Psikopat(Kuhabisi Suamiku Dengan Elegan 3)
Ketiga orang itu masih diam, enggan menuruti perintahku."Ayo buka pakaianmu! Atau aku yang akan membukanya secara paksa. Cepat!" Aku mendorong kepala wanita yang masih mengenakan busana itu."Dan kamu, Mas! Cepat buka pakaianmu sekarang!" perintahku pada Mas Andra."Tapi, Indah.""Tidak ada tapi-tapian. Bukankah ini yang Mas inginkan?" Aku menatapnya tajam.Namun ketiga orang itu masih diam."Baiklah. Berarti kalian suka dengan cara kekerasan. Oke."Aku mengambil sebuah botol minuman dan memecahkannya ke cermin rias. Pecahan botol itu aku todongkan pada mereka."Kalian mau melakukannya atau aku bunuh kalian sekalian.""Jangan Indah. Jangan lakukan itu! Polisi ada diluar, mereka akan menangkapmu jika sampai kau melakukan penganiayaan terhadap kami di sini." Mas Andra menakut-nakutiku."Mereka keluargaku. Mereka akan membelaku.""Tidak semudah itu Indah. Tidak ada kata saudara jika itu berkenaan dengan hukum. Bahkan profesi adikmu juga akan menjadi taruhan jika kau nekat menyakiti kami.""Aku tidak peduli. Yang penting kau mat1.""Aku mohon Indah! Jangan lakukan itu. Kau akan menyesal jika kau sampai melakukannya. Di sini banyak kamera pengawas yang mengintaimu. Kau tidak akan bisa terlepas dari kasus pembunuhan nanti. Kau harus ingat bahwa hidup di penjara itu tidak enak. Kau akan tersiksa di sana."Aku diam, mencerna kata-katanya.Benar juga, jika aku sampai kalap mata dan menghabisi nyawa mereka, kemungkinan besar aku juga akan mati secara perlahan dan pelan-pelan, busuk dalam penjara. Dan itu akan lebih menyakitkan."Oke. Kalau begitu lakukan apa yang aku perintah. Maka urusan kita selesai. Aku hanya ingin belajar bagaimana cara kedua orang ini menghiburmu, agar aku nanti dapat melakukannya di rumah."Mereka masih diam."Atau kalian mau masuk penjara dan menjadi tontonan orang. Bukankah kalian juga memiliki keluarga yang akan menonton kebiadaban kalian? Apa kalian mau keluarga kalian ikut menanggung malu atas kelakuan kalian?"Kedua wanita itu menggeleng kuat."Oke. Sekarang ayo buka pakaian kalian dan segera layani suamiku. Anggap saja aku tidak ada di sini. Bukankah kalian sudah terbiasa melakukannya bersama?""Baik, Mbak. Tapi tolong jangan sebarkan videonya." Salah satu dari wanita itu memohon."Oke. Aku tidak akan menyebarkan videonya.""Mbak janji?" Wanita yang satunya menimpali."Saya janji.""Baiklah." Kedua wanita itu membuka pakaiannya. Yang satu , sudah tidak mengenakan pakaian lagi. Mungkin tadi sudah melakukan pemanasan terlebih dahulu.Dan membayangkannya saja aku sudah merasa mual.Mereka mulai melakukan adegan dewasa sesuai dengan permintaanku. Walaupun aku melihat bahwa suamiku sedikit enggan untuk melakukannya."Jangan kamu pura-pura malu, Mas! Aku tahu bahwa kamu sangat buas di atas ranjang. Anggap saja aku tidak ada di sini. Aku hanya ingin melihat seberapa lama kamu sanggup bertahan melayani dua orang wanita sekaligus."Aku menggeser kursi, membuka sebotol minuman keras yang tersisa, menyalakan sebatang rokok dan duduk santai sambil merekam adegan yang suamiku lakukan.Anggap saja sedang menonton adegan kebaya merah yang lagi viral.