"Lepaskan!" teriak Yura kepada pria itu, sambil berusaha menarik kembali tangannya. Namun pria berambut keriting itu tidak mau melepaskan tangannya, sementara pria yang satunya lagi hanya tertawa sambil melihat perilaku tak pantas temannya itu.
Tiba-tiba terlihat seseorang memegang lengan pria itu. Yura melihat ke arah orang tersebut. Youngjo! Ia datang tepat waktu!
"Paman, tolong lepaskan tangan Nona ini!" pintanya dengan nada tegas.
Kedua pria itu memandangi Youngjo dari atas sampai ke bawah. "Kau siapa?" tanya pria bertopi dengan nada meremehkan.
Youngjo menggunakan tangannya yang satunya lagi untuk mengambil tanda pengenal kepolisiannya dari sakunya, dan menunjukkannya kepada mereka. Ia tidak bisa dengan mudahnya menunjukkan bahwa ia seorang polisi karena ia mengenakan pakaian biasa pada saat itu.
"Lepaskan!" perintah Youngjo sambil menarik tangan pria itu. Kedua pria itu pun ketakutan dan langsung bergegas keluar dari minimarket.
"Lain kali kalau kalian ulangi lagi, aku akan langsung menangkap kalian!" teriak Youngjo memastikan kedua pria yang sedang berusaha kabur itu bisa mendengarnya.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Youngjo kepada Yura.
"Tidak apa-apa. Aku hanya kaget saja," jawabnya sambil memegang pergelangan tangan kanannya.
Youngjo yang melihat Yura sedang kesakitan pun merasa iba. "Sini aku lihat," pinta Youngjo sambil mengulurkan tangannya.
"Aku tidak ap-," Yura tak dapat menyelesaikan kata-katanya karena seketika itu juga Youngjo menarik tangannya dan memeriksanya. Yura agak terkejut dengan gerakan spontan Youngjo itu. Dilihatnya pergelangan tangan Yura berwarna sangat merah, meninggalkan bekas genggaman tangan pria tadi.
"Aw!" seru Yura mendadak akibat rasa sakit yang ia rasakan.
"Sepertinya kau butuh plester penghilang rasa sakit," kata Yougjo. Ia segera pergi meninggalkan kasir untuk beberapa detik dan kembali membawa sebungkus plester penghilang rasa sakit lalu membayarnya.
"Kau tidak perlu repot-repot," kata Yura.
"Sudah, sini ikut aku," pinta Youngjo. Ia lalu berjalan menuju ke arah tempat duduk yang dikhususkan untuk para pengunjung minimarket sambil memegang tangan Yura yang berjalan di belakangnya.
Yura dan Youngjo kemudian duduk berhadapan dengan posisi Youngjo memegang pergelangan tangan Yura yang sakit, sambil memasangkan plester tadi. Yura diam-diam memandangi wajah Youngjo. Ia mulai merasakan kembali perasaan yang sudah lama tidak dirasakannya. Jantungnya berdegub kencang sambil mengagumi lelaki itu.
Setelah selesai memasangkan plester di tangan Yura, mereka pun mengobrol sambil sesekali Youngjo membalas pesan di telepon selulernya.
Pasti itu Sua, pikir Yura. Ia hanya bisa melihat Youngjo dengan diam dan menahan sebisa mungkin untuk tidak menunjukkan kecemburuannya.
Dia pasti sudah benar-benar melupakan semua cerita masa lalu itu, batin Yura.
Tak lama berselang, Sua pun datang memasuki minimarket, terlihat tergesa-gesa. Lalu ia berlari menghampiri Yura.
"Yura kau tidak apa-apa?" tanyanya sambil melihat tangan Yura yang sudah diberi plester.
"Aku tidak apa-apa," jawab Yura sambil tersenyum pada Sua. Sua pun duduk disebelah Youngjo.
"Untung saja tadi aku mampir ke sini dulu. Ah... aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau aku datang terlambat... Yura, besok-besok jika terjadi sesuatu, kau harus langsung menghubungiku," kata Youngjo menasehatinya. Dari dulu sampai sekarang tetap sama, Youngjo adalah seseorang yang suka menolong orang lain dan penuh perhatian. Itu jugalah yang membuat Yura jatuh hati padanya.
