"Stop dulu videonya sebentar di bagian Clara yang baru saja keluar dari restoran Yummy". Ucapku mencoba memberi tahu Frengky maksud ucapanku barusan."Oh, kirain apaan. Kamu bikin orang jantungan saja. Sudah lelah dan lama aku menunggumu untuk siuman, jangan membuat aku kembali khawatir". Frengky malah berkata sedikit kesal."Stop disitu, di bagian itu". Tunjukku cepat saat Frengky kembali mengulang beberapa detik sebelumnya. Aku lantas memandangi Clara dengan seksama saat ia baru saja keluar dari restoran. Ternyata ia masih bekerja disana. Namun, bukan itu tujuan utamaku saat melihat video bagian ini. Aku malah fokus ke bagian perut Clara yang sudah mulai membuncit.Sepertinya Clara menjaga kehamilannya dengan baik. Kini, ia sudah nampak gemuk dengan perut yang mulai kelihatan membesar. Clara malah nampak semakin cantik di mataku. Lebih bahagia yang kurasakan, Ia kini mengandung anak yang berasal dari genku.Puas memandangi Clara, aku lantas kembali menyuruh Frengky untuk kembali me
"Sesuatu terjadi kepada ibu Clara". Jawab frengky dengan raut kesedihan.Aku mengernyitkan dahiku, "Ibu Clara?"."Iya, Yoga".Ternyata, masa kebahagiaan bagi Clara belum datang padanya saat ini. Kini ia harus mengalami cobaan baru lagi yang jauh lebih berat. Aku mengusap pelan wajahku, aku merasa gusar mengetahui keadaan Clara yang begitu banyak mengalami cobaan selama ini. Aku tidak tahu apakah ia membenciku karena ketika ia sedang dalam keterpurukan aku malah menghilang dan tak pernah menemuinya sekalipun. Kini aku ingin memarahi diriku sendiri mengenai kejadian yang menimpa diriku hingga mengharuskan aku tidur di ranjang seperti ini."Ibu Clara meninggal". Ucap Frengky dengan jelas ketika melihatku hanya diam."Mengapa ini bisa terjadi, Frengky. Kenapa orang tua Clara harus meninggalkannya di saat aku bahkan dalam keadaan tidak tahu apa-apa". Ucapku sedikit berteriak.Aku merasa frustasi, dan seperti menjadi seorang pecundang. Dibalik kematian orang tua Clara pasti karena memikirk
"Coba, kamu melangkahkan kakimu ke depan sana, Yoga?". Ucap Frengky yang berusaha menguji kekuatan kaki Yoga."Baiklah, akan aku coba". Kata Yoga patuh, dia juga mau melihat bagaimana perkembangan latihan sarafnya selama ini.Aku pun mencoba menggerakkan kakiku pelan, mengayunkannya ke bawah lantai tempat tidurku. Dengan berpegang ranjang tanganku menumpu berat badanku. Dengan susah payah aku melangkahkan kakiku namun begitu berat satu ayunan kaki yang akan aku angkat."Aw...". Aku terpekik kaget saat langkah kelima ayunan kakiku."Kita bisa berhenti jika ini masih sulit bagimu, Yoga". Ucap Frengky menasehatiku dan mencoba membuatku menghentikan percobaanku hari ini."Tidak, Frengky". Ucapku cepat. Aku masih ingin melanjutkan latihanku lagi.Frengky pun patuh dan hanya mengawasiku dari samping. Ternyata sungguh berat sekali satu ayunan langkah kaki ini. Setelah sepuluh langkah aku berhenti melangkah. Sungguh, aku tak bisa lagi melanjutkan, tubuhku luruh sendiri ke bawah menyentuh lant
"Clara hendak melahirkan, dan ia sudah pecah ketuban saat berada di restoran". Kata Frengky menjelaskan."A-apa?". Ucapku berteriak. Kini aku merasa sangat panik."Lantas apa terjadi sesuatu kepada Clara dan bayiku? Semua baik-baik saja, kan?". Ucapku lagi dengan penuh terburu-buru, aku masih merasa syok."Semua baik-baik saja, Yoga. Kamu tak perlu khawatir". Ucap Frengky pasti."Kenapa Clara bisa seperti itu, Frengky?". Kataku masih merasa khawatir."Tidak diketahui, Yoga. Mungkin saja Clara kelelahan begitulah prediksi dokter kemarin". Kata Frengky memberitahuku.Mendengar kata 'kelelahan' yang diucapkan oleh Frengky, aku menjadi serba salah. Ini sedikit pasti akulah yang ikut andil hingga menyebabkan Clara mengalami kejadian seperti ini.Kelelahan yang dialami oleh Clara dikarenakan aku, lagi dan lagi akulah penyebab awal semuanya. Aku mengusap kasar wajahku, entah apa yang sudah aku lakukan terhadap Clara.Kini, mobil kami sedang mengiringi mobil Rakha yang sedang membawa Clara me
