Gadis itu terus mengiba dan memohon agar Fatih mau menikahinya. Berulang kali Fatih mencoba menjelaskan. Namun, gadis itu sama sekali tidak peduli. Ia tetap kekeh ingin memiliki Fatih."Bukankah kau yang memulai semuanya, Mas? Harusnya kau bertanggung jawab!" ucap Eva mengingatkan kembali kejadian yang mereka alami satu tahun yang lalu."Bukan aku yang memasukan obat perangsang ke dalam minumanmu, Eva! Kau tau kan saat itu juga aku sedang mabuk? Aku tidak tahu jika yang tidur denganku itu kau. Kita sama-sama dijebak!" "Aku tidak peduli dengan yang kau katakan, Mas. Yang jelas–kau lah orang mempertamaiku malam itu, kau yang mengambil mahkota keperawananku!" "Eva aku mohon, jangan kau ungkit lagi kejadian itu! Bukankah kita sudah berjanji untuk melupakan semuanya?""Itu dulu, Mas. Tapi tidak sekarang! Aku berubah pikiran, Mas. Aku tidak bisa hidup tanpamu. Menyesal aku tidak melaporkanmu ke polisi saat itu!" ucap Eva dengan bibir bergetar. Butiran bening lolos begitu saja membasahi pi
Setelah mengirim pesan kepada suaminya, Wulan pun segera memasukan ponselnya ke dalam tas. Ia membawa seluruh barang belanjaannya. Sore ini ia akan memasak menu spesial untuk makan malam bersama Fatih."Aduh berat sekali' sih, mana lagi tuh taxi. Bukannya dia bilang sudah di depan? Yang mana mobilnya?" ucap Wulan. Ia nampak kesulitan membawa barang belanjaannya.Matanya menoleh ke kanan dan ke kiri mencari taxi online yang sudah dipesannya."Ah sepertinya itu mobilnya," bisik Wulan saat dirinya melihat mobil avanza berwarna silver masuk ke area parkir supermarket. Gegas Wulan berjalan tergesa-gesa menghampiri mobil itu dan ….Bugh! Ia tak sengaja menabrak seseorang yang berjalan di hadapannya. Barang belanjaan nya berjatuhan, begitupun dengan minuman yang sedang di pegang oleh orang yang ditabraknya.Wulan terkejut saat melihat minuman kopi itu tumpah dan mengotori baju pria dihadapannya."Anda punya mata nggak sih? Lihat nih baju saya jadi kotor!" teriak pria itu membersihkan bajun
Setelah mendapatkan nomor hp Wulan, Gio pun bergegas pergi. Jam istirahatnya sudah habis, sudah waktunya ia kembali ke kantor untuk mengecek laporan penjualan para sales juniornya.Sedangkan Wulan kembali membereskan belanjaannya yang tercecer. Ia memunguti satu per satu buah dan sayur yang terjatuh itu."Untung saja tidak kotor," ucap Wulan. Tangannya dengan cekatan memasukan barang-barang itu ke dalam kantong belanjanya."Maaf, Mbak Wulan yah?" tanya pria berumur 50 an itu menghampiri Wulan."Iya," jawab Wulan, ia pun segera berdiri setelah membereskan belanjaannya."Maaf ya' Mbak, barusan ban mobil saya kempes. Jadi saya isi angin dulu, maaf sudah membuat Mbak Wulan menunggu lama," ucap sopir taxi berambut putih itu menjelaskan."Oh tidak apa, Pak. Kebetulan saya juga tidak buru-buru, mobil Bapak dimana?" tanya Wulan."Disana, Mbak. Mobil Avanza hitam," sahutnya menunjuk mobil yang terparkir tepat di bawah pohon depan supermarket. "Mari, saya bantu bawa belanjaannya," Sopir taxi on
Melihat sikap suaminya yang ketus' akhirnya Wulan mengurungkan niatnya untuk membalas pesan Gio.Selesai makan Wulan bergegas membereskan piring dan gelas kotor bekas mereka, sedangkan Fatih memilih untuk menonton TV di ruang keluarga."Sudah beres?" tanya Fatih saat Wulan datang menghampirinya."Sudah, Mas," jawab Wulan duduk di samping suaminya itu."Mas, kamu tidak telpon Ibu dan Mbak Sarah? Sepertinya dari tadi mereka nggak pulang," "Oh ya? Syukurlah kalau begitu. Biar saja mereka pulang ke rumahnya! Lagi pula, Mas pusing di teror terus sama Ibu, tadi pagi aja Ibu nelpon Mas terus," kata Fatih. Matanya fokus menatap layar televisi 32 inch di hadapannya.Ting! Gio kembali mengirim pesan membuat ponsel Wulan terus berbunyi."Tumben hape kamu terus bunyi? Yang nanya resep belum selesai?" tanya Fatih melirik benda pipih di tangan istrinya."Ah, iya Mas. Sepertinya begitu," jawab Wulan sekenanya. Ia pun segera membalas pesan beruntun yang dikirim oleh Gio. Wulan tidak ingin orang itu