"Iya. Atau kau juga bisa menghubungiku. Tempat kerjaku kan jaraknya hanya 5 menit saja dari sini." Sua ikut menasehatinya. Wajahnya benar-benar terlihat cemas.
"Baik, nanti aku akan menghubungi kalian jika terjadi sesuatu," jawab Yura sambil tersenyum.
Sua kemudian melanjutkan pembicaraannya dengan Youngjo, sementara pikiran Yura lagi-lagi terpecah melihat mereka berdua. Meskipun ia melihat mereka berdua sambil tersenyum, ada luka yang ia sembunyikan di balik senyumannya itu.
Di saat-saat seperti itulah ia mulai menyadari bahwa ia sendirian, tidak ada orang yang benar-benar akan selalu ada di sana untuk terus bersamanya dan melindunginya. Youngjo sudah pasti akan lebih mendahulukan Sua, kekasihnya. Saat mereka sedang bertiga, saat itulah di mana Yura selalu teringat bahwa sebenarnya ia kesepian.
Setelah semua kejadian itu, mereka berjalan pulang bersama. Terlihat Yura melambaikan tangan kepada Youngjo dan Sua di persimpangan jalan. Mereka mengarah ke halte yang berbeda. Youngjo akan mengantarkan Sua pulang ke rumahnya, sementara Yura hendak menuju ke toko buku langganannya. Saat ia sedang sedih ataupun resah, ia akan menuju ke toko buku untuk membeli buku atau sekedar menumpang membaca buku yang dipajang di sana, tergantung bagaimana kondisi keuangannya saat itu.
Sampai di tujuannya, Yura turun dari bus dan berjalan menuju toko buku bernama Toko Buku Yeokhwa yang konon dinamakan sesuai nama pemiliknya. Namun sampai saat ini, ia belum pernah bertemu dengan pemiliknya walaupun ia sudah menjadi pengunjung setia selama bertahun-tahun.
Ia berjalan menuju rak buku favoritnya dengan papan bertuliskan Fiksi diatas raknya. Seperti yang sudah kalian ketahui, Yura sangat menyukai cerita dongeng.
Ia mengambil buku yang menarik perhatiannya satu persatu, membaca sinopsisnya, lalu melihat harganya dan mengembalikannya lagi ke rak. Ia menyusuri rak tersebut sampai ditemukannya buku berjudul "Putri Tidur" yang menarik perhatiannya. Sebenarnya ia sudah memiliki buku dengan tema yang sama, tapi belum memiliki versi dari penulis yang ini. Ia pun mengambilnya dan hendak menuju ke kasir.
Untuk menuju ke kasir, ia harus melewati rak buku bagian Kisah Nyata, namun ia tidak pernah mengambil satu pun buku dari rak itu. Tiba-tiba saat ia berjalan melewati rak itu, terjadi suatu hal yang menarik perhatiannya.
Ia pun berhenti.
Tunggu, apa itu tadi? Yura membatin.
Karena penasara, ia pun berbalik arah dan mendekati rak buku tersebut. Dilihatnya sebuah buku berjudul "Seperti yang Kau Inginkan" dengan sampul berwarna ungu muda bergambar mahkota di tengahnya. Ukuran buku tersebut lebih besar dari buku-buku lain yang terletak di rak yang sama, tebalnya kira-kira 200-an halaman.
Apa aku tidak salah lihat? Sepertinya tadi ada cahaya yang keluar dari arah buku ini, batinnya. Ia terheran-heran dan merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Sungguh mustahil dan di luar nalar sebuah buku bisa memancarkan cahaya.
Ia pun mengambil buku bersampul ungu muda tersebut, lalu dibacanya judul buku itu.
"Seperti yang Kau Inginkan..." Ia bergumam pada dirinya sendiri, kemudian membaca sub judulnya. "Kisah yang akan membawamu menuju dunia yang lain, menjadi seperti yang kau inginkan."
Karena masih penasaran, ia pun membalik buku tersebut dan membaca kata-kata yang tertulis di sampul belakangnya pelan-pelan, "Perpaduan yang indah antara sebuah kisah fiksi dan sebuah kisah kerajaan Korea?" tanyanya pada diri sendiri merasa aneh.
Novel Sageuk. Tapi kenapa buku Fiksi ada di rak buku Kisah Nyata? Apa pegawai di sini salah meletakkannya? Yura berpikir sambil memiringkan kepalanya sedikit.
Akhirnya ia merasa tertarik membeli buku itu karena buku dengan judul tersebut belum pernah ia lihat sebelumnya. Dilihatnya beberapa buku yang berjudul sama namun dengan warna sampul yang berbeda-beda disusun rapi di belakang buku tadi. Ia berpikir, mungkin ada beberapa seri dari buku tersebut yang dijual di sana.
Setelah menimbang-nimbang, ia pun memutuskan untuk membeli buku yang berwarna ungu muda yang tadi dipegangnya. Sambil membayar di kasir, ia masih memikirkan kejadian aneh yang tadi ia alami. Sebuah buku memancarkan cahaya? Apakah ia tadi berhalusinasi? Ah, mungkin ia hanya kelelahan.
Hai hai hai! Kalau kamu suka sama ceritanya, jangan lupa masukkan novel ini ke Daftar Pustaka ya! Ikuti terus kelanjutan kisah para tokoh dengan segala konflik dan intrik yang akan semakin memanas nantinya. Pastinya akan seru! 🔥🔥 Jangan lupa juga untuk kasih rating dan komentar kamu ya tentang novel ini. Thank you dan sampai jumpa di bab-bab selanjutnya ya ❤️
"Aku pulang!" Yura memasuki rumahnya membawa bungkusan buku yang tadi dibelinya. "Apakah kau sudah makan?" tanya ibunya dari dapur sambil membereskan sisa makanan di atas meja. "Tadi aku sudah makan, Bu. Youngjo dan Sua mengajakku makan di kedai dekat minimarket," jawab Yura sambil melepas sepatunya. "Ya sudah kalau begitu. Cepat ganti bajumu dan mandi!" perintah ibunya. Ia pun naik ke lantai atas menuju kamarnya. Diletakkannya kantong plastik berisi buku-buku yang dibelinya tadi di atas meja, lalu berganti pakaian dan segera mandi sebelum hari semakin malam. Selesai mandi, ia langsung merebahkan dirinya di atas kasur. Badannya terasa letih sekali. Hari itu terasa sangatlah panjang. Kemudian ia mengambil telepon selulernya dan membuka foto-foto dalam albumnya. Dilihatnya foto-foto yang menunjukkan dirinya sedang berpose bertiga bersama Youngjo dan Sua. Di dalam foto-foto itu, ia tampak sangat bahagia. "Hei Yura, sampai kapan kau ak
Yura masih tertidur pulas sementara novel di atas mejanya menunjukkan suatu aktifitas yang sangat tidak biasa. Jam 12.00 malam itu, di dalam tidur nyenyaknya, Yura mulai bermimpi. Mimpi ataupun bukan, yang pasti semua itu terjadi saat ia sedang tertidur... Yura membuka matanya perlahan. Ia melihat pemandangan yang sangat asing di depan matanya. Ia melihat dirinya duduk di depan sebuah cermin besar. Pada awalnya ia mengira bahwa bayangan di dalam cermin itu bukanlah dirinya karena terlihat sangat cantik, tak nampak seperti dirinya yang biasanya. Tetapi setelah ia memperhatikannya sekali lagi, ternyata benar itu adalah dirinya. Di dalam cermin, terlihat ia sedang duduk mengenakan pakaian tradisional Korea (Hanbok) yang sangat indah, terdiri dari sehelai kemeja panjang (Sokgui) berlengan lebar dengan warna merah muda dilapisi dengan rompi (Jeogori) berwarna ungu dengan berbagai macam corak berwarna emas, dan rok (Chima) berwarna ungu muda. Kainnya mengkilap dan sangat h
(Dunia Novel) Semua Putri dan Pangeran duduk di tempatnya masing-masing. Ratu Munmyeong duduk di samping Raja Muyeol, dan di sebelahnya lagi duduk Selir Yeongchang yang juga merupakan ibu kandung dari Putri Yoohye, Putri Yoseok, dan Pangeran Intae. Mereka duduk saling berhadapan mengelilingi sebuah meja makan berbentuk persegi panjang. Peralatan makan yang ada di atas meja terbuat dari emas. "Baik, semuanya sudah berkumpul. Hari ini sangatlah istimewa karena Pangeran Inmun baru saja pulang dari Tiongkok setelah beberapa bulan berada di Chang'an. Kita harus berterima kasih kepada Pangeran Inmun karena telah mengabdikan dirinya sebagai perantara diplomasi untuk Kerajaan Silla dan Dinasti Tang," puji Raja Muyeol dengan wajahnya yang sangat ramah. "Terima kasih, Yang Mulia," jawab Pangeran Inmun sambil menundukkan kepalanya kepada Raja Muyeol. Pangeran Inmun memiliki keahlian yang baik sebagai seorang diplomat, keahlian yang diturunkan oleh ayahnya yang j
Yura hari itu pulang sedikit lebih awal dari biasanya. Seperti pesan ibunya, ia harus membereskan semua pekerjaan rumah sebelum ibunya pulang dari rumah Bibi Su. Ia segera mengganti pakaiannya lalu membereskan dapur, mencuci piring-piring kotor, serta membersihkan sisa makanan adiknya. Adiknya yang bandel itu, mengetahui ibunya akan pulang lebih malam, akan menjadi lebih malas dari biasanya. Yura kemudian makan sendirian di meja makan. Ia hanya menemukan sup tahu dan kimchi di atas meja. Meskipun hanya itu yang tersisa, ia tetap memakannya karena sudah merasa sangat lapar. Sambil mengunyah makanannya itu, ia teringat kembali akan mimpi yang semalam ia alami. Masih terbayang nikmatnya sup daging yang dimakannya tadi malam. Itu adalah sup daging terenak yang pernah ia makan. Kemudian ia melihat sup tahu yang ada di depannya dan menghela nafas panjang. "Aku jadi ingin bermimpi makan makanan enak lagi malam ini," gumamanya pada diri sendiri. Selesai makan, ia pun
Putri Yoohye melihat Jenderal Besar Yushin dan Raja Muyeol sedang berjalan sambil bercaka-cakap, didampingi oleh beberapa Jenderal senior lainnya di belakang mereka. Saat itu Putri Yoohye sedang berada di taman sendirian, melihat ikan-ikan yang berenang kesana-kemari di dalam kolam. Tiba-tiba datang seseorang menghampirinya dari belakang. "Putri Yoohye," sapa lelaki itu dengan suaranya yang cukup berat namun bernada lembut. Putri Yoohye langsung menoleh ke arah lelaki yang memanggil namanya itu. Lelaki itu sangatlah tampan dan gagah. Ia memancarkan kharisma maskulinitas dengan kulit terangnya yang sedikit kecoklatan dengan garis wajah yang tegas dan badan yang tinggi serta tegap. Namun dari semua kesan kuat yang dimilikinya, ia memiliki pandangan mata yang memancarkan belas kasih. Lelaki itu berdiri menghadap Putri Yoohye dengan masih mengenakan seragam militernya. "Jenderal Wonjin," sapa Putri Yoohye dengan wajah bahagia. Ia merasakan kerinduan yang
Yura bangun dengan tergesa-gesa. Gara-gara tidak bisa tidur nyenyak karena perasaan yang dibawanya dari mimpi semalam, ia menjadi telat bangun. Ia bergegas mandi dan bersiap-siap, mengambil tasnya dan berjalan melewati buku novel di atas mejanya yang kini sudah dalam keadaan terbuka lagi. Ia segera berlari turun dan menuju ke dapur untuk meneguk segelas air putih, kemudian berlari ke arah rak sepatu. "Yura, kau tidak sarapan dulu?" tanya ibunya dari dapur sambil memandanginya berlari menuju ke rak sepatu. Yeonsu pun ikut memandanginya. "Tidak, Bu. Aku sudah telat," jawab Yura sambil mengenakan sepatunya. Kemudian ia berpamitan dan langsung berlari menuju ke halte bus sambil melihat jamnya. Untungnya saat ia sampai di halte bus, sebuah bus yang mengarah ke tujuannya masih berhenti. Ia pun bergegas naik. Ia duduk di barisan kedua dari belakang. Masih tertengah-tengah, ia melihat ke arah luar jendela kemudian tersenyum lebar. Walaupun hampir telat, peras
