Dia menuju meja makan, duduk dan menikmati nasi goreng yang aku buatkan. Lalu meminum teh yang aku suguhkan. Sebelum pergi, dia memberikan aku kartu ATM.
"Ini, ATM pin nya tanggal ulang tahun saya. Kamu boleh pakai uang itu untuk belanja keperluan mu"
"Makasih, mas" Ternyata dia ada baiknya sedikit. Memberikan aku ATM untuk belanja.
"Aku pergi dulu"
"Ya, mas. Hati-hati!"
Aku mengantarnya sampai pintu, mengulurkan tangan untuk menyalami tangannya. Dia menatapku sejenak sebelum mengulurkan tangannya. Segera ku sambut dan menyalami tangannya. Setelah itu dia pergi.
Aku kembali ke dapur, membersihkan peralatan masak. Lalu mulai menyapu rumah. Rasanya melelahkan, membersihkan rumah ini seorang diri.
Aku beranjak ke kamar Arga. Membuka lemari, mencoba mengenali apa saja yang Arga punya. Lalu beralih pada laci. Disana ada koleksi jam tangan Arga yang terlihat mahal-mahal. Kemudian koleksi dasi nya yang beragam. Semua isi lemarinya aku harus ingat. Karena untuk seterusnya aku yang harus menyiapkan kebutuhannya.
Setelah mengingat semua letak barang-barang Arga, aku mulai membersihkan kamar Arga. Setelah itu duduk di depan meja rias milik Arga, disana tersusun rapi mulai dari parfum, minyak rambut dan pelembab wajah. Ada banyak macam ragam parfum. Aku mencobanya sedikit, mengingat parfum kesukaan Arga, lalu merek minyak rambut dan pelembabnya. Aku hanya ingin mengenali kesukaan Arga.
Beranjak keluar kamar Arga, lalu menyalakan televisi. Di lantai bawah. Lagi asik nonton televisi, ada bunyi bel. Sepertinya ada tamu. Aku segera membukakan pintu.
Aku terkejut, saat melihat tamu yang datang. Seorang wanita cantik, memakai rok mini dan baju terbuka lehernya. Pakai high heel berwarna coklat muda. Rambutnya tergerai sampai pundak. Wajahnya dihiasi make up yang cukup tebal. Aku perhatikan wajahnya baik-baik, flek hitam di wajahnya terlihat samar. Cantik karena make up.
"Mau cari siapa, mbak?"
"Arga mana?" Bukannya menjawab ucapanku dia malah tanya balik.
"Dia sudah pergi ke kantor, mbak siapanya Arga ya?"
Dia tersenyum sinis menatapku,
"Aku pacarnya Arga" Jadi ini pacarnya Arga, perempuan yang dipilih Arga daripada aku.
"Dan aku istrinya Arga" Aku menekankan kata istri pada perempuan itu.
"Istri apaan? Kamu cuma pembantu Arga di rumah ini!" Aku terkejut mendengar ucapannya. Sepertinya dia sudah tau kalau Arga telah menikah.
"Jaga ucapannya ya? Lebih baik sekarang kamu pergi dari rumah ini!" Aku mengusirnya dengan kasar.
"Jangan sok belagu jadi orang, palingan sebentar lagi kamu di ceraikan oleh Arga" Dia berlalu meninggalkan ku.
Rasanya pengen menjambak rambutnya. Dasar wanita bodoh. Sudah jelas Arga telah menikah tapi masih tetap mau di jadikan pacar.
Cantik juga kagak, kalau bukan karena make up wajahnya itu pasti jelek. Sombong sekali. Aku kesal mendengar perkataannya. Enak saja bilang perceraian di depan mataku.
****
Semenjak kepergian perempuan itu, aku langsung berpikir keras. Arga sepertinya sudah memberitahu semua tentang pernikahan kami padanya.
Tidak ada rasa khawatir sedikitpun dari raut wajahnya saat bertemu denganku. Dengan mudahnya dia mengatakan bahwa aku hanyalah pembantu di rumahnya Arga. Benci sekali dengar ucapan perempuan itu.
Aku segera membersihkan seisi rumah. Hari ini aku berencana untuk pergi ke rumah Mamanya Arga. Aku ingin menjalin hubungan baik dengan mertuaku itu.
Aku segera memesan taksi online untuk pergi ke rumah mertuaku. Setelah sampai aku langsung mengetuk pintu rumah mertuaku.
Terdengar seseorang membukakan pintu rumah. Ternyata itu pembantu yang bekerja di rumah mertuaku.
"Non Susan? Silahkan masuk!" sapanya padaku.
"Mama ada, Bik?" tanyaku langsung.
"Ada, Non. Lagi di kebun belakang rumah!" jawabnya.
"Ya sudah, aku kesana saja", ucapku sambil memasuki rumah. Aku langsung menuju halaman belakang rumah mertuaku.
Mama mertuaku tengah asyik menyiram tanaman yang tumbuh subur di halaman belakang rumahnya itu.
Ada beberapa jenis sayuran, tomat, seledri, cabe rawit dan juga cabe keriting. Aku takjub melihat isi kebun belakang mertuaku. Ternyata dia hobby berkebun.
"Wahh ... tanamannya tumbuh dengan subur ya, Ma?" sapaku sambil mendekati mertuaku.
Dia langsung menoleh kaget ke arahku. Mungkin dia tidak menyangka aku akan datang berkunjung hari ini.
"Susan? Sejak kapan datang, Nak? Nggak kasih kabar mama juga", dia meletakkan slang air lalu mendekatiku.
Aku segera menyalami tangan Mama mertuaku.
"Baru sampe kok, Ma. Bosan sendirian di rumah. Mas Arga juga sudah pergi bekerja", balasku.
"Papanya Arga juga sudah pergi ke kantor, mama juga sebenarnya tanam ini semua untuk menghilangkan kebosanan. Rasanya menyenangkan sekali melihat tanaman ini tumbuh subur."
"Aku di rumah juga punya kebun kecil di belakang rumah, Ummi juga suka nanam sayuran. Tapi lebih rame di sini kayaknya. Mama nanam sayuran beraneka ragam", balasku.
"Enak lho, kalau mau tumis sayur, tinggal metik. Semuanya segar-segar. Nanti kalau kamu mau bawa pulang, mama bisa ambilin kok", tawarnya.
"Tidak usah, Ma. Sayang aja di petik. Susan suka lihatnya rame kayak gini", ucapku.
"Kamu sudah makan siang? Kita makan bareng yuk? Bik Atun pasti sudah selesai masak!" ajak Mama mertua padaku. Aku mengikuti langkah kaki Mama mertua menuju ruang makan.
"Ayo, Susan. Duduk!" ajak Mama padaku.
"Baik, Ma!" aku meraih kursi lalu mendudukinya. Di meja makan sudah terhidang berbagai macam makanan.
"Wahhh...banyak sekali menunya, Ma! Ini Bik Atun semua yang masak, Ma?" tanyaku heran.
"Ya nggak dong sayang! Bik Atun cuma masakin sayuran sama nasi serta nyiapin bahan masakan, selebihnya mama yang masak", ucapnya tersenyum kecil.
"Tiap hari Mama masak kayak gini?" tanyaku heran.
"Ya, ini sudah biasa buat mama!" jawabnya singkat.
Aku meraih piring lalu menyendok sedikit nasi. Melihat isi meja makan yang penuh dengan menu aku sampai pusing mau makan apa.
"Ayo, Nak! Ambil lauknya!" ucap Mama padaku.
"Aku sampai pusing mau milih apa, Ma!" ucapku langsung.
Mama tersenyum kecil. Dia meraih sepotong ayam goreng lalu meletakkan di atas piringku.
"Mau ikan bakar, Nak?" tanya Mama padaku.
"Jangan, Ma! Habisin ini dulu!" ujarku menunjuk isi piringku yang tengah penuh oleh lauk pauk. Ada ayam goreng yang Mama berikan tadi, aku juga mengambil sedikit cumi goreng. Sayur tumis kangkung juga sudah aku ambil.
Mama tersenyum melihat isi piringku.
