Share

Bab 5 Siapa Dia?

"Jangan Pak! Aku akan memakai masker saja! Berniqab bagiku adalah sebuah beban berat yang harus kupertanggung jawabkan kelak di hadapan Allah. Aku belumlah sempurna imannya," ucapnya bertukar pandang dengan Almeer.

"Baiklah ... tapi dengan satu syarat ...."

"Sya–rat?" tanya Yumna dengan suara bergetar.

"Pertemukan aku dengan Ayah kamu, sekarang juga!" balas Almeer menatap serius.

"Tap-"

Tangan pria itu menyambar lengan Yumna dan menariknya cepat berjalan keluar ruangan di kantornya. Banyak pasang mata menatap Sang CEO yang tiba-tiba saja menggandeng perempuan dengan gamis mewah keluar dari lift khusus petinggi.

Sopir pribadi Almeer mengangguk patuh saat diberi isyarat menyiapkan mobil. Tak sempat memperhatikan siapa perempuan bermasker yang beruntung digandeng atasannya yang terkenal dingin pada semua perempuan itu.

"Biar saya bawa sendiri, Pak!" Almeer membukakan pintu kabin depan untuk Yumna yang mematung.

"Masuklah! Hati-hati!" titahnya mengarahkan perempuan yang tiba-tiba saja seperti ponsel yang ngelag itu dengan sedikit mendorong pinggangnya.

Tangan Almeer menyentuh tepi pintu agar kepala Yumna aman, tak terantuk saat masuk ke mobil. Dia juga membungkuk memasukkan ujung gamis yang menjuntai ke dalam mobil. Lalu menutup pintunya pelan. Pria dengan cara jalan kaku seperti robot itu melangkah memutar ke kabin pengemudi.

"Maaf, Pak! Boleh saya bertanya sesuatu?" Yumna memberanikan diri membuka suara saat kendaraan berlogo seperti tiga jarum yang membentuk bintang itu melaju di jalan raya.

"Katakan!" balas pria itu singkat, fokus mengemudi.

"Apakah ... Bapak pernah kecelakaan?"

Seketika Almeer menginjak pedal rem, saat mendengar kalimat tanya dari Yumna. Tangan kirinya masih sempat melindungi kepala perempuan di sampingnya dengan menyentuh kening agar tak terbentur dashboard.

"Maaf ...," katanya kembali melajukan mobil dengan dada yang berdetak lebih cepat.

"Saya yang harusnya minta maaf, telah lancang menanyakan hal pribadi Anda, Pak Nevan!" sahut Yumna menunduk dan mulai lagi memainkan jemari di pangkuan.

Dia seperti menderita kecemasan jika terjadi hal-hal tertentu. Tapi di dekat Nevan, perasaan cemasnya menghilang berganti dengan rasa tak terkendali seperti salah tingkah dan malu-malu.

Begitu juga dengan Almeer yang merasa percaya diri dan tidak merasa buruk di mata Yumna. Pasalnya setiap kali berada di dekat seorang perempuan, pemilik perusahaan real estate itu selalu insecure dan memilih bersikap dingin. Tapi tidak dengan berada di dekat perempuan yang identitasnya menunjukkan angka 40 pada usianya. Padahal wajah dan postur tubuh proporsionalnya masih seperti umur belasan tahun.

"Aku mengalami kecelakaan dulu, ka-"

"Sebaiknya jangan dilanjutkan jika memang itu rahasia Bapak. Lupakan saja pertanyaan bo-doh saya, maaf sekali lagi!" potong Yumna saat menyadari nada bicara atasannya berubah sedih, seperti memendam rasa kesedihan yang mendalam.

"Hhhh ... baiklah! Di mana Rumah Sakit Ayah Kamu?" tanya Nevan mengalihkan pembicaraan dengan mengembuskan napas panjang.

"Perempatan depan, belok kanan lalu lurus sekitar 500 meter, rumah sakit kelas bawah yang menerima pasien dengan jaminan kesehatan, Pak! Makanya saya melar-"

"Kita pindahkan Pak Qais sekarang juga ke rumah sakit internasional! Aku akan mengurus semuanya!" pangkas Almeer membelokkan mobil membuat Yumna ikut meliuk tubuhnya menatap tak percaya pada sang atasan.

