Share

Curiga

Author: Alvida_123
last update Last Updated: 2020-09-27 19:51:39

Sekelompok remaja terlihat berkumpul di cafe dengan latar pinggiran sungai yang indah. Kelap kelip lampu yang berasal dari rumah penduduk di seberang sungai terlihat seperti kerlip bintang yang hampir menjejak bumi. 

Kelompok remaja yang berjumlah tak kurang dari enam orang itu, tampak asyik berbicara sesama mereka. ada yang sibuk saling merayu, berdiskusi tentang kelas yang telah lewat, dan ada juga yang saling bercanda. 

Hanya seorang gadis yang terlihat berbeda, walau ia berada di tengah-tengah sahabat yang saling menggoda, tetapi remaja berkacamata tersebut tampak tenggelam dalam dunianya sendiri. Ia terlihat tenang membaca sebuah buku, tidak terusik sedikit pun dengan kebisingan di sekitar, sesekali matanya liar menyapu pandang ke seluruh ruang cafe.

Denting pintu cafe berbunyi diiringi sepasang manusia yang masuk dan langsung memilih kursi yang berada di sudut ruangan. Posisi paling strategis untuk memperhatikan setiap pengunjung yang keluar masuk.

“Kenapa kau sangat senang sekali, memilih duduk di sudut ini?” tanya Pandu pada Raksi yang sedang memilih menu untuk makan malamnya.

“Malam ini kau yang traktir ‘kan? Kalau begitu aku memilih, menu nasi ayam,” ucap Raksi sambil menyerahkan buku menu pada waitress.

“Kau bertanya apa tadi? Kenapa aku memilih tempat duduk di sudut ini? kau lihat tempat yang strategis untukmu memantau siapa saja yang keluar masuk, terlindungi dari banyak pasang mata tetapi kau tetap bisa melihat ke seluruh ruangan tanpa ada yang mempedulikanmu," jelas Raksi.

Pandu mengikuti petunjuk Raksi, matanya menyapu seluruh ruangan, dalam hati ia membenarkan semua perkataan gadis itu. Harus Pandu akui, wanita hebat di sampingnya ini memang memiliki pikiran tajam dan selalu penuh pertimbangan, setiap tindakannya selalu dengan pemikiran yang luar biasa.

Tanpa sengaja mata Pandu menemukan satu pemandangan yang unik, sekelompok remaja yang sedang asik bercengkerama. Namun, bukan itu yang menjadikan pemandangan tersebut luar biasa, melainkan kehadiran Liana, anak dari korban pembunuhan, gadis remaja itu terlihat duduk santai bersama teman-temannya. suatu kejanggalan untuk seorang anak yang baru saja kehilangan kedua orang tua.

Walau Liana terlihat tidak menikmati acara kumpul-kumpul tersebut dan menyibukkan dirinya dengan bacaan, tetapi dalam pandangan masyarakat sekitar hal tersebut sangat tidak lazim.

Raksi mengikuti arah pandangan Pandu, melihat ke sekelompok remaja yang tampak sedang menghabiskan malam penuh gembira.

“Ada apa? Mendapatkan sesuatu yang unik?” tanya Raksi. Gadis itu ikut memperhatikan Liana, sambil menikmati makan malamnya. 

“Kau lihat remaja perempuan berkacamata itu?”

“Ya, wajahnya manis tapi terlihat suram.”

“Tidak, bukan itu maksudku. Gadis itu adalah anak dari korban pembunuhan yang kita bicarakan beberapa hari lalu,” jelas Pandu. Laki-laki itu menyalakan sebatang rokok tanpa mengalihkan perhatiannya dari Liana.

Raksi yang sedang menikmati makan malamnya, tersedak, mendengar penjelasan Pandu. ia segera mengeluarkan buku catatan dan mencatat deskripsi profil Liana, ada yang menarik dari gadis itu dan Raksi dapat merasakannya.

Intuisi Liana yang tajam dan jarang meleset, memperingatkan gadis itu, bahwa ada orang yang sedang memperhatikan dirinya. Dari balik buku, Liana dapat melihat dua orang yang duduk di pojok ruangan sedang memperhatikannya tanpa berkedip.

