Share

38. Feri

Penulis: Zeromanaka
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-06 18:58:46

“Apa kau tidak percaya dengan adikmu itu?”

Vee teringat dengan kemampuan adiknya, terutama pada kemampuan fisik yang memang di atas anak pada umur Feri. Saat ia masih di sekolah dasar, Feri menjuarai beberapa kejuaraan atletis yang berbeda, di antaranya adalah lari, lompat jauh,  atau bahkan olahraga yang untuk kesenangan seperti sepak bola. Namun Vee kembali berpikir, jika Chofa bukanlah makhluk yang bisa dikalahkan hanya dengan kekuatan fisik tersebut.

Feri, saat ini akan beranjak ke usia empat belas tahun beberapa bulan ke depan. Anak yang periang, baik, juga sangat senang dengan olahraga. Dia selalu mengendarai sepeda ke sekolahnya yang berjarak sekitar tujuh kilo meter. Namun, dengan kekuatan yang ia miliki, hanya sekitar lima belas menit saja untuk sampai dengan mengendarai sepeda tersebut.

“Bagaimana sekolahmu?” tanya Vee secara tiba-tiba saat Feri baru saja sampai sore itu. Feri merasa agak aneh karena kakaknya sangat jarang

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   39. Feri 2

    “Jadi… apakah kau siap?” tanya Vee pada adiknya, Feri.Feri tak langsung menerimanya, ia memikirkan hal tersebut terlebih dahulu meski menjadi pemburu Chofa adalah hal yang wajib bagi seluruh keluarga Avalon, tidak memandang gender maupun kekuatan yang dimiliki. Hanya saja, Vee membuat itu semua menjadi pilihan agar Feri menjalaninya dengan kesungguhan dan berhati-hati dengan risiko yang ia hadapi. “Jika itu bisa menyelamatkan banyak orang, dan membuat mereka senang… berarti… aku bisa menjadi manusia yang berguna-”Vee tak pernah terpikirkan dengan itu, “menjadi manusia yang berguna” belum pernah terlintas dalam pikirannya.“Aku akan menerimanya, Kak.”***Saat hari libur, tepatnya di hari sabtu itu, Vee mulai melatih adiknya dengan pelatihan fisik sederhana seperti push-up, lari, memegang pedang, dan sebagainya. Vee baru kali

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-10
  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   40. Feri 3

    Khawatir, takut, gelisah, itulah yang dirasakan Vee saat melihat adiknya yang akan menjadi pemburu Chofa. Pengalaman sebelumnya mengenai mendiang Fento masih terngiang. Vee takut jika hal yang sama terjadi pada adik satu-satunya itu. Perasaan bimbang itu semakin menyulut emosi Vee untuk menghentikan apa yang akan dimulai adiknya saat ini karena jika sudah terlanjur dirasuki iblis, sudah tak akan bisa dikembalikan kecuali orang tersebut meninggal, begitulah isi kontraknya. Namun, Vee kembali teringat jika isi kontrak antara keluarga Avalon dan Iblis juga menyebutkan jika penyandang nama Avalon harus ikut andil dalam pembasmian Chofa, termasuk dirasuki iblis sesuai dengan bidangnya, sedangkan garis keluarga Avalon yang paling dekat dengan Vee adalah petarung. “Tunggu!” Vee tiba-tiba berteriak sebagai hasil duel dalam jiwanya. S

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-14
  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   41. Penyerangan di Sekolah

    Vee langsung mengajarkan adiknya cara menggunakan pedang, tentu diawali dengan menggunakan pedang kayu yang memiliki risiko lebih kecil untuk melukai diri sendiri. Vee benar-benar mengajarinya dari mulai cara memegang, kuda-kuda, bahkan sampai masalah kekuatan iblis yang ada di dalam dirinya nanti, atau bahkan sampai ke arah kelemahan Chofa. “Chofa itu memiliki kelemahan, yaitu inti di dalam dirinya yang jika inti tersebut hancur, maka makhluk itu tak akan bisa untuk beregenerasi…. Chofa selalu berawal dari makhluk yang belum berbentuk, lalu mereka memakan beberapa jiwa manusia untuk mencapai bentuk tertentu yang tentunya lebih kuat dari sebelumnya….” “Bagaimana nasib manusia yang dimakan jiwanya?” tanya Feri polo

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-22
  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   42. Penyerangan di Sekolah 2

    Siang yang seharusnya terik, kini menjadi mendung dalam sekejap. Vee mencoba memasuki tabir tersebut, namun dirinya terpental jauh ke belakang. “Sudah kubilang, kau tidak akan bisa melewati tabir itu,” ujar Azamy. “Kita harus menghancurkannya.” “Bagaimana caranya?” tentu saja Vee tidak mengerti bagaimana untuk menghancurkan tabir tersebut. Sementara itu, jeritan di dalam sekolah membuat Vee semakin tidak tenang, ditambah adiknya yang masih berada di sana. “Satu-satunya cara adalah membuat pemilik tabir ini mendapatkan luka berat dan membuat ia melepaskan tabir untuk menghemat energi yang ia punya,” jawab Azamy dari dalam tubuh Vee.