Tiga bulan kemudianHari ini aku sedang berada di depan pintu rumah Clara. Aku membulatkan tekad dan mengumpulkan keberanian untuk bertemu dengan Clara dan anakku. Aku sudah tak sabar ingin menyentuh darah dagingku, pewaris keturunanku.Lama sekali Frengky mengetuk pintu berwarna hitam, namun Clara tak jua membukakan pintu. Hatiku berdebar sangat kencang menguatkan diriku untuk bertatap muka dengan Clara.Saat pintu itu terbuka, sungguh aku seolah diam terpaku. Aku juga melihat Clara yang seakan syok melihat aku ketika ia membuka pintu. Aku diam dan seolah mulutku terkunci rapat untuk mengeluarkan suara dari tenggorokkanku. Aku menelan pahit suara yang hanya bergema di pikiranku."Clara". Hanya satu kata yang dengan sangat sulit bisa terucap dari mulutku.Netra mataku dan netra mata Clara saling bertemu, aku menatapnya intens. Aku tak tahu bagaimana reaksinya sekarang. Aku masih duduk di kursi roda, usahaku untuk bisa kembali berjalan hanya sia-sia. Waktu latihan yang aku punya selama
"Aku akan kembali besok. Maafkan jika kedatanganku hari ini mengagetkanmu". Kalimat dari Yoga seakan terus terngiang di telingaku. Ini sudah malam, baby Revan sudah tertidur pulas dari tadi. Entah kenapa aku tadi mengiyakan permintaan Yoga untuk bisa kembali datang ke rumah ini.Hufftt... Aku menghembuskan nafas pelan.Sebenarnya aku juga sudah lelah menghadapi kehidupan yang seperti ini. Aku juga tak mau menghindar dengan kehadiran Yoga. Mau tak mau, cepat atau lambat, Revan juga bakalan bertemu dengan ayahnya. Aku juga sudah berusaha memaafkan Yoga jauh sebelum ia datang kemarin. Aku mencoba mengikhlaskan semua yang telah terjadi karena hanya ingin hidup dengan tenang bersama bayiku dan menemaninya tumbuh dewasa nantinya."Apa yang dialami sama Yoga, juga pasti sangat menyiksanya". Gumamku pelan. Aku kembali teringat akan ceritanya kemarin bahwa ia mengalami insiden berkelahi setelah pergi meninggalkan aku dan Rakha. Mungkin Tuhan menghukumnya dengan mengalami kejadian tersebut,
"Kenapa Rakha kemari, aku kan sudah bilang akan menggunakan motor". Clara pun bertanya-tanya maksud kedatangan Rakha jika memang yang mengetuk pintu itu adalah Rakha.Namun, hatinya mendadak tak karuan karena sekarang di depannya sudah ada Yoga dan Rakha yang saling menatap dalam diam. Sepertinya, Yoga yang sudah duluan membuka pintu untuk Rakha."Rakha...". Panggilan yang aku ucapkan kepada Rakha namun membuat dua orang lelaki yang ada dihadapanku menoleh ke arahku. Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal, dan menjadi salah tingkah."Eh, Rakha, kenapa datang kemari?". Tanyaku gugup seraya melangkah mendekati dua orang lelaki yang masih saja intens menatapku."Kamu dan... ?". Ucap Rakha terjeda dan telunjuknya mengarah ke tubuh Yoga.Yoga yang mendengar kalimat Rakha yang terhenti balik mengarahkan wajahnya ke Rakha. "Apa maksud kamu?". Ucap Rakha seolah tak terima."Hmm, Masuklah Rakha kita bicara di dalam saja". Kataku mencoba mencairkan suasana yang kaku.Kini, aku melihat Yoga d
"Aku akan pergi sendiri, tidak ada yang akan mengantarku". Ucap Clara seraya menstaterkan motor maticnya dan bersiap melaju memecah keramaian jalan beraspal hitam di depan sana."Clara...". Ucap Yoga berusaha mengejar dan mencegah Clara untuk tidak bekerja dulu hari ini."Clara, tunggu... Aku bisa mengantarmu". Teriak Rakha agak keras karena Clara sudah melajukan motornya meninggalkan Yoga dan Rakha di belakangnya.Kini Yoga dan Rakha menjadi patung menatap kepergian Clara di depannya dengan begitu saja. Tak ada yang mampu mencegah Clara, dan kini mereka saling menoleh satu sama lain lalu sedetik kemudian saling membuang muka ke arah lain. "Ini semua salahmu". Ucap Yoga tanpa basa-basi."Salahku?". Jawab Rakha tak terima begitu saja dengan tudingan yang diajukan oleh Yoga."Iya. Jangan mengelak, jika saja kamu tidak datang ke rumah ini, Clara tidak akan bekerja hari ini. Dan, dia tidak akan bekerja dengan menggunakan sepeda motor itu sendirian. Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya?