Cepat-cepat Aditya menghentikan mobilnya asal di sisi jalan. Melirik Selena, cukup puas membuatnya tidak bisa berkutik."Masih mau membantah, hakh?"Selena hanya terdiam. Matanya menatap kosong ke depan, semua terasa cepat dan tiba-tiba. Bahkan ia tidak sempat mengelak diri saat Aditya gesit menarik tangannya bahkan mencium bibirnya.Wajah Selena yang memanas tampak merah padam. Tangannya menyentuh bibirnya yang masih terasa hangat akibat ciuman Aditya tadi.Apa yang dia lakukan ini? Membatin kesal. Sudah kuduga dia memang pria playboy yang hobby mengincar gadis-gadis.Dia pikir aku sama seperti gadis-gadisnya itu? Aku masih punya harga diri yang tinggi!Namun, di beberapa detik kemudian segera tersadar dengan malam panas di waktu lalu.Tapi tetap saja Selena tidak terima dengan perlakuan Aditya, ia memutar kepala menatapnya dengan tatapan berapi-api."Anda sudah---""Menciummu? Yah, itu benar, Selena. Akan begitu kalau kamu masih berani membantahku!" potong Aditya menaikkan kedua alis
Selena mencari-cari cara agar bisa mengambil helai rambut dari bawah kerah kemeja putih Aditya. Sial! Bagaimanapun aku harus bisa mengambilnya? Ini kesempatanku untuk mencari tahu sosok pria misterius itu.Selena jadi gelisah menoleh bolak-balik ke arah Aditya. Tapi sampai Aditya selesai menelepon, ia tidak kunjung berhasil mengambil helai rambutnya."Ini ponselmu, Selena," ujar Aditya mendengus kasar. "Sekarang kita ke rumahku dulu," lanjutnya .Segera melajukan mobil tanpa menunggu jawaban Selena, yang langsung memucat mendengar arah tujuan mereka."Pak, s-saya turun di sini saja," katanya meremas sisi kursinya. "Saya harus segera ke perusahaan."Tak terbayang kalau ia harus ikut ke rumah Aditya. "What? Jadi, maksudmu aku sendiri yang membawa berkas-berkas itu semua turun dari kamarku?"Apa aku tidak salah mendengar? Yang meninggalkan berkas-berkas itu di kamarnya, siapa? Tentu dia-lah yang bertanggung jawab! Dia pikir aku pelayannya?"Tapi saya harus segera kembali---""Kamu se
Aditya merasa lukanya hanya luka kecil cuma bisa menurut di perhatikan tulus oleh Selena.Tapi ... 'Dari mana Selena tahu kotak obat ada di laci nakas?' batinnya, tersentak dengan mata melotot."Ahh, sakit!" ringis Aditya langsung mencengkeram pinggang Selena."Itu balasan kalau Anda memanfaatkan kesempatan saat saya sibuk, pak Aditya!""Hahk! Aku bahkan tidak melakukan apa-apa," protes Aditya tidak terima."Tidak melakukan apa-apa, tapi tangan Anda mencengkram pinggang saya! Silakan tangan Anda pindah ke sisi kursi saja, Pak," omel Selena menurunkan pandangannya ke Aditya, yang kadang meringis kesakitan.karena sengaja menekan lukanya.Aditya memang tidak sadar tengah memeluk pinggang Selena. Dia hanya takut lukanya kembali terasa sakit.Tidak terima di omeli, Aditya menaikkan pandangannya. Namun, bukannya menatap wajah Selena, kini matanya bertumpu pada gundukkan kembar indah di depan matanya.Aditya meneguk liurnya berkali-kali, tak bisa disangkal hasrat lelakinya langsung member