"Kamu harus makan yang bergizi, biar cepat hamil!" ucap Mama. Aku urung menyuap nasi ke dalam mulutku. Bagaimana mau hamil? Bahkan tidur saja kami pisah kamar.
Mama menatap wajahku yang terlihat murung mendengar ucapannya.
"Kamu kenapa? Kom sedih dengar ucapan mama?" tanyanya heran.
"Bukan apa-apa, Ma!" balasku.
"Arga tidak jahatin kamu, kan?" tanyanya dengan penasaran.
"Dia baik kok, Ma", ucapku.
"Kalau Arga buat kamu sedih, segera lapor sama mama. Nanti mama nasehatin dia!" balas Mama.
Selesai makan aku dan Mama berbicara di ruang tamu."Ma, sebelum menikah denganku apa Mas Arga punya pacar?" aku ingin tahu apakah Mama mengenal pacar Arga yang datang tadi pagi ke rumah.Mama terkejut mendengar pertanyaanku."Apa kamu sudah bertemu dengan perempuan itu?" ternyata Mama sudah tahu pacar Arga itu. Aku menjadi sedih karenanya."Sudah, Ma. Tadi pagi dia datang ke rumah mencari Mas Arga!""Apa? Jadi Arga belum juga putus dari perempuan itu?" Mama terlihat marah mendengar semua itu."Kalau Mas Arga sudah punya pacar, kenapa Mama menjodohkan dia denganku, Ma?" tanyaku dengan hati sedih dan juga penasaran."Kamu lihat penampilan dia kan? Pakaiannya saja sungguh tidak sopan. Mama dan Papa tidak suka dengan pribadinya dia. Mau keluarga seperti apa yang akan Arga bina? Jika sampai menikah dengan perempuan seperti itu?""Tapi Mas Arga sepertinya sangat mencintai perempuan itu, Ma!"Mama menatapku dalam.
Aku kembali memasuki kamar. Ucapan Arga memenuhi isi kepalaku. Apa dia tak menganggapku sedikitpun karena pakaian yang aku gunakan ini?Aku melepas hijab instan yang melekat di kepalaku. Melepas ikatan pada rambutku yang panjang sepinggang. Rambut hitam legam dan sangat lurus. Aku meraih sisir lalu berdiri di depan meja rias. Menyisir rambutku dengan lembut.Wajah oval dan bibir tipis yang aku miliki semakin sempurna dengan geraian rambut panjangku. Arga belum pernah sekalipun melihat penampilanku saat tam memakai hijab.Jika di bandingkan dengan pacarnya yang datang tadi pagi itu, aku tak kalah cantik dengannya. Wajah mulus yang aku miliki berbanding terbalik dengan wajah perempuan itu. Wajahnya jelas sekali cantik karena make up yang dia gunakan. Jika tanpa make up sedikitpun aku yakin wajahnya jauh lebih jelek dariku.Postur tubuhnya juga tak bisa mengalahkan postur tubuhku. Aku jauh lebih tinggi darinya. Jika aku memakai pakaian yang dia g
Aku menunggu Arga pulang dari kantor. Hari sudah menjelang magrib, selesai sholat magrib aku menunggunya di ruang tamu.Aku gegas membukakan pintu saat terdengar suara mobil Arga memasuki garasi."Mas?" ku ulurkan tangan dengan cepat untuk menyalaminya saat dia melangkahkan kaki memasuki rumah.Dia menatapku sekilas. Ditangannya ada bekal yang aku berikan padanya tadi pagi."Ini!" dia menyerahkan kotak makan siang itu padaku. Aku meraihnya lalu dia berlalu meninggalkanku memasuki kamarnya.Ah, dia sedingin es. Bahkan dia tak membiarkan aku bicara sedikitpun. Sampai kapan dia berlaku seperti ini?Aku segera membawa kotak makan siang itu ke dapur. Aku membuka isinya. Hatiku langsung kecewa. Semua makanan yang aku persiapkan itu, tidak satupun dia sentuh. Semuanya masih utuh seperti semula.Aku terduduk lemah di meja makan. Menatap hidangan makan malam yang sudah aku persiapkan untuknya. Akankah dia kembali tak mau menikmatinya?
"Vani, tolong anterin aku pulang!" pintaku pada Vani sambil melepaskan diri dari pelukannya."Baiklah, tapi kamu tidak apa-apa kan?""Aku baik-baik saja, kok!" ucapku pelan.Aku menaiki mobil Vani. Sepanjang jalan pikiranku dipenuhi oleh tawa ceria Arga bersama Anita. Mereka seperti pasangan yang saling mencintai satu sama lain. Apa benar akulah yang menjadi penghalang di antara mereka?Jika Arga sangat mencintai perempuan itu, kenapa dia tidak memperjuangkannya? Kenapa dia malah mau di jodohkan? Apa sebenarnya alasan dari semua perjodohan antara aku dan Arga. Mama mertua bilang mereka tidak suka karenapenampilan Anita seperti itu. Tapi menurutku, kita tidak bisa menilai seseorang dari apa yang dia pakai.Banyak teman-temanku yang tidak berhijab tapi hatinya mulia. Contohnya Vani. Dia anak tunggal dari seorang ayah yang sangat agamais. Tapi dia tidak memakai hijab. Walaupun begitu, jangan ragukan akhlaknya. Dia bahkan tidak pernah
"Kamu berani menjawab ucapanku, ya?" Arga marah mendengar ucapanku."Aku tidak membantah ucapanmu, Mas! Tapi aku tidak suka perempuan ini merendahkan pernikahan kita!"Arga menatapku heran. Mungkin dia tak menyangka aku bisa melawan seperti ini. Selama ini aku selalu diam saat dia berkata kasar ataupun tidak mengindahkan kehadiranku."Sudah, sana bikinin minuman! Aku capek! Aku tidak ingin melihat ada keributan lagi!" ucap Arga. Dia melangkahkan kaki berlalu meninggalkanku menuju kamarnya. Perempuan itu malah dengan santainya mengikuti Arga memasuki kamar itu. Hatiku rasanya benar-benar terluka. Arga membawa perempuan itu memasuki kamarnya.Apa selama ini perempuan itu sudah terbiasa disini? Apa dia sudah biasa keluar masuk rumah ini sebelum Arga menikahiku?Aku terpaksa pergi ke dapur. Menyiapkan minuman untuk mereka. Di kulkas ternyata ada buah mangga. Aku langsung membuat jus mangga untuk Arga dan perempuan itu.Setelah selesa
Arga hanya diam saat menikmati hidangan itu. Aku sebenarnya penasaran dengan komentarnya. Tapi aku tak ingin mengganggu dia makan dengan cara bertanya sekarang. Nantilah, saat dia selesai baru aku akan bertanya.Arga menyeruput teh es yang aku buatkan untuknya. Dia telah selesai makan. Semua hidangan yang aku masak dia cicipi. Hanya bersisa sedikit di atas meja. Akupun juga sudah selesai makan."Bagaimana, Mas? Apa kamu suka dengan masakanku?" pertanyaan itu baru aku tujukan saat dia me lap tangan dan mulutnya dengan tisu.Dia menatapku sekilas. Lalau bangkit."Mas?" ku panggil lagi namanya berharap dia memberikan aku jawaban."Aku makan hanya karena aku lapar! Bukan karena suka!" ucapnya sambil berlalu meninggalkan meja makan.Aku menelan saliva mendengar ucapannya. Apa benar ucapannya? Aku merasa dia berbohong. Tapi itu tak masalah buatku, yang terpenting dia mau menikmati masakanku. Itu sudah membuat aku sedikit bahagia.Setelah ma
"Apa kamu pikir Arga akan tertarik padamu? Tidak mungkin! Aku mengenal Arga sudah lama. Aku tahu semua kriteria wanita idaman Arga. Dan itu tidak satupun melekat pada dirimu!""Mungkin sekarang memang benar ucapanmu. Arga belum bisa menerimaku menjadi istrinya, tapi aku yakin Tuhan tidak akan sia-sia mempersatukan kami!" jawabku.Wanita itu tertawa mengejek mendengar ucapanku."Jangan bawa-bawa nama Tuhan! Kalian menikah hanya karena perjodohan yang di paksakan oleh masing-masing keluarga kalian!" balasnya."Seharusnya kamu yang sadar diri, tidak ada lagi yang bisa kamu harapkan dari Arga. Dia juga tidak akan mungkin menikahi kamu!" balasku."Siapa bilang? Tak akan lama lagi, setelah semua urusan Arga selesai, dia akan segera menceraikan kamu! Dan kami akan segera menikah!"Aku kaget mendengar ucapan perempuan itu. Urusan apa yang Anita maksud? Apa Arga sedang merencanakan sesuatu?"Tidak semudah itu kamu menentukan perceraian k
Aku turun dari mobil Mama yang mengantarkan aku ke rumah. Setelah hampir setengah hari di rumah mertuaku.Banyak hal baru yang Mama mertua ajarkan padaku mengenai Arga. Aku akan mulai dari memasak makanan kesukaan Arga.Hari masih siang, aku butuh beberapa bahan masakan yang tidak tersedia di rumah. Setelah memeriksa dapur dan isi kulkas, aku memutuskan untuk belanja ke swalayan.Hari ini aku ingin membuat masakan yang istimewa untuk Arga. Aku segera memesan taksi online untuk mengantarkan aku ke swalayan.Tak butuh waktu lama, taksi online pun datang. Setelah sampai swalayan, aku memilih barang apa saja yang aku butuhkan untuk memasak.Setelah selesai belanja, aku gegas membayar belanjaanku lalu kembali memesan taksi online untuk pulang ke rumah.Hari masih lima sore saat aku mulai asyik memasak di dapur. Hari ini aku ingin memasak spageti carbonara. Aku asyik memegang handphone melihat resepnya dari internet. Aku juga ingin memasak beef st
"Susan, aku tunggu kamu di bawah! Cepetan dandannya!" ujar Arga sambil meraih jam tangannya di atas nakas lalu beranjak meninggalkan kamar.Aku menganggukkan kepala sedikit kearah Arga saat dia melirikku sebelum tubuhnya menghilang dari balik pintu kamar.Dengan cepat aku memilih gaun yang sekiranya bisa di sukai oleh Arga. Aku ingin memenuhi permintaan dia tadi sore untuk dandan secantik mungkin.Setelah selesai berdandan, aku keluar menuju ruang tamu tempat Arga sedang menungguku sambil memainkan handphonenya."Mas, ayo berangkat!" ajakku pada Arga yang tak menyadari kedatanganku.Dengan cepat dia menoleh kearahku lalu terlihat matanya memandang terpana akan penampilanku kali ini.Aku jadi bingung dengan reaksi Arga kali ini. Biasanya, dia akan langsung berkomentar tapi tidak untuk kali ini. Dia hanya diam lalu buru-buru mengalihkan pandangannya."Apa penampilanku tidak membuatmu puas?" kalimat pertanyaan itu terlontar begitu saja karena heran dengan sikap Arga kali ini.Arga menole
Beberapa hari setelah aku minta Arga untuk menjaga jarak dengan Anita, aku tidak pernah lagi melihat wajah perempuan itu. Anita bahkan tidak pernah datang lagi ke rumah maupun ke kantor. Selama di kantor, Arga juga terlihat fokus dalam bekerja bahkan ketika makan siang Arga lebih memilih untuk makan siang denganku. Para karyawan mulai mengetahui bahwa aku adalah istrinya Arga. Sikap mereka perlahan mulai berubah padaku, yang awalnya cuek serta enggan menyapaku satu persatu mulai mendekatiku. Mulai bersikap ramah kepadaku bahkan ada yang secara terang-terangan mengucapkan selamat kepadaku. Oleh karena itu, aku bisa leluasa keluar masuk ruangan kerja Arga. Arga terlihat lebih fokus dalam bekerja dan itu membuat Papanya merasa senang. Menyaksikan perubahan sikap anaknya itu. Siang itu Papa meminta aku dan Arga memasuki ruang kerjanya. Setelah mempersilahkan kami duduk, Papa mulai bicara."Papa senang dengan perubahan sikap kamu dalam bekerja, Arga. Begitupu
