedihan di hati Fatih."Waalaikumsalam. Wulan, kamu sudah datang?" tanya Fatih. Pria itu berusaha tersenyum menyambut istrinya."Iya, Mas. Tumben kalian pada ngumpul, lagi bahas apa?" ucap Wulan basa-basi. Ia pura-pura tidak tahu, padahal dari tadi Wulan mendengar semua percakapan mereka."Em, nggak ada sih. Kita hanya lagi santai aja, kebetulan Fatih juga baru datang. Iya' kan, Fatih?" sambar Sarah mendahului.Sifat bunglonnya kembali keluar. 'Dasar psikopat' gumam Wulan dalam hati."Ya sudah, kalian lanjut saja ngobrolnya, Wulan mau ke kamar dulu," ucap Wulan berlalu meninggalkan mereka bertiga yang masih terlihat tegang.Fatih yang tampak muak dengan ibu dan Kakaknya memilih untuk mengikuti istrinya ke kamar. "Kamu lihat sendiri kan Sarah, adikmu itu sudah dibutakan oleh c
Fatih dan Wulan masih tergeletak di atas ranjang dengan peluh yang masih bercucuran membasahi tubuh keduanya. Wajah cantik Wulan terlihat memerah membuat Fatih tak henti-henti menciumnya."Mas … " panggil Wulan pelan."Iya, kenapa?" jawab Fatih. Tangannya mengelus pucuk kepala Wulan dengan lembut."Boleh' aku bertanya sesuatu?" "Apa?" tanya Fatih menoleh."Tapi … kamu harus janji tidak akan marah," ucap Wulan hati-hati. Ia tidak ingin pertanyaannya merusak suasana hangat malam ini."Hum, kenapa aku harus marah? Memangnya apa yang ingin kamu tanyakan?" tanya Fatih penasaran."Maafkan aku, Mas. Tadi … aku tidak sengaja mendengar percakapanmu dengan Ibu dan Mbak Sarah. Apa benar posisimu sebagai manajer sudah digantikan? Dan–saat ini kamu hanya bekerja sebagai sales lapangan?" tanya Wulan membuat Fatih terkekeh dan mencubit hidung istrinya itu."Ko malah ketawa sih' Mas? Memangnya ada yang lucu dengan pertanyaanku?" ucap Wulan kesal. Pasalnya ia sudah sangat hati-hati dan memberanikan
Fatih membuka pintu dan berjalan menuju wanita yang berdiri di depan mobil berwarna merah itu."Apa maumu, Eva?! Kenapa kau nekat datang ke rumah ku?" tanya Fatih dengan gigi gemeretak. Matanya nyalang menatap Eva penuh emosi.Eva menyilangkan tangangannya, tersenyum puas melihat Fatih yang akhirnya turun dan menemuinya. "Aku hanya ingin bergabung denganmu, Mas. Apa kau tega membiarkan calon istrimu ini hanya jadi pecundang? Kenapa kau tidak mengajakku juga untuk bermalam bersamamu? Bukankah kita bisa bercinta bersama?" ucap Eva. Tangannya mengusap peluh yang menetes di dada bidang milik Fatih. Rasa cemburu menyeruak begitu saja saat Eva melihat bekas lipstik Wulan menempel di dada dan leher pria yang dicintainya itu.Seketika Fatih pun menepis tangan Eva dengan kasar. "Dasar wanita murahan! Jangan pernah kau menyentuhku, Eva! Lebih baik sekarang kau pergi dari rumah ini sebelum kesabaranku habis!" ujar Fatih memperingatkan gadis liar itu."Ck! Kau mengusirku, Mas? Kalau aku tidak m
Fatih masuk ke dalam rumah, ia berjalan menuju lemari es dan mengambil satu botol air mineral lalu menenggaknya sampai tandas.Setelah amarahnya mereda, ia pun lantas kembali ke kamarnya. Melihat istrinya sudah terlelap' Fatih pun tersenyum senang.Pria itu mengelus pucuk kepala istrinya dan mengecupnya pelan. "Selamat tidur sayang," bisik Fatih di telinga Wulan.Untung saja aku berhasil mengusir wanita jalang itu dari rumah ini, kalau tidak–malam yang indah ini akan rusak dan suasana akan menjadi carut marut. Batin Fatih. Ia pun merebahkan tubuhnya di samping Wulan.***Malam berganti pagi, nampaknya Wulan sudah bangun lebih dulu. Seperti biasa, setelah mandi dan sholat subuh' Wulan akan bergegas membuat sarapan untuk suaminya. Rutinitas yang selalu ia lakukan sejak dulu. Secangkir kopi susu panas pun sudah tersaji di atas nakas. Aromanya membangunkan Fatih yang tengah tertidur.Pria itu mengambil jam weker, melihat jarum jam sudah menunjukan pukul tujuh tiga puluh. Lantas ia beranj
"Wulan berhenti! Apa kau sudah gila! Itu baju mahal!" teriak Bu Ratna berusaha menghentikan menantunya itu."Cukup Wulan! Berhenti! Dasar perempuan kampung kurang ajar! Kau harus mengganti baju baruku itu," "Ibu ingin baju ini?" tanya Wulan. "Nih! Ambil, Bu. Wulan sudah tidak butuh!" Ia pun melempar baju yang sudah kotor dipenuhi tinta itu ke hadapan mertuanya. Wanita bertubuh tambun itu semakin meradang, ia terus menjerit dan berteriak mengutuk Wulan. Namun, Wulan sama sekali tidak peduli. Ia memilih pergi dari rumah itu."Dasar mantu tidak tau diri! Baju ini baru aku pakai sekali, sekarang sudah rusak seperti ini. Hilang sudah uang dua juta yang diberikan Eva," teriak Bu Ratna menangisi baju mahalnya itu. Baju yang ia beli dari uang pemberian Eva tempo hari."Awas kau Wulan, aku tidak akan membiarkanmu hidup tenang! Kau harus mengganti kerugian bajuku," gumam Bu Ratna. Gegas wanita itu menaiki anak tangga menuju kamar Wulan dengan emosi yang membabi buta."Sial! Kenapa pintunya
"Saya mohon, Pak. Tolong jangan pecat saya! Beri saya satu kesempatan lagi untuk meluruskan semuanya," ucap Fatih memohon."Apa yang mau kamu luruskan lagi, Fatih? Semuanya sudah jelas. Video asusila itu sudah tersebar ke seluruh karyawan di perusahaan ini. Semua orang juga tau' kalau pemeran pria dalam video tak senonoh itu adalah kamu!" "Tapi, Pak. Setidaknya Bapak percaya sama saya. Saya hanya korban, wanita jalang itu yang menjebak saya,""Ck! Korban kamu bilang? Mana ada laki-laki menjadi korban Fatih. Kau itu jangan mengada-ngada. Sudahlah, lebih baik kau terima saja keputusan saya ini. Saya tidak mau ambil resiko, jika kamu masih bekerja di perusahaan ini' saya khawatir akan berdampak buruk pada nama baik perusahaan," terang Pak Brata tak mau dibantah, walaupun Fatih terus memohon ia tidak akan mengubah keputusannya untuk memecat Fatih."Tapi, Pak. Bukankah saya masih punya tanggungan hutang pada perusahaan ini? Kalau Bapak memecat saya, bagaimana saya membayarnya?" "Setelah k