Beranda / Fantasi / Project Darah Malaikat / Sabda Utusan Penjaga Agung

Share

Sabda Utusan Penjaga Agung

Penulis: Erl
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Ini terjadi lagi!

Hal yang sama terulang.

Bersamaan dengan memelannya guncangan, dinding-dinding yang penopang gedung utama Anbar ini seperti menipis, lalu berubah menjadi transparan.

Kembali, mata ini dapat menyaksikan seluruh isi gedung utama Anbar ini.

Aku mendongak ke atas dan melihat patung tinggi besar yang mengambang itu kini sedang merentangkan tangan.

Di seluruh badannya diselimuti kobaran api yang menyala. Kepala patung bergerak itu mengambang sedangkan mulutnya terbuka seolah sedang meneriakkan kemarahan.

Aku bertanya-tanya.

Patung ini hanya simbol yang disapu dengan kekuatan sihir Anbar? Atau memang salah satu jenis iblis yang diwujudkan dalam patung? Atau ... jelmaan makhluk yang disebut sebagai Sang Penjaga Agung?

Tiba-tiba, patung itu berputar, kemudian tubuhnya merunduk dengan pelan.

Dan kini, kepalanya berada di atas penduduk Anbar yang sedang berada di halaman gedung ini, termasuk aku.

Aku menunduk ketika mata nyalangnya melihat satu per satu orang-orang yang berada
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Project Darah Malaikat   Penghalang Mata Sihir

    Kenapa Ghassan melihat ke arahku?Eh!Mungkin dia melihat ke arah Daffar yang duduk merapat ke arahku.Aku menepis rasa curiga.“Utusan penjaga agung mengatakan bahwa penjaga agung bisa merasakan dengan kuat keberadaan Si Darah Malaikat ini. Hanya saja, ia merasa ada sesuatu yang besar yang menghalanginya untuk melihat keberadaan pembawa bencana bagi Anbar ini." Ia menjeda kata."Bahkan, utusan penjaga agung sendiri merasa telah bersentuhan dengan Si Darah Malaikat ini. Dan sentuhan itu mengakibatkan satu goncangan besar dalam kekuatan sihirnya,” papar Ghassan masih sambil menatap ke arah sini.“Dan yang membuat penjaga agung dan utusannya murka, dalam jarak sedekat itu, seolah mata keduanya dibutakan oleh sesuatu sehingga tidak dapat menunjuk di mana sejatinya Si Darah Malaikat itu berada,” tuturnya dengan nada marah yang tertahan.“Dan ...,” ucap Ghassan penuh penekanan.“Aku dan dua penopang kekuatan sihir Anbar telah mengetahui sesuatu,” sambung Ghassan dengan nada marah.Aku meli

  • Project Darah Malaikat   Tak Bisa Lari

    Pintu lift tertutup. Aku meletakkan kedua tangan ini untuk menjauh dari pelukan Daffar. “Anneth,” ucap Daffar khawatir. Kedua tangan laki-laki tinggi tegap ini berada di kedua bahuku. “Aku-” Lift mulai bergerak, ucapanku terhenti. Agh! Tarikan ini memang kuat sekali. Berbeda dengan kedatangan ke Anbar di mana lift bergerak ke belakang, di kepulangan ini, lift bergerak ke arah depan. Aku yang sedang berdiri menghadap ke depan otomatis terhuyung ke samping, ke arah pintu lift. “Sini!” seru Daffar dengan cepat. Kedua tangan Daffar seketika menarikku ke pelukannya. Aku memejamkan mata. Tarikan yang seperti terasa ke bagian dalam kepala ini benar-benar kuat. Beberapa kali aku harus menghentak-hentakkan kepala ini hingga menabrak dada Daffar karena walaupun tubuhku dipeluk tangannya, tarikan itu begitu terasa menyerang kepala. Mungkin Daffar memperhatikan setiap reaksi yang kualami, ia memindahkan satu tangannya ke kepala ini dan seketika itu tarikan itu memudar. Efek tarikan