(Dunia Novel) Yura menjelma lagi menjadi Putri Yoohye... Putri Yoohye sedang mengenakan pakaiannya dibantu oleh salah seorang dayangnya. Dengan mengenakan pakaian bernuansa biru muda, ia berjalan ke depan cermin dengan rambut yang masih belum ditata. Tiba-tiba penjaga pintu di depan kamarnya berteriak, "Putri Yoseok datang!" Putri Yoohye yang saat itu sedang berdiri di depan cermin pun membalikkan badannya, menunggu Putri Yoseok masuk ke dalam kamarnya. Pintu kamar terbuka, dan masuklah Putri Yoseok yang sudah berdandan rapi dengan pakaiannya yang bernuansa perpaduan antara kuning dan merah muda. "Kakak!" sapa Putri Yoohye dengan senyum sumringah. "Yoohye, kau belum selesai berdandan?" tanya Putri Yoseok yang berjalan mendekati Putri Yoohye. "Belum, Kak. Aku baru saja selesai berendam," jawab Putri Yoohye. Pagi itu memang ia menghabiskan lebih banyak waktu untuk berendam air hangat, merilekskan badannya. Putri Yoseok pu
Pangeran Chadeuk melambai-lambaikan tangannya ke arah Putri Yoohye, memberi isyarat padanya untuk segera menghampiri mereka. Putri Yoohye pun mempercepat laju kudanya dan menghampiri para saudaranya itu, yang kini sudah berada di atas kudanya masing-masing. "Kau sudah siap?" tanya Pangeran Gaewon dari atas kudanya. "Sudah, Kakak," jawab Putri Yoohye sambil tersenyum. "Nanti di dalam hutan, kau jangan menangis ya," canda Pangeran Madeuk. "Ah, Kakak ini... kapan aku pernah menangis saat berburu? Lihat saja nanti, aku pasti bisa lebih dulu mendapatkan hasil buruan daripada Kakak," balas Putri Yoohye dengan nada bercanda. Itu memang bukan pertama kalinya ia ikut berburu. Hal itu sudah menjadi kebiasaannya bahkan semenjak ayah mereka belum menjadi Raja. "Ayo kita lihat nanti siapa yang lebih dulu mendapatkan hasil buruan," goda Pangeran Madeuk. Ia tidak pernah lelah menggoda adik perempuannya itu dengan candaannya. "Baiklah, mari kita beran
Jenderal Wonjin dan Jenderal Philsung menunggangi kuda mereka menuju ke arah perkemahan militer yang terletak di dekat tembok gerbang Ibukota Seorabeol. Sesampainya di sana, mereka langsung masuk ke sebuah kemah terbesar di situ. Di dalamnya sudah ada para Jenderal, seorang Pungwolju (sebutan untuk pemimpin utama para Hwarang), serta beberapa Hwarang senior sedang berdiri mengelilingi berbaris dengan dipimpin oleh Jenderal Besar Yushin yang berdiri di depan. Jenderal Wonjin dan Jenderal Philsung segera bergabung bersama mereka."Pasukan Baekje menyerang perbatasan Barat. Jumlahnya sekitar 100 orang. Mereka menuju ke benteng Gajam tapi mata-mata kita di sana sudah mengetahuinya terlebih dahulu dan melaporkannya pada Wonsanghwa regional Barat," terang Jenderal Besar Yushin membuka pertemuan mereka siang itu. Wonsanghwa adalah sebutan untuk Hwarang senior, yang di bawahnya terdapat para Hwarang dan pasukan Hwarang yang disebut Nangdo."Berapakah jumlah pasukan kita di san
Malam itu, dengan keikhlasan hatinya Yura pun memutuskan untuk pasrah mengikuti apapun yang akan terjadi padanya. Ia akan mengikuti ke mana alur membawanya di dunia novel sesuai dengan takdir yang ditentukan oleh sang Penulis. Ia tidak ingin berpikir terlalu keras karena kehidupannya sendiri sudah sangatlah berat. Mulai malam itu, ia berniat melakukan "pelarian" dari dunia nyata dan mulai menikmatinya setiap malamnya.Setelah mandi dan berganti pakaian, ia beranjak ke atas tempat tidurnya dengan novel ajaib itu ada di tangannya. Ia pun memandangi sampul novel itu dalam posisinya yang sedang berbaring. Dirabanya gambar mahkota di sampul novel itu, memikirkan seandainya semua yang ia miliki di dalam dunia novel juga bisa ia miliki di dunia nyata.Ia meletakkan novel itu di atas bantal sebelah kepalanya. Badannya dimiringkan ke arah kanan, di mana novel tersebut diletakkan, lalu ia pun perlahan-lahan menutup matanya. Tak butuh waktu lama, ia pun tertidur...Jam 12.