"Ingat, Aditya! Secepatnya aku segera mengabari Tuan Collins, kalau pencarian Selena dan anaknya diberhentikan. Dengan alasan, Aditya sudah memiliki kekasih baru yaitu sekretaris barunya," ancam paman Grove dengan geraham mengerat.Paman Grove melengos kasar meninggalkannya."Ingat juga, paman Grove! Kalau sampai hal ini ke Tuan Collins, aku tidak akan pikir-pikir untuk memecat mu!" teriak Aditya balas mengancam paman Grove."Itu jauh lebih baik, Aditya!" sahut paman Grove cuek.Arghh! Apa maunya pria tua ini!Aditya yang kesal meninju udara kosong."Paman Grove!!" serunya terpaksa mengejar paman Grove.Pria tua yang terlanjur kesal dengan Aditya, menghentikan langkahnya. Balik badan menghadap Aditya."Katakan sekarang, Aditya! Kamu masih mau mencari Selena atau kamu memilih si Sekretaris itu?""J-jelas aku masih terus mencari Selena lah, Paman. Aku dengan Sekretaris cuma urusan pekerjaan saja," ujar Aditya cengengesan mendahului paman Grove keluar."Tunggu, Aditya!""Shit! Apalagi, p
"Uhm ... bukan begitu, Pak. Saya cuma takut ketahuan sama ibu kos keluar malam-malam, itu saja."Aditya melirik dengan senyum miringnya."Hmm ... tidak apa-apa juga, harus jujur kalau kamu takut ketahuan sama pacarmu."Sial! Perlukah aku berteriak, tidak punya pacar agar dia berhenti bicara pacar terus?"Yah, saya tidak punya pacar, Pak."Aditya yang tengah fokus menyetir mobil tadi tiba-tiba menghentikan mobil. Kemudian memutar badan menghadap Selena."Apa itu benar, Selena?"Selena mengangguk cepat. Terserah Aditya percaya atau mau mengatainya pembohong.Baru tadi siang ia mengaku-ngaku mau bertemu pacar, sekarang tiba-tiba mengaku tidak punya pacar."Aku rasa kamu memang ahlinya berbohong, Selena!" Aditya tertawa kecil mengejeknya."Aku belum pikun, Selena. Tadi siang kamu mengaku mau kencan dengan pacarmu. Kenapa sekarang tiba-tiba tidak mengakuinya?"Ahh, ribet! Dia mau mengorek informasi pribadiku atau menemaninya beli apa tadi? Selena mengumpat karena jadi terus-terus berbohon
"What? Istri siapa, Selena?" buru Aditya bingung. "Itu cuma alasanmu saja, kan? Agar bisa bertemu pacarmu di luar tanpa ketahuan sama ibu kos mu!" Aditya balik menuduhnya, wajahnya tampak sangat memerah karena rasa cemburunya.Namun, berbeda dengan Selena. Mulutnya seketika menganga. Istri siapa lagi kalau bukan istri Aditya? Pacar? Selena menarik sudut bibirnya. Aditya seolah mempermudahnya bisa lepas dari pimpinan absurd itu. "Iya, untung Anda tahu. Sekarang Anda bisa pergi sebelum pacar saya melihat Anda."Bukannya pergi, Aditya semakin tidak bisa menahan cemburunya. Niatnya bertemu Selena tadi karena tidak bisa menahan cemburu membayangkan Selena bersama pacarnya.'Gila! Aku tidak bisa menahan diri lagi,' batin Aditya menggertak gerahamnya. 'Shit! Tadi mengaku-ngaku sudah putus, sekarang malah mengakuinya. Sudah kuduga ia hanya berbohong tadi!'Aditya tak bisa mengendalikan emosi dan rasa cemburunya. Sekali hentakan keras saja, Aditya berhasil menyeret Selena kembali masuk mobil
Aditya menyipit, masih belum bisa yakin Selena tidak berbohong. Walau dalam hati sangat senang."Apa aku bisa percaya itu, Selena? tanyanya meremas-remas jari tangannya.Selena mengangguk cepat, berharap Aditya tidak lagi memaksanya menelpon Hendra."Kamu telepon saja membuktikannya, Selena. Aku tidak yakin kamu tidak berbohong!"Kesal bercampur geram, rasanya ingin menampar Aditya. Lebih bodohnya, ia cuma bisa menurut saja. Tak lama berpikir, kemudian Selena menarik sudut bibirnya. "Anda saja yang menelponnya, pak Aditya. Saya takut Hendra malah berpikir saya mau meminta balikkan lagi. Sama seperti yang dulu-dulu," ucap Selena memberikan ponsel ke Aditya, menunggu responnya."Aku yang meneleponnya? Buat apa, Selena?""Lho, bukannya Anda yang sangat penasaran hubungan saya dengannya, pak Aditya?"GLEKKAditya terpojok, menjauhkan pandangannya guna menutupi rasa malunya.Lama hanya terdiam, Selena mengulurkan tangannya, "Sekarang berikan kunci kamarnya, Pak. Saya harus pulang," uja