  • Project Darah Malaikat   Tersangka

    Daffar kembali tersenyum.“Begitulah, aku dan Mazdak selalu berada dalam hubungan seperti itu,” jelas Daffar dengan sangat nggak jelas.“Nggak! Aku nggak mau tahu! Aku nggak mau lagi berhubungan dengan hal aneh itu! Aku ingin kembali ke kehidupan normalku. Kalau tak dapat lagi bekerja di laboratorium, aku bisa bekerja di mana saja,” tegasku bersikeras.Sesaat bayangan usaha yang baru kurintis bersama teman-temanku menyeruak, tapi aku segera menepisnya demi menjauh dari seluruh keanehan yang beberapa saat ini kualami.Dan lagi, jika aku terus berada dalam project Darah Malaikat di departemen khusus itu, jika pemilik specimen darah itu ditemukan, aku akan menyaksikan atau setidaknya aku akan turut mengantarnya ke pembantaian yang sesungguhnya.“Tidak!” ulangku tegas.“Aku akan segera mengirimkan surat pengunduran diri ke Pak Badzan,” tekadku membulat.Daffar terkekeh dan malah menatapku dengan lembut.Eh?!“Kamu lupa? Kamu sekarang berada langsung di bawah pengawasan dan perintahku, Bad

  • Project Darah Malaikat   Keajaiban Terulang

    Aku hanya bisa membelalakan mata dan berseru tertahan.Kedua bahuku tegang karena vas itu bergerak dengan sangat cepat dan tak memberikan kesempatan untuk menghindar.“Ann-”Telingaku menangkap suara Daffar yang tercekat. Sepertinya laki-laki itu tak mengantisipasi tindakan yang akan dilakukan oleh Amora ketika ikatan gaibnya terlepas.Sedetik lagi salah satu hiasan dalam penthouse Daffar ini akan mengenai wajahku.Tapi ....Eh?!Satu anomali kembali terjadi tepat di depan mata ini.Vas bunga berukuran sedang itu mendadak berhenti di udara.Ini seperti bola cahaya yang terlempar nyasar ke arahku dari pertarungan Mazdak dan Daffar yang terjadi di lantai teratas gedung perusahaan Daffar.Aku mengerjapkan mata, memastikan vas itu memang benar-benar mengambang di depan mata ini seolah ada dinding tak terlihat yang memisahkan antara aku dan vas ini.Telinga ini mendengar suara Amora yang menjerit tertahan.Wet!Mendadak satu angin terasa menerpa wajahku dan bersamaan dengan itu vas keramik

  • Project Darah Malaikat   Hentikan!

    Aku menatap lurus ke depan seolah di jalan aspal itu akan muncul jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk dalam benak.Daffar terkekeh.“Jika aku tidak mengamatimu sejak awal, di mana Kamu tetap terlihat terjaga saat berada di sekitarku, tentu kejadian tadi juga akan membuatku terkejut seperti Amora. Em ... tapi, apa Kamu benar-benar nggak memiliki sesuatu atau pernah mempelajari sesuatu ... mungkin?” selidik Daffar samar.Aku mengembuskan napas panjang.“Aku hanya belajar di sekolah-sekolah yang ada di Kota Shrim seperti layaknya penduduk Shrim yang lain. Aku sendiri tak tahu apa yang terjadi,” jawabku tegas.Daffar mengangguk pelan.“Tak perlu terlalu dipikirkan, yang penting, sampai sekarang, Kamu baik-baik saja,” ujarnya berusaha menenangkanku.Ah ... andai bisa bersikap seperti itu. Andai aku bisa menepikan seluruh pertanyaan yang menyerang otak ini.Beberapa saat kemudian diam merajalela di antara kami, selama perjalanan ini kami berdua mungkin asik dengan apa yang riu