*"Teriak! Keluarkan suara kalian!" Aku mencambuk kedua wanita itu secara bergantian dengan menggunakan ikat pinggang suamiku. Memaksa mereka untuk mengeluarkan suara agar Mas Andra semakin bergairah.Aku tahu bahwa suamiku sangat suka mendengar suara des*h*n. Semakin keras suara itu, maka semakin kuat pula goyangannya. Setidaknya seperti itulah pengalamanku selama sepuluh tahun menemaninya."Ayo, yang semangat! Jangan kasi kendor!" Aku terus saja meneriaki mereka agar jangan sampai berhenti. Aku benar-benar ingin melihat suamiku tersiksa atas perbuatannya. Agar dia sadar bahwa apa yang dia lakukan selama ini hanya kenikmatan sesaat semata."Itu kenapa letoi. Ayo bangunkan lagi!" perintahku pada dua wanita itu untuk membangunkan junior Mas Andra yang kini terlihat layu."Cepat! Gigit saja kepalanya agar dia bangun lagi."Salah satu dari wanita itu menuruti perintahku dengan menggigit kepala junior suamiku itu. Tentu saja Mas Andra berteriak kesakitan.Dan sekarang, teriakan Mas Andra itu sungguh menyenangkan dan membuatku semakin bersemangat untuk menyiksanya."Yang kuat gigitnya!" Aku menekan suaraku agar kedua wanita itu merasa terintimidasi.Mungkin karena ketakutan, mereka mau melakukan apapun yang aku perintah."Bagaimana, Mas? Enak?" tanyaku ketika melihat Mas Andra sudah terkapar.Suamiku itu menggeleng."Mau lagi?" Dia kembali menggeleng."Tambah?" Lagi-lagi dia menggeleng."Jera?""Jera. Ampun!" Cepat dia menjawab."Besok-besok mau lagi?"Dia kembali menggeleng. "Tidak. Ampun! Tobat. Tobat," ucapnya memohon ampunan."Oke. Kalau begitu Indah pulang dulu, ya! Semoga tidur Mas malam ini indah seperti nama Indah."Aku membalikkan badan, ingin beranjak pulang."Maaf, Buk! Saya minta kartu identitas saya dikembalikan." Salah satu dari wanita itu menahan langkahku."Oh, iya. Saya lupa." Aku mengeluarkan dua buah kartu identitas yang tadi kumasukkan kedalam tasku.Sebelum mengembalikannya, aku memotonya terlebih dahulu, agar sewaktu-waktu jika dibutuhkan aku mudah untuk mencari keberadaan mereka.Eh, tunggu dulu. Ternyata kartu yang mereka serahkan tadi merupakan kartu identitas pelajar, bukan Kartu Tanda Penduduk.Oh, ternyata suamiku penyuka anak-anak. Pantas selama ini aku sering dianggurin terus.Oke! Aku paham."Ponselnya, Buk!""Ponsel kalian saya tahan. Nanti setelah selesai baru saya kembalikan."Aku melangkah pergi."Oh, iya. Kata sandinya tadi benarkan?" Kedua bocil itu mengangguk."Oke."Aku pulang, membiarkan suamiku untuk beristirahat dengan kedua selingkuhannya. Aku yakin dalam waktu yang cukup lama junior suamiku itu tidak akan sanggup lagi untuk berdiri.*****Psykopat (Kuhabisi Suamiku Dengan Elegan 4)"Ayo pulang!" Aku mengajak Andi dan kedua temannya untuk pulang."Mana Mas Andra?" tanya Andi ketika aku keluar hanya sendiri."Sudah, biarin aja, tidak usah diurus." Aku melanjutkan langkahku."Tapi dia sudah kedapatan selingkuh, Mbak?" Kelihatannya adikku itu juga tidak suka dengan kelakuan suamiku."Biar itu menjadi urusan rumah tangga, Mbak.""Tapi Mbak, dia harus diberi pelajaran.""Maksudmu, kamu mau mengorbankan profesimu hanya demi membela Mbak?" Aku menatapnya lekat.Adikku terdiam, kemudian menggeleng pelan."Oke. Kalau begitu, biar itu menjadi urusan, Mbak." Aku kembali berjalan."Dibuatkan laporannya aja, Buk! Nanti setelah di sel tahanan, kami yang akan menghajarnya." Sekarang, teman dari adikku yang memberi usulan."Apa kalian yakin bisa melakukannya?" Aku kembali menatap mereka, satu persatu.Mereka saling menatap satu sama lain. Sepertinya mereka juga kurang yakin, bahwa sanggup untuk menghajar Mas Andra di sel tahanan. Adik