"Pimpinan Aditya?" ulang Selena meneguk liur."Atau kamu angkat saja, Selena?""Ehh, jangan di angkat, Kak. Takut disuruh memimpin meeting pagi ini," ucapnya berbohong. "Aku takut tak terkejar agenda meeting nanti."Sharon membeo, sebelum kemudian membawa Baby Lea keluar dari sana."Kamu beres-beres lah. Aku saja yang mengurus susu Baby Lea."Selena menghela napas. Sharon terlalu baik membantunya. Tak terbayang kalau ia sendiri yang mengurus Baby Lea, bisa-bisa sampai siang ia baru selesai.Selena melempar handuk dari tubuhnya. Buru-buru mengenakan seragam kerjanya, tak lupa memasukkan map perusahaan yang ia bawa pulang kemarin ke dalam tasnya."Ponselku," gumamnya lantas menyambarnya. Sekilas melihat notif pesan dan panggilan dari Aditya namun hanya mengabaikannya.Mungkin Aditya tengah menunggunya di perusahaan, karena tak melihatnya ada di ruangan maka meneleponnya.Selena melirik jam, tinggal lima menit lagi ia harus sudah tiba di perusahaan. Ia memacu larinya ke pangkalan ojek
"Semua sudah beres. Tinggal membawa Selena sekarang bertemu Tuan Collins, Aditya! Tapi tunggu aba-aba dariku!""Bagaimana dengan Tuan Barata? Apa Paman sudah menunjukkan bukti-bukti itu?" "Tenang saja. Semuanya sudah aman," jawab paman Grove meninggalkan perusahaan Barata. Sekarang dia hanya melakukan tugas terakhirnya sebelum Aditya tiba di rumah sakit. "Semua sudah beres?" Paman Grove menyambungkan ponselnya ke orang suruhannya di rumah sakit."Beres. Tuan Collins tampaknya sedikit syok dan tidak mengatakan apapun dengan bukti-bukti itu." "Oke, tugas kalian sudah selesai. Sekarang kalian bisa bebas. Katakan ke semua anggota, sampai kapanpun hal ini tidak bisa bocor! Ingat! Kalian berhadapan dengan Aditya!""Siap, Bos! Aman terkendali.""Oke, pergilah bersenang-senang. Bonus kalian sudah di transfer."Paman Grove mendahului Aditya ke rumah sakit, beberapa menit yang lalu Tuan Collins memintanya datang. Mungkin ingin menanyakan kebenaran bukti yang diberikan asisten pribadinya.
Tuan Collins menunjukkan senyum smirk-nya. Dia memang menanyakan Aditya ke paman Grove. Sudah seminggu ini Julia mencari-carinya ke rumah sakit. Dari Julia jugalah Tuan Collins tahu Aditya tidak lagi tinggal di rumahnya. Namun, Tuan Collins tidak ingin membahasnya."Apa kamu sudah mengurus pernikahanmu dengan Julia?" tanya Tuan Collins membetulkan letak selang infus yang melilit di tangannya."Pernikahan? Aku memang sedang merencanakan pernikahan, tapi tidak dengan Julia, Kek." Aditya melipat kedua tangannya di dada.Ucapannya itu menarik atensi Tuan Collins dan menaikkan pandangannya. "Apa maksudmu, Aditya? Kamu mau menggagalkan rencanaku dengan Barata?" berangnya melotot tajam."Rencana mengakuisi perusahaan milik Tuan Abeth dan Viktor? Sepertinya Kakek tidak tahu jika Tuan Bramasta sudah bergerak lebih cepat." Aditya menarik punggungnya yang menempel di dinding kamar rumah sakit. "Tidak bisa di salahkan juga Tuan Bramasta. Kalian saja yang tidak bergerak cepat. Yah, kalian sibuk