Liana meletakkan buku yang ia baca, mencoba untuk berbaur dengan semua sahabat agar tampak normal di hadapan yang lain. Melalui ekor matanyanya, Liana dapat menangkap bayangan Pandu dan Raksi, berjalan mendekati dirinya dan teman-teman.

“hai, Liana, kebetulan sekali, ya?” sapa Pandu. “Bagaimana kabarmu? apa kau mempunyai informasi tentang kematian kedua orang tuamu?” 

Polisi gagah itu sengaja bertanya kabar pada Liana, ingin melihat reaksi gadis itu menanggapi pertanyaan Pandu tentang kedua orang tuanya.

Liana berdiri, menyambut hangat jabat tangan dari Pandu dan Raksi, segaris senyum tipis ia berikan pada kedua orang yang ada di hadapannya. Sahabat Liana hanya memperhatikan dan memberikan senyum tanda kesopanan, meski mata mereka memancarkan pandangan ingin tahu.

“Kebetulan yang sangat tidak kebetulan,” jawab Liana diplomatis. “Maaf, aku tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan Anda pak Polisi, kecuali jika Anda berminat untuk bergabung bersama sekelompok remaja seperti kami.”

Pandu dapat menangkap sikap penolakan dari gadis tersebut, ia tersenyum dan memberikan sebuah kartu nama pada Liana, sebelum meninggalkan remaja itu bersama teman-temannya.

“Anda tau, Pak? Aku tidak memiliki apa pun untuk dikatakan, tetapi aku selalu menunggu kedatangan Anda membawakan kabar baik untukku!” 

Kata-kata Liana membuat langkah Pandu dan Raksi terhenti, pemuda itu memandang Liana dengan tatapan tajam penuh arti, sementara Raksi menangkap sebuah pesan terselubung dari sinar redup mata gadis itu.

Raksi dan Pandu kembali ke meja mereka, menikmati hidangan makan malam yang sempat tertunda, dalam diam kedua orang tersebut saling melempar pandang penuh arti.

“Kami tidak pernah tau, kalau orang tuamu meninggal. Kau tidak pernah bercerita apa pun, Lie!” ujar Janna. Remaja itu mulai bertanya-tanya tentang kehidupan Liana yang selama ini jarang mereka ketahui.

“Tidak ada yang harus diceritakan tentang kematian orang tuaku, untuk apa? Mencari simpati? Aku tidak membutuhkannya,” jawab Liana lugas.

“Tidak semudah itu, Lie. Kau sahabat kami, sedihmu, sedih kami juga. jika kau memiliki kesulitan bicaralah pada kami,” tutur Aqsad.

Perhatian dari Aqsad, pemuda tampan yang selama beberapa minggu ini selalu menghiasi mimpi Liana, membuat senyum di wajah gadis itu merekah. Mahia, Kelana dan Nanda hanya memberikan lirikan nakal pada sahabat mereka yang sepertinya sudah mulai dihinggapi virus cinta.

“Bisa keluar bermain dan berkumpul bersama kalian saja, sudah membuatku cukup bahagia. Selama orang tuaku hidup, mereka terlalu mengekang pergaulanku, dan di saat mereka telah tiada aku sedikit merasa bahagia,” ungkap Liana jujur.

Pengakuan gadis remaja itu membuat semua temannya terkejut, ternyata selama ini Liana bukanlah gadis yang sombong seperti dugaan mereka, melainkan orang tuanyalah yang terlalu keras pada gadis itu. 

“Aku harus pulang, sekarang. Semoga besok, kita bisa berkumpul lagi seperti ini,” ucap Liana penuh makna.

Ia memasukkan buku yang tadi dibaca ke dalam tas, memakai sweter, dan berlalu meninggalkan sahabatnya yang masih meneruskan acara kumpul-kumpul mereka. Liana melangkah menyusuri trotoar, ia terhenti tepat di sebuah apotek yang tak jauh dari cafe.

Masuk ke dalam sebentar untuk membeli sebuah obat semprot, gadis itu melanjutkan langkahnya kembali menuju pinggir jalan raya untuk menghentikan taksi.

