Yura mengenakan rompi hijau dengan logo GS27 di dada kirinya. Rompinya tidak jelek, hanya saja ia merasa muak tiap kali melihat rompi itu. Ia teringat akan kehidupannya yang hanya begitu-begitu saja.
Ia berjalan menuju ke konter kasir. Di sana ada teman kerjanya yang lebih muda dan bertubuh agak gemuk, Jinguk, baru saja menyelesaikan gilira kerja malamnya dan masih mengenakan rompi.
"Kak Yura, tadi malam ada orang yang memberiku tip. Uangnya aku belikan roti dan aku membelikanmu juga. Aku letakkan di laci untuk makan siangmu nanti ya." Jinguk tersenyum sambil meletakkan roti di laci meja kasir.
Wajah bulatnya yang selalu tersenyum dan dihiasi dengan poni mangkok seakan menjadi vitamin bagi Yura untuk memulai hari kerjanya. Di tengah pekerjaan yang tidak disenanginya, ia masih bersyukur memiliki teman kerja yang sangat baik seperti Jinguk.
"Wah... terima kasih Jinguk. Kau selalu mengingatku." Yura tersenyum untuk pertama kalinya hari itu.
"Itu bukan apa-apa. Aku juga mendapatkannya dari orang lain." Jinguk tersenyum lalu berjalan menuju ke loker untuk berganti baju. Sementara itu, Yura menuju ke konter kasir dan mulai mengecek data di komputer.
Beberapa menit kemudian, Jinguk keluar dari loker, sudah mengenakan jaket dan membawa tas. Ia berjalan sambil tersenyum menuju ke depan kasir.
"Kak Yura, semangat!" Jinguk berseru sambil mengepalkan kedua tangannya ke atas. Yura pun tersenyum kembali dibuatnya. Ia memperhatikan Jinguk yang keluar dari pintu minimarket. Andai saja ia memiliki seorang adik seperti Jinguk, pikirnya dalam hati.
***
Jam menunjukkan pukul 4.30 sore. Yura masih sibuk dengan pekerjaannya di kasir. Ia sedang melayani seorang pembeli wanita, memindai barcode barang-barang yang dibeli wanita itu.
"Totalnya 18.400 Won." Yura selesai menghitungnya. Wanita itu memberikan kartu kreditnya dan Yura menggeseknya. Transaksi pun selesai dan ia mengembalikan kartu kredit tersebut.
"Terimakasih," kata wanita itu.
Yura mengangguk sambil tersenyum. "Hati-hati di jalan," kataya sambil tersenyum sampai wanita itu keluar dari minimarket. Kemudian senyumnya itu hilang dan wajahnya berubah menjadi datar lagi.
Seorang pembeli lain memasuki minimarket, seorang lelaki berusia sekitaran usia Yura, badannya tinggi, tegap dan gagah. Rambutnya cepak berwarna hitam dan ia mengenakan jaket kulit senada dengan warna rambutnya.
"Selamat datang," sambut Yura. Namun saat melihat lelaki itu, Yura malah menunjukkan ekspresi wajah terkejut.
"Youngjo?" sapa Yura. Ia mengenalnya. Ia pun tersenyum kepada lelaki bernama Youngjo itu.
"Hai," sahut Youngjo sambil tersenyum. "Yura, aku lapar. Kira-kira apa makanan enak hari ini yang bisa kau rekomendasikan padaku?" tanyanya sambil memegang perutnya sambil memasang ekspresi wajah pura-pura memelas.
"Mmmm.. Hari ini ada menu baru nasi donkatsu keju. Mungkin kau mau mencobanya?" tanya Yura menawarkan.
"Ide yang bagus." Youngjo menyetujui saran tersebut dan tersenyum lebar. Yura pun mengambil nasi siap saji sesuai yang dipesan dan memberikannya pada Youngjo sembari menerima pembayaran kartu kredit darinya.
"Aku akan memanaskannya dulu dan makan di situ," kata Youngjo menunjuk meja yang ada di sudut toko, yang memang dikhususkan untuk para pembeli yang ingin makan di tempat.
"Iya," sahut Yura sambil tersenyum.
