Beranda / Thriller / Psycho Pathos / Mayat Dalam Koper

Share

Psycho Pathos
Psycho Pathos
Penulis: Alvida_123

Mayat Dalam Koper

Penulis: Alvida_123
last update Terakhir Diperbarui: 2020-09-27 19:43:40

Awal yang buruk untuk memulai hari. kesunyian pagi, terusik teriakan seorang warga yang mengemparkan seluruh penduduk desa. Penemuan mayat di dalam sebuah koper dengan tubuh terpotong-potong menjadi beberapa bagian kecil, berhasil membangunkan ketenangan warga pinggir kota yang terkenal damai.

Sebuah koper berwarna biru dengan ukuran besar tergeletak begitu saja di pinggir danau, memancing rasa ingin tahu seorang laki-laki tua yang melintas. Menggoda pria tua itu, untuk membuka paksa koper yang ia temukan, berharap bisa mendapatkan sesuatu yang berharga, tetapi isinya sangat mengejutkan, membuat pria tua itu shock dan nyaris tak bisa bicara.

Mobil ambulans datang serentak dengan kehadiran tim penyidik, beberapa polisi berseragam mengamankan area dengan memasang garis polisi pada lokasi penemuan mayat. 

Menggunakan sarung tangan karet dan masker, Inspektur Polisi, Pandu, membuka koper. Ia melihat kondisi mayat yang sangat mengerikan. Pembunuh dengan sengaja memutilasi korban hingga nyaris menjadi potongan kecil, bahkan bagian wajah korban hancur, tidak bisa dikenali, antara potongan lengan dan pergelangan tangan, kedua ukurannya hampir sama. Pelaku pembunuhan benar-benar sadis!

Pandu menyisir sekitar danau, mencari jejak dan barang bukti yang mungkin tertinggal oleh pelaku, tetapi semua tampak rapi, hanya ada bercak darah pada rumput di sekitar koper, selebihnya tidak ada apa-apa.

“Siapa yang pertama kali menemukan mayat korban?" tanya Pandu. Ia melepas sarung tangan dan menyerahkannya pada petugas yang lewat.

“Siap Inspektur. Mayat korban ditemukan oleh seorang laki-laki tua, bernama pak Anjan. Saat ini sedang mengalami syok, tetapi beliau masih bisa memberikan kesaksian.”

“Sudah diambil kesaksian beliau?”

“Siap Inspektur! Sudah, dan ini catatannya.”

“Jangan terlalu formal, biasa saja. Menjadi anak baru di tim kami, tidak harus membuatmu sungkan.” Pandu menepuk pundak bawahannya, memeriksa catatan yang diberikan oleh Gama.

Pandu mengeluh tertahan, kasus pembunuhan seperti ini selalu menguras tenaga dan pikirannya. Mencari identitas korban, motif pembunuhan dan pelaku, semua butuh kerja keras yang sangat extra, apalagi setelah ia melihat kondisi mayat yang sudah tidak bisa dikenali. 

Gawai Pandu bergetar, di layar ponsel menampilkan nama rekan yang menghubunginya. Ia menggeser gambar telepon berwarna hijau ke kanan, menerima panggilan yang membuatnya terkejut. Ia menuju mobil yang terparkir tidak jauh dari danau, mata elangnya melihat jejak ban mobil yang mencurigakan, mengikuti jejak tersebut hingga lima ratus meter arah barat mendekati danau, terlihat jejak ban itu berputar arah menuju jalan raya kemudian menghilang. 

Aneh, bagaimana bisa jejak itu menghilang tanpa bekas? padahal tanah berlumpur di bagian danau barat seharusnya melekat pada ban mobil.

Pandu berbalik membawa mobilnya menuju timur, dua kilometer dari danau menuju hutan pinus. Di sana telah ramai warga yang menghentikan kendaraan mereka, ikut menikmati pemandangan yang membuat isi perut terasa terbalik. Beberapa di antaranya mengeluarkan ponsel, memotret, dan merekam semua yang mereka lihat. Memaksa polisi bersikap tegas menghalangi siapa saja yang mendekat.