Wulan beranjak dari sofa, ia pun segera menyusul suaminya masuk ke kamar."Mas tunggu!" teriak Wulan memanggil Fatih."Kamu kenapa sih' Mas? Ko malah masuk kamar? Bukannya filmnya belum selesai yah?" tanya Wulan bingung. Padahal biasanya suaminya itu rela begadang demi nonton film action kesukaannya."Sudah nggak selera nonton," jawabnya tanpa melihat wajah istrinya. "Kamu marah?""Menurut kamu?'' Bukannya menjawab, Fatih malah berbalik tanya."Maaf Mas, aku nggak tau kalau kamu marah, lagian–apa yang membuat kamu tiba-tiba marah kayak gini?" tanya Wulan bingung."Kamu pikir aja sendiri' Wulan! Dari mulai kita makan malam, sampai kita nonton TV 'kamu terus saja fokus dengan ponselmu! Memang siapa sih yang dari tadi terus menghubungimu? Kenapa tidak biasanya ponselmu terus bunyi?" jawab Fatih tak suka. Ia bertanya dengan nada satu tingkat lebih tinggi dari biasanya."Kan tadi aku sudah ijin, Mas. Itu temanku, bukan siapa-siapa. Masa karena hal sepele saja kamu marah?""Jangan pernah m
Fatih mengacak rambut frustasi, kesal dengan sikap ibunya yang semena-mena dan tidak menghargainya."Minggir kamu! Nggak usah ngalangin jalan!" bentak Bu Ratna pada Wulan yang tengah berdiri di ambang pintu melihat keributan di luar. Wanita berbadan tambun itu pun terus mengarahkan orang-orang suruhannya untuk memasukan semua barang miliknya ke dalam rumah."Jangan sampai ada yang tertinggal yah! Masukan semuanya. Awas hati-hati! Jangan sampai ada yang rusak, semua barang saya mahal!" celoteh Bu Ratna pada para sopir dan kernet itu."Kamu lihat sendiri kan, Lan. Ibu terus saja berulah, lama-lama aku bisa stres jika ibu terus seperti ini," Adu Fatih pada istrinya."Biar saja dulu, Mas. Nanti kalau sudah tenang' baru kita tanyakan tujuan ibu untuk pindah kesini itu apa? Jangan terlalu jadi beban, nanti kamu sakit," "Makasih' ya, Lan. Kamu memang paling mengerti," ucap Fatih merangkul istrinya.Setelah semuanya beres, para sopir pun meninggalkan rumah Fatih. Sedangkan Bu Ratna, tetap si
[Jangan menggangguku lagi, Eva! Sampai kapanpun aku tidak akan mau menerima tawaranmu!] Balas Fatih.[Oh ya? Kamu yakin' Mas? Baikah! Kita lihat saja nanti, berapa lama kamu mampu menghadapi semua masalahmu sendiri] jawab Eva sebelum percakapan itu berakhir.Fatih menyimpan ponselnya di dasbor mobil, ia pun kembali melajukan kendaraannya, dia tidak akan menyerah untuk mencari perusahaan yang mau menerimanya. ***●●●Di rumah Suara Bu Ratna yang sedang memanggil Wulan begitu menggema di seisi ruangan. Suaranya begitu nyaring menyakiti gendang telinga."Wulan! Cepat turun! Apa kau tuli, hah?! Cepat turun!" Lagi ia berteriak memanggil menantunya.Wulan melepas earphone nya, kemudian keluar dari kamarnya untuk menemui wanita yang sangat cerewet itu."Ada apa sih' Bu? Kenapa terus berteriak?" "Kamu itu yah, dipanggil dari tadi tidak nyaut! Apa kamu budeg? Mana sarapannya? Kenapa tidak ada makanan dimeja?" Beo Bu Ratna mencecar Wulan.Sesuai perintah suaminya, Wulan memang sengaja tidak m
Gio berbalik badan dan segera membenarkan resleting celananya. Sedangkan Wulan tak bisa lagi menahan tawanya setelah melihat raut wajah Gio yang memerah."Maaf, saya tidak …" ucap Gio terjeda. Ia merasa harga dirinya sudah jatuh dihadapan Wulan."Sudahlah, lupakan saja," jawab Wulan. Wanita itu berusaha melupakan apa yang dilihatnya barusan."Silahkan duduk!" seru Wulan pada laki-laki yang nampak kikuk di hadapannya itu.Saat ini ingin rasanya Gio menghilang dari muka bumi. Ia berharap Wulan tidak melihat motif celana dalam yang ia pakai.'Jika sampai dia melihatnya, gue nggak sanggup untuk menatap wajahnya, semoga saja dia tidak menertawakan gue lagi,' cemas Gio dalam hati."Baiklah Pak Gio, berapa kerugian yang harus saya bayar?" ucap Wulan mengawali percakapan.Menyadari ada yang tertinggal di motor, ia pun kembali ke parkiran."Em, tunggu sebentar! Sepertinya baju saya tertinggal," jawab Gio. Ia pun berlari menuju motornya. Kemudian mengambil paper bag yang menggantung di stang mo