Youngjo berjalan menuju microwave sementara Yura memperhatikannya dari belakang sambil tersenyum kecil. Dari gerak-geriknya itu kalian bisa menyimpulkan, Yura menyukai Youngjo. Youngjo adalah temannya semasa SMA sekaligus cinta pertamanya. Mereka pernah memiliki kisah kasih bersama yang tak bisa Yura lupakan. Ingatan Yura pun tiba-tiba melayang ke masa itu.
Masa sekolah saat mereka masih SMA...
Sepulang sekolah, Yura muda berjalan menyusuri jalanan menuju ke halte bus, tempat ia biasa menunggu bus yang mengantarnya sampai ke dekat rumahnya.
"Yura!" Sebuah suara memanggilnya dari belakang. Yura pun menoleh dan dilihatnya Youngjo muda menghampirinya sambil berlari dengan wajah sumringah.
"Aku mencarimu dari tadi di sekolah, ternyata kau sudah sampai disini," pungkas Youngjo.
"Kenapa kau mencariku?" tanya Yura. Ia heran karena tidak merasa membuat janji apa-apa hari itu dengan Youngjo.
"Aku ingin berjalan pulang bersamamu," jawab Youngjo dengan menunjukkan senyuman yang penuh kelembutan.
Yura merasakan jantungnya berdegub kencang dan seperti ada kupu-kupu beterbangan di dalam perutnya. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Orang yang disukainya mulai menunjukkan perhatian padanya, bahkan ingin berjalan pulang bersama?
"Ayo, sebentar lagi akan hujan," ajak Youngjo. Ia pun segera menggandeng tangan Yura dan mengajaknya berjalan bersama. Jantung Yura kali ini seakan mau copot. Panas dingin dirasakan tubuhnya, sepertinya tangannya pun berkeringat. Ia terus memikirkan apakah Youngjo tidak apa-apa jika tangannya berkeringat seperti itu.
Tak berselang berpa lama, hujan pun akhirnya turun dan halte bus masih berjarak sekitar 200 meter dari tempat mereka berdiri. Youngjo dan Yura berlari bersama-sama sambil terus bergandengan tangan menuju halte itu.
Setibanya di halte, mereka membersihkan badan mereka yang basah kuyup lalu saling memandang satu sama lain dan mulai tertawa. Meskipun terguyur hujan, Yura merasa sangat bahagia saat itu karena ada Youngjo di sisinya. Kisah cinta masa remaja yang indah tentu didambakan setiap orang, bukan?
Namun sayangnya... kebahagiaan itu tidak dapat berlangsung lama karena Youngjo harus pindah ke Busan mengikuti ayahnya yang dipindah-tugaskan ke sana. Kisah mereka pun harus berakhir sampai di situ sebelum salah satu dari mereka berhasil menyatakan perasaannya.
Setelah 7 tahun berselang... Youngjo kembali ke Seoul. Dan tanpa mereka duga, ternyata mereka bertetangga dan hanya terpisah jarak beberapa rumah saja! Youngjo sempat datang ke rumah Yura untuk memberikan kue beras di hari pertamanya pindah sebagai tetangga baru. Dan semenjak itulah hubungan mereka berubah menjadi hanya sebatas tetangga dekat.
Kini sepuluh tahun berlalu semenjak cintanya pada Youngjo dimulai. Sekarang disinilah mereka, berpura-pura lupa tentang kisah masa lalu mereka. Ataukah mungkin... mereka benar-benar telah melupakannya? Setidaknya tidak dengan Yura yang selalu menyimpannya dengan baik di dalam hati dan ingatannya.
Yura segera memecah lamunannya itu dan mulai kembali bersiap membereskan kasir karena sebentar lagi ia harus berganti giliran kerja. Sedangkan di ujung sana, Youngjo sedang asyik menikmati nasinya sambil memainkan telepon seluler di genggamannya.
Tiba-tiba seorang wanita berperawakan mungil dengan tinggi badan sekitar 158 cm, berambut coklat dihiasi dengan ikal buatan masuk ke dalam minimarket. Terdengar suara Youngjo menyeruak dari tempat duduknya seiring dengan masuknya wanita itu.
"Sayang!" Youngjo memanggilnya sambil melambai-lambai ke arah wanita itu, menyuruhnya menghampirinya.