Sore itu, Yura pulang berjalan kaki sendirian. Youngjo dan Sua tidak mampir ke tempatnya bekerja karena hari itu Sua libur, jadi Youngjo langsung menuju rumah Sua sepulang ia bekerja. Yura berjalan menyusuri trotoar yang cukup ramai, tapi pikirannya tidak berada di sana. Ia masih saja memikirkan lelaki tua tadi. Menurutnya hal yang dialaminya hari itu benar-benar aneh.Mungkinkah itu hanya kebetulan? Ah... sudahlah. Aku bisa benar-benar gila memikirkan banyak hal sekaligus, batinnya.Saat ia mengembalikan fokusnya ke jalanan, saat itu pulalah ia berpapasan dengan seorang lelaki muda berbadan tinggi dan tegap. Ia hanya sekilas saja melihat wajah lelaki itu dan terus melanjutkan langkahnya. Tapi tiba-tiba ia berhenti melangkah dan sejenak berpikir. Sepintas wajah lelaki yang baru saja berpapasan dengannya itu terasa tak asing, apa ia mengenalnya? Ia memang tak melihat wajah lelaki tadi dengan jelas, tapi entah mengapa ia merasa seperti mengenalnya. Ia pun berbalik badan
Yura masuk ke dalam rumahnya kemudian langsung naik ke kamarnya di lantai atas. Ibu dan adiknya pastinya sudah tidur karena waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 pagi. Ia pun sampai di depan pintu kamarnya. Saat hendak membuka pintunya, ia tiba-tiba merasa ragu-ragu. Ia masih merasa takut melihat novel itu lagi. Ia pun mempersiapkan dirinya sebelum akhirnya benar-benar memegang gagang pintu dan membuka pintu kamarnya. Dilihatnya novel ajaib itu masih berada di atas meja dalam posisi terbuka. Yura memang sudah tidak terkejut lagi dengan pemandangan itu. Namun ia masih merasakan ketakutan dalam dirinya. Ia tidak menyangka malam ini ia mengalami kejadian aneh itu lagi, kembali ke dunia novel, bahkan ketika ia sedang berada jauh dari novel itu sekalipun. Ia berjalan menghampiri novel tersebut dengan perlahan. Perlahan pula diraihnya novel tersebut dan diangkatnya, kemudian dibacanya bab terbaru yang tertulis di sana. Kali ini ia tidak seterkejut kemarin karena sudah
Youngjo dan Sua terkejut melihat Yura tiba-tiba tertidur di meja di hadapan mereka. Mereka pun berinisiatif untuk memeriksa keadaan Yura. "Yura? Yura?" panggil Youngjo pada Yura sambil menggoyangkan bahu Yura. Yura masih saja "tertidur". "Kenapa dia tiba-tiba tertidur seperti itu? Apakah dia mabuk?" tanya Sua heran. Sahabatnya itu tadi memang meminum beberapa gelas Soju. Youngjo pun mengambil botol Soju yang ada di hadapan Yura dan dilihatnya Soju dalam botol itu masih ada setengahnya. "Dia hanya meminumnya setengah. Biasanya dia tidak akan semabuk ini kan?" tanya Youngjo merasa heran. Mereka berdua pun melihat Yura sambil berpikir. "Ah, mungkin saja dia memang sedang mabuk berat. Kau dengar sendiri kan tadi dia tiba-tiba berkata 'hari ini aku sangat senang' sebelum dia tertidur. Dulu dia juga pernah mabuk berat, dan saat mabuk memang dia suka tertidur dan susah dibangunkan," terang Sua. Mereka berdua melihat ke arah Yura lagi dan menghe