Dari kejauhan Gama yang ditugaskan Pandu untuk mengikuti Liana, ikut masuk ke dalam apotek sesaat setelah gadis remaja itu keluar. Gama menanyakan kepada petugas apotek, obat apa yang dibeli oleh Liana, setelah mendapatkan informasi yang dirasa cukup, pemuda itu segera keluar, namun ia telah kehilangan jejak gadis itu.

Sementara itu dari dalam sebuah taksi, Liana memperhatikan semua gerak gerik Gama, ia tersenyum ketika melihat Gama memasuki Apotek yang tadi di singgahinya. Gadis itu mengeluarkan sebuah botol yang bertuliskan Chlorophyll dari kantong pembungkus.

Mereka terlalu bodoh Papa. Kerjanya sangat lambat, padahal aku sudah meninggalkan banyak jejak. Batin Liana

Percuma saja ia selalu mengintai dan memberikan banyak petunjuk pada polisi itu agar bergerak cepat, tetap saja mereka bergerak seperti siput yang kelelahan.

Related chapters

  • Psycho Pathos   Jejak Tertinggal

    Langkah Liana terhenti, melihat Pandu dan Gama sepagi ini sudah berada di depan pintu rumahnya, gadis itu membetulkan letak kaca matanya yang retak, tersenyum dan memberi salam kepada kedua polisi muda tersebut.“Apakah tidak terlalu pagi untuk datang bertamu, Inspektur!” sapa Liana, ia membuka pintu rumah yang

    Last Updated : 2020-09-27
  • Psycho Pathos   Penangkapan

    Suara sirine mobil Polisi terdengar saling bersahutan di tambah dengan kehadiran dua mobil yangterparkir di pinggir jalan tepat di depan rumah mendiang Ahkam, memancing rasa keingintahuan warga. Hampir sebagian besar warga keluar untuk melihat ada kejadian apa yang bisa menggemparkan komplek pemukiman mereka yang selama ini sangat tenang.

    Last Updated : 2020-09-27
  • Psycho Pathos   Cerita Liana

    “Bagian mana yang paling ingin Kau ketahui? Bagaimana aku membunuh mereka, atau bagaimana aku bisa berubah menjadi seorang pembunuh?”Senyum Liana terkembang, kedua matanya tetap terpejam saat

    Last Updated : 2020-09-27
  • Psycho Pathos   Sebuah Cerita yang Cacat

    Rekaman penganiayaan yang mempertontonkan kengerian berulang kali di putar oleh Raksi dan Pandu. Mereka berdua seperti sedang mencari jawaban dari sebuah teka-teki yang belum terpecahkan. Sering kali mata jernih gadis itu harus terpejam ketika melihat adegan yang membuat dirinya bisa muntah seketika.Kopi dan ca

    Last Updated : 2020-09-27
  • Psycho Pathos   Ingatan Kecil Liana

    Buku tulis yang diberikan Raksi pada Liana, hanya dijadikan gadis remaja itu sebagai tempat menggambar. Banyak coretan gadis remaja itu merupakan gambar yang menyerupai kegelapan. Beberapa gambar yang terlihat, tampak lebih jelas dengan adanya bentuk rumah dan sebuah keluarga, sebuah gambar lain menceritakan anak kecil yang terpenjara dalam gelap, sementara gambar lain hanya beberapa benda yang dibuat semenyeramkan mungkin oleh gadis itu.

    Last Updated : 2020-09-27
  • Psycho Pathos   Aku Pembunuh yang Kau Ciptakan

    Siapa yang peduli pendapat seorang anak kecil. Sebagian orang dewasa, menganggap anak-anak seperti robot, harus bertingkah laku sesuai perintah! Kau akan terjebak dalam sebuah kotak yang mengatas namakan kasih sayang, tetapi membentukmu menjadi manusia kerdil, atau mungkin menjadi badut pembunuh!

