"Aku akan pergi sendiri, tidak ada yang akan mengantarku". Ucap Clara seraya menstaterkan motor maticnya dan bersiap melaju memecah keramaian jalan beraspal hitam di depan sana."Clara...". Ucap Yoga berusaha mengejar dan mencegah Clara untuk tidak bekerja dulu hari ini."Clara, tunggu... Aku bisa mengantarmu". Teriak Rakha agak keras karena Clara sudah melajukan motornya meninggalkan Yoga dan Rakha di belakangnya.Kini Yoga dan Rakha menjadi patung menatap kepergian Clara di depannya dengan begitu saja. Tak ada yang mampu mencegah Clara, dan kini mereka saling menoleh satu sama lain lalu sedetik kemudian saling membuang muka ke arah lain. "Ini semua salahmu". Ucap Yoga tanpa basa-basi."Salahku?". Jawab Rakha tak terima begitu saja dengan tudingan yang diajukan oleh Yoga."Iya. Jangan mengelak, jika saja kamu tidak datang ke rumah ini, Clara tidak akan bekerja hari ini. Dan, dia tidak akan bekerja dengan menggunakan sepeda motor itu sendirian. Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya?
""Benarkah apa yang kamu ucapkan?"."Jika kamu tak percaya silahkan kamu buktikan sendiri. Baiklah, aku akan pergi sekarang. Semoga usahamu membuahkan hasil seperti yang aku inginkan. Jangan sia-siakan pengorbananku, kawan". Ucap Rakha seraya berlalu."Kawan? Hei, apakah kita berteman?". Ucap Yoga sedikit keras. Kini ada sedikit senyuman yang melengkung di bibir Yoga. Kini ia tahu apa yang harus ia lakukan sekarang.Sementara itu, Clara yang sudah berada di ujunh jalan."Akhirnya aku bisa meninggalkan mereka". Keluh Clara seraya mengemudikan kendaraan roda dua miliknya.Clara melihat dari kaca spion bahwa dua lelaki yang sedang ada di teras rumahnya itu masih menatap kepergiannya. Tak dihiraukan juga oleh Clara teriakan dari Yoga dan Rakha yang pasti ingin menghentikan niatnya untuk pergi bekerja dengan menggunakan motor."Aku tak perduli". Ucap Clara tanpa rasa bersalah.-----Hari Pertama di Restoran Yummy"Assalammualaikum, selamat pagi semuanya". Ucap Clara berkata dengan semua
Ada rasa semangat, keberanian dan pantang menyerah yang Rakha lihat dari sikap Yoga setelah ia menceritakan semua hal yang ia ketahui mengenai Clara. Dan satu hal yang paling penting, ketika Rakha memberi tahu bahwa mulai hari ini ia melepaskan keinginannya untuk memiliki Clara dan baby Revan."Ternyata melihat orang bahagia itu juga membuat kita bahagia juga ya". Gumam Rakha sambil senyum bahagia."Kenapa dia senyum-senyum begitu?". Tanya Clara heran.Clara tak sengaja melihat ke arah jendela, dimana Rakha yang sedang berjalan di depan ruangannya. Dan, bertepatan dengan Rakha yang sedang senyum-senyum sendiri."Apa Rakha punya kabar bahagia? Apakah dia benar ingin memberiku hukuman pekerjaan yang banyak, awas saja ya jika ia membuatku lembur tidak jelas. Atau si laki-laki itu sedang jatuh cinta?". Ucap Clara lagi bertanya-tanya.Tak mau dipusingkan dengan teka-teki pak Rakha, Clara pun mengambil satu buah dokumen yang tergeletak di atas mejanya."Proposal kerja sama catering PT. Serb