(Dunia Nyata) Yura terbangun dari ketidaksadarannya. Ia perlahan-lahan mengumpulkan kesadarannya kembali dan melihat ke arah jam dinding. Jam 12.30 malam. Kemudian ia mulai tersadar secara penuh dan teringat akan novel ajaib tadi. Ia pun langsung turun dari tempat tidurnya dan berjalan ke arah meja di kamarnya, kemudian mebuka laci tempat novel tadi disimpan. Ia mengambil novel ajaib itu dan membukanya. Dilihatnya telah tertulis beberapa halaman baru dengan judul "Bab 3" di atasnya. Ia membacanya dengan cepat untuk memastikan apakah isinya benar menggambarkan kejadian-kejadian yang dialaminya tadi ketika sedang "tertidur". Dan benar saja, di dalam novel itu digambarkan secara jelas kejadian yang dialaminya tadi. Alis Yura semakin mengernyit dan matanya melebar selama membaca halaman-halaman Bab 3 novel tersebut. Dengan pandangan matanya yang nanar karena rasa tak percaya, ia duduk di pinggir tempat tidurnya. Ia pun mengusap kepalanya ke belakang dengan kedua
Pangeran Chadeuk melambai-lambaikan tangannya ke arah Putri Yoohye, memberi isyarat padanya untuk segera menghampiri mereka. Putri Yoohye pun mempercepat laju kudanya dan menghampiri para saudaranya itu, yang kini sudah berada di atas kudanya masing-masing. "Kau sudah siap?" tanya Pangeran Gaewon dari atas kudanya. "Sudah, Kakak," jawab Putri Yoohye sambil tersenyum. "Nanti di dalam hutan, kau jangan menangis ya," canda Pangeran Madeuk. "Ah, Kakak ini... kapan aku pernah menangis saat berburu? Lihat saja nanti, aku pasti bisa lebih dulu mendapatkan hasil buruan daripada Kakak," balas Putri Yoohye dengan nada bercanda. Itu memang bukan pertama kalinya ia ikut berburu. Hal itu sudah menjadi kebiasaannya bahkan semenjak ayah mereka belum menjadi Raja. "Ayo kita lihat nanti siapa yang lebih dulu mendapatkan hasil buruan," goda Pangeran Madeuk. Ia tidak pernah lelah menggoda adik perempuannya itu dengan candaannya. "Baiklah, mari kita beran
(Dunia Novel) Yura menjelma lagi menjadi Putri Yoohye... Putri Yoohye sedang mengenakan pakaiannya dibantu oleh salah seorang dayangnya. Dengan mengenakan pakaian bernuansa biru muda, ia berjalan ke depan cermin dengan rambut yang masih belum ditata. Tiba-tiba penjaga pintu di depan kamarnya berteriak, "Putri Yoseok datang!" Putri Yoohye yang saat itu sedang berdiri di depan cermin pun membalikkan badannya, menunggu Putri Yoseok masuk ke dalam kamarnya. Pintu kamar terbuka, dan masuklah Putri Yoseok yang sudah berdandan rapi dengan pakaiannya yang bernuansa perpaduan antara kuning dan merah muda. "Kakak!" sapa Putri Yoohye dengan senyum sumringah. "Yoohye, kau belum selesai berdandan?" tanya Putri Yoseok yang berjalan mendekati Putri Yoohye. "Belum, Kak. Aku baru saja selesai berendam," jawab Putri Yoohye. Pagi itu memang ia menghabiskan lebih banyak waktu untuk berendam air hangat, merilekskan badannya. Putri Yoseok pu
Yura bangun dengan tergesa-gesa. Gara-gara tidak bisa tidur nyenyak karena perasaan yang dibawanya dari mimpi semalam, ia menjadi telat bangun. Ia bergegas mandi dan bersiap-siap, mengambil tasnya dan berjalan melewati buku novel di atas mejanya yang kini sudah dalam keadaan terbuka lagi. Ia segera berlari turun dan menuju ke dapur untuk meneguk segelas air putih, kemudian berlari ke arah rak sepatu. "Yura, kau tidak sarapan dulu?" tanya ibunya dari dapur sambil memandanginya berlari menuju ke rak sepatu. Yeonsu pun ikut memandanginya. "Tidak, Bu. Aku sudah telat," jawab Yura sambil mengenakan sepatunya. Kemudian ia berpamitan dan langsung berlari menuju ke halte bus sambil melihat jamnya. Untungnya saat ia sampai di halte bus, sebuah bus yang mengarah ke tujuannya masih berhenti. Ia pun bergegas naik. Ia duduk di barisan kedua dari belakang. Masih tertengah-tengah, ia melihat ke arah luar jendela kemudian tersenyum lebar. Walaupun hampir telat, peras