Home / Thriller / Psycho Pathos / Petunjuk yang salah

Share

Petunjuk yang salah

Author: Alvida_123
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Aku pulang!" teriak Liana dari muka pintu rumah, sambil membuka sepatu dan menyimpannya di rak kecil, yang berada di samping pintu.

"Mama, mamaaaa ..." teriaknya lagi, memanggil sang mama yang tidak juga menampakkan wujudnya.

Hari ini tidak seperti biasa, kepulangan Liana hanya disambut rasa sepi tanpa kehadiran sosok Namla, yang selalu menyambutnya di depan pintu rumah.

Liana berlari ke atas, menuju kamar tidur orang tuanya, mencari keberadaan sang mama yang mungkin saja sedang bercengkrama bersama papanya. Kegiatan yang sering dilakukan oleh kedua orang tua Liana jika hanya berduaan di rumah. 

Kamar tidur yang menjadi tujuan Liana ternyata kosong, bahkan ranjangnya masih terlihat rapi, seperti tidak tersentuh manusia. Ia beralih ke dapur, tempat mamanya selalu menunggu kepulangan Liana dengan makanan siap saji yang membosankan, ternyata sosok wanita yang ia cari tidak juga ditemukan. 

Orang tua memang menyebalkan, melarang anak-anaknya pergi tanpa permisi, tetapi mereka sendiri pergi tanpa perduli anak-anaknya yang mencari. Para orang tua memang sangat egois. Liana merutuk dalam hati.

Suara melengking Liana yang memanggil mamanya, ber ubah menjadi tawa ketika berulang kali orang yang dicarinya tidak kunjung datang. Namun, rasa lapar yang mendera perut, membuat tawanya terhenti dan mengaduh perih sambil memegang perutnya.

Liana membuka tutup saji di atas meja, hanya ada nasi goreng sisa kemarin serta sepotong ayam yang sudah tidak layak makan. Ia beralih ke arah kulkas, melihat ada beberapa roti dan daging cincang yang siap diolah.

Ia melihat catatan yang tertempel di kulkas, Mama pulang saat jam makan siang, mungkin sedikit terlambat, tunggu saja dan jangan menyentuh apapun di dapur!  

"Pulang saat jam makan siang apa? Ini sudah sore mama, dan bayanganmu pun, tidak ada di rumah," rungutnya kesal. 

"Sorry mama, hari ini aku tidak mematuhi perintahmu, daging cincang ini terlihat sangat enak dan aku harus memakannya." Gadis itu menggumam sendiri, seolah sedang berbicara pada sang mama.

Menerima hukuman dengan perut kenyang karena melanggar perintah jauh lebih baik dari pada menunggu dengan perut lapar. Liana melepas kertas berisi pesan, meremasnya menjadi gumpalan kecil dan mencampakkannya ke tempat sampah.

***

Pandu dan Gama menyusuri lokasi tempat penemuan cincin yang dikatakan oleh pak Anjan. Insting polisi muda itu mulai bekerja dengan baik, dirinya kini bisa mengendus kemana arah, petunjuk yang diberikan oleh pelaku pembunuhan. 

Dugaan Pandu tidak keliru, jejak sepatu dari hutan pinus dan cincin dari danau mengantarkannya pada sebuah mobil yang sengaja ditinggalkan oleh pengemudinya, tetapi sayang pelaku cukup pintar, tidak ada satu pun sidik jari yang tertinggal selain milik kedua korban.

“Apa yang kau dapat, Gama?” tanya pandu, ia cukup khawatir jika dirinya melewatkan sebuah petunjuk, walaupun sangat kecil. 

“Tidak ada, Pak. Pelaku cukup rapi meninggalkan barang bukti, walaupun akhirnya dengan mudah kita temukan,” jawab Gama. Ia memeriksa kembali beberapa catatan penting hasil temuan mereka tadi.

“Kau keliru,” pungkas Pandu.” Pelaku tidak sedang bersembunyi, tetapi ia memberikan petunjuk pada kita agar segera menemukannya!” jelas Pandu. 

Inspektur polisi itu mulai mengerti kenapa jejak ban berbalik arah atau ada jejak sepatu dan cincin yang tercecer. Hanya ada dua kemungkinan, pelaku sakit jiwa atau ia merasa lebih hebat dari aparat penegak hukum.