Entahlah, manusia kadang lebih tidak memiliki hati nurani dari pada hewan. Mengabadikan sebuah kejahatan untuk disebar luaskan secara online, hingga akhirnya berita itu sampai pada belahan dunia mana saja. Menjadi kebanggaan dan kepuasan tersendiri, jika berhasil menjadi yang pertama, mengunggah berita sensasional dari sebuah kejahatan, hingga menghilangkan sikap empati terhadap sesama manusia.

Pohon pinus yang tumbuh memanjang di sisi kiri kanan jalan raya, membentuk lorong gelap di saat malam hari, lampu penerang jalan serta jarak antar rumah penduduk yang berjauhan, menjadikan hutan pinus lokasi strategis untuk pelaku kejahatan beraksi, apalagi hanya membuang sebuah koper berisikan mayat yang dimutilasi, bukanlah pekerjaan yang sulit.

Tidak jauh berbeda dengan penemuan mayat yang pertama, di lokasi kedua ini, korban juga dimutilasi hingga nyaris menjadi potongan kecil, pemandangan yang sangat mengerikan! Sungguh biadab, orang yang melakukan penyiksaan di luar batas peri kemanusiaan, membunuh seolah nyawa manusia tidak berharga.

Inspektur, Sandi, di satuan reskrim yang menemukan mayat tersebut, ikut berjongkok di samping Pandu.

“Apa yang kau temukan?”

“Luka, bentuk sayatan, wajah tanpa kulit, dan potongan tubuh, semua sangat mirip dengan jenazah yang kami temukan di pinggir danau,” jelas Pandu.

Polisi muda itu menunjukkan bagian wajah korban yang nyaris tidak memiliki kulit, seperti sengaja dikuliti dengan sayatan tipis, lidah yang menjulur panjang keluar seperti ditarik paksa, serta kedua sudut bibir yang sengaja disobek membentuk luka memanjang hingga mencapai tulang pipi, tetapi disatukan kembali oleh pelaku dengan menjahitnya menggunakan benang nilon. 

Sandi memalingkan wajahnya. “ugh, sadis!” 

Inpektur polisi itu meringis, tidak sanggup menyaksikan maha karya pembunuh berhati iblis, menyajikan pemandangan yang menyeramkan. Ia dan Pandu memilih mundur ketika petugas forensik datang, menyerahkan jenazah korban pada ahlinya.

Mereka berdua berjalan menyusuri hutan pinus di pinggir sepanjang jalan raya. Pandu berharap ia dapat menemukan kembali jejak ban mobil seperti yang ditemuinya di pinggir danau, lokasi penemuan mayat pertama.

“Menurutmu, apakah ini pembunuhan berantai?” tanya Sandi.

“Tidak, ini pembunuhan berencana, dilakukan oleh seorang amatiran yang mungkin sakit jiwa, membunuh tanpa perasaan. Namun, pelaku sepertinya sangat pintar mengecoh polisi.” pungkas Pandu sambil tersenyum.

Jejak ban mobil yang sama, kembali ia temukan di sekitar area penemuan mayat. Trik yang digunakan oleh pelaku sama, meninggalkan mobil agak jauh dari tempat ia meletakkan korban, kemudian berputar arah, kembali menuju perkampungan. Namun kali ini, pelaku kecolongan, ia juga meninggalkan jejak yang lain, yaitu bekas jejak sepatu yang ia gunakan.

“Sepertinya kau lebih memahami kasus ini, aku hadiahkan untukmu saja, bagaimana?” Sandi mengedipkan sebelah matanya, memakai kacamata hitam yang tadi ia lepas dan berlari menuju motor yang di parkir tidak jauh dari kerumunan warga. 

Pandu tersenyum, mengacungkan kedua jempol sebagai ganti ucapan terima kasih yang tak sempat ia ucapkan.

***

“Siang Pak, ini daftar semua barang bukti dan identitas kedua korban yang berhasil kami dapatkan dari TKP.” Gama menyerahkan lembar daftar barang bukti dan buku catatan yang digunakannya untuk mencatat beberapa hal penting untuk kasus yang sedang mereka selidiki.