"Halo, bi Sumi". Itulah kalimat pertama yang Clara ucap saat ia menelepon bi Sumi. Clara kini sedang berada di dalam ruang kerjanya. Tak sabar Clara hingga panggilan itu tersambung."Iya mba Clara, ada apa mba? Baby Revan masih tidur mba mungkin kecapekan tadi karena bermain dengan papanya". Ucap bi Sumi menyambut suaraku yang terburu-buru.Aku terhenyak mendengar penuturan dari bi Sumi. Lagi pula aku juga menelepon bukan karena baby Revan melainkan karena hal lain. Terus apa tadi, bi Sumi bilang abis bermain dengan papanya?, buru-buru aku segera ingin mengkonfirmasi."Papanya mba? Siapa?". Ucapku cepat tak sabar mendengar apa jawaban dari bi Sumi."Iya tadi kan ada papanya disini mba, mba Clara juga ada"."Aku ada disana juga". Gumamku pelan.Aku mengernyitkan keningku, mencoba memahami kalimat dari bi Sumi. Siapa sebenarnya yang dimaksud oleh bi Sumi sih jika aku masih ada di rumah, apa Yoga?."Apakah laki-laki yang berada di kursi roda?". Ucapku menggambarkan orang yang dimaksud o
Mungkin saja hati ini sudah tertutup atau juga memang sudah terisi penuh untuk Yoga, suamiku, papa dari baby Revan. Hal ini lah yang membuat aku tak bisa membuka hatiku untuk pak Rakha walau sudah sebanyak apa ia berkorban untukku dan keluargaku selama ini."Maafkan aku pak Rakha". Ucapku malah tak sengaja melontarkan kalimat tersebut."Apa? Kenapa kamu malah minta maaf Clara?"."Maafkan aku jika kata maaf yang aku ucapkan juga sudah sangat terlambat". Ucapku lagi.Rakha hanya mengernyitkan keningnya tanda bingung dengan apa yang sedang aku utarakan. 'Berbahagialah Rakha, aku yakin suatu saat kamu akan menemukan wanita yang lebih dari segalanya dariku"."Kamu kenapa, Clara?".Malah kalimat itu yang terlontar dari mulut Rakha. Aku juga tak mau lebih menjelaskan, dan lebih memilih melaksanakan niat dan tujuanku yang baru saja aku sadari."Maafkan aku lagi Rakha. Aku tak bisa ikut makan cemilan denganmu, aku pergi dulu sebentar. Izin ya pak Rakha". Setelah mengatakan itu aku langsung m
"Pelan-pelan". Ucapku di saat aku merasakan bahwa Yoga melakukan gerakan untuk bangun. Yoga tersenyum lantas aku menyambut tangannya agar ia bisa kembali berdiri lagi. Ia dengan semangat berkata kepadaku, "Aku akan latihan kembali, kamu bisa melihatku dengan duduk manis disana"."Kamu bisa istirahat jangan terlalu dipaksa". Balasku merasa khawatir akan kondisinya. Yoga menggeleng merespon permintaanku. Kini tangannya menunjuk sebuah kursi tunggu di sebelah kanan ruangan ini, "Duduklah disana sebentar".Aku melihat arah telunjuk Yoga dan melihat disana memang ada sebuah kursi tunggu yang berwarna putih. Mungkin memang diperuntukkan untuk orang-orang yang sedang menunggu seperti aku sekarang."Baiklah, jangan terlalu dipaksa". Ucapku sambil menatap netra Yoga yang juga sedang menatapku. "Iya". Jawab Yoga dilanjutkan dengan anggukkan kepalanya. Aku lantas berjalan ke kursi tunggu dan duduk disana memperhatikan Yoga yang kini sedang berlatih berjalan kembali. Ada satu instruktur yang
"Baiklah. Jika aku sudah sembuh nanti, biarkan aku memakan semua makanan pedas itu". Pinta Yoga dengan syarat seperti itu padaku. "Deal". "Deal".Aku lantas tersenyum ketika kesepakatan di antara kami selesai. Masa bodoh jika dia harus memakan makanan pedas itu saat ia sembuh nanti. Lagipula yang terpenting adalah saat ini, di masa kritis ia harus memulihkan kesehatan tubuhnya terlebih dahulu. "Apakah kamu begitu mencintaiku?".Pertanyaan Yoga membuat aku terkejut. "A-apa? ". Ucapku kaget tak menyangka lelaki di hadapanku ini mengatakan hal tersebut. "Apakah kamu begitu mencintaiku? ". Ucap Yoga lagi. Aku tak menyangka jika Yoga mengulangi lagi pertanyaannya kepadaku, aku menjadi salah tingkah dan bingung mau mengatakan apa. Untuk berkata jujur aku begitu malu mengatakannya, namun untuk berbohong itu juga tidak mungkin. Aku lantas mengambil gelas minumanku dan menyeruput jus mangga untuk mengalihkan topik yang dibicarakan oleh Yoga. Kini ia masih menatap dan menunggu jawabanku.
