“Kamu ingin Anbar berperang dengan Ardasyr?” sahut salah seorang penolak ide pengujian langsung itu.“Kita bisa bersiap untuk itu. Demi Anbar dan demi Ketua Agung!” balas salah seorang yang pro pengujian langsung itu antusias.Kemudian, salah satu dari mereka meminta semua yang dalam aula itu untuk tenang.Ghassan berdehem.“Tolong jangan gegabah! Dibawah ketua Agung Yarim, Ardasyr bisa menjadi lawan yang sulit untuk dikalahkan,” tegur Ghassan penuh penekanan.“Ghassan, haruskan kita menunggu hingga Penjaga Agung lumpuh dan Anbar huru-hara? Tak ada salahnya kita menguji langsung penduduk Shrim untuk mencari Darah Malaikat. Perintahkan saja! Tim khusus akan menjaga Anbar dari Ardasyr,” sahut Mazdak tegas.Hampir separo dari isi aula ruang pertemuan yang sepikiran dengan Mazdak bersahut-sahutan mendukung laki-laki tinggi besar dengan rambut sebahu itu.“Daffar,” ujar Ghassan tegas.Laki-laki tua dengan mata menyala itu menunggu pendapat Daffar.Daffar mengembuskan napas panjang dan dala
Aku melangkah dengan pelan dan sangat hati-hati, waspada dan tetap masih dengan jantung dag dig dug.Akhirnya, beberapa anak tangga terlalui.Kaki ini berdiri di ambang pintu ruangan yang tinggi.Itu ....Mata ini segera terfokus pada sebuah benda yang sepertinya pernah kulihat dalam buku-buku kuno yang pernah kubaca di perpustakaan umum Kota Shrim.Sebuah isar berada di tengah ruangan luas dengan langit-langit berbentuk kubah. Isar itu disangga oleh patung-patung tangan yang terbuka.Benarkah itu adalah isar yang disebut-sebut sebagai bejana tempat darah dalam buku yang kubaca ketika masih sekolah dulu?Dengan sangat pelan aku mendekat ke arah isar itu.Aku berjinjit untuk melihat apa isi isar itu. Kemudian, menggerak-gerakkan cuping hidung untuk mengesan bau isi isar yang terlihat seperti benda cair.Aku menghirup bau yang mungkin terdeteksi sebagai bau darah. Tapi, hidungku tak menemukan bau itu.Sejenak aku mengedarkan pandangan ke langit-langit ruangan yang sangat tinggi. Langit-
Oh, Tuhan!Bahkan, untuk sekadar memejamkan mata agar aku tak melihat wujud menyeramkan ini saja kelopak mataku tak mau menutup.Sepertinya, anggota tubuhku ini tiba-tiba mengkhianati perintah otak.Aku berusaha tetap tenang, berusaha mengaktifkan nalar agar tetap bekerja, berusaha menyuntikkan satu semangat agar tidak menyerah pada keadaan terjepit ini.Eh!Tiba-tiba, kepala ular kobra ini bergerak pelan sedikit ke belakang, dengan begitu, jarak antara kepalanya dan hidung ini agak melebar ... sedikit.Reptil besar ini mulai menutup mulutnya yang terbuka, nyalang matanya seolah sedikit surut.Egh!Entah dari mana, aku seperti bisa membaca apa arti gerak-gerik reptil seram ini.Saat ini, ular kobra ini bingung.Bingung?!Aku tertegun.Sesaat kemudian bayangan perilaku penampakan-penampakan ganda yang sebelumnya pernah kusaksikan di kota Shrim terputar ulang di otak ini.Penampakan ganda sopir taksi, Millian dan Pak Badzan juga mengalami reaksi seperti ini ketika dekat dengan wajahku.