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-03
  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   43. Tempat Penelitian

    “Kenapa keluarga Avalon harus mengenakan pedang yang bersarung terus-menerus saat bertarung, Kak?” tanya Feri sembari berlatih menggunakan pedang kayu yang cukup berat saat hari libur di halaman belakang rumahnya. “Ada beberapa alasan, salah satunya yaitu untuk melatih diri,” kata Vee sebagai pembuka jawaban yang masih tersimpan. “Itu adalah alasan sebelum keluarga Avalon mendapatkan kekuatan iblis. Namun setelah itu, sarung pedang yang tidak boleh dibuka sembarangan juga berfungsi sebagai perdam amarah.” “Peredam amarah?” celetuk Feri. Vee mengangguk, “Dengan membuka sarung pedang dan melihat mata pedang secara langsung dapat meningkatkan rasa ingin membunuh sang pengguna. Hal itu dapat menyebabka

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-12
  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   44. Tempat Penelitian 2

    Beberapa saat berselang, perahu itu sampai di tepi pantai. Seorang lelaki dengan tas punggung yang penuh dengan anak panah pun turun. Busur yang ia genggam berwarna hijau dengan motif sisik ikan dan kaki naga. Orang ini memanah dari jarak jauh, di pantai dengan angin yang cukup kencang, dan mampu mengenai tepat sasaran, dia bukan manusia biasa. Lava bergumam di dalam dirinya. Ditambah, ia berani mengarungi lautan di malam hari seorang diri. “Siapa, Kau?” Lava bertanya kepada lelaki misterius tersebut. “Oh… aku hanya manusia yang-” lelaki itu menghentikan kalimatnya dan mulai mendekat ke arah Lava dan Vee, namun kali ini dengan aura yang berbeda.“Serang,” suara Azamy samar dari dalam diri Vee.Vee me

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-16
  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   45. Tempat Penelitian 3

    “Hahaha!” Fazl terbahak mendengar cerita dari Vee siang itu yang menjelaskan jika penghalang di pantai itu hanyalah melindungi dari manusia. “Semudah itu? Kenapa pasukan payah itu tidak bisa menemukan solusinya,” ia kembali menundukkan kepala sembari meremas rambutnya sendiri. “Malam ini, mala mini juga kita harus serang tempat itu habis-habisan, entah makhluk macam apa yang ada di sana, kita akan serang mereka bersamaan.” Vee hanya balas dengan anggukkan, gadis cantik itu masih tidak mengerti mengapa raut wajah sang Ayah dapat berubah begitu cepat dari tertawa menjadi semurung sekarang. Fazl pergi begitu saja dari rumah yang didiami Vee setelah mmeberikan arahan mengenai teknis penyerangan nanti malam. “Apa aku boleh ikut?

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-01
  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   46. Lari?

    Serangan dari Asta membuat seisi pantai bergemuruh, tebing tinggi itu pun perlahan oleh tebasan yang semakin bergetar. Tidak berselang lama, tebing tersebut berhasil di hancurkan berkeping-keping. Pasca itu terjadi, tebasan pedang hitam itu berhenti, Asta terlihat sangat bisa mengendalkan kekuatannya. Begitulah yang disadari oleh Vee. Perlahan debu-debu yang menyelimuti bekas tebing barusan mulai menghilang dibawa angin malam ke arah laut. Dan terlihatlah sebuah gua di sana, gua yang mengarah ke dalam tanah meski masih terllihat samar-samar. “Gua?” Vendre bergumam perihal apa yang pandangannya bicarakan. Gerbang menuju suatu tempat yang diduga adalah laboratorium Chofa itu terbuka, tapi apakah tabir yang menyelimuti tadi juga sudah hilang? Begitul

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-17

Bab terbaru

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   53. Pahlawan Kerajaan Iblis