Psikopat (Kuhabisi Suamiku Dengan Elegan 5)Tiga hari berlalu, namun Mas Andra tak kunjung pulang. Aku semakin cemas dengan keadaannya. Bukannya aku takut akan kehilangan dirinya, namun yang aku takutkan jika dia kembali enak-enak dengan kedua bocil itu lagi.Aku yang sudah letih di sini, mengatur berbagai cara untuk melenyapkannya, malah dia enak-enak di sana dengan gadis-gadis belia pilihannya. Enak saja. Itu tidak boleh dibiarkan. Aku harus segera mencarinya dan menyeretnya pulang.Baru saja akan beranjak keluar, tiba-tiba ponselku berdering. Tumben ibu dari suamiku menelepon siang-siang begini. Ada apa gerangan? Biasanya dia tidak pernah menghubungi kami sudah sejak lama sekali. Baginya, atau bagi keluarga mereka suamiku adalah sebuah aib yang harus disembunyikan dan dibuang jauh-jauh.Walau begitu, ketika terjadi sesuatu pada anaknya itu, ibu mertua selalu menjadi orang nomor satu yang turun tangan duluan untuk membela suamiku. Tak penting benar atau salah, yang dia tahu bahwa k
Psikopat (Kuhabisi Suamiku Dengan Elegan 6)Taraaa. Aku pulang."Cepetan dong, Mas! Kok lambat amat sih jalannya? Indah sudah nggak sabar, nih." Aku menyeret suamiku dengan paksa, yang jalannya mengangkang sambil terseok-seok."Yang pelan dong, Sayang. Anu Mas masih sakit, nih.""Siapa suruh Mas kegatelan, coba? Masih untung ituh barang masih ada ditempatnya. Kalau kemarin sampai lepas gimana?" Aku berucap ketus."Jangan dong, Sayang. Doa kamu kok jelek amat sih sama suami sendiri.""Biarin. Orang Mas nakal sih." Aku pura-pura cuek."Namanya juga laki-laki, Sayang."Aku berhenti, kemudian menatapnya. " Emang semua laki-laki begitu, ya?""Nggak semua, sih. Hanya kebanyakan aja." Suamiku salah tingkah."Oh, gitu ya? Emangnya apaan sih bedanya antara wanita yang satu dengan wanita lainnya?" Aku merasa sedikit penasaran. Soalnya bentuknya kan sama aja. Sama-sama bulet.Eh, bulet apa segitiga ya? Coba di cek dulu!"Beda dong Sayang. Dari karakternya aja kan beda-beda. Ada yang galak, ada
Psikopat ( Kuhabisi Suamiku Dengan Elegan 7)"Ini Mas, jamunya diminum dulu!" Aku menyerahkan segelas jamu yang baru kuseduh pada suamiku. Tentu dengan gaya manja yang sengaja kubuat-buat agar suamiku tergoda."Kok dingin?" protes suamiku, ketika gelas itu baru saja menyentuh kulitnya."Tidak apa-apa, Mas. Biar seger. Nanti kalau mau panas, biar Indah yang panasin." Aku masih bersikap lembut, sembari memberi kode dengan lidah dan bibirku agar suamiku segera meminum jamu yang telah aku persiapkan untuknya."Ini jamunya beli atau racik sendiri?" "Beli dong, Mas. Tapi ini harganya mahal banget lho. Jamu ini khusus Indah pesen buat Mas seorang. Pokoknya jamu ini limited edition, deh.""Oh, gitu ya." Mas Andra mencicipi sedikit jamu itu dengan ragu-ragu.Sepertinya tingkat kewaspadaan suamiku memang benar-benar sangat tinggi. Dia sangat peka terhadap gerak-gerik orang disekitarnya. Sehingga mempersulit diriku untuk mengeksekusi suamiku ini.Aku harus bisa mengontrol emosi dan bersikap se