“Artinya, ini semua adalah jejak yang sengaja ditinggalkan oleh pelaku? Bagaimana jika jejak ini mengarahkan kita pada bukti palsu?” tanya Gama. 

Pemuda itu memang masih mentah dalam penyelidikan, tetapi gerak gesit dengan daya ingat sempurna serta kecerdasannya, membuat Pandu memilihnya untuk bergabung dalam tim.

“Tugas kita untuk mencari bukti yang sebenarnya!” sahut Pandu dengan senyum. 

“Ibumu hari ini ulang tahun, ‘kan? Pulanglah dan belikan ibumu sebuah cake yang enak. Rayakanlah ulang tahunnya. Jangan terlalu sibuk bekerja, ia membutuhkanmu hari ini!” Pandu menyerahkan beberapa lembaran berwarna merah pada Gama.

Polisi muda itu menerima pemberian pandu dengan wajah penuh kegembiraan. Akhir bulan, identik dengan tanggal tua, dirinya sudah cukup sedih dengan ketiadaan uang untuk merayakan ulang tahun sang mama.

Gama sudah memutuskan untuk berpura-pura lembur hari ini, agar tidak melihat wajah mamanya, di hari ulang tahun wanita yang telah melahirkannya itu. Namun, kali ini ia sangat beruntung memiliki atasan seperti Pandu, tanpa perlu banyak bicara, beliau memberikan perhatian kepada bawahan.

“Terima kasih, Pak!” teriak Gama ketika melihat sang atasan sudah berlalu dengan mobilnya. 

Tinggal pemuda itu sendirian yang berusaha menyalakan motor tua peninggalan Almarhum papanya dengan iringan tatapan tajam seseorang yang memata-matai semua gerak gerik Gama.

***

Hari ketiga Liana merasakan kesendirian di rumah yang membuat dirinya nyaris gila. Orang tuanya pergi, tetapi sepotong kabar tentang di mana keberadaan mereka tidak didapatkan oleh Liana. Orang tua macam apa mereka, menelantarkan anaknya sendirian.

Selama ini mereka selalu melarang Liana keluyuran tanpa alasan jelas, khawatir jika anak gadis mereka satu-satunya menjadi korban pergaulan dunia yang semakin tidak terkendali. Namun, di saat Liana membutuhkan kedua orang tuanya, kenapa mereka tidak kunjung pulang.

Gadis remaja itu mulai lelah menunggu, dirinya sudah tidak sabar terkurung di dalam rumah, bagaikan anak ayam yang kehilangan induk, tidak tau harus melakukan apa. Andai saja orang tuanya tidak terlalu disiplin, mungkin saat ini, ia bisa mengambil keputusan, apa yang harus dilakukan. 

Bel pintu berbunyi dengan nyaring, membangunkan Liana yang sedang terlelap menunggu kepulangan kedua orang tuanya. Gadis remaja berambut pendek itu, menyambar kacamata minus yang ia letakkan di atas meja, berlari cepat ke arah ruang tamu dan sigap membuka pintu. Wajah cerah dengan senyum sumringah buyar ketika melihat orang yang berdiri di balik pintu bukan orang yang ditunggu-tunggu olehnya.

Wajah Liana terlihat kesal, melihat dua orang pria bertubuh besar, menggunakan jaket kulit berdiri di muka pintu rumah. Liana sudah terbiasa dengan kedatangan Debt Collector yang menerror dirinya saat mereka tidak berhasil menemukan kedua orang tua Liana, tetapi tidak bisakah untuk kali ini saja, datang di saat orang tuanya ada di rumah?

“Jika mencari papa dan mama, mereka sudah tiga hari tidak pulang, dan jangan tanya padaku mereka ada di mana, sebab aku sendiri tidak tau keberadaannya,” jelas Liana tanpa diminta.

“Maaf, apa benar ini kediaman, bapak Ahkam dan ibu Namla?” tanya salah seorang pria yang mengetuk pintu rumah Liana.

“Ya, aku anaknya, Liana. Tetapi jika ingin bertemu mereka, lebih baik pulang saja. Kedua orang tuaku tidak ada di rumah!” jawab Liana malas.

