Share

Bab 2 Terjadi Lagi

'Apa dia bukan manusia?' batin Yumna bertanya-tanya. Masih memperhatikan setiap langkah kaki atasannya itu dengan mengernyitkan dahi.

'Mana mungkin ada manusia berjalan seperti itu? Apa dia robot?' batinnya terus bertanya keheranan.

"Kenapa memandangku seperti itu?" Sang atasan mengulas senyum tipis saat tahu Yumna memperhatikannya.

Perempuan dengan wajah masih tampak muda meski usianya sudah kepala empat itu kembali menunduk malu kedapatan memperhatikan sang CEO. Tak berani menjawab lagi, pandangannya lurus pada sepasang flat shoes butut yang dia pakai.

Sepatu yang menjadi salah satu saksi bisu kekejian enam orang pemuda sore itu. Antara ingin membuangnya sejauh mungkin agar kejadian nahas itu terlupakan. Tapi sepatu itu satu-satunya benda yang menjadi kenangan bersama sang ibu. Refleks dia menggeleng dan mengedipkan mata, mengalihkan objek pandang ke arah lain. Kembali fokusnya pada sang pemimpin perusahaan yang sudah mendekatkan bibir cangkir ke mulutnya.

"Hem ... luar biasa! Bagaimana kamu membuat minuman selezat ini?" seru Almeer kembali menyeruput kopinya. Berulang kali mengecap rasa yang tersisa di lidah dan bibirnya.

"Pilih dia, Fen! Atur semua berkas kelengkapan sesuai dengan administrasi di negara ini!" titahnya menoleh pada si asisten.

"Maksudnya, Sir?" tanya Fendy ragu, memperjelas lagi perintah pria yang baru saja menjadi atasannya tersebut.

"Yumna? Right? Ehem!" Pria dengan wajah tampan itu melonggarkan dasi dan berdehem menatap Yumna yang mengangguk takut-takut tanpa mengangkat wajah, membenarkan ucapan Almeer yang menanyakan namanya.

"Tatap saya, Yumna!" tegas pria itu tersenyum lebar dan meletakkan cangkir kopi yang hanya menyisakan setengah isinya.

Yumna terpaksa menatap ragu meski tubuhnya semakin bergetar dan meremas jemari di depan perut.

"Mulai hari ini, kamu bekerja di ruangan ini sebagai pelayan khusus saya! Nanti biar Fendy yang jelaskan! Tugasmu hanya mengatur dan menyediakan apa yang akan kusantap selama di kantor. Masalah gaji ... akan kunaikkan 300 persen! Jika menolak maka ganti rugi sebesar tiga ratus persen juga. Paham?" paparnya dengan penuh penekanan tak mengalihkan pandangan dari wajah ayu karyawan kebersihan itu.

Dua bola mata Yumna seketika membola mendengar permintaan boss barunya yang terdengar konyol.

"Apa ada pekerjaan seperti itu, Pak?" tanya Yumna semakin gemetar dibuatnya.

Pikiran menjadi kacau dengan banyaknya berita yang sedang viral di media. Atasan yang memanfaatkan pegawai lemah demi kepuasannya semata. Perempuan lemah yang tak berpendidikan dan tak mungkin bisa melakukan apapun pada perbuatan sang majikan.

Tapi dia pun membutuhkan gaji itu meski sangat beresiko tinggi. Bayangan buruk yang menghantuinya selama ini kembali terlintas. Dia menelan saliva dan berusaha tetap tenang. Napasnya juga mulai memburu tapi dengan cepat Yumna mengambil napas dalam-dalam.

"Kamu bisa mengajukan tuntutan jika nanti merugikanmu di kemudian hari! Akan ada hitam di atas putih untuk ini! Jika dalam rumah tangga ada Asisten Rumah Tangga maka di kantor ini, khusus di ruangan ini akan ada Asisten Kantor, selain Fendy. Dia yang meng-handle bisnis maka kamu bertanggung jawab atas urusan kebersihan juga urusan kepuasan perut, mengerti?" papar Almeer panjang lebar kembali berdiri dan mendekati Yumna.

"Ba-baik, Pak!" jawab perempuan yang terlihat awet muda itu gugup.

"Ooh ... satu lagi! Jangan panggil saya Pak jika sedang berdua di ruangan ini! Panggil Sir atau Mister lebih terdengar tak setua panggilan Bapak," kekehnya duduk bersandar di tepi meja dan melipat kedua tangan di dada memperhatikan perempuan yang mengangguk itu.