Psikopat (Kuhabisi Suamiku Dengan Elegan 8)[Aku sudah ada di depan. Kamu dimana? Cepat keluar!] Gadis itu kembali menghubungiku.Aku mengintip dari jendela, dan ternyata calon pelakor itu benar-benar datang ke rumahku.[Oke. Masuk saja! Pagarnya tidak dikunci.] Aku membalas pesan darinya.[Rumah kamu yang mana? Di sini banyak rumah. Titik kordinatnya juga tidak jelas.][Ya, pas yang di depan kamu. Masuk aja, pagar sama pintu nggak dikunci. Langsung aja naik menuju lantai dua. Aku ada di atas, tepat dilantai dua.]Wanita itu menoleh ke atas, tepat kearahku.Aku membuka sedikit jendela, mengulurkan tangan untuk memberi kode padanya.[Oke. Aku masuk,] jawab gadis abege itu. Lalu melangkah menuju halaman rumahku.Kira-kira anak siapa ya? Masih kecil kok sudah sangat meresahkan. Apa tidak dicariin sama orang tuanya?Aku memantau gerak gerik gadis itu melalui kamera pengawas cctv yang terkoneksi ke ponselku. Dia berjalan memasuki pagar, lalu menutupnya kembali. Lalu menuju pintu utama, mem
Psikopat (Kuhabisi Suamiku Dengan Elegan 9)Hari beranjak malam, aku baru saja selesai membedah dua orang pasien di rumahku.Setelah membersihkan badan, aku memilih untuk beristirahat sejenak, dengan duduk santai di teras depan. Dengan bertemankan secangkir kopi hitam dan sebungkus rokok dihadapan.Sembari memeriksa tiga ponsel milik gadis-gadis selingkuhan suamiku satu persatu. Mulai dari pesan chat mereka, hingga foto galeri gadis-gadis belia itu.Ternyata benar, bahwa kedua gadis itu merupakan dua orang sahabat yang cukup dekat. Dari histori media sosial mereka terlihat bahwa kedua wanita itu selalu bersama.Raut wajah mereka terlihat ayu dan cantik-cantik. Namun sayang, dengan kecantikan itu pula mereka manfaatkan untuk menjerat laki-laki hidung belang.Sampai detik ini saja, puluhan chat silih berganti masuk ke aplikasi whatsapps yang mereka punya.Namanya, Nirina, biasa dipanggil Nina. Dan dialah orang yang menghubungi suamiku kala itu.[Nin, kamu dimana, sih? Kok chat aku ngga
Psikopat (Kuhabisi Suamiku Dengan Elegan10)Aku terpaksa bergadang sampai pagi gara-gara ngurusin si bibit pelakor itu. Kok bisa ya, sudah pindah alam aja masih nyusahin orang. Kesal aku.Saking kesalnya, aku cincang-cincang aja dia sekalian sampai halus, terus potongan dagingnya aku masukin ke freezer. Lumayan kan harga daging lagi mahal. Jadi, untuk bulan ini tidak perlu beli daging lagi."Indah! Mas lapar."Begitu keluar dari kamar mandi, aku mendengar suara suamiku memanggil. Masih hidup dia rupanya."Eh, Paksu sudah bangun! Bagaimana sayang? Abis traveling kemana aja? Apa sudah lihat bagaimana bentuk neraka, belum?" tanyaku ramah sembari mendekati dirinya.Kebetulan aku baru selesai keramas, dan belum mengenakan pakaian juga. Jadi, nggak masalah juga deh, buat manas-manasin suamiku. Biasanya kalau posisiku lagi begini, Paksu pasti maksa minta dilayani. Bahkan dia nggak ngasi aku untuk berganti pakaian terlebih dahulu.Kadang suka kesel juga, sih. Abis mandi, malah harus mandi lag