"Apa Bapak bilang? Pindah? Ke rumah sakit internasional? Tapi apa alasannya?"

"Itu akan menjadi pesangon gaji terakhir kamu bekerja di perusahaan sekaligus sebagai maharku menikahimu!"

"Apa?" Yumna terbelalak menatap pria di sampingnya dengan tubuh menyerong.

"Semua keinginanku harus dipenuhi, Yumna. Kalo tidak, kamu akan dalam masalah besar! Paham? Turuti saja permintaanku dan kita akan buat poin-poin penting perjanjian setelah ayah kamu dipindahkan!" tekan pria itu membuka pintu dan keluar mobil.

Berjalan memutar dan kembali melakukan hal yang membuat jantung Yumna berdebar, merasa diistimewakan. Dia membukakan pintu di sampingnya dan melindungi kepala terbalut hijab warna peach dari tepian atap kendaraan mewahnya. Entah Almeer melakukan untuk mobilnya agar tak lecet atau karena Yumna, perempuan itu tetap tersanjung dengan sikap manisnya.

"Lepaskan maskermu dan berikan padaku!" titahnya melepas paksa penutup mulut dan hidung yang dipakai Yumna.

"Pak! Di meja resepsionis depan tersedia masker gratis untuk pe–ngun–jung," gerutu Yumna diabaikan pria itu yang sudah melangkah meninggalkannya ke arah lobi sambil membenahi masker.

"Di mana ruangannya?" ketus pria yang berjalan aneh iti bertanya seolah sedang terburu-buru.

"Ikuti saya, Pak!" Yumna mengangguk sopan membungkukkan badan mendahului sang boss yang berhasil disusulnya.

"Samakan langkahku, Yumna!" seru Almeer tertatih, susah payah menyamakan langkah.

"Maaf, Pak!" balasnya berhenti memperhatikan cara berjalan Almeer dan menggeleng samar.

'Apa dia sungguhan robot? Atau mungkin memakai kaki palsu? Dia cacat? Astaghfirullah! Apa yang kamu pikirkan, Yumna? Biar saja dia robot! Malah bagus jika dia memaksa menikahiku artinya menikah dengan robot? Astaghfirullah, jangan bermimpi terlalu tinggi, Yumna! Sadarlah!'

Berulang kali Yumna mengerjapkan mata dan menggeleng samar hingga terakhir mengusap wajahnya dengan kasar.

"Apa yang kamu pikirkan tentangku, hem? Aku berjalan seperti robot? Aku ini bukan manusia?" tebak pria itu tetap memandang lurus ke depan.

Perempuan di sampingnya itu terkesiap dan menyipitkan mata memindai tubuh pria keturunan Baldwin itu dari atas hingga bawah.

'Dia bisa tahu apa yang kukatakan dalam hati?'

"Ya! Aku mendengar keluhanmu, Yumna! Kamu mengira aku robot dan merasa bersyukur jika memang benar aku ini adalah robot, 'kan?" sahut Almeer seolah benar-benar mendengar apa isi hati perempuan yang melangkah ragu di sampingnya.

"Ke mana sekarang? Rumah sakit ini tak ada lift? Kita harus menaiki tangga?" tanyanya saat sampai di ujung lorong dan hanya ada dua jalan, yaitu tangga dan jalan menuju taman belakang.

"Ke arah sini, Pak! Maaf, Saya tidak sengaja membuat Anda memutar," kekeh Yumna menggaruk kepalanya dan membungkuk sungkan.

"Siapa yang sering kamu jumpai di panti asuhan setiap sore itu? Apakah itu anakmu?" tanya sang CEO serius, memecah keheningan lorong sepi yang mereka lalui.

Refleks Yumna menoleh dengan wajah penuh tanya.

'Pria ini benar-benar tahu banyak tentangku? Siapa dia sebenarnya?' Batin Yumna bertanya-tanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status