"Hai, sayang," balas wanita itu. Ia balik melambai pada Youngjo, lalu melihat ke arah Yura.
"Yura, kalau kau sudah selesai bekerja, aku tunggu di sana ya," katanya sambil menuju ke tempat Youngjo duduk.
"Ah, iya Sua. Sebentar lagi aku sudah selesai," jawab Yura.
Wanita itu bernama Sua, dan ia adalah kekasih Youngjo. Ironis bukan? Tapi yang membuatnya lebih miris lagi adalah Sua merupakan sahabat terdekat Yura semenjak mereka bekerja bersama sebagai pelayan di sebuah restoran.
Sua pun berjalan menghampiri Youngjo sementara Yura hanya bisa melihat mereka sambil pura-pura tersenyum. Tak ada yang lebih sakit daripada melihat sahabat terbaikmu dan orang yang kau sukai selama bertahun-tahun lamanya menjalin cinta, bahkan tepat di depan matamu sendiri. Sungguh Yura yang malang...
Yura, Youngjo, dan Sua berjalan bersama. Memang sudah menjadi kebiasaan, Youngjo menjemput Sua yang bekerja tidak jauh dari tempat Yura bekerja. Youngjo adalah seorang polisi muda, biasanya ia pulang di sore hari setelah selesai bertugas. Sesekali Youngjo akan mampir ke minimarket sambil menunggu Sua pulang. Tak jarang pula Sua hanya pulang berdua dengan Yura jika Youngjo mendapat giliran bekerja malam. Tapi jika Youngjo dan Sua bertemu di minimarket, mau tidak mau Yura harus pulang bersama mereka. "Yura, apa yang akan kau lakukan setelah ini?" tanya Sua. "Mmm... Tidak ada. Mungkin hanya menonton televisi dan tidur. Bagaimana dengan kalian?" "Kami akan makan di kedai sup yang baru buka di daerah Sinchon. Sepertinya ulasannya bagus. Apa kau mau ikut?" Sua menatap Yura dengan wajah berharap. "Mmm... Tidak. Lain kali saja. Aku harus membantu ibuku menyiapkan makan malam." Yura beralasan. Ia merasa tidak enak hati tapi ia hanya tidak mau melanjutk
"Lepaskan!" teriak Yura kepada pria itu, sambil berusaha menarik kembali tangannya. Namun pria berambut keriting itu tidak mau melepaskan tangannya, sementara pria yang satunya lagi hanya tertawa sambil melihat perilaku tak pantas temannya itu. Tiba-tiba terlihat seseorang memegang lengan pria itu. Yura melihat ke arah orang tersebut. Youngjo! Ia datang tepat waktu! "Paman, tolong lepaskan tangan Nona ini!" pintanya dengan nada tegas. Kedua pria itu memandangi Youngjo dari atas sampai ke bawah. "Kau siapa?" tanya pria bertopi dengan nada meremehkan. Youngjo menggunakan tangannya yang satunya lagi untuk mengambil tanda pengenal kepolisiannya dari sakunya, dan menunjukkannya kepada mereka. Ia tidak bisa dengan mudahnya menunjukkan bahwa ia seorang polisi karena ia mengenakan pakaian biasa pada saat itu. "Lepaskan!" perintah Youngjo sambil menarik tangan pria itu. Kedua pria itu pun ketakutan dan langsung bergegas keluar dari minimarket.