    Last Updated : 2020-09-27
  • Psycho Pathos   Buah yang Kau Tanam 1

    Suara rintih kesakitan terdengar pelan dari dalam gudang yang gelap gulita, beradu dengan keluhan tertahan dari rasa cemas yang menyapa di dalam hati Ahkam dan Namla. Perih mendera wajah, memaksa mereka berdua menarik kembali ingatan yang telah mundur ke belakang.Lintasan peristiwa mengerikan yang baru saja mereka alami beberapa ja

    Last Updated : 2020-09-27
  • Psycho Pathos   Buah yang Kau Tanam 2

    Apa yang telah kau berikan pada sebuah benih kecil, akan melekat kuat dalam ingatannya yang baru tumbuh. Rasa asam, manis, dan pahit sekali pun akan ditelan tanpa penolakan. Namun, ia mengingat untuk tiap rasa tersebut dan akan memberikannya kembali padamu.Ahkam dan Namla telah menanamkan kebencian, kemarahan,

    Last Updated : 2020-09-27

Latest chapter

  • Psycho Pathos   Akhir dari Kisah Suram

    Tubuh ringkih Liana bersandar pada dinding, tatap matanya datar, tersembunyi di balik rambut pendek lusuh yang hampir menutup sebagian wajah. Sudah lebih dari satu jam ia duduk tanpa mempedulikan tegur sapa dari penghuni sel sebelah, sengaja memekakkan kedua telinga. Sesekali bibirnya mengukir senyum dan sering kali juga berubah desis kekesalan.Pernyataan Raksi dan Pandu pada media tentang kejiwaan Liana, imbas dari buruknya kehidupan keluarga, telah menarik awak media berlomba-lomba menyusuri benang hitam kisah kelam sang nenek, bahkan Lusiana yang telah sepuh tak luput dari incaran wartawan.

  • Psycho Pathos   Permintaan Terakhir Liana

    Ruang tahanan berukuran dua kali tiga meter yang dihuni Liana, di penuhi kertas berserakan, bekas coretan gadis itu. Entah apa tujuannya menyobek semua gambar yang ia buat walaupun ada beberapa yang masih utuh dan sengaja di tempelkan pada dinding ruang tahanan.Rambut pendeknya menutupi sebagian wajah yang tampak kusam, meski pun ia terlihat lebih cantik tanpa kacamata. Gadis remaja itu berbaring telentang dengan mengangkat kedua kakinya ke dinding, menatap tiap gambar yang ia lekatkan.Sipir penjara memanggil namanya, menyampaikan bahwa ada seseorang yang ingin bertemu. Dengan sedik

  • Psycho Pathos   Kisah Lama yang Terungkap

    Pandu dan Raksi menyusuri lorong rumah sakit jiwa yang tampak suram, mereka berdua telah mendapatkan izin untuk mengunjungi seseorang yang telah lama berada di sana. Keduanya masuk ke dalam sebuah kamar yang kecil, di huni oleh seorang wanita sepuh berambut putih, sedang duduk di kursi roda menghadap jendela, memandangi tanaman bunga dalam vas kecil.“Aku sudah menduga, akan ada orang lain yang mengunjungiku selain Ahkam dan Namla,” ucap wanita sepuh itu tanpa memutar kursi rodanya untuk melihat siapa yang telah datang berkunjung.Pandu dan Raksi hanya saling pandang sesaat, menutup pintu kamar perlahan sebelum mendekati wanita tua tersebut. Raksi meletakkan bungkusan kecil yang i

  • Psycho Pathos   Penemuan Mayat Korban Ahkam dan Namla

    Rumah Ahkam kembali menjadi sorotan, kerumunan warga yang ingin tahu, serta hadir para pencari berita halaman rumah tersebut, garis polisi di pasang sekeliling rumah, nyaris saja karena desak-desakkan warga yang ingin masuk.Warga sekitar tidak pernah menyangka jika Ahkam dan Namla yang terkenal introvert tetapi ramah, ternyata seorang pembunuh kejam. Lima kasus orang hilang yang tidak terpecahkan selama ini, ternyata korban pembunuhan yang dilakukan kedua orang tersebut.Liana diam terpaku, melihat polisi dibantu beberapa warga membongkar lantai gudang tepat di bawah tumpukan kayu yang ia tunjukkan. Mereka saling bahu membahu melakukan penggalian, hingga kedalaman lebih dari setengah m