“Boleh kami, masuk? Saya Pandu dan ini rekan saya Gama, kami dari kepolisian.” Pandu menunjukkan tanda pengenal miliknya pada Liana yang disambut gadis itu dengan kerutan di kening, pertanda dirinya tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

“Maaf, kedua orang tuaku selalu berpesan, tidak boleh mengizinkan orang asing masuk ke dalam rumah, mungkin anda bisa bicara di sini saja!” tegas Liana.

Pandu dan Gama saling berpandangan, tetapi akhirnya Pandu menganggukkan kepala samar, memberi isyarat pada Gama yang sigap menyerahkan sebuah bungkusan kecil pada atasannya.

“Kami datang kemari menyampaikan sebuah berita duka cita. Tiga hari yang lalu, kami menemukan dua mayat di dua lokasi yang berbeda dalam keadaan yang sangat mengenaskan, kedua korban teridentifikasi sebagai bapak Ahkam dan ibu Namla. Kedua orang tua Anda." 

Pandu menjelaskan secara perlahan pada Liana, melihat ekspresi gadis itu yang sangat datar.

Ia menyerahkan bungkusan yang berisi beberapa barang, peninggalan milik orang tua gadis Liana.

Walaupun wajahnya tidak menunjukkan kesedihan, tetapi kedua kaki Liana gemetar hebat, seakan tidak kuat menopang tubuhnya yang mungil. Beruntung Gama cukup sigap menangkap tubuhnya yang hampir saja berdebam jatuh ke lantai. 

Pandu memutuskan menunda mengajukan beberapa pertanyaan, melihat keadaan Liana yang sangat terguncang mendengar kematian kedua orang tuanya. 

Ia dapat memahami perasaan gadis remaja itu, usianya masih sangat muda tetapi sudah harus kehilangan kedua orang tua dengan cara yang sangat mengenaskan.

Pandu menepuk pundak Liana lembut, menyalurkan kekuatan dan dukungan pada remaja itu, sebelum berlalu meninggalkannya sendirian.

Related chapters

  • Psycho Pathos   Liana

    Liana tercenung memandang bungkusan yang diberikan Pandu, satu persatu ia mengeluarkan isinya dengan tangan gemetar. Sebuah ikat pinggang, dua buah dompet, dan sebuah bandana yang berlumuran darah.Gadis yang menggunakan kaca mata tebal itu tertawa frustrasi, kenapa polisi tidak memeriksa bandana yang berlumuran

    Last Updated : 2024-10-29
  • Psycho Pathos   Hipotesa Raksi

    Pandu mempelajari hasil autopsi yang baru saja tiba di meja kerjanya. Beberapa kali, mata tajam pemuda itu mengerenyit tanpa ia sadari. Ada beberapa hal yang membuat dirinya berada dalam zona merah menentukan arah perkembangan kasus mutilasi ini.Sahabat dan kerabat mengetahui korban sebagai pribadi yang baik, t

    Last Updated : 2024-10-29
  • Psycho Pathos   Curiga

    Sekelompok remaja terlihat berkumpul di cafedengan latar pinggiran sungai yang indah. Kelap kelip lampu yang berasal dari rumah penduduk di seberang sungai terlihat seperti kerlip bintang yang hampir menjejak bumi.Kelompok remaja yang berjumlah tak kurang dari enam orang itu, tampak asyik berbicara

    Last Updated : 2024-10-29
  • Psycho Pathos   Jejak Tertinggal

    Langkah Liana terhenti, melihat Pandu dan Gama sepagi ini sudah berada di depan pintu rumahnya, gadis itu membetulkan letak kaca matanya yang retak, tersenyum dan memberi salam kepada kedua polisi muda tersebut.“Apakah tidak terlalu pagi untuk datang bertamu, Inspektur!” sapa Liana, ia membuka pintu rumah yang

    Last Updated : 2024-10-29
  • Psycho Pathos   Penangkapan

    Suara sirine mobil Polisi terdengar saling bersahutan di tambah dengan kehadiran dua mobil yangterparkir di pinggir jalan tepat di depan rumah mendiang Ahkam, memancing rasa keingintahuan warga. Hampir sebagian besar warga keluar untuk melihat ada kejadian apa yang bisa menggemparkan komplek pemukiman mereka yang selama ini sangat tenang.