"Aku pulang!" Yura memasuki rumahnya membawa bungkusan buku yang tadi dibelinya. "Apakah kau sudah makan?" tanya ibunya dari dapur sambil membereskan sisa makanan di atas meja. "Tadi aku sudah makan, Bu. Youngjo dan Sua mengajakku makan di kedai dekat minimarket," jawab Yura sambil melepas sepatunya. "Ya sudah kalau begitu. Cepat ganti bajumu dan mandi!" perintah ibunya. Ia pun naik ke lantai atas menuju kamarnya. Diletakkannya kantong plastik berisi buku-buku yang dibelinya tadi di atas meja, lalu berganti pakaian dan segera mandi sebelum hari semakin malam. Selesai mandi, ia langsung merebahkan dirinya di atas kasur. Badannya terasa letih sekali. Hari itu terasa sangatlah panjang. Kemudian ia mengambil telepon selulernya dan membuka foto-foto dalam albumnya. Dilihatnya foto-foto yang menunjukkan dirinya sedang berpose bertiga bersama Youngjo dan Sua. Di dalam foto-foto itu, ia tampak sangat bahagia. "Hei Yura, sampai kapan kau ak
Yura masih tertidur pulas sementara novel di atas mejanya menunjukkan suatu aktifitas yang sangat tidak biasa. Jam 12.00 malam itu, di dalam tidur nyenyaknya, Yura mulai bermimpi. Mimpi ataupun bukan, yang pasti semua itu terjadi saat ia sedang tertidur... Yura membuka matanya perlahan. Ia melihat pemandangan yang sangat asing di depan matanya. Ia melihat dirinya duduk di depan sebuah cermin besar. Pada awalnya ia mengira bahwa bayangan di dalam cermin itu bukanlah dirinya karena terlihat sangat cantik, tak nampak seperti dirinya yang biasanya. Tetapi setelah ia memperhatikannya sekali lagi, ternyata benar itu adalah dirinya. Di dalam cermin, terlihat ia sedang duduk mengenakan pakaian tradisional Korea (Hanbok) yang sangat indah, terdiri dari sehelai kemeja panjang (Sokgui) berlengan lebar dengan warna merah muda dilapisi dengan rompi (Jeogori) berwarna ungu dengan berbagai macam corak berwarna emas, dan rok (Chima) berwarna ungu muda. Kainnya mengkilap dan sangat h
(Dunia Novel) Semua Putri dan Pangeran duduk di tempatnya masing-masing. Ratu Munmyeong duduk di samping Raja Muyeol, dan di sebelahnya lagi duduk Selir Yeongchang yang juga merupakan ibu kandung dari Putri Yoohye, Putri Yoseok, dan Pangeran Intae. Mereka duduk saling berhadapan mengelilingi sebuah meja makan berbentuk persegi panjang. Peralatan makan yang ada di atas meja terbuat dari emas. "Baik, semuanya sudah berkumpul. Hari ini sangatlah istimewa karena Pangeran Inmun baru saja pulang dari Tiongkok setelah beberapa bulan berada di Chang'an. Kita harus berterima kasih kepada Pangeran Inmun karena telah mengabdikan dirinya sebagai perantara diplomasi untuk Kerajaan Silla dan Dinasti Tang," puji Raja Muyeol dengan wajahnya yang sangat ramah. "Terima kasih, Yang Mulia," jawab Pangeran Inmun sambil menundukkan kepalanya kepada Raja Muyeol. Pangeran Inmun memiliki keahlian yang baik sebagai seorang diplomat, keahlian yang diturunkan oleh ayahnya yang j
Yura hari itu pulang sedikit lebih awal dari biasanya. Seperti pesan ibunya, ia harus membereskan semua pekerjaan rumah sebelum ibunya pulang dari rumah Bibi Su. Ia segera mengganti pakaiannya lalu membereskan dapur, mencuci piring-piring kotor, serta membersihkan sisa makanan adiknya. Adiknya yang bandel itu, mengetahui ibunya akan pulang lebih malam, akan menjadi lebih malas dari biasanya. Yura kemudian makan sendirian di meja makan. Ia hanya menemukan sup tahu dan kimchi di atas meja. Meskipun hanya itu yang tersisa, ia tetap memakannya karena sudah merasa sangat lapar. Sambil mengunyah makanannya itu, ia teringat kembali akan mimpi yang semalam ia alami. Masih terbayang nikmatnya sup daging yang dimakannya tadi malam. Itu adalah sup daging terenak yang pernah ia makan. Kemudian ia melihat sup tahu yang ada di depannya dan menghela nafas panjang. "Aku jadi ingin bermimpi makan makanan enak lagi malam ini," gumamanya pada diri sendiri. Selesai makan, ia pun