Selena terbangun setelah mendengar bunyi alarm dari ponselnya. Sedikit kaget mendapati dirinya tertidur di ruang tamu. Punggungnya terasa mau patah karena semalaman tidur membungkuk di sofa kecil.Selena meregangkan otot tubuhnya sebelum berjalan ke kamar Baby Lea. Pun cepat-cepat membersihkan diri sebelum Aditya datang ke sana.Namun, belum selesai berkutat dengan Baby Lea, terdengar suara bell. "Iya, bentar," serunya berlari kecil ke depan. Tampak Aditya menunggu di depan pagar."Masuklah, aku belum selesai," ujar Selena memberikan Baby Lea kepada Aditya.Ia tidak tahu mengapa senyaman itu memperlakukan Aditya. Bahkan tubuhnya yang cuma terbungkus daster basah tidak merasa malu. "Selena," panggil Aditya melihatnya terburu masuk."Tunggu sebentar aku mandi," serunya menghilang di balik pintu kamar.Sengaja atau tidaknya, pintu kamar jelas tidak menutup sempurna. Aditya meletakkan Baby Lea di ruang bermain, niatnya ingin menutup pintu kamar. Aditya tidak yakin bisa menguasai dirin
Setelah beberapa lama berbincang, Aditya berpamitan pulang. "Kamu pulang saja dulu, Selena. Mumpung ada Aditya yang bisa mengantarmu ke rumah," ujar Mami kasihan melihat Selena terus-terus di sana. "Mami saja yang pulang. Aku---""Biar Mami dan Riana di sini malam ini. Kamu dan Baby Lea pulanglah. Pun ada Papi juga di sini," potong Mami memaksa Selena pulang."Aditya, tolong antarkan Selena ke rumah ya.""Baik, Nyonya." Aditya meraih Baby Lea dari pangkuan Selena. Membawanya keluar mendahului Selena.'Pucuk dicinta ulam pun tiba. Semua sesuai dengan rencana. Sekarang tinggal menunggu giliran Kakek tua itu!' batin Aditya tertawa kecil. "Maaf merepotkan kamu," kata Selena menarik Baby Lea dari pangkuan Aditya dan mendudukkannya di kursi belakang.Aditya bergumam dalam hati, itu semua sudah direncanakan. Sekarang dia hanya ingin membuat Selena merasa dirinya malaikat penolong."Tidak apa-apa. Lupakan saja yang lalu-lalu, fokus dengan kesehatan Hendra dulu.""Tapi ... kata dokter Kak H
Di kediaman keluarga Bramasta tidak lantas membuat Selena tenang. Pikirannya tentang Aditya semakin kuat saja. "Hei, malah bengong." Riana yang baru tiba menepuk pundak Selena. Selena mengangkat kepala lemah. Melihat Riana jadi timbul niatnya keluar ingin menemui Aditya. Ia harus mengakui semuanya ke Aditya dan meminta Aditya untuk melupakannya dan Baby Lea.Selena tidak ingin jika Tuan Collins sampai tahu ia memiliki keturunan keluarga Collins. Ancaman pria tua itu belum bisa hilang dari pikirannya."Malah bengong," omel Riana menyikut bahu Selena."Iya, aku kelelahan seharian menjaga Baby Lea," sahut Selena tertawa kecil. "Elleh, kan Mami sudah langsung pulang. Sekarang kamu bisa bersantai juga."Benar juga. Ini kesempatannya bisa keluar dengan mengajak Riana yang doyan belanja-belanja dan salon."Hmm, kamu mau mengajakku keluar?" pancing Selena mengedipkan sebelah matanya menggoda calon iparnya.Benar saja, mendengar kata keluar, Riana mencampakkan tas belanjaannya ke dalam kam
Paman Grove mengerahkan seluruh orang suruhannya mendapatkan benda untuk keperluan tes DNA yang diminta oleh Aditya."Aku yang akan mendapatkan sampel rambut putriku, paman Grove. Kalian hanya perlu mengawasi Hendra dan keluarga Bramasta saat aku berkepentingan di rumah Selena.""Baik, info sudah aku dapatkan, Tuan Bramasta dan istrinya juga putrinya tengah ke pertemuan mitra bisnis keluar kota, sore nanti baru kembali. Kami hanya akan mengendalikan Hendra selama kamu berkepentingan di rumah Selena."Aditya setuju dan segera bergerak menuju rumah Selena. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan kembali wanita yang jadi cinta pertamanya.Sebenarnya, terlihat konyol bagi seorang Tuan Muda bangsawan mengejar-ngejar wanita yang tidak sederajat dengannya, pun mengemis cinta darinya. Selena di rumahnya. Setelah beberapa lama memastikan Aditya tidak datang lagi, ia mulai berani membuka pintu rumah dan bersantai di teras rumah. Hingga lima belas menit kemudian."Ekkhem!