"Ikut dengan Fendy ke ruangannya dan akan dijelaskan oleh Pak Bastian masalah gaji dan perjanjiannya!" titahnya mengibaskan tangan lurus bahu.

"Te-terima kasih, Sir!" balas Yumna masih menunduk dan berjalan mundur hingga dia keluar dari ruangan paling mewah dan luas di kantor itu.

'Gajiku sebulan 3 juta kalo 300 persen artinya ... sembilan juta? Ah bukan ya? Berapa jadinya? Tunggu! Kebersihan dan kepuasan?' gumamnya mulai menimang-nimang tawaran boss-nya, saat perjalanan menuju ruangan HRD.

Fendy yang menghentikan langkahnya di depan ruangan dan mengetuk pintu membuatnya ikut berhenti. Tak lama terdengar suara dari dalam memerintahkan untuk masuk.

"Urus dia sesuai point dalam berkas! Ingat! Jangan melakukan kesalahan sekecil apapun jika tak ingin dipecat!" perintah Fendy pada pria berperut buncit pemilik ruangan itu dengan mengerlingkan mata.

"Baik Pak!" jawab pria itu sambil berdiri dari duduknya sedikit membungkuk, memberi hormat.

Fendy meninggalkan Yumna di ruangan sang Direktur paruh baya itu sendirian setelah menyerahkan beberapa berkas.

"Oke! Jadi kamu?" Sang direktur memindai tubuh Yumna dari atas ke bawah lalu berhenti pada name card di dada perempuan yang masih menunduk itu.

"Apa istimewamu, hem? Benarkah masih perawan di usia sepertiku?" kekehnya berjalan memutari Yumna dengan tatapan yang memuja.

"A-apa mak-sud Bapak?" Gugup petugas kebersihan itu saat mendengar decakan dari sang Direktur. Tubuhnya semakin gemetaran dan memainkan jemari dengan saling meremas.

Pria yang sudah menginjak usia setengah abad itu melepaskan jas hitamnya. Melemparkan asal ke sembarang arah. Melonggarkan dasinya dan berhenti tepat di depan Yumna dengan jarak yang begitu dekat.

Perempuan itu mundur selangkah dan keringat mulai bercucuran meski suhu ruangan itu di-setting rendah.

"Ba-pak mau a-pa?" ucapnya terbata.

"Percobaan sebelum kamu melayani Mister Almeer," jawabnya sedikit berbisik dengan membungkuk sejajar telinga Yumna.

Perempuan itu terus menghindari sentuhan demi sentuhan direktur bernama Bastian itu. Gerakannya terhenti saat tubuh sudah terpojok di sudut ruangan.

Pria itu tak mau berjarak dengan Yumna. Tangannya terus berusaha menyentuh disertai melepaskan satu per satu kan cing di kemeja putihnya. Yumna terus menggeleng dan menghindar hingga tak menyadari tubuh tambun pria tua itu telah polos.

"Jangan Pak, Ja–"

Dua tangan yang sudah mulai keriput itu menyergap bahu Yumna dan dibenturkan ke dinding. Mulutnya disumpal dengan rakus oleh indera pengecap Bastian secara brutal.

"Emph ... emph ...." Air mata Yumna mulai mengalir membasahi wajah.

Tubuh kecil itu meronta mendorong dada sang direktur kuat-kuat. Tapi tak ada tanda pria tua itu menghentikan gerakan kasarnya. Dia ingin meluruh ke lantai dan terus berusaha melepaskan tautan di bibirnya.

Bastian justru mengoyak seragam OG yang melekat di tubuh berguncang hebat itu. Semakin brutal dan memaksa mengangkat sosok mungil itu ke sofa.

Tok ... tok ... tok ...

Semua pergerakan Bastian terhenti saat pintu ruangan diketuk. Dia kalang kabut dan berlari ke kamar mandi dalam ruangan itu sambil memunguti pakaiannya di lantai.

Yumna memeluk tubuhnya dengan berlinang air mata. Isakannya tertahan bahkan tak mampu lagi mengeluarkan suara. Tubuh menggigil ketakutan, tangan meremas kepala dan menjambak penutup kepalanya. Mencabik-cabik lengan dan kerudungnya sendiri dengan kasar.

"Pak Bas–" suara itu terhenti, berganti dengan keterkejutan, "Yumna? Apa yang terjadi?"

Langkah kaki bak robot itu seperti dipercepat menuju arah kamar mandi yang terdengar gemericik air dari dalam.

"KELUAR!" geramnya berteriak di depan pintu kamar mandi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status