  • Project Darah Malaikat   Penyaluran Energi Terjaga

    Daffar sedikit terperangah.“Ah ... ini benar-benar pertanyaan yang cukup mengejutkan bagiku, mengingat tak ada satu pun orang yang pernah mengajukan pertanyaan seperti itu,” jawab Daffar sambil menatap Sinna dengan ekspresi menahan senyum.“Mulai sekarang, Mister Daffar harus siap-siap menghadapi pertanyaan seperti itu. Sejak kecil, kami di sini tidak memiliki orang tua, jadi kami di sini saling menjaga,” balas Sinna dengan raut wajah yang tegas.Daffar mengangguk-angguk.“Aku akan mengingat-ingat itu mulai sekarang,” jawab Daffar sambil menyertakan senyum mautnya.“Jadi, sekarang bisa langsung dijawab pertanyaan saya?” desak Sinna menuntut.Daffar terlihat sesaat berpikir.“Em ... begini,” ucap Daffar terlihat hati-hati.“Anneth adalah pegawai Omega Lab yang ... em ... khusus ... sangat khusus. Dalam satu project yang ia tangani, ada beberapa hal yang aku sendiri harus menyertainya,” jelas Daffar samar.Sinna memundurkan posisi duduknya, lalu ia bersedekap dengan menegakkan bahu. Ma

  • Project Darah Malaikat   Informasi Bocor

    Kini giliran aku yang menatap wajah Daffar lekat, menelisik gurat wajahnya yang mana tahu di salah satu sudutnya menyimpan satu kehaluan tersendiri.“Aku hanya menduga,” sambungnya seolah bisa menafsirkan arti tatapanku.“Phuh ...!” Daffar meloloskan satu embusan napas panjang.“Kenapa?” kejarku ketika melihat raut wajahnya menggambarkan kekhawatiran.“Keunikanmu tentu akan sangat menarik para petinggi Anbar dan itu membuatku sangat cemas,” ucapnya lirih.“Dan ... sayang sekali, justru aku orang yang mengenalkan Kamu pada mereka,” sesal Daffar lirih.Aku melongo.“Itu sudah terjadi, bagaimana lagi, nggak perlu disesali,” ujarku datar.Daffar mengangguk. Lalu, ia memegang tanganku dengan lembut.“Aku benar-benar berharap Kamu tak berjarak dari pandanganku,” harapnya lembut.Aku menarik tanganku.“Kita tidak berada dalam hubungan level pegangan tangan, Bos,” ucapku menahan malu.Daffar terkekeh.“Ah ... tentu saja, di sini banyak spionase yang akan melaporkan pada Sinna,” komentar Daffa

  • Project Darah Malaikat   Lonceng Sihir

    Aku melayang.Mulut ini tak henti meneriakkan jeritan panik dan ketakutan.Sesaat otak ku seolah berhenti berfungsi.Kejadian yang terjadi sangat cepat ini begitu sangat mengejutkan.Berikutnya, aku menggerakkan kedua tangan, reflek ingin menggapai apa saja yang bisa dijadikan pegangan. Walaupun, sejurus kemudian, aku menyadari jika itu adalah keinginan bodoh.Ketika melayang di udara seperti ini, apa yang bisa dijadikan pegangan?Aku bukan Mazdak, juga bukan Ghassan yang bisa melakukan hal ajaib seperti itu.Karenanya aku berhenti berteriak. Memutuskan untuk memejamkan mata dan berharap aku jatuh di tempat yang lunak ... sangat lunak.Berharap napasku masih ada ketika jatuh nanti. Berharap, hari ini bukan hari terakhir aku melihat langit biru di Kota Shrim.Kedua tangan ini terkepal, sedangkan otakku mengira-ira, jika saat ini terjatuh kira-kira aku akan terjatuh di mana. Di tengah jalan? Di gedung yang ada di depan tempat usahaku? Atau ...?Belum sempat pikiran panik ini selesai men