Putri Yoohye melihat Jenderal Besar Yushin dan Raja Muyeol sedang berjalan sambil bercaka-cakap, didampingi oleh beberapa Jenderal senior lainnya di belakang mereka. Saat itu Putri Yoohye sedang berada di taman sendirian, melihat ikan-ikan yang berenang kesana-kemari di dalam kolam. Tiba-tiba datang seseorang menghampirinya dari belakang. "Putri Yoohye," sapa lelaki itu dengan suaranya yang cukup berat namun bernada lembut. Putri Yoohye langsung menoleh ke arah lelaki yang memanggil namanya itu. Lelaki itu sangatlah tampan dan gagah. Ia memancarkan kharisma maskulinitas dengan kulit terangnya yang sedikit kecoklatan dengan garis wajah yang tegas dan badan yang tinggi serta tegap. Namun dari semua kesan kuat yang dimilikinya, ia memiliki pandangan mata yang memancarkan belas kasih. Lelaki itu berdiri menghadap Putri Yoohye dengan masih mengenakan seragam militernya. "Jenderal Wonjin," sapa Putri Yoohye dengan wajah bahagia. Ia merasakan kerinduan yang
Yura bangun dengan tergesa-gesa. Gara-gara tidak bisa tidur nyenyak karena perasaan yang dibawanya dari mimpi semalam, ia menjadi telat bangun. Ia bergegas mandi dan bersiap-siap, mengambil tasnya dan berjalan melewati buku novel di atas mejanya yang kini sudah dalam keadaan terbuka lagi. Ia segera berlari turun dan menuju ke dapur untuk meneguk segelas air putih, kemudian berlari ke arah rak sepatu. "Yura, kau tidak sarapan dulu?" tanya ibunya dari dapur sambil memandanginya berlari menuju ke rak sepatu. Yeonsu pun ikut memandanginya. "Tidak, Bu. Aku sudah telat," jawab Yura sambil mengenakan sepatunya. Kemudian ia berpamitan dan langsung berlari menuju ke halte bus sambil melihat jamnya. Untungnya saat ia sampai di halte bus, sebuah bus yang mengarah ke tujuannya masih berhenti. Ia pun bergegas naik. Ia duduk di barisan kedua dari belakang. Masih tertengah-tengah, ia melihat ke arah luar jendela kemudian tersenyum lebar. Walaupun hampir telat, peras
Jenderal Wonjin dan Jenderal Philsung menunggangi kuda mereka menuju ke arah perkemahan militer yang terletak di dekat tembok gerbang Ibukota Seorabeol. Sesampainya di sana, mereka langsung masuk ke sebuah kemah terbesar di situ. Di dalamnya sudah ada para Jenderal, seorang Pungwolju (sebutan untuk pemimpin utama para Hwarang), serta beberapa Hwarang senior sedang berdiri mengelilingi berbaris dengan dipimpin oleh Jenderal Besar Yushin yang berdiri di depan. Jenderal Wonjin dan Jenderal Philsung segera bergabung bersama mereka."Pasukan Baekje menyerang perbatasan Barat. Jumlahnya sekitar 100 orang. Mereka menuju ke benteng Gajam tapi mata-mata kita di sana sudah mengetahuinya terlebih dahulu dan melaporkannya pada Wonsanghwa regional Barat," terang Jenderal Besar Yushin membuka pertemuan mereka siang itu. Wonsanghwa adalah sebutan untuk Hwarang senior, yang di bawahnya terdapat para Hwarang dan pasukan Hwarang yang disebut Nangdo."Berapakah jumlah pasukan kita di san
Malam itu, dengan keikhlasan hatinya Yura pun memutuskan untuk pasrah mengikuti apapun yang akan terjadi padanya. Ia akan mengikuti ke mana alur membawanya di dunia novel sesuai dengan takdir yang ditentukan oleh sang Penulis. Ia tidak ingin berpikir terlalu keras karena kehidupannya sendiri sudah sangatlah berat. Mulai malam itu, ia berniat melakukan "pelarian" dari dunia nyata dan mulai menikmatinya setiap malamnya.Setelah mandi dan berganti pakaian, ia beranjak ke atas tempat tidurnya dengan novel ajaib itu ada di tangannya. Ia pun memandangi sampul novel itu dalam posisinya yang sedang berbaring. Dirabanya gambar mahkota di sampul novel itu, memikirkan seandainya semua yang ia miliki di dalam dunia novel juga bisa ia miliki di dunia nyata.Ia meletakkan novel itu di atas bantal sebelah kepalanya. Badannya dimiringkan ke arah kanan, di mana novel tersebut diletakkan, lalu ia pun perlahan-lahan menutup matanya. Tak butuh waktu lama, ia pun tertidur...Jam 12.