Setelah selesai makan dan membayar tagihannya Arga langsung membimbing tanganku menuju toko yang menjual baju, tas serta sepatu."Silahkan kamu pilih apapun yang kamu mau!""Mas mau beli apa?" tanyaku padanya."Aku rencananya mau beli jam tangan." Aku tersenyum mendengar jawaban Arga."Bagaimana kalau kita beli jam pasangan aja, Masm" tawarku."Boleh, tapi aku yang pilih, ya?"Nggak apa-apa, Mas. Aku suka apapun yang Mas belikan untukku," jawabku langsung. Arga membimbing tanganku menuju toko yang menjual jam tangan saat sampai di sana Arga langsung meminta pelayan untuk memberikan dia beberapa pilihan jam untuk pasangan."Aku ingin yang terbaik, berapapun harganya itu bukan masalah," ucap Arga.Pelayan itu mendengarkan perkataan Arga lalu memberikan jam yang paling bagus serta mahal. Saat melihatnya aku langsung terbelalak harganya sangat mahal dan aku sebenarnya keberatan jika Anda membeli
"Sehabis sarapan nanti sebaiknya kamu tidak usah masak makan siang," kata Arga padaku. Aku menatap heran pada Arga."Ada apa? Kenapa aku tidak boleh masak untuk makan siang nanti?" tanyaku padanya."Aku akan membawamu periksa kesehatan ke dokter dan aku sudah membuat janji dengan dokter," jawab Arga."Jam berapa, Mas?" "Nanti jam 11 siang. Makanya kamu tidak usah masak untuk siang ini. Kita makan di luar saja sekalian aku ingin membawamu nonton di bioskop," ucap Arga Mendengar Arga ingin mengajakku untuk menonton di bioskop wajahku langsung bersemu merah. Aku sangat bahagia sekali karena baru kali ini Arga mau membawaku pergi keluar untuk jalan. Selama ini jika hari libur kerja Arga selalu menghabiskan waktunya dengan Anita. Dia tidak pernah memperdulikan aku sendiri di rumah ini."Benarkah? Mas ingin mengajak aku nonton di bioskop?" tanyaku padanya."Apa kelihatannya aku bercanda?" jawab Arga "Tidak, sih! A
"Silahkan kamu pilih pakaian yang ingin kamu beli!" ujar Arga padaku. Aku mulai memilih beberapa pasang baju kerja untukku. Sedangkan Arga, dia tengah sibuk duduk di pojokan toko sambil memainkan handphonenya. Aku hanya memilih beberapa pasang saja. Setelah merasa cukup, aku segera membayarnya di kasir."Mas, aku sudah selesai. Dan juga sudah aku bayar. Mari kita pulang?" ajakku padanya.Arga melirik belanjaan yang aku tenteng. Dan langsung berkomentar."Kamu beli berapa pasang? Kenapa cepat sekali?" tanyanya."Ada beberapa pasang, Mas. Nanti kalau kurang kan kita bisa beli lagi," bujukku."Ya sudah, ayo kita pergi. Aku lapar. Sebelum pulang kita makan dulu."Aku hanya mengangguk mendengar ucapan Arga. Sebenarnya aku juga tengah kelaparan. Kami makan di kafe yang ada di Mall itu. Saat menunggu makanan datang, aku mulai bicara pada Arga."Mas, apa selama ini kalau siang hari Mas selalu pergi