Bab terbaru

  • Project Darah Malaikat   Rahasia Ardasyr

    Dengan cepat aku menggelesot di lantai.“Daffar!” teriakku kencang.Daffar terbangun dengan bingung. Lalu, ia berjalan ke arahku dan memelukku.“Apa yang terjadi?” bisik Daffar lirih.“Nggak tahu. Tiba-tiba aku mendengar ledakan yang seolah datang dari jauh. Kemudian rumah ini bergetar,” jelasku yang masih berada dalam pelukan Daffar.Aku dan Daffar masih berpelukan ketika getaran di rumah ini tak mereda dan bahkan makin menghebat.“Ayo, kita keluar!” seru Daffar dengan cepat.Ia menarik tanganku dan berjalan dengan cepat.“Agh!” seruku kencang.Tiba-tiba ada satu kekuatan tak terlihat yang menghentakan tubuhku. Aku terlepas dari pegangan Daffar.Aku berhasil menguasai diri sebelum terjerembab ke lantai. Lalu, aku kembali menggelesot di lantai.Rumah masih bergetar hebat.Ini mengingatkanku akan goncangan yang terjadi di Anbar ketika itu.Daffar hendak mendekat ke arahku, tapi-“Clap!”“Agh!”Tiba-tiba sebuah sinar mendekat ke arahku. Sinar itu menghalangi gerakan Daffar. Laki-laki it

  • Project Darah Malaikat   Ikrar Cinta

    Tubuhku menegang. Aku menatapnya lekat.“Kamu juga mengingat wajah gadis itu?” tanyaku dengan laju jantung yang berdetak kencang.Daffar menggeser posisi duduknya hingga menghadap ke arahku, ia menatap tajam dan penuh arti.Aku menahan napas.“Ya. Aku mengingatnya,” jawabnya dengan suara yang dalam.Ah?!“Gadis itu adalah Kamu,” ungkapnya dengan wajah yang terlihat serius.Aah ....Aku menunduk lesu, memejamkan mata dan menutup wajahku dengan telapak tangan.Sunyi menyela kami berdua.“Anneth,” ucap Daffar sambil menyentuh bahu ku.Aku nggak sanggup menatap wajahnya. Mata ini merebak.“Aku juga mengingat hal lain,” sambung Daffar masih dengan suara yang dalam.Pelan-pelan, aku mengangkat kepala dan memberanikan menatap matanya.“Awalnya, aku merasa sakit sekali begitu mengingat apa yang Kamu lakukan ketika itu. Tapi, kesakitan itu mengundang ingatan lain. Aku mengingat ada kekuatan kegelapan yang mengejarmu,” jelasnya dengan serius.Dia mengingat Anbar?!Lalu, Daffar mengembuskan napa

  • Project Darah Malaikat   Penuturan Azadzbah

    “Kamu tahu tentang Daf-?”“Tunggu!”Dua celetukan itu diakhiri dengan diam, ia menatapku penuh selidik.“Ah ...,” ucapnya di ujung selidiknya.“Aku paham sekarang kenapa ada gadis manusia dari kota Shrim mengenal Pangeran kegelapan Anbar, banyak sekali jejak Ardasyr dalam dirimu, Nona,” ucapnya penuh kepahaman.Kurasa laki-laki ini memang mengetahui dua dunia pendamping itu.Laki-laki itu mengembuskan napas dalam.“Jujur saja, aku terkejut bagaimana seorang yang sangat dicintai Anbar masih berada di Shrim setelah penarikan besar itu,” sambungnya lebih lanjut.“Apa penarikan itu yang membuatnya mati?” tanyanya kemudian.Aku menggeleng pelan.“Aku membunuhnya,” kataku jujur.“Hah?!!” serunya terperangah.Ia kembali menatapku penuh selidik.“Apa Kamu-?”“Kamu-?”“Apa Si Darah-?!”“Ya,” sahutku memotong kegaguannya.Ia menelan ludah.“Phuh .... pantas saja,” komentarnya singkat.Lalu, ia mengembuskan napas panjang.“Aku akan menceritakan apa yang kutahu sejak terlepasnya Anbar dari dunia