“kenapa di laporan resmi tidak tercatat cincin, tetapi di cacatan milikmu, ada?” tanya Pandu, matanya menatap Gama tajam, menduga pemuda itu telah melakukan kesalahan.

“Cincin itu baru kami dapatkan hari ini dari pak Anjan, warga yang menjadi saksi ditemukannya mayat dalam koper,” jelas Gama. “Beliau sempat menyembunyikan cincin tersebut, tetapi akhirnya memutuskan untuk menyerahkan kepada kita.”

Pandu mengangguk mengerti, mengizinkan Gama untuk keluar dari ruangan, ia lanjut mempelajari semua berkas yang diberikan oleh pemuda itu. di dalam laporan tertulis cincin itu ditemukan oleh pak Anjan dua ratus meter dari jenazah korban, tepatnya di bagian timur laut. 

Ada yang aneh dari dua lokasi penemuan mayat dan juga jejak ban mobil, jejak kaki, serta cincin yang baru saja mereka temukan. Cukup sulit menentukan pelaku apakah seorang wanita atau seorang pria, hanya berdasarkan sebuah cincin pernikahan dengan model unisex. Apalagi dengan trik membuat jejak mobil hilang, tidak bisa dengan mudah menentukan gambaran dari pembunuh ini.

Pandu menghempaskan catatan laporan milik Gama, menyadari ada sesuatu yang telah terlewatkan dan jika dugaannya benar, pembunuh licik ini sengaja ingin bermain dengan kepolisian. Pandu yakin, jejak sepatu dan cincin yang mereka temukan, sengaja ditinggalkan oleh pelaku.

Tidak ingin banyak menduga, Pandu segera memanggil Gama, pemuda berwajah baby face itu mengikuti dirinya meninjau ulang lokasi kejadian. Pandu merasa dirinya sangat bodoh, bisa melupakan hal yang sangat sederhana seperti ini.

Bab terkait

  • Psycho Pathos   Petunjuk yang salah

    "Aku pulang!" teriak Liana dari muka pintu rumah, sambil membuka sepatu dan menyimpannya di rak kecil, yang berada di samping pintu.

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-27
  • Psycho Pathos   Liana

    Liana tercenung memandang bungkusan yang diberikan Pandu, satu persatu ia mengeluarkan isinya dengan tangan gemetar. Sebuah ikat pinggang, dua buah dompet, dan sebuah bandana yang berlumuran darah.Gadis yang menggunakan kaca mata tebal itu tertawa frustrasi, kenapa polisi tidak memeriksa bandana yang berlumuran

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-27
  • Psycho Pathos   Hipotesa Raksi

    Pandu mempelajari hasil autopsi yang baru saja tiba di meja kerjanya. Beberapa kali, mata tajam pemuda itu mengerenyit tanpa ia sadari. Ada beberapa hal yang membuat dirinya berada dalam zona merah menentukan arah perkembangan kasus mutilasi ini.Sahabat dan kerabat mengetahui korban sebagai pribadi yang baik, t

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-27
  • Psycho Pathos   Curiga

    Sekelompok remaja terlihat berkumpul di cafedengan latar pinggiran sungai yang indah. Kelap kelip lampu yang berasal dari rumah penduduk di seberang sungai terlihat seperti kerlip bintang yang hampir menjejak bumi.Kelompok remaja yang berjumlah tak kurang dari enam orang itu, tampak asyik berbicara

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-27
  • Psycho Pathos   Jejak Tertinggal

    Langkah Liana terhenti, melihat Pandu dan Gama sepagi ini sudah berada di depan pintu rumahnya, gadis itu membetulkan letak kaca matanya yang retak, tersenyum dan memberi salam kepada kedua polisi muda tersebut.“Apakah tidak terlalu pagi untuk datang bertamu, Inspektur!” sapa Liana, ia membuka pintu rumah yang

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-27
  • Psycho Pathos   Penangkapan

    Suara sirine mobil Polisi terdengar saling bersahutan di tambah dengan kehadiran dua mobil yangterparkir di pinggir jalan tepat di depan rumah mendiang Ahkam, memancing rasa keingintahuan warga. Hampir sebagian besar warga keluar untuk melihat ada kejadian apa yang bisa menggemparkan komplek pemukiman mereka yang selama ini sangat tenang.