Sore itu, Yura pulang berjalan kaki sendirian. Youngjo dan Sua tidak mampir ke tempatnya bekerja karena hari itu Sua libur, jadi Youngjo langsung menuju rumah Sua sepulang ia bekerja. Yura berjalan menyusuri trotoar yang cukup ramai, tapi pikirannya tidak berada di sana. Ia masih saja memikirkan lelaki tua tadi. Menurutnya hal yang dialaminya hari itu benar-benar aneh.Mungkinkah itu hanya kebetulan? Ah... sudahlah. Aku bisa benar-benar gila memikirkan banyak hal sekaligus, batinnya.Saat ia mengembalikan fokusnya ke jalanan, saat itu pulalah ia berpapasan dengan seorang lelaki muda berbadan tinggi dan tegap. Ia hanya sekilas saja melihat wajah lelaki itu dan terus melanjutkan langkahnya. Tapi tiba-tiba ia berhenti melangkah dan sejenak berpikir. Sepintas wajah lelaki yang baru saja berpapasan dengannya itu terasa tak asing, apa ia mengenalnya? Ia memang tak melihat wajah lelaki tadi dengan jelas, tapi entah mengapa ia merasa seperti mengenalnya. Ia pun berbalik badan
Yura masuk ke dalam rumahnya kemudian langsung naik ke kamarnya di lantai atas. Ibu dan adiknya pastinya sudah tidur karena waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 pagi. Ia pun sampai di depan pintu kamarnya. Saat hendak membuka pintunya, ia tiba-tiba merasa ragu-ragu. Ia masih merasa takut melihat novel itu lagi. Ia pun mempersiapkan dirinya sebelum akhirnya benar-benar memegang gagang pintu dan membuka pintu kamarnya. Dilihatnya novel ajaib itu masih berada di atas meja dalam posisi terbuka. Yura memang sudah tidak terkejut lagi dengan pemandangan itu. Namun ia masih merasakan ketakutan dalam dirinya. Ia tidak menyangka malam ini ia mengalami kejadian aneh itu lagi, kembali ke dunia novel, bahkan ketika ia sedang berada jauh dari novel itu sekalipun. Ia berjalan menghampiri novel tersebut dengan perlahan. Perlahan pula diraihnya novel tersebut dan diangkatnya, kemudian dibacanya bab terbaru yang tertulis di sana. Kali ini ia tidak seterkejut kemarin karena sudah
Youngjo dan Sua terkejut melihat Yura tiba-tiba tertidur di meja di hadapan mereka. Mereka pun berinisiatif untuk memeriksa keadaan Yura. "Yura? Yura?" panggil Youngjo pada Yura sambil menggoyangkan bahu Yura. Yura masih saja "tertidur". "Kenapa dia tiba-tiba tertidur seperti itu? Apakah dia mabuk?" tanya Sua heran. Sahabatnya itu tadi memang meminum beberapa gelas Soju. Youngjo pun mengambil botol Soju yang ada di hadapan Yura dan dilihatnya Soju dalam botol itu masih ada setengahnya. "Dia hanya meminumnya setengah. Biasanya dia tidak akan semabuk ini kan?" tanya Youngjo merasa heran. Mereka berdua pun melihat Yura sambil berpikir. "Ah, mungkin saja dia memang sedang mabuk berat. Kau dengar sendiri kan tadi dia tiba-tiba berkata 'hari ini aku sangat senang' sebelum dia tertidur. Dulu dia juga pernah mabuk berat, dan saat mabuk memang dia suka tertidur dan susah dibangunkan," terang Sua. Mereka berdua melihat ke arah Yura lagi dan menghe