Selena memastikan Aditya pergi. Gemuruh dadanya meningkat dan berlari masuk menuju meja makan. Menyambar gelas dan menuang air minum sebelum meneguknya habis. Selena masih berdiri, mencengkram sisi meja menahan tubuhnya yang masih bergetar. Napasnya memburu dengan dada turun naik. "Dari mana dia tahu tempat ini?" gumamnya mulai mengatur napas. Meremas ponsel di genggaman tangannya. Selena segera menemukan kontak Hendra hendak akan menghubunginya, memberitahu kedatangan Aditya tadi.Namun, hanya kembali meletakkannya di atas meja. Ia tahu sekarang Hendra sedang sibuk dan tidak bisa diganggu. Selena mengurungkan niatnya.Selena berjalan ke kamar melihat Baby Lea, dia sedang tertidur pulas di ranjang.Selena kembali keluar berjalan ke ruang depan. Menyibakkan gorden guna menyelidiki Aditya tidak kembali ke sana. Hatinya jadi gelisah dan tidak tenang. Pikirnya, Aditya akan kembali lagi. "Aku ke rumah Mami saja," ujar Selena berbalik ke meja makan. Meraih ponsel hendak menelepon sopir
Aditya baru saja tiba di mansion ketika paman Grove baru beranjak dari ranjangnya. Untung orang suruhannya tepat waktu menjemput Aditya ke bandara."Maaf, aku terlalu lelah hingga sulit bangun cepat. Duduk dan segarkan dulu pagimu dengan kopi panas, aku membersihkan badan sebentar," ujar paman Grove meninggalkan Aditya yang berdiri di depan pintu kamarnya."Hmm, cepatlah!" sahut Aditya berpindah ke meja makan.Tangannya meraih gelas berisi kopi dan meneguknya seperempat gelas. Udara dingin karena musim hujan membuat suhu tubuhnya sedikit menggigil. Di luaran memang sangat dingin tadi. "Apa Tuan Collins mengizinkanmu kemari?" tanya paman Grove ikut duduk di samping Aditya."Kakek tidak jadi ke luar kota. Agaknya dia ada sedikit masalah dengan Tuan Barata."Masalah apa? Paman Grove mengerutkan kening. Tidak mungkin Tuan Collins mau melakukan permusuhan dengan Tuan Barata. Dia sangat membutuhkan bantuan Tuan Barata untuk kepentingan bisnisnya. "Kamu bercanda?" tanya paman Grove merasa
"Kamu pulanglah, perusahaan Adiguna Jaya membutuhkanmu. Aku bersama orang-orangku segera menyelidiki hubungan Hendra dan Selena. Yang aku butuhkan hanya dua hal, alamat rumah Hendra dan Selena tinggal dan gedung tempat pernikahan mereka sebelumnya!" ujar paman Grove percaya diri. "Hahk! Kalau aku tahu tidak perlu menyuruh orang-orang mu itu menyelidikinya," ketus Aditya menjawab.Paman Grove mendelik, menggeleng-gelengkan kepala guna memfokuskan pikirannya.Ahh, iya. Itu benar! Kalau Aditya bisa melakukannya kenapa meminta tolong padanya. Paman Grove menggaruk-garuk tengkuknya."Aku tetap di sini. Katakan saja ke Tuan Collins aku punya kesibukan di perusahaan Wiguna.""Tuan Collins memintamu ke perusahaan Adiguna Jaya. Akhir minggu ini beliau ke pertemuan bisnis dengan Tuan Barata. Jadi, tidak mungkin Julia yang memegang kendali perusahaan, Aditya.""Julia masih di perusahaan?""Iya, sampai kamu yang menyuruhnya keluar, itu katanya."Aditya terdiam. Dia butuh Selena kembali kepadan