Vee mempunyai salah satu teman yang bekerja di pusat rehabilitasi ini, dia adalah Fento, anak lelaki yang pernah Vee selamatkan namun tidak dengan keluarganya. Saat itu, Vee hanya sempat untuk menyelamatkan Fento seorang, anak kecil itu sedang membawa pisau dan meringkuk di depan rumahnya sembari melihat Chofa melahap kedua orang tuanya. Pandangan anak tersebut amat kosong saat Vee pertama kali ke tempat itu.
Namun saat ini, Fento sudah pulih, ia menghabiskan hari-harinya sebagai salah satu pekerja di pusat rehabilitasi milik keluarga Avalon ini. Meski hanya sebagai pendata pasien, ia senang bisa berguna. Begitulah salah satu potret pasien yang telah sembuh dari pusat rehabilitasi, jika mereka tidak memiliki keluarga, maka akan ditampung oleh keluarga Avalon sebagai pekerja di salah satu bidang apa pun yang dibutuhkan.
Saat Vee berniat bertemu dengan Fento malam itu, ia tak ada di ruangan seperti biasa. Namun Vee tahu di mana Fento berada. Vee mengunjungi sebuah lapang
Sebulan berlalu tanpa ada kemunculan Chofa yang banyak, hanya beberapa yang Vee lawan juga teman-teman satu pemburu Chofa. Namun, tiga hari belakangan ini, kemunculan Chofa yang sangat kuat kian sering terjadi.“Mereka sudah mulai bergerak,” kata Fazl-Ayah Vee-pagi itu seperti biasa namun dengan suasana yang tidak biasa. “Chofa yang lebih kuat telah muncul. Sudah tiga hari kemunculan Chofa melonjak, bahkan beberapa pemburu merasa kewalahan menghadapi Chofa saat ini. Mereka bilang, jumlah Chofa meningkat, begitu pula dengan kekuatan mereka.”“Bagaimana dengan pasukan yang mencari pusat penelitian Chofa itu?” tanya Vee.“Mereka tak kunjung menghasilkan. Mereka sudah mencarinya ke hampir seluruh lautan di dunia ini, tapi yang mereka temukan hanya Chofa-Chofa pada umumnya,” jawab Fazl. “Bersiap saja, mungkin malam ini kau juga akan bertemu banyak Chofa kuat. Oh iya, untuk Feri, ayah akan ajak dia untuk kenal deng
Malam itu, saatnya Vee harus membawa Fento untuk berpatroli sesuai apa yang ia janjikan. Vee tak banyak bicara seperti biasanya, namun kali ini ia tak melompat dari atap ke atap rumah lainnya, melainkan hanya diam berdiri di sebuah menara yang tinggi karena Fento yang merupakan manusia biasa pasti tak dapat menyamai lompatan maupun kecepatan lari Vee.“Kita hanya diam di sini, Kak?” tanya Fento.“Ya, aku tidak bisa berjalan di jalanan umum dengan wujud seperti ini,” Vee merujuk pada kepalanya yang berupa tengkorak dengan api biru menyala.“Lalu… setiap malam… Kak Vee lompat-lompat di atap rumah?” tanya Fento setengah bercanda, tawa pun sedikit mencairkan malam itu meski hanya dunia bagian Fento.“Ya,” jawab Vee singkat dengan mata yang masih fokus melihat sekeliling.“Hah? Serius?” Fento sedikit terkejut. “Jadi… karena aku, Kak Vee tidak berkeliling desa ini?&rdq
“Kau… bisa mengendalikannya,” Azamy terkejut dengan Vee yang mampu mengendalikan amarahnya.Vee tidak berkutik, karena salah gerak sedikit saja konsentrasinya dalam mengendalikan sepuluh persen kekuatan iblis akan pecah. Vee mencoba perlahan berjalan ke arah Chofa yang masih terkapar nan berusaha untuk bangkit. Sepasang sayap Chofa itu mulai mengepak perlahan, tatapan matanya mengarah ke Vee dengan tajam.“Jika kau ingin aku membantumu mengendalikan kekuatan ini, lepaskan senjata jelekmu itu,” ujar Azamy.“Tolong.” Vee menuruti apa mau Azamy, ia menjatuhkan pedang di tangan kanannya. BUGK! Terdengar bunyi pedang bersarung membentur tanah dengan keras karena sangat berat. Vee merasakan bantuan kontrol kekuatan dari Azamy, kekhawatirannya atas kekuatan yang tak dapat dikendalikan itu pun berkurang.Vee berlari amat cepat, mendaratkan pukulan tepat di bagian perut Chofa dengan wujud manusia yang sedang terbang itu,