    Sementara itu, di sisi lain dunia, dunia yang begitu penuh dengan kegelapan, dunia tempat di mana iblis tinggal, tengah diadakan pesta besar besaran. Lebih tepatnya di kerajaan Madome, salah satu kerajaan yang sangat mendukung keberadaan Chofa di dunia manusia untuk kebutuhan para iblis di sana. Jiwa-jiwa manusia yang dimakan oleh Chofa dikumpulkan ke dalam bejana transparan besar di mana. sangat banyak apalagi pasca malam bencana yang barusan dihadapi oleh manusia. Hampir seluruh iblis di kerajaan tersebut bersuka cita, mereka minum dan makan dengan lahap seraya senang menyambut jiwa-jiwa manusia yang telah mereka dapatkan. Seperti yang pernah disebutkan sebelumnya jika jiwa adalah makanan yang sangat lezat bagi ras Iblis. Daging, susu, masakan yang enak atau apa pun itu akan kalah lezatnya jika dibandingkan dengan jiwa, karena itulah mereka mengirimkan Chofa sebagai pemburu jiwa manusia yang nantinya akan me

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   52. Keluarga Drakon

    Keluarga Drakon adalah mereka yang diakui sebagai garis langsung keturunan manusia naga pertama. Keluarga Drakon yang melawan Chofa ada lebih dulu daripada keluarga-keluarga Pembasmi Chofa lainnya. Mereka ada jauh sebelum keluarga Ice mendapatkan kekuatan, juga sebelum keluarga Avalon mendapatkan kekuatan iblisnya. Mereka sudah ada jauh sebelum itu. Dalam kitab yang diturunkan turun-temurun kepada keluarga Drakon, awal mula mereka terbentuk bukanlah atas dasar adanya Chofa, karena Chofa saat itu belum muncul di permukaan bumi atau bisa dibilang masih dalam kurungan di dunia iblis. Pada saat itu, terdapat duan aga yang berhasil menemukan sebuah dunia dengan manusia yang sangat banyak di dalamnya beserta sumber daya alam yang sangat melimpah. Seperti tanaman, air, panas yang stabil, tempat yang nyaman untuk dijadikan tempat tinggal. Alhasil, dua naga itu membentuk kerajaannya sendiri dengan manusia-manusia sebag

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   51. Drakon

    “Kau belum menyebutkan nama,” cegat Tokki pada Vee yang hanya merespon dengan diam saat didengarkan sebuah nama. “Ah iya, namaku Vee, Vee Avalon,” jawab Vee dengan ragu-ragu karena baru pertama kali ini ia bertemu langsung dengan anggota keluarga Drakon secara langsung. “Vee? Nama yang indah!” celetuk Tokki. Gadis Naga itu berjalan mendekat ke arah Lava yang akan memasuki gua. “Gua apa ini?” tanya Tokki asal. “Apa kita akan masuk?” Mereka berdua sudah ada di mulut gua, sementara Vee sedikit berlari untuk menyusul. “Apa kita benar akan masuk? Kita takt ahu apa yang ada di dalam sana, bukan?” cemas Vee. “Tenang saja,

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   50. Malam Bencana (3)

    “Jadi… apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Lava setelah menceritakan kejadian malam mengerikan yang ia lihat. Vee menggeleng sebagai tanda ia tak tahu apa yang akan dilakukan selanjutnya. Tangan lembut Vee masih menggenggam mayat sang Adik, ia tak mampu untuk melepaskannya meski mayat itu perlahan mulai dingin, juga kaku seperti sebuah papan. Untuk yang kesekian kalinya air mata Vee mengalir perlahan, menetes sampai pada kulit mayat berwajah Feri tersebut. Vee merasa benar-benar tak tau arah setelah kematian Feri, seperti keinginan untuk membasmi Chofa pun lenyap begitu saja. “Apa kau akan terus-menerus menangisinya dan tidak akan berbuat apa-apa?” celetuk Lava. “Memangnya… apa yang bisa aku perbuat untuk menghidupkannya kembali?” kalimat Vee mulai

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   49. Malam Bencana (2)

    Perlahan, tabir yang menyelimuti mereka berlima mulai terbuka, dapat dirasakan oleh masing-masing dengan pertanda yang berbeda-beda. Setelah seluruh bagian tabir terbuka, mereka melihat dunia yang baru. Ya, dunia yang mereka kenali itu ternyata baru saja luluh lantah, selama ini tabir tersebut menutupinya, sebuah peristiwa yang terjadi saat mereka berlima sibuk melawan Chofa yang kuat di dalam tabir. “A-apa yang terjadi?” Savi bertanya pada entah siapa, sementara matahari mulai malu-malu muncul dari ufuk timur. Vendre menggeleng sebagai pertanda tidak tahu, begitu pula dengan Asta dan Vee dalam menanggapi pertanyaan Savi yang terlihat panik. Karena matahari yang mulai menunjukkan sinarnya, tubuh-tubuh mereka yang tadinya kerangka, kini kembali menjadi m

