Kini Yoga terkekeh pelan.Nasib dan takdir seakan sedang mempermainkan dia sekarang. Kehidupan, tubuhnya dan pernikahannya mengalami kegagalan yang menyakitkan.Kini Yoga seakan menertawakan dirinya kembali. Sekarang saja, dia tak bisa berbuat apa-apa lagi selain menunggu bantuan dari sahabatnya, Frengky. Sebuah hal yang begitu memalukan untuk seorang Yoga Adhitama, CEO Ex Entertainment. "A-apa? Kenapa kamu ada di jalan? Apa kamu sedang terluka?". Tanya Frengky semakin merasa khawatir akan keadaan Yoga."Kamu kemarilah kesini dan lihat saja bagaimana keadaanku saat ini". Sahut Yoga dengan memberikan kata-kata penuh tanda tanya kepada Frengky."Apa maksud dari perkataanmu, Yoga?". Tanya Frengky dengan kesal karena kata-kata Yoga yang tak jelas diucapkan padanya."Tunggu disana dan aku akan segera kesana". Sambung Frengky lagi.Dengan sangat tergesa-gesa, Frengky bergegas menyambar jaketnya dan segera keluar dari kamar hotelnya untuk menemukan dimana keberadaan Yoga. Sungguh, kata-kata
"Kenapa? Apa ada yang sakit lagi?". Tanya Rakha menjadi panik karena melihat raut wajah pucat pasi Clara sekarang."Ada yang mengalir pak Rakha, darah". Ucap Clara seraya melihat ke arah kedua kakinya."A-apa?". Kini pak Rakha yang berganti terkejut karena melihat darah yang mengalir di kaki Clara.Dengan sigap pak Rakha membawa Clara ke rumah sakit. Ternyata, setelah pemeriksaan dari dokter yang menangani Clara bahwa ia sudah mengalami pecah ketuban. Dokter segera mengambil tindakan dengan menggunakan jalan operasi secar untuk Clara.Alhamdulillah, tindakan cepat yang diambil oleh dokter membuat nyawa Clara dan bayinya selamat. Bahkan sampai detik ini, Rakha masih saja sebagai malaikat penolong bagi Clara."Hei mama Revan kok malah bengong gitu sih?". Suara Rakha membuyarkan lamunanku pada peristiwa saat aku melahirkan Revan tiga bulan yang lalu."Eh, apa Rakha?". Ucapku terbata menyahut perkataan Rakha barusan."Kamu yakin besok sudah mau bekerja lagi?". Rakha menanyakan kembali pe
Aku yang merasa masih menjadi istri sah seorang Yoga tidak bisa menerima begitu saja lamaran seseorang. Tentu saja aku menolaknya dengan alasan yang membuat Rakha menertawaiku."Istri?". Ucap Rakha kala itu."Iya". Kataku dengan tegas."Suami macam apa yang tega meninggalkan seorang istri dan anak kandungnya seperti ini?". Kata Rakha menjadi kesal dengan alasanku menolak lamarannya."Kamu tak berhak mengatakan hal tersebut, Rakha. Walau begitu dia sampai detik ini juga belum menjatuhkan talak padaku". Ucapku kala itu hingga sukses membuatku mulut Rangka bungkam.Aku memang tak salah mengatakan hal tersebut karena memang ingin memberikan ketegasan kepada Rakha. Aku juga tak ingin memberikan sebuah harapan atau janji apapun itu kepada Rakha.Walaupun aku tahu dan sadar bagaimana sebenarnya pernikahanki dengan Yoga selama ini. Aku bahkan tak tahu bagaimana kabar Yoga sampai sekarang. Namun, sebelum ketok palu dipukul, aku dan Yoga tetap sah menjadi suami istri. Itulah keyakinan yang aku
Jantungku berpacu dengan cepat, tak menyangka dengan apa yang aku lihat dengan kedua mataku saat ini. Ternyata Frengky tidak sendirian saat ini, namun kenapa aku tak melihatnya tadi bahwa Frengky bersama orang lain.Pandangan kami kini bertemu, netra kami haus dengan masing-masing sosok yang selama setahun ini tidak pernah kami temui. "Yoga". Ucapku dalam hati.Aku memandangnya lekat dan tak menyangka akan bertemu dengannya hari ini. Aku mengamati tubuh Yoga yang tidak seperti dulu, badannya yang dulu kekar dan tegap kini layu dan tak bersemangat."Apa yang telah terjadi kepada laki-laki yang setahun ini tidak bertatap muka denganku?". Tanyaku lagi.Terlebih lagi kini ia sedang duduk di atas kursi roda. Pantas saja aku tak melihatnya saat mengintip Frengky dari jendela. Ia kini tengah menatapku intens, aku bahkan kehilangan kata-kata untuk mengungkapkan apa yang aku rasakan saat ini."Clara". Aku mendengar suara pelan Yoga memanggilku. Bahkan untuk bersuara, Yoga saja agak kesulitan