“Apa kau tidak percaya dengan adikmu itu?”Vee teringat dengan kemampuan adiknya, terutama pada kemampuan fisik yang memang di atas anak pada umur Feri. Saat ia masih di sekolah dasar, Feri menjuarai beberapa kejuaraan atletis yang berbeda, di antaranya adalah lari, lompat jauh, atau bahkan olahraga yang untuk kesenangan seperti sepak bola. Namun Vee kembali berpikir, jika Chofa bukanlah makhluk yang bisa dikalahkan hanya dengan kekuatan fisik tersebut.Feri, saat ini akan beranjak ke usia empat belas tahun beberapa bulan ke depan. Anak yang periang, baik, juga sangat senang dengan olahraga. Dia selalu mengendarai sepeda ke sekolahnya yang berjarak sekitar tujuh kilo meter. Namun, dengan kekuatan yang ia miliki, hanya sekitar lima belas menit saja untuk sampai dengan mengendarai sepeda tersebut.“Bagaimana sekolahmu?” tanya Vee secara tiba-tiba saat Feri baru saja sampai sore itu. Feri merasa agak aneh karena kakaknya sangat jarang
“Jadi… apakah kau siap?” tanya Vee pada adiknya, Feri.Feri tak langsung menerimanya, ia memikirkan hal tersebut terlebih dahulu meski menjadi pemburu Chofa adalah hal yang wajib bagi seluruh keluarga Avalon, tidak memandang gender maupun kekuatan yang dimiliki. Hanya saja, Vee membuat itu semua menjadi pilihan agar Feri menjalaninya dengan kesungguhan dan berhati-hati dengan risiko yang ia hadapi. “Jika itu bisa menyelamatkan banyak orang, dan membuat mereka senang… berarti… aku bisa menjadi manusia yang berguna-”Vee tak pernah terpikirkan dengan itu, “menjadi manusia yang berguna” belum pernah terlintas dalam pikirannya.“Aku akan menerimanya, Kak.”***Saat hari libur, tepatnya di hari sabtu itu, Vee mulai melatih adiknya dengan pelatihan fisik sederhana seperti push-up, lari, memegang pedang, dan sebagainya. Vee baru kali
Khawatir, takut, gelisah, itulah yang dirasakan Vee saat melihat adiknya yang akan menjadi pemburu Chofa. Pengalaman sebelumnya mengenai mendiang Fento masih terngiang. Vee takut jika hal yang sama terjadi pada adik satu-satunya itu. Perasaan bimbang itu semakin menyulut emosi Vee untuk menghentikan apa yang akan dimulai adiknya saat ini karena jika sudah terlanjur dirasuki iblis, sudah tak akan bisa dikembalikan kecuali orang tersebut meninggal, begitulah isi kontraknya. Namun, Vee kembali teringat jika isi kontrak antara keluarga Avalon dan Iblis juga menyebutkan jika penyandang nama Avalon harus ikut andil dalam pembasmian Chofa, termasuk dirasuki iblis sesuai dengan bidangnya, sedangkan garis keluarga Avalon yang paling dekat dengan Vee adalah petarung. “Tunggu!” Vee tiba-tiba berteriak sebagai hasil duel dalam jiwanya. S
Vee langsung mengajarkan adiknya cara menggunakan pedang, tentu diawali dengan menggunakan pedang kayu yang memiliki risiko lebih kecil untuk melukai diri sendiri. Vee benar-benar mengajarinya dari mulai cara memegang, kuda-kuda, bahkan sampai masalah kekuatan iblis yang ada di dalam dirinya nanti, atau bahkan sampai ke arah kelemahan Chofa. “Chofa itu memiliki kelemahan, yaitu inti di dalam dirinya yang jika inti tersebut hancur, maka makhluk itu tak akan bisa untuk beregenerasi…. Chofa selalu berawal dari makhluk yang belum berbentuk, lalu mereka memakan beberapa jiwa manusia untuk mencapai bentuk tertentu yang tentunya lebih kuat dari sebelumnya….” “Bagaimana nasib manusia yang dimakan jiwanya?” tanya Feri polo
Siang yang seharusnya terik, kini menjadi mendung dalam sekejap. Vee mencoba memasuki tabir tersebut, namun dirinya terpental jauh ke belakang. “Sudah kubilang, kau tidak akan bisa melewati tabir itu,” ujar Azamy. “Kita harus menghancurkannya.” “Bagaimana caranya?” tentu saja Vee tidak mengerti bagaimana untuk menghancurkan tabir tersebut. Sementara itu, jeritan di dalam sekolah membuat Vee semakin tidak tenang, ditambah adiknya yang masih berada di sana. “Satu-satunya cara adalah membuat pemilik tabir ini mendapatkan luka berat dan membuat ia melepaskan tabir untuk menghemat energi yang ia punya,” jawab Azamy dari dalam tubuh Vee.