  • Project Darah Malaikat   Si Pencari Jejak

    Aku menatap Kayla dengan antusias.“Apa ada seseorang dari dunia manusia yang mengetahui tentang Anbar?” celetuk ku tak sabar.Kayla mengangguk tanpa ragu.“Aku juga terkejut begitu dia mendatangi rumah ini. Aku benar-benar nggak menyangka ada manusia yang sangat tahu tentang Anbar,” jelasnya bersemangat.Mendengar itu, seketika harapan untuk mendapat jawaban tentang Daffar tumbuh.“Laki-laki itu datang dan memperkenalkan diri sebagai pencari jejak Anbar di dunia manusia. Dan dia langsung mengetahui jika aku menyimpan bagian dari Anbar di rumah ini,” sambung Kayla dengan cepat.“Awalnya aku nggak percaya. Tapi, ia bisa menberikan penawar bagi Nadec agar bisa bertahan di dunia manusia ini tanpa menyerap energi manusia,” sambungnya riang.“Oh, ya?!” sahutku terkejut.Kayla mengangguk dengan cepat.“Dan itu sangat berguna sekali bagi Nadec, karena setelah lepasnya Anbar dari dunia manusia, perubahan dirinya nggak bisa dikontrol,” sambung Kayla lega.“Oh, gitu,” sahutku paham.“Jadi, baga

  • Project Darah Malaikat   Mencari Jejak Anbar

    “Anneth,” panggil Barkiya lirih.Mungkin ia membaca apa yang tersirat di wajahku, suaranya terdengar sedih.Aku menatapnya dan mengangguk pelan.“Kalau begitu, aku akan kembali ke Shrim dan mencoba mencari tahu tentang ini. Semoga ada satu petunjuk yang mungkin tercecer di sekitar Daffar,” balasku mencoba tetap semangat.Barkiya mengangguk pelan.“Anneth, maaf, kali ini kami nggak bisa membantu mu.” Yarim turut mengucapkan itu dengan sedih.Aku tersenyum pada ratu cantik itu, lalu, menatap Barkiya dan Eldona.“Aku harus segera meninggalkan Ardasyr, kita semua tahu apa yang akan terjadi jika aku berada di sini dalam waktu yang lama,” ucapku lirih.“Terima kasih untuk pesta yang akan diadakan untuk ku,” pungkasku dengan menyertakan anggukan hormat.Yarim berdiri, lalu turun dari singgasana kacanya. Ia berjalan mendekat dan memeluk ku erat.“Kini Kamu yang akan menjaga Shrim dan orang-orang yang Kamu cintai di dunia manusia. Terima kasih sudah kembali ke Ardasyr,” ucap Yarim lembut.Beri

  • Project Darah Malaikat   Tanpa Petunjuk

    Tarikan ini terasa makin kencang, aku memejamkan mata dan membiarkan daya tarik ini membawa ku ke satu arah.Entah berapa lama aku merasa diriku tertarik ke satu arah sampai pada akhirnya kaki ini merasa menapak pada rumput yang rimbun. Bau yang padang rumput yang kukenali tercium hidung.Aku yakin sekali beberapa meter dari sini ada sebuah danau yang terlihat tenang dan indah.“Anneth!”Panggilan itu membuatku dengan cepat membuka mata.“Eldona!” balas ku riang.Wanita berpipi gembul itu mendekat dengan gerakan terburu, di belakangnya seekeor rusa mengikutinya.“Aku tahu Kamu akan kembali lagi ke sini setelah peperangan di tanah perbatasan, meskipun, pintu gerbang ke dunia manusia nggak lagi bisa dibuka,” sambutnya antusias.“Maksudnya?” tanyaku cepat, penasaran.Aku memandang penjaga perbatasan Ardasyr itu dengan nggak sabar.“Kamu pasti tahu bagaimana rekatan Anbar terlepas dari kota-kota manusia seperti Shrim,” jelasnya mengawali.Aku mengangguk dengan cepat dan tak sabar menunggu