Ini terjadi lagi!Hal yang sama terulang.Bersamaan dengan memelannya guncangan, dinding-dinding yang penopang gedung utama Anbar ini seperti menipis, lalu berubah menjadi transparan.Kembali, mata ini dapat menyaksikan seluruh isi gedung utama Anbar ini.Aku mendongak ke atas dan melihat patung tinggi besar yang mengambang itu kini sedang merentangkan tangan.Di seluruh badannya diselimuti kobaran api yang menyala. Kepala patung bergerak itu mengambang sedangkan mulutnya terbuka seolah sedang meneriakkan kemarahan.Aku bertanya-tanya.Patung ini hanya simbol yang disapu dengan kekuatan sihir Anbar? Atau memang salah satu jenis iblis yang diwujudkan dalam patung? Atau ... jelmaan makhluk yang disebut sebagai Sang Penjaga Agung?Tiba-tiba, patung itu berputar, kemudian tubuhnya merunduk dengan pelan.Dan kini, kepalanya berada di atas penduduk Anbar yang sedang berada di halaman gedung ini, termasuk aku.Aku menunduk ketika mata nyalangnya melihat satu per satu orang-orang yang berada
Kenapa Ghassan melihat ke arahku?Eh!Mungkin dia melihat ke arah Daffar yang duduk merapat ke arahku.Aku menepis rasa curiga.“Utusan penjaga agung mengatakan bahwa penjaga agung bisa merasakan dengan kuat keberadaan Si Darah Malaikat ini. Hanya saja, ia merasa ada sesuatu yang besar yang menghalanginya untuk melihat keberadaan pembawa bencana bagi Anbar ini." Ia menjeda kata."Bahkan, utusan penjaga agung sendiri merasa telah bersentuhan dengan Si Darah Malaikat ini. Dan sentuhan itu mengakibatkan satu goncangan besar dalam kekuatan sihirnya,” papar Ghassan masih sambil menatap ke arah sini.“Dan yang membuat penjaga agung dan utusannya murka, dalam jarak sedekat itu, seolah mata keduanya dibutakan oleh sesuatu sehingga tidak dapat menunjuk di mana sejatinya Si Darah Malaikat itu berada,” tuturnya dengan nada marah yang tertahan.“Dan ...,” ucap Ghassan penuh penekanan.“Aku dan dua penopang kekuatan sihir Anbar telah mengetahui sesuatu,” sambung Ghassan dengan nada marah.Aku meli
Pintu lift tertutup. Aku meletakkan kedua tangan ini untuk menjauh dari pelukan Daffar. “Anneth,” ucap Daffar khawatir. Kedua tangan laki-laki tinggi tegap ini berada di kedua bahuku. “Aku-” Lift mulai bergerak, ucapanku terhenti. Agh! Tarikan ini memang kuat sekali. Berbeda dengan kedatangan ke Anbar di mana lift bergerak ke belakang, di kepulangan ini, lift bergerak ke arah depan. Aku yang sedang berdiri menghadap ke depan otomatis terhuyung ke samping, ke arah pintu lift. “Sini!” seru Daffar dengan cepat. Kedua tangan Daffar seketika menarikku ke pelukannya. Aku memejamkan mata. Tarikan yang seperti terasa ke bagian dalam kepala ini benar-benar kuat. Beberapa kali aku harus menghentak-hentakkan kepala ini hingga menabrak dada Daffar karena walaupun tubuhku dipeluk tangannya, tarikan itu begitu terasa menyerang kepala. Mungkin Daffar memperhatikan setiap reaksi yang kualami, ia memindahkan satu tangannya ke kepala ini dan seketika itu tarikan itu memudar. Efek tarikan
Daffar kembali tersenyum.“Begitulah, aku dan Mazdak selalu berada dalam hubungan seperti itu,” jelas Daffar dengan sangat nggak jelas.“Nggak! Aku nggak mau tahu! Aku nggak mau lagi berhubungan dengan hal aneh itu! Aku ingin kembali ke kehidupan normalku. Kalau tak dapat lagi bekerja di laboratorium, aku bisa bekerja di mana saja,” tegasku bersikeras.Sesaat bayangan usaha yang baru kurintis bersama teman-temanku menyeruak, tapi aku segera menepisnya demi menjauh dari seluruh keanehan yang beberapa saat ini kualami.Dan lagi, jika aku terus berada dalam project Darah Malaikat di departemen khusus itu, jika pemilik specimen darah itu ditemukan, aku akan menyaksikan atau setidaknya aku akan turut mengantarnya ke pembantaian yang sesungguhnya.“Tidak!” ulangku tegas.“Aku akan segera mengirimkan surat pengunduran diri ke Pak Badzan,” tekadku membulat.Daffar terkekeh dan malah menatapku dengan lembut.Eh?!“Kamu lupa? Kamu sekarang berada langsung di bawah pengawasan dan perintahku, Bad
Aku hanya bisa membelalakan mata dan berseru tertahan.Kedua bahuku tegang karena vas itu bergerak dengan sangat cepat dan tak memberikan kesempatan untuk menghindar.“Ann-”Telingaku menangkap suara Daffar yang tercekat. Sepertinya laki-laki itu tak mengantisipasi tindakan yang akan dilakukan oleh Amora ketika ikatan gaibnya terlepas.Sedetik lagi salah satu hiasan dalam penthouse Daffar ini akan mengenai wajahku.Tapi ....Eh?!Satu anomali kembali terjadi tepat di depan mata ini.Vas bunga berukuran sedang itu mendadak berhenti di udara.Ini seperti bola cahaya yang terlempar nyasar ke arahku dari pertarungan Mazdak dan Daffar yang terjadi di lantai teratas gedung perusahaan Daffar.Aku mengerjapkan mata, memastikan vas itu memang benar-benar mengambang di depan mata ini seolah ada dinding tak terlihat yang memisahkan antara aku dan vas ini.Telinga ini mendengar suara Amora yang menjerit tertahan.Wet!Mendadak satu angin terasa menerpa wajahku dan bersamaan dengan itu vas keramik