Psikopat(Kuhabisi Suamiku Dengan Elegan 11)[Sayang! Entar malem Mami ngundang kamu untuk makan malam bareng. Kamu datang ya!] Aku tersenyum ketika menerima pesan dari Elvan, kekasih pujaan hatiku.[Oke, sayang. Aku pasti dateng, kok.]Segera kubalas pesan darinya.[Oh, iya. Emangnya ada acara apa, Sayang?] Aku balik bertanya.Namun, tidak ada balasan lagi dari Elvan.Menjelang sore, baru dia menghubungiku kembali.[Sayang, kamu siap-siap ya! Sebentar lagi aku dateng menjemput.]Aku langsung membalasnya.[Oke.]Aku pun berhias, menyempatkan diri untuk pergi ke salon kecantikan. Agar calon ibu mertuaku tidak lagi menganggap remeh terhadapku. Akan aku buktikan bahwa aku bisa lebih cantik dari dia.Kadang suka heran dengan mahkluk satu itu, setiap kali aku berkunjung ke rumahnya, dia selalu saja menunjukkan sikap tak suka.Ada saja yang salah pada diriku dimatanya.Namun, berkat support dari Elvan, aku masih bertahan untuk tetap melanjutkan hubungan kami."Kamu yang sabar ya, Sayang! Si
KUHABISI SUAMIKU DENGAN ELEGAN(34)Walau dari segi fisik dia jauh berubah, namun aku masih dapat mengenali gadis itu dengan jelas dari senyumannya. Sebuah senyuman yang sangat mengerikan.Seketika teringat lah aku tentang si Nenek peot yang hampir tiap malam datang menerorku dengan menceritakan perkembangan cucu kesayangan yang sering ia bangga-banggakan.Sontak aku menahan lengan Eki agar jangan keluar dari dalam mobil."Huhahuha." Aku berusaha untuk mencegahnya."Tidak apa-apa, Bude! Tidak apa-apa. Endah adalah istri saya. Dia keluarga kita sekarang.""Huhahuha," ucapku semakin panik.Kenapa bisa Eki menjadikan Endah sebagai istri. Sedangkan gadis itu bukanlah Manusia. Dia itu setengah Iblis.Eki menghela napas dalam."Aku sudah tau Bude. Eki sudah tahu semuanya. Termasuk tentang Ratu Kegelapan yang selama ini telah mempengaruhi dan memperalat Endah. Endah itu tidak jahat. Dia adalah korban dari pengaruh makhluk jahat. Dan Bude jangan khawatir. Semuanya telah berakhir. Eki dan Endah
KUHABISI SUAMIKU DENGAN ELEGAN(33)Bude? Dia memanggilku dengan sebutan Bude? Siapa dia?Aku langsung menoleh pada sumber suara itu dengan sedikit mendongakkan kepala untuk menatap wajahnya. Namun, mataku tak dapat mengenali sosok yang berdiri tepat dihadapanku itu dengan baik akibat dari sinar lampu yang menyala. Saking terbiasanya dengan kegelapan, sehingga aku tak bisa melihat dengan baik jika terpapar oleh cahaya terang benderang.Bertahun-tahun aku hidup dalam kegelapan. Ditempat asing ini tak ada penerangan sama sekali selain hanya keperluan petugas saat memberiku makan saja. Itupun hanya sebentar. Dan cuma satu kali sehari. Mereka memperlakukan aku layaknya seperti hewan, mentang-mentang aku menginap gratis ditempat ini.Aku hanya terpaku menatap pemuda itu. Benar-benar tak tahu siapa dia.Siapa orang yang sudi menjengukku di tempat kotor seperti ini selain hanya petugas yang berjaga."Bude! Sudah lama Eki mencari keberadaanmu. Akhirnya Eki bisa menemukanmu disini, Bude." Pemud
KUHABISI SUAMIKU DENGAN ELEGAN(32)Eit, tunggu dulu. Tadi apa yang sedang mereka bicarakan? Apakah mereka sedang mengghibah keluargaku?Pak Andi. Anak kecil. Korban selamat. Apaaa?Tidak. Tidak mungkin. Itu tidak mungkin. Tidak mungkin Andi melakukan semua itu. Tolong. Tolong aku. Aku ingin keluar dari tempat ini. Tolong aku. Pak Presiden! Pak Jokowi! Pak Prabowo! Pak Kapolri! Pak Panglima TNI! Pak Menkopolhukam! Tolong! Tolong aku! Tolong bebaskan aku dari sini! Mereka telah menyekapku disini, Pak. Mereka semua biadab. Biadab! Biadab! Biadab....Eh, kok aku malah teriak-teriak nggak jelas seperti Nek Tarwiyah yang viral itu ya? Hem...."Hei! Kamu kenapa lagi? Bisa diem nggak? Jadi beban aja.Nyusahin hidup orang aja kerjaan kamu. Sudah bosen hidup atau gimana? Kalau masih mau hidup, bagus-bagus aja deh jadi orang. Masih banyak yang ingin kami urusin selain ngurusin kamu. Kamu kira kerjaan kami cuma ngurusin kamu aja, apa?"Lah, malah ngomel. Mana mukanya jutek amat lagi. Bikin moodku
KUHABISI SUAMIKU DENGAN ELEGAN(31)Aku terpaku mendengar penuturan darinya.Kalau bukan memikirkan bahwa dia adalah adik kandungku, sudah aku cincang-cincang pria yang ada dihadapanku ini sampai habis tak tersisa.Andi melepaskan tangannya dari genggamanku, lalu bergegas naik kelantai atas. Aku hanya pasrah dengan mengikutinya dari belakang.Di lantai dua, Andi menemukan Endah sedang tergolek lemah diatas ranjang dengan kaki dan tangan sedang terikat tali rami. Entah bagaimana anak itu bisa melakukannya.Mengikat dirinya sendiri seolah-olah seperti seorang korban kekerasan.Pandai sekali dia bersandiwara."Ya ampun, Mbak.Kenapa kamu tega melakukan ini kepada anak kecil? Siapa sebenarnya anak kecil ini, Mbak? Kenapa kamu menyiksanya?""Huhahuha." Aku memberi kode dengan sebelah telapak tangan memberitahu bahwa bukan aku pelakunya. Ya kali aku bisa mengikatnya dengan sebelah tangan. Tapi kalau untuk mengeksekusinya aku masih mampu.Segera Andi menolong anak kecil itu dengan membuka seluru
KUHABISI SUAMIKU DENGAN ELEGAN(30)Setengah jam kemudian kami baru sampai."Huhahuha!" Aku menyuruh Endah membantu untuk mengangkat kotak-kotak berisi daging cincang dari dalam mobil ke teras rumah dengan memberi kode dengan jari telunjuk dan juga gerakan tubuhku."Ini apa isinya, Mbak?" tanya Driver mobil itu ketika membantu menurunkan sebagian kotak milikku. Tampaknya dia curiga dengan isi dalam kemasan itu."Huhahuha," jawabku yang mungkin dia tidak mengerti dengan apa yang aku katakan."Oh," ucapnya, tanpa banyak bicara lagi.Sok paham. Tapi bagus juga. Dari pada dia banyak bicara, lebih baik dia diam saja. Takutnya nanti aku tersinggung dan khilaf membunuhnya.Setelah kotak-kotak itu terkumpul, aku segera membayar ongkos yang tertera di aplikasi tersebut secara cas. Sekalian beserta dengan uang tipsnya."Makasih, Mbak!" ucapnya sembari pergi meninggalkan rumahku.Aku menghela napas lega sembari menatap ke arah tumpukan kotak-kotak itu yang terlihat lumayan banyak.Kemana ya aku
KUHABISI SUAMIKU DENGAN ELEGAN(29)"Halo, Pak Andi! Kami telah sampai di rumah Anda, Pak. Apakah ada tugas lain yang ingin kami kerjakan?" Salah seorang personil berseragam coklat itu menelepon adikku ketika sebentar lagi mobil yang kami tumpangi akan sampai dipekarangan rumahnya."Oke, Pak Marpaung. Terimakasih atas bantuannya. Untuk saat ini tidak ada lagi, Pak. Oh iya, tolong berikan telepon itu pada Kakak saya, Pak! Saya ingin bicara sebentar.""Oh, oke Pak. Siap. Siap. Buk. Bapak mau bicara." Personil yang bernama Marpaung itu menyerahkan telepon genggamnya padaku. Dia tampak tersenyum, seperti sedang mengejekku ketika menyodorkan benda pipih itu.Oke. Tertawalah sepuasnya sebelum ajal datang menjemputmu, anak muda. Tertawalah engkau sekarang, sebelum besok kau akan menangis bersujud minta ampunan di kakiku. Oke."Mbak! Sri dan anak-anak sedang tidak berada di rumah sekarang. Mereka pergi ke rumah orang tuanya. Kata Sri kemarin Eka diare karena keracunan makanan. Jadi, saat ini d
KUHABISI SUAMIKU DENGAN ELEGAN(28)"Tunggu, Bu! Ibu mau kemana?" Salah seorang perawat laki-laki menghentikan langkahku."Huhahuha.""Tapi Ibu tidak boleh pulang dulu, Bu. Ada beberapa prosedur yang harus diselesaikan oleh keluarga ibu, baru nanti ibu boleh pulang," ucapnya lagi."Huhahuha.""Iya. Iya. Saya ngerti. Ibu pasti sudah tidak betah berlama-lama di sini kan?""Huhahuha.""Jadi apa? Kenapa ibu ingin pulang? Apa ibu ditinggalkan oleh keluarga ibu?"Sepertinya insting perawat laki-laki ini tidak sekuat yang cewek kemarin. Banyak bahasa isyarat yang aku peragakan tidak terdeteksi olehnya. Bodoh sekali dia."Huhahuha.""Iya. Iya. Lebih baik ibu kembali lagi ke ruangan ibu. Ayo sini saya antar, Bu. Supaya nanti tim Admin kami menghubungi keluarga ibu untuk menjemput."Hadeh. Dasar ini anak ya. Nggak ada jiwa toleransinya sama sekali. Untung di sini banyak orang dan sedang menjadikan aku sebagai bahan tontonan. Kalau tidak, sudah habis pemuda ini aku sikat dan lato-latonya aku jadi
KUHABISI SUAMIKU DENGAN ELEGAN(27)"Bu Indah untuk hari ini masih harus menjalani perawatan di sini, Pak. Mungkin besok baru diperbolehkan pulang," ucap salah satu perawat yang sedang menanganiku, memberitahu pada Andi ketika adikku itu bertanya kapan aku boleh pulang."Oh, iya Sus. Apakah pita suara kakak saya masih bisa kembali?" tanya Andi lagi kepada gadis yang memakai seragam serba putih itu. Cantik sih. Tapi kejam. Sudah tau orang sakit, malah di suntik."Nanti ditanyakan aja pada Dokternya langsung ya, Pak. Sore nanti Dokternya baru masuk untuk memeriksa Bu Indah," jawab perawat muda itu."Oh, baik lah, Sus. Terimakasih atas perhatiannya pada Kakak saya.""Sama-sama, Pak. Ini memang sudah menjadi tugas kami," ucap perawat cantik itu dengan ramah, lalu berpindah tempat untuk memeriksa pasien yang lain.Aku meraih leherku yang terasa masih sakit di tenggorokan. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di dalam sana, sembari berdehem agar suaraku balik lagi."Huhahuha." Namun pita suar
KUHABISI SUAMIKU DENGAN ELEGAN(26)Oke. Aku harus kembali bersikap elegan seperti ciri khasku selama ini. Apalagi ini adalah kesempatan terakhirku untuk hidup. Aku harus bisa mempertahankan sikap konsistensi seperti selama ini aku perbuat.Aku tidak boleh terlihat cengeng, apalagi di depan anak ingusan seperti Endah. Masa aku harus kalah dengan anak kecil?"Oke. Ini kan yang kamu mau?" Aku mengangkat sedikit gelas yang ada di tanganku, lalu mendekatkannya ke wajah anak itu. Biar dia dapat melihat bahwa aku tidak takut mati sama sekali. Justru, aku berterima kasih kepadanya karena berkat dialah keinginanku selama ini dapat terwujudkan.Oke. Aku langsung meminum air di dalam gelas itu hingga tandas tak tersisa. Rasanya sedikit agak pahit.Benar saja seperti dugaanku, bahwa air ini telah dicampur oleh zat kimia."Hahahaha." Aku kembali tertawa lepas setelah meneguk air itu. Menyambut kematianku. " Hahahaha. Terima kasih anak kecil. Terima kasih karena telah mengabulkan permintaan Tante.