Aku tak tahu jika tindakanku yang saat itu meninggalkan Clara akan berbuah sepahit ini. Jika bisa dan diberikan satu kali kesempatan, aku ingin mengulang waktu walau sedetik saja. Aku tidak akan pernah berburuk sangka kepada Clara, istriku seperti waktu itu. Namun, jelas aku tahu, pengandaianku itu tidak akan pernah ada.Sekarang yang ada hanyalah sebuah penyesalan yang akan aku sesali seumur hidupku. Nyatanya, keputusan yang aku buat dengan emosi dan penuh keegoisan membuat hubungan aku dan Clara menjadi semakin tidak berujung kepada kebahagiaan.Karena rasa cemburu, aku tidak bisa berpikir dengan logis. Aku dengan egois membenarkan apa yang aku lihat dengan mataku tanpa menanyakan terlebih dahulu kebenarannya dengan Clara. Bahkan saat Clara mencoba untuk menjelaskan, aku malah tak mau mendengarkan dan merasa apa yang aku lihat itulah kebenaran yang sesungguhnya."Kamu tak mau mendengarkan penjelasan Clara?". Tanya Frengky saat aku bercerita mengenai kejadian beberapa bulan yang lalu
"Stop dulu videonya sebentar di bagian Clara yang baru saja keluar dari restoran Yummy". Ucapku mencoba memberi tahu Frengky maksud ucapanku barusan."Oh, kirain apaan. Kamu bikin orang jantungan saja. Sudah lelah dan lama aku menunggumu untuk siuman, jangan membuat aku kembali khawatir". Frengky malah berkata sedikit kesal."Stop disitu, di bagian itu". Tunjukku cepat saat Frengky kembali mengulang beberapa detik sebelumnya. Aku lantas memandangi Clara dengan seksama saat ia baru saja keluar dari restoran. Ternyata ia masih bekerja disana. Namun, bukan itu tujuan utamaku saat melihat video bagian ini. Aku malah fokus ke bagian perut Clara yang sudah mulai membuncit.Sepertinya Clara menjaga kehamilannya dengan baik. Kini, ia sudah nampak gemuk dengan perut yang mulai kelihatan membesar. Clara malah nampak semakin cantik di mataku. Lebih bahagia yang kurasakan, Ia kini mengandung anak yang berasal dari genku.Puas memandangi Clara, aku lantas kembali menyuruh Frengky untuk kembali me
"Sesuatu terjadi kepada ibu Clara". Jawab frengky dengan raut kesedihan.Aku mengernyitkan dahiku, "Ibu Clara?"."Iya, Yoga".Ternyata, masa kebahagiaan bagi Clara belum datang padanya saat ini. Kini ia harus mengalami cobaan baru lagi yang jauh lebih berat. Aku mengusap pelan wajahku, aku merasa gusar mengetahui keadaan Clara yang begitu banyak mengalami cobaan selama ini. Aku tidak tahu apakah ia membenciku karena ketika ia sedang dalam keterpurukan aku malah menghilang dan tak pernah menemuinya sekalipun. Kini aku ingin memarahi diriku sendiri mengenai kejadian yang menimpa diriku hingga mengharuskan aku tidur di ranjang seperti ini."Ibu Clara meninggal". Ucap Frengky dengan jelas ketika melihatku hanya diam."Mengapa ini bisa terjadi, Frengky. Kenapa orang tua Clara harus meninggalkannya di saat aku bahkan dalam keadaan tidak tahu apa-apa". Ucapku sedikit berteriak.Aku merasa frustasi, dan seperti menjadi seorang pecundang. Dibalik kematian orang tua Clara pasti karena memikirk
"Coba, kamu melangkahkan kakimu ke depan sana, Yoga?". Ucap Frengky yang berusaha menguji kekuatan kaki Yoga."Baiklah, akan aku coba". Kata Yoga patuh, dia juga mau melihat bagaimana perkembangan latihan sarafnya selama ini.Aku pun mencoba menggerakkan kakiku pelan, mengayunkannya ke bawah lantai tempat tidurku. Dengan berpegang ranjang tanganku menumpu berat badanku. Dengan susah payah aku melangkahkan kakiku namun begitu berat satu ayunan kaki yang akan aku angkat."Aw...". Aku terpekik kaget saat langkah kelima ayunan kakiku."Kita bisa berhenti jika ini masih sulit bagimu, Yoga". Ucap Frengky menasehatiku dan mencoba membuatku menghentikan percobaanku hari ini."Tidak, Frengky". Ucapku cepat. Aku masih ingin melanjutkan latihanku lagi.Frengky pun patuh dan hanya mengawasiku dari samping. Ternyata sungguh berat sekali satu ayunan langkah kaki ini. Setelah sepuluh langkah aku berhenti melangkah. Sungguh, aku tak bisa lagi melanjutkan, tubuhku luruh sendiri ke bawah menyentuh lant