    Last Updated : 2024-10-29
  • Psycho Pathos   Cerita Liana

    “Bagian mana yang paling ingin Kau ketahui? Bagaimana aku membunuh mereka, atau bagaimana aku bisa berubah menjadi seorang pembunuh?”Senyum Liana terkembang, kedua matanya tetap terpejam saat

    Last Updated : 2024-10-29
  • Psycho Pathos   Sebuah Cerita yang Cacat

    Rekaman penganiayaan yang mempertontonkan kengerian berulang kali di putar oleh Raksi dan Pandu. Mereka berdua seperti sedang mencari jawaban dari sebuah teka-teki yang belum terpecahkan. Sering kali mata jernih gadis itu harus terpejam ketika melihat adegan yang membuat dirinya bisa muntah seketika.Kopi dan ca

    Last Updated : 2024-10-29
  • Psycho Pathos   Ingatan Kecil Liana

    Buku tulis yang diberikan Raksi pada Liana, hanya dijadikan gadis remaja itu sebagai tempat menggambar. Banyak coretan gadis remaja itu merupakan gambar yang menyerupai kegelapan. Beberapa gambar yang terlihat, tampak lebih jelas dengan adanya bentuk rumah dan sebuah keluarga, sebuah gambar lain menceritakan anak kecil yang terpenjara dalam gelap, sementara gambar lain hanya beberapa benda yang dibuat semenyeramkan mungkin oleh gadis itu.

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Psycho Pathos   Akhir dari Kisah Suram

    Tubuh ringkih Liana bersandar pada dinding, tatap matanya datar, tersembunyi di balik rambut pendek lusuh yang hampir menutup sebagian wajah. Sudah lebih dari satu jam ia duduk tanpa mempedulikan tegur sapa dari penghuni sel sebelah, sengaja memekakkan kedua telinga. Sesekali bibirnya mengukir senyum dan sering kali juga berubah desis kekesalan.Pernyataan Raksi dan Pandu pada media tentang kejiwaan Liana, imbas dari buruknya kehidupan keluarga, telah menarik awak media berlomba-lomba menyusuri benang hitam kisah kelam sang nenek, bahkan Lusiana yang telah sepuh tak luput dari incaran wartawan.

  • Psycho Pathos   Permintaan Terakhir Liana

    Ruang tahanan berukuran dua kali tiga meter yang dihuni Liana, di penuhi kertas berserakan, bekas coretan gadis itu. Entah apa tujuannya menyobek semua gambar yang ia buat walaupun ada beberapa yang masih utuh dan sengaja di tempelkan pada dinding ruang tahanan.Rambut pendeknya menutupi sebagian wajah yang tampak kusam, meski pun ia terlihat lebih cantik tanpa kacamata. Gadis remaja itu berbaring telentang dengan mengangkat kedua kakinya ke dinding, menatap tiap gambar yang ia lekatkan.Sipir penjara memanggil namanya, menyampaikan bahwa ada seseorang yang ingin bertemu. Dengan sedik

  • Psycho Pathos   Kisah Lama yang Terungkap

    Pandu dan Raksi menyusuri lorong rumah sakit jiwa yang tampak suram, mereka berdua telah mendapatkan izin untuk mengunjungi seseorang yang telah lama berada di sana. Keduanya masuk ke dalam sebuah kamar yang kecil, di huni oleh seorang wanita sepuh berambut putih, sedang duduk di kursi roda menghadap jendela, memandangi tanaman bunga dalam vas kecil.“Aku sudah menduga, akan ada orang lain yang mengunjungiku selain Ahkam dan Namla,” ucap wanita sepuh itu tanpa memutar kursi rodanya untuk melihat siapa yang telah datang berkunjung.Pandu dan Raksi hanya saling pandang sesaat, menutup pintu kamar perlahan sebelum mendekati wanita tua tersebut. Raksi meletakkan bungkusan kecil yang i

  • Psycho Pathos   Penemuan Mayat Korban Ahkam dan Namla

    Rumah Ahkam kembali menjadi sorotan, kerumunan warga yang ingin tahu, serta hadir para pencari berita halaman rumah tersebut, garis polisi di pasang sekeliling rumah, nyaris saja karena desak-desakkan warga yang ingin masuk.Warga sekitar tidak pernah menyangka jika Ahkam dan Namla yang terkenal introvert tetapi ramah, ternyata seorang pembunuh kejam. Lima kasus orang hilang yang tidak terpecahkan selama ini, ternyata korban pembunuhan yang dilakukan kedua orang tersebut.Liana diam terpaku, melihat polisi dibantu beberapa warga membongkar lantai gudang tepat di bawah tumpukan kayu yang ia tunjukkan. Mereka saling bahu membahu melakukan penggalian, hingga kedalaman lebih dari setengah m