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-27
  • Psycho Pathos   Cerita Liana

    “Bagian mana yang paling ingin Kau ketahui? Bagaimana aku membunuh mereka, atau bagaimana aku bisa berubah menjadi seorang pembunuh?”Senyum Liana terkembang, kedua matanya tetap terpejam saat

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-27
  • Psycho Pathos   Sebuah Cerita yang Cacat

    Rekaman penganiayaan yang mempertontonkan kengerian berulang kali di putar oleh Raksi dan Pandu. Mereka berdua seperti sedang mencari jawaban dari sebuah teka-teki yang belum terpecahkan. Sering kali mata jernih gadis itu harus terpejam ketika melihat adegan yang membuat dirinya bisa muntah seketika.Kopi dan ca

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-27

Bab terbaru

  • Psycho Pathos   Akhir dari Kisah Suram

    Tubuh ringkih Liana bersandar pada dinding, tatap matanya datar, tersembunyi di balik rambut pendek lusuh yang hampir menutup sebagian wajah. Sudah lebih dari satu jam ia duduk tanpa mempedulikan tegur sapa dari penghuni sel sebelah, sengaja memekakkan kedua telinga. Sesekali bibirnya mengukir senyum dan sering kali juga berubah desis kekesalan.Pernyataan Raksi dan Pandu pada media tentang kejiwaan Liana, imbas dari buruknya kehidupan keluarga, telah menarik awak media berlomba-lomba menyusuri benang hitam kisah kelam sang nenek, bahkan Lusiana yang telah sepuh tak luput dari incaran wartawan.

  • Psycho Pathos   Permintaan Terakhir Liana

    Ruang tahanan berukuran dua kali tiga meter yang dihuni Liana, di penuhi kertas berserakan, bekas coretan gadis itu. Entah apa tujuannya menyobek semua gambar yang ia buat walaupun ada beberapa yang masih utuh dan sengaja di tempelkan pada dinding ruang tahanan.Rambut pendeknya menutupi sebagian wajah yang tampak kusam, meski pun ia terlihat lebih cantik tanpa kacamata. Gadis remaja itu berbaring telentang dengan mengangkat kedua kakinya ke dinding, menatap tiap gambar yang ia lekatkan.Sipir penjara memanggil namanya, menyampaikan bahwa ada seseorang yang ingin bertemu. Dengan sedik

  • Psycho Pathos   Kisah Lama yang Terungkap

    Pandu dan Raksi menyusuri lorong rumah sakit jiwa yang tampak suram, mereka berdua telah mendapatkan izin untuk mengunjungi seseorang yang telah lama berada di sana. Keduanya masuk ke dalam sebuah kamar yang kecil, di huni oleh seorang wanita sepuh berambut putih, sedang duduk di kursi roda menghadap jendela, memandangi tanaman bunga dalam vas kecil.“Aku sudah menduga, akan ada orang lain yang mengunjungiku selain Ahkam dan Namla,” ucap wanita sepuh itu tanpa memutar kursi rodanya untuk melihat siapa yang telah datang berkunjung.Pandu dan Raksi hanya saling pandang sesaat, menutup pintu kamar perlahan sebelum mendekati wanita tua tersebut. Raksi meletakkan bungkusan kecil yang i

  • Psycho Pathos   Penemuan Mayat Korban Ahkam dan Namla

    Rumah Ahkam kembali menjadi sorotan, kerumunan warga yang ingin tahu, serta hadir para pencari berita halaman rumah tersebut, garis polisi di pasang sekeliling rumah, nyaris saja karena desak-desakkan warga yang ingin masuk.Warga sekitar tidak pernah menyangka jika Ahkam dan Namla yang terkenal introvert tetapi ramah, ternyata seorang pembunuh kejam. Lima kasus orang hilang yang tidak terpecahkan selama ini, ternyata korban pembunuhan yang dilakukan kedua orang tersebut.Liana diam terpaku, melihat polisi dibantu beberapa warga membongkar lantai gudang tepat di bawah tumpukan kayu yang ia tunjukkan. Mereka saling bahu membahu melakukan penggalian, hingga kedalaman lebih dari setengah m

  • Psycho Pathos   Kematian Bob

    Mata Bob membuka perlahan, bibirnya pucatnya terlihat kering, darah yang mengalir tak henti keluar membuat wajah Bob kian putih bagai mayat. Anak laki-laki itu menatap Liana sayu, bibirnya bergerak perlahan seolah ingin mengucapkan sesuatu. Namun, suaranya tak kunjung keluar, hanya tubuh kecilnya yang tersentak-sentak mengejang lalu tenang.Remaja laki-laki itu meninggal tepat di depan mata Liana, yang menangis memanggil namanya berulang kali. gadis remaja itu menangisi seorang anak laki-laki yang tanpa sadar telah mengorbankan nyawa, untuk melindungi tubuh Liana dari siksaan orang tua kandungnya sendiri.Kematian pertama anak laki-laki yang akhirnya memupuk rasa antipati, mencipt

  • Psycho Pathos   Kekejaman Ahkam dan Namla

    Liana menatap Bob dengan perasaan campur aduk. Marah, khawatir, dan kasihan, menjadi satu. Ia marah karena pemuda itu tidak mengindahkan peringatannya sejak awal, yang membuat mereka harus berakhir di dalam sebuah gudang pengap yang kedap udara.Jika terjadi sesuatu pada mereka berdua, tidak akan ada yang tahu. Sekali pun mereka menjerit hingga pengawasan suara, tidak akan ada yang bisa mendengar karena gudang itu merupakan tempat Ahkam dan Namla menyiksa Liana.“Seharusnya kau dengarkan kata-kataku. Aku sudah menghindarimu, tetapi kau mencari masalah, mendekatiku seperti orang yang tidak punya pek

  • Psycho Pathos   Masa Remaja yang Suram

    Hampir setiap hari Liana menjadi bulan-bulanan orang kedua orang tuanya, tumbuh menjadi sosok remaja pendiam dan kaku. Sahabat satu-satunya hanya Mahia, tidak pernah bertanya tentang apa pun yang berhubungan kehidupan tetapi sangat mengerti dengan keadaan Liana.Pernah satu ketika, Liana tidak bisa mengikutistudy toursekolah, dan kedua orangtuanya melarang, padahal itu di wajibkan, tetapi karena kejamnya orang tua Liana menolak, menolak memilih diam di rumah. Hanya Mahia yang memutuskan tidak ikut, menemani sahabatnya dari jauh, dengan berchatting melalui media sosial.Ketakutan

  • Psycho Pathos   Kembali ke Titik Awal

    Duapaper bagberukuran sedang, berisi buku tulis, buku gambar, bolpoint, dan pensil, serta beberapa makanan ringan juga minuman dingin, bertengger manis di atas meja menunggu kedatangan pemiliknya, yang sudah tidak sabar ingin Raksi temui. Liana, gadis remaja yang harus mendekam di balik jeruji besi, karena sifat buas dan kejam karena telah melakukan pembunuhan kepada orang kedua orang tuanya.Hari ini ia akan mendengarkan semua cerita Liana, kembali ke titik awal agar dapat memecahkan sebuah teka-teki, dari sejak pertama kali melihat gadis itu sudah menghantuinya. Cerita Liana adalah kunci yang harus diandingkan dengan sebuah gembok besar untuk membuka pintu besi yang menyimpan banyak rahasia.

  • Psycho Pathos   Cerita yang Hilang

    Tidak seperti biasa, siang ini ada begitu banyak wartawan yang mencari keberadaan Pandu. Ketenangan pemuda bermata elang tidak terganggu dengan berkali-kali harus menghindari kejaran wartawan yang gigih mencari jejaknya.Kasus Liana telah mengusik banyak pihak, menimbulkan spekulasi dan dugaan-dugaan yang menyudutkan gadis remaja itu, sementara Pandu sebagai penyidik ​​yang bertanggung jawab, belum juga memberikan informasi apa-apa tentang perkembangan kasus tersebut.“Masuklah, tampak tampak seperti itu,” ajak Raksi, menggeser tubuhnya ke samping, memberikan kesemp

DMCA.com Protection Status