"Sudahlah, kamu sudah tahu bagaimana sikap Arga. Kamu yang memutuskan untuk tetap bertahan padanya, lalu kenapa kamu masih menangis saat dia membela Anita?" ucapan Diandra membuatku menatapnya dalam."Mas, aku tahu hubungan mereka seperti apa. Aku sudah melakukan segala macam cara untuk bisa menarik sedikit saja perhatian Arga. Tapi, kenapa dia tak bisa memberiku sedikit kesempatan?" Isak tangisku semakin kencang. Rasanya ingin segera menyerah, aku tak kuat lagi menahan rasa cemburu tiap kali Arga lebih membela Anita daripada aku. Saat dia selalu membenarkan perkataan Anita, semua itu membuatku sakit hati. "Arga itu sudah di butakan oleh rasa cintanya pada Anita, jadi percuma saja kamu berharap dia akan memilihmu. Kamu hanya akan semakin terluka. Lebih baik sebelum semuanya terlambat, kamu meyerah saja dan fokus mencari kebahagianmu saja!" "Tapi, Mas! Aku tidak bisa. Aku sudah terlanjur mencintai Arga. Aku tidak bisa menyerah begitu saja."Diand
"Mas, aku bawa bekal makan siang dari rumah. Mau makan dimana? Di mobil?" tanyaku pada Arga sambil menenteng bekal makan siang itu."Ya sudah, bawa saja. Kita makan siang di restoran saja.""Nggak boleh dong Mas? Bawa makanan ke restoran. Aku makan di kantor saja ya? Ini bekal makan siang Mas. Mas bisa makan di ruangan kerja, Mas!" Ku sodorkan bekal makan siang Arga padanya."Kamu kenapa sih? Apa kamu mau makan bareng sama Diandra itu?" "Mas yang aneh, kenapa marah-marah nggak jelas seperti ini. Aku ada meeting nanti jam dua sama Diandra. Dan aku tidak mau telat. Aku balik masuk ke kantor dulu ya?" pamitku pada Arga.Arga yang sudah duduk di kemudi mobil, tak bisa menahan langkah kakiku menjauh dari mobilnya. Aku langsung menuju kantin dan makan di sana.Samar-samar aku mendengar pembicaraan para karyawan yang tengah makan di meja yang sedikit jauh dariku."Hei, kalian lihat nggak? Tadi, Pak Arga dan Pak Diandra lagi-la
"Selama di kantor, kamu harus menjaga sikap. Karyawan kantor belum banyak yang tahu kalau aku sudah menikah. Hanya pejabat penting perusahaan yang tahu bahwa aku sudah punya istri. Jadi, jaga sikapmu! Panggil aku Bapak, seperti yang lainnya!" "Baiklah!" jawabku dengan sedikit kesal. Pernikahan ini bukanlah pernikahan yang dia kehendaki. Mungkin itu sebabnya, dia tidak ingin orang lain tahu bahwa akulah istrinya.Walaupun kesal, aku mencoba untuk tetap mengalah. Biarlah, suatu saat nanti akan ada masanya dia yang akan memperkenalkan aku sebagai istrinya.Setelah sampai di kantor, Arga langsung mengantarku ke ruangan direktur perusahaan yaitu ruangan Papa mertua."Pa, ini karyawan baru Papa sudah datang!" ucap Arga pada Papa.Aku langsung menyalami Papa mertua. "Susan, di kantor ini semuanya bekerja secara profesional. Tidak ada pengecualian baik untuk Arga ataupun dirimu. Papa harap, kamu bisa bekerja dengan baik," ujar Papa.
"Papa dengar Susan mau bekerja? Apa betul, Nak?" tanya Papa mertua padaku.Aku sedikit meremas ujung bajuku dengan perasaan sedikit takut. Wajah Arga seketika berubah saat mendengar orangtuanya bicara soal pekerjaan padaku."Benar kan, sayang? Susan sudah bicara itu sama Mama tadi siang. Makanya Mama segera menghubungi Arga untuk datang ke sini malam ini," jawab Mama.Aku tak menyangka sedikitpun, kalau Mama mertua akan langsung membicarakan soal pekerjaan itu pada Papa hari itu juga. Arga langsung mengajakku ke rumah orang tuanya sesaat setelah dia pulang dari kantor tadi."Kalau Papa dan Mas Arga tidak setuju, Susan tidak keberatan kok!" jawabku dengan sedikit pelan. Aku tak kuasa menatap wajah Arga yang terlihat tidak suka kalau aku bekerja."Iya, Pa! Untuk apa juga Susan bekerja. Lebih baik dia di rumah saja. Lagian, aku masih bisa memenuhi semua kebutuhannya!" ucap Arga dengan yakin."Bukan soal nafkah yang kamu berikan, Arg