  • Psycho Pathos   Kematian Bob

    Mata Bob membuka perlahan, bibirnya pucatnya terlihat kering, darah yang mengalir tak henti keluar membuat wajah Bob kian putih bagai mayat. Anak laki-laki itu menatap Liana sayu, bibirnya bergerak perlahan seolah ingin mengucapkan sesuatu. Namun, suaranya tak kunjung keluar, hanya tubuh kecilnya yang tersentak-sentak mengejang lalu tenang.Remaja laki-laki itu meninggal tepat di depan mata Liana, yang menangis memanggil namanya berulang kali. gadis remaja itu menangisi seorang anak laki-laki yang tanpa sadar telah mengorbankan nyawa, untuk melindungi tubuh Liana dari siksaan orang tua kandungnya sendiri.Kematian pertama anak laki-laki yang akhirnya memupuk rasa antipati, mencipt

  • Psycho Pathos   Kekejaman Ahkam dan Namla

    Liana menatap Bob dengan perasaan campur aduk. Marah, khawatir, dan kasihan, menjadi satu. Ia marah karena pemuda itu tidak mengindahkan peringatannya sejak awal, yang membuat mereka harus berakhir di dalam sebuah gudang pengap yang kedap udara.Jika terjadi sesuatu pada mereka berdua, tidak akan ada yang tahu. Sekali pun mereka menjerit hingga pengawasan suara, tidak akan ada yang bisa mendengar karena gudang itu merupakan tempat Ahkam dan Namla menyiksa Liana.“Seharusnya kau dengarkan kata-kataku. Aku sudah menghindarimu, tetapi kau mencari masalah, mendekatiku seperti orang yang tidak punya pek

  • Psycho Pathos   Masa Remaja yang Suram

    Hampir setiap hari Liana menjadi bulan-bulanan orang kedua orang tuanya, tumbuh menjadi sosok remaja pendiam dan kaku. Sahabat satu-satunya hanya Mahia, tidak pernah bertanya tentang apa pun yang berhubungan kehidupan tetapi sangat mengerti dengan keadaan Liana.Pernah satu ketika, Liana tidak bisa mengikutistudy toursekolah, dan kedua orangtuanya melarang, padahal itu di wajibkan, tetapi karena kejamnya orang tua Liana menolak, menolak memilih diam di rumah. Hanya Mahia yang memutuskan tidak ikut, menemani sahabatnya dari jauh, dengan berchatting melalui media sosial.Ketakutan

  • Psycho Pathos   Kembali ke Titik Awal

    Duapaper bagberukuran sedang, berisi buku tulis, buku gambar, bolpoint, dan pensil, serta beberapa makanan ringan juga minuman dingin, bertengger manis di atas meja menunggu kedatangan pemiliknya, yang sudah tidak sabar ingin Raksi temui. Liana, gadis remaja yang harus mendekam di balik jeruji besi, karena sifat buas dan kejam karena telah melakukan pembunuhan kepada orang kedua orang tuanya.Hari ini ia akan mendengarkan semua cerita Liana, kembali ke titik awal agar dapat memecahkan sebuah teka-teki, dari sejak pertama kali melihat gadis itu sudah menghantuinya. Cerita Liana adalah kunci yang harus diandingkan dengan sebuah gembok besar untuk membuka pintu besi yang menyimpan banyak rahasia.

  • Psycho Pathos   Cerita yang Hilang

    Tidak seperti biasa, siang ini ada begitu banyak wartawan yang mencari keberadaan Pandu. Ketenangan pemuda bermata elang tidak terganggu dengan berkali-kali harus menghindari kejaran wartawan yang gigih mencari jejaknya.Kasus Liana telah mengusik banyak pihak, menimbulkan spekulasi dan dugaan-dugaan yang menyudutkan gadis remaja itu, sementara Pandu sebagai penyidik ​​yang bertanggung jawab, belum juga memberikan informasi apa-apa tentang perkembangan kasus tersebut.“Masuklah, tampak tampak seperti itu,” ajak Raksi, menggeser tubuhnya ke samping, memberikan kesemp

DMCA.com Protection Status