  • Project Darah Malaikat   Portal Perpindahan Penthouse

    Daffar mengusap-usapkan kepalanya dengan pelan di perutku, dan itu membuat tubuhku bereaksi dengan sedikit bergerak mundur.Tanganku hendak menyentuh rambutnya, tapi tiba-tiba terhenti di udara. Aku memutuskan untuk membatalkannya.“Pulanglah! Kita akan bicarakan ini begitu Kamu telah mengingat semua,” ucapku lirih.Daffar menggeleng pelan.“Jangan usir aku!” ulangnya pelan.“Detik di mana aku meninggalkan mu kemarin, detik itu juga aku begitu ingin kembali ke sini,” ujarnya lirih.Aku mengembuskan napas panjang.Aku diam sejenak, mencari jalan tengah untuk membuatnya ... setidaknya mendengarkan kata-kata ku.“Daffar,” ucapku lirih.“Aku akan mengantarkan mu pulang,” lanjutku masih dengan suara lirih.Daffar kembali menggeleng dan malah mempererat lingkaran tangannya di pinggang ku.Aku menahan sesak di dada, diam sesaat, lalu dengan pelan, ragu dan kaku mulai menyentuh sehelai rambut Daffar.Tanganku berhenti ketika ketakutan dalam hatiku menggeliat.Tapi, sedetik kemudian, aku menep

  • Project Darah Malaikat   Sebagian Telah Kembali

    Aku merasa seluruh tubuhku tegang. Ketakutan dalam hatiku yang semalam telah beristirahat kembali bangkit. Sesaat tubuhku gemetar samar.Telinga ini menempel di dadanya, bisa mendengar degup jantungnya yang terdengar samar.Jantungnya ....Jantung yang pernah kutusuk dengan belati ini kembali berdetak?Ini ....Bagaimana bisa?Aku tersadar dari keterkejutan, lalu dengan cepat menarik tubuhku ke belakang untuk menjauh dari pelukan Daffar. Tapi, alih-alih pelukan itu mengendur, pelukan itu justru makin erat.“Daf-far,” ucapku seolah hampir kehabisan napas.“Anneth,” bisiknya lirih dengan suara parau.Parau?Daffar menahan isak tangis.Apa yang kulihat di matanya tadi benar?Aku berusaha melepaskan pelukan ini sekali lagi, tapi Daffar kembali menarikku ke arah yang sebaliknya.“Anneth, aku mengingatnya,” ucapnya lirih.Aku terperanjat, mata ini membelalak. Ini yang tadi kutebak!“Aku mengingatnya ... mengingatnya dengan baik. Gimana ... gimana aku bisa melupakannya? Gimana bisa aku melup

  • Project Darah Malaikat   Membocorkan Sedikit Cerita

    Daffar menatapku dengan sorot mata menuntut jawaban yang mendesak.“Kalaupun ada, tempat itu benar-benar nggak ada di Shrim, itu ada di tempat lain,” jelasku pada akhirnya.“Oh, ya? Bisakah Kamu menunjukkan tempat itu?” tanyanya tak berhenti.Aku menggeleng dengan tegas.Daffar mendesah kecewa.“Kamu bisa menunjukkan alamatnya kalau begitu, aku bisa mengunjungi tempat itu sendiri,” ucapnya dengan agak kesal.Aku terus menatapnya lekat dengan perasaan campur aduk.“Nama tempat itu adalah Paradise, tapi tempat itu nggak beralamat, kabarnya tak ada seorang pun yang bisa ke sana, kecuali orang-orang yang beruntung menemukannya,” paparku makin berani.Mungkin karena aku tak sanggup melihat kekecewaan dalam wajah Daffar, jadi aku memutuskan untuk sedikit membocorkan apa yang ia tanyakan itu.Daffar menatapku dengan ekspresi bingung.“Atau ...,” sambungku dengan penuh penekanan.“Alamat Paradise mungkin akan muncul dalam ingatanmu di saat berikutnya,” imbuhku untuk membuatnya tidak begitu te

DMCA.com Protection Status