(Dunia Nyata) Yura terbangun dari ketidaksadarannya. Ia perlahan-lahan mengumpulkan kesadarannya kembali dan melihat ke arah jam dinding. Jam 12.30 malam. Kemudian ia mulai tersadar secara penuh dan teringat akan novel ajaib tadi. Ia pun langsung turun dari tempat tidurnya dan berjalan ke arah meja di kamarnya, kemudian mebuka laci tempat novel tadi disimpan. Ia mengambil novel ajaib itu dan membukanya. Dilihatnya telah tertulis beberapa halaman baru dengan judul "Bab 3" di atasnya. Ia membacanya dengan cepat untuk memastikan apakah isinya benar menggambarkan kejadian-kejadian yang dialaminya tadi ketika sedang "tertidur". Dan benar saja, di dalam novel itu digambarkan secara jelas kejadian yang dialaminya tadi. Alis Yura semakin mengernyit dan matanya melebar selama membaca halaman-halaman Bab 3 novel tersebut. Dengan pandangan matanya yang nanar karena rasa tak percaya, ia duduk di pinggir tempat tidurnya. Ia pun mengusap kepalanya ke belakang dengan kedua
Pangeran Chadeuk melambai-lambaikan tangannya ke arah Putri Yoohye, memberi isyarat padanya untuk segera menghampiri mereka. Putri Yoohye pun mempercepat laju kudanya dan menghampiri para saudaranya itu, yang kini sudah berada di atas kudanya masing-masing. "Kau sudah siap?" tanya Pangeran Gaewon dari atas kudanya. "Sudah, Kakak," jawab Putri Yoohye sambil tersenyum. "Nanti di dalam hutan, kau jangan menangis ya," canda Pangeran Madeuk. "Ah, Kakak ini... kapan aku pernah menangis saat berburu? Lihat saja nanti, aku pasti bisa lebih dulu mendapatkan hasil buruan daripada Kakak," balas Putri Yoohye dengan nada bercanda. Itu memang bukan pertama kalinya ia ikut berburu. Hal itu sudah menjadi kebiasaannya bahkan semenjak ayah mereka belum menjadi Raja. "Ayo kita lihat nanti siapa yang lebih dulu mendapatkan hasil buruan," goda Pangeran Madeuk. Ia tidak pernah lelah menggoda adik perempuannya itu dengan candaannya. "Baiklah, mari kita beran
(Dunia Novel) Yura menjelma lagi menjadi Putri Yoohye... Putri Yoohye sedang mengenakan pakaiannya dibantu oleh salah seorang dayangnya. Dengan mengenakan pakaian bernuansa biru muda, ia berjalan ke depan cermin dengan rambut yang masih belum ditata. Tiba-tiba penjaga pintu di depan kamarnya berteriak, "Putri Yoseok datang!" Putri Yoohye yang saat itu sedang berdiri di depan cermin pun membalikkan badannya, menunggu Putri Yoseok masuk ke dalam kamarnya. Pintu kamar terbuka, dan masuklah Putri Yoseok yang sudah berdandan rapi dengan pakaiannya yang bernuansa perpaduan antara kuning dan merah muda. "Kakak!" sapa Putri Yoohye dengan senyum sumringah. "Yoohye, kau belum selesai berdandan?" tanya Putri Yoseok yang berjalan mendekati Putri Yoohye. "Belum, Kak. Aku baru saja selesai berendam," jawab Putri Yoohye. Pagi itu memang ia menghabiskan lebih banyak waktu untuk berendam air hangat, merilekskan badannya. Putri Yoseok pu
Yura bangun dengan tergesa-gesa. Gara-gara tidak bisa tidur nyenyak karena perasaan yang dibawanya dari mimpi semalam, ia menjadi telat bangun. Ia bergegas mandi dan bersiap-siap, mengambil tasnya dan berjalan melewati buku novel di atas mejanya yang kini sudah dalam keadaan terbuka lagi. Ia segera berlari turun dan menuju ke dapur untuk meneguk segelas air putih, kemudian berlari ke arah rak sepatu. "Yura, kau tidak sarapan dulu?" tanya ibunya dari dapur sambil memandanginya berlari menuju ke rak sepatu. Yeonsu pun ikut memandanginya. "Tidak, Bu. Aku sudah telat," jawab Yura sambil mengenakan sepatunya. Kemudian ia berpamitan dan langsung berlari menuju ke halte bus sambil melihat jamnya. Untungnya saat ia sampai di halte bus, sebuah bus yang mengarah ke tujuannya masih berhenti. Ia pun bergegas naik. Ia duduk di barisan kedua dari belakang. Masih tertengah-tengah, ia melihat ke arah luar jendela kemudian tersenyum lebar. Walaupun hampir telat, peras