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   48. Malam Bencana

    Vee dan Vendre bergerak bersamaan, mereka hampir melaju dengan kecepatan yang sama, hanya saja Vee sedikit lebih cepat. Gadis tengkorak itu diselimuti penuh oleh aura hitam kuat yang stabil, sementara Vendre masih berusaha mengeluarkan api merah meski tidak sebesar sebelumnya. Kedua tusukkan pedang mereka tepat mengenai bagian lemah yang direncanakan, Vendre agak telat sedikit. Dari tusukkan tersebut, retaknya merambat. Chofa yang besar itu berteriak keras, membuat gemuruh yang hebat, ombak pun terpengaruh olehnya. “Sekarang! Asta!” perintah Riv selanjutnya. Asta yang sedari tadi sudah mengumpulkan energi di dalam pedang besar, kini tengah dibantu oleh Savi, membuat pedang yang berasap hitam itu bercampur dengan api hijau. Asta mengayunkan dengan cepat pedangnya bersamaan dengan Vee dan Vendre yang lekas menghindar dari sasar

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   47. Api Merah

    Api merah adalah sebuah kekuatan Avalon yang sudah sangat jarang ditemukan karena cukup berbahaya jika penggunanya kehilangan konsentrasi barang sebentar saja. Pasalnya, api itu memanfaatkan banyak energi dari iblis secara tiba-tiba yang dicampur dengan amarah dari manusia. Vendre sudah menguasai amarah yang bisa dia keluarkan meski tak ada hal yang membuat marah maup[un sedih di sekelilingnya. Itu berarti, Vendre bisa menangis maupun marah tanpa sebab. Bahkan di saat sekarang pun, ia dalam kondisi sedih dan marah secara bersamaan, pedang yang masih di dalam sarung itu pun berkibarkan api merah yang cukup besar. Angin mulai kembali berhembus kencang, namun kali ini sebagai respon dari kekuatan Vendre yang luar biasa. Lelaki itu melompat, bergerak dengan cepat, menebas bagian leher Chofa yang sedang mereka berlima hadapi. Seketika leher Chofa yang besar itu penuh dengan kobaran api searah goresan pedang milik Vendre. Namun, tak sedikit pun terpotong.&n

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   46. Lari?

    Serangan dari Asta membuat seisi pantai bergemuruh, tebing tinggi itu pun perlahan oleh tebasan yang semakin bergetar. Tidak berselang lama, tebing tersebut berhasil di hancurkan berkeping-keping. Pasca itu terjadi, tebasan pedang hitam itu berhenti, Asta terlihat sangat bisa mengendalkan kekuatannya. Begitulah yang disadari oleh Vee. Perlahan debu-debu yang menyelimuti bekas tebing barusan mulai menghilang dibawa angin malam ke arah laut. Dan terlihatlah sebuah gua di sana, gua yang mengarah ke dalam tanah meski masih terllihat samar-samar. “Gua?” Vendre bergumam perihal apa yang pandangannya bicarakan. Gerbang menuju suatu tempat yang diduga adalah laboratorium Chofa itu terbuka, tapi apakah tabir yang menyelimuti tadi juga sudah hilang? Begitul

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   45. Tempat Penelitian 3

    “Hahaha!” Fazl terbahak mendengar cerita dari Vee siang itu yang menjelaskan jika penghalang di pantai itu hanyalah melindungi dari manusia. “Semudah itu? Kenapa pasukan payah itu tidak bisa menemukan solusinya,” ia kembali menundukkan kepala sembari meremas rambutnya sendiri. “Malam ini, mala mini juga kita harus serang tempat itu habis-habisan, entah makhluk macam apa yang ada di sana, kita akan serang mereka bersamaan.” Vee hanya balas dengan anggukkan, gadis cantik itu masih tidak mengerti mengapa raut wajah sang Ayah dapat berubah begitu cepat dari tertawa menjadi semurung sekarang. Fazl pergi begitu saja dari rumah yang didiami Vee setelah mmeberikan arahan mengenai teknis penyerangan nanti malam. “Apa aku boleh ikut?

DMCA.com Protection Status