  • Psycho Pathos   Kematian Bob

    Mata Bob membuka perlahan, bibirnya pucatnya terlihat kering, darah yang mengalir tak henti keluar membuat wajah Bob kian putih bagai mayat. Anak laki-laki itu menatap Liana sayu, bibirnya bergerak perlahan seolah ingin mengucapkan sesuatu. Namun, suaranya tak kunjung keluar, hanya tubuh kecilnya yang tersentak-sentak mengejang lalu tenang.Remaja laki-laki itu meninggal tepat di depan mata Liana, yang menangis memanggil namanya berulang kali. gadis remaja itu menangisi seorang anak laki-laki yang tanpa sadar telah mengorbankan nyawa, untuk melindungi tubuh Liana dari siksaan orang tua kandungnya sendiri.Kematian pertama anak laki-laki yang akhirnya memupuk rasa antipati, mencipt

  • Psycho Pathos   Kekejaman Ahkam dan Namla

    Liana menatap Bob dengan perasaan campur aduk. Marah, khawatir, dan kasihan, menjadi satu. Ia marah karena pemuda itu tidak mengindahkan peringatannya sejak awal, yang membuat mereka harus berakhir di dalam sebuah gudang pengap yang kedap udara.Jika terjadi sesuatu pada mereka berdua, tidak akan ada yang tahu. Sekali pun mereka menjerit hingga pengawasan suara, tidak akan ada yang bisa mendengar karena gudang itu merupakan tempat Ahkam dan Namla menyiksa Liana.“Seharusnya kau dengarkan kata-kataku. Aku sudah menghindarimu, tetapi kau mencari masalah, mendekatiku seperti orang yang tidak punya pek

  • Psycho Pathos   Masa Remaja yang Suram

    Hampir setiap hari Liana menjadi bulan-bulanan orang kedua orang tuanya, tumbuh menjadi sosok remaja pendiam dan kaku. Sahabat satu-satunya hanya Mahia, tidak pernah bertanya tentang apa pun yang berhubungan kehidupan tetapi sangat mengerti dengan keadaan Liana.Pernah satu ketika, Liana tidak bisa mengikutistudy toursekolah, dan kedua orangtuanya melarang, padahal itu di wajibkan, tetapi karena kejamnya orang tua Liana menolak, menolak memilih diam di rumah. Hanya Mahia yang memutuskan tidak ikut, menemani sahabatnya dari jauh, dengan berchatting melalui media sosial.Ketakutan

  • Psycho Pathos   Kembali ke Titik Awal

    Duapaper bagberukuran sedang, berisi buku tulis, buku gambar, bolpoint, dan pensil, serta beberapa makanan ringan juga minuman dingin, bertengger manis di atas meja menunggu kedatangan pemiliknya, yang sudah tidak sabar ingin Raksi temui. Liana, gadis remaja yang harus mendekam di balik jeruji besi, karena sifat buas dan kejam karena telah melakukan pembunuhan kepada orang kedua orang tuanya.Hari ini ia akan mendengarkan semua cerita Liana, kembali ke titik awal agar dapat memecahkan sebuah teka-teki, dari sejak pertama kali melihat gadis itu sudah menghantuinya. Cerita Liana adalah kunci yang harus diandingkan dengan sebuah gembok besar untuk membuka pintu besi yang menyimpan banyak rahasia.

  • Psycho Pathos   Cerita yang Hilang

    Tidak seperti biasa, siang ini ada begitu banyak wartawan yang mencari keberadaan Pandu. Ketenangan pemuda bermata elang tidak terganggu dengan berkali-kali harus menghindari kejaran wartawan yang gigih mencari jejaknya.Kasus Liana telah mengusik banyak pihak, menimbulkan spekulasi dan dugaan-dugaan yang menyudutkan gadis remaja itu, sementara Pandu sebagai penyidik ​​yang bertanggung jawab, belum juga memberikan informasi apa-apa tentang perkembangan kasus tersebut.“Masuklah, tampak tampak seperti itu,” ajak Raksi, menggeser tubuhnya ke samping, memberikan kesemp

DMCA.com Protection Status