Kita rapat sebentar lagi". Ucapnya mengatakan maksud dan tujuannya masuk ke ruangan kerjaku. Aku langsung menaikkan alisku ketika mendengar akan ada rapat setelah bekerja. Dan itu artinya akan pulang terlambat hari ini. "Kenapa? ". Tanya pak Rakha seolah mengerti raut wajahku. "Ah tidak, pak Rakha". Jawabku. Rapat malam ini akan membuat Yoga menunggu lama. Begitulah pemikiran yang terlintas di benakku saat ini. "Baiklah, sepuluh menit lagi kita mulai rapatnya". Setelah mengatakan itu pak Rakha pun keluar dari ruanganku. Aku menarik nafas dan menghembuskan kembali dengan pelan. Mungkin ini yang namanya rintangan dalam sebuah hubungan. Baiklah, tidak mengapa. "Masih ada waktu sembilan menit lagi". Gumam Clara. Clara sedang berpikir untuk menelepon atau mengirim pesan singkat saja kepada Yoga. Jika menelepon, Clara masih merasa canggung dan bisa saja mati kutu untuk berbicara dengan Yoga. "Sebaiknya aku mengirim pesan saja".Setelah bergulat dengan pemikiran sendiri kini Clara l
"Aww... ". Gumamku pelan. Aku terbangun dan merasa seluruh badanku pegal, aku sedikit menggeliat pelan. Deg, aku seperti menyentuh tubuh seseorang, aku pun menoleh ke samping.Aku kaget, karena yang kulihat adalah seseorang. Dan itu adalah Yoga. Kejadian seperti ini mengingatkan aku pada malam pertamaku bersama Yoga juga, dan ini malam keduaku. Aku kini menyadari apa yang telah terjadi dan apa yang sudah kami lakukan tadi malam."Apa karena aktifitas kami tadi malam yang membuat badanku pegal seperti ini". Aku berkata pelan takut mengganggu tidur Yoga. Ditambah dengan perpindahan kami ke rumah hari ini membuat tubuhku terasa begitu lelah. Sama seperti sebelumnya, aku tersenyum dan rasanya tidak mau bangun dari tempat tidur ini. Aku ingin lebih lama berada di samping suamiku ini. Dulu, pagi hari itu adalah hari yang sudah lama berlalu, dan hari ini harus aku tunggu dengan begitu lamanya. Lalu, aku melingkarkan tanganku di pinggangnya. Aku mengamati tiap guratan wajah tampan Yoga, p
"Janji yang mana? ".''Memeluk mama. Tapi papa ingin melakukannya tidak di dapur seperti yang tadi, tapi ditempat yang mama suka". Yoga membuat aku kembali menerka dan membuat aku kembali penasaran. "Mama suka lagi? Tempat yang mana? "'Makanya cepat selesaikan makannya. Biar mama juga tahu?!".Aku melihat Yoga kini mengerling dengan nakal, ia menggodaku. Detak jantungku berbunyi dengan kuat, kenapa aku malah menjadi gugup seperti ini. Untuk memasukkan satu sendok nasi ke mulut pun rasanya urung aku lakukan. Pikiranku pun sudah traveling kemana-mana. "Aish, apalah yang aku pikirkan ini". "Aku akan setia menunggu". Sambung Yoga yang membuat aku semakin menelan ludahku sendiri. Lima menit kemudian. Aku melirik dengan ekor mataku bahwa Yoga yang masih setia menungguku dengan duduk di meja makan. Aku baru saja menyelesaikan makanku dan kini sedang mencuci piring kami berdua dan peralatan memasak tadi. Aku sengaja melambatkannya karena gugup dengan apa yang akan Yoga lakukan setelah i
"Kalau mau dimaafkan harus ada syaratnya? ". Yoga memberiku satu syarat entah apa itu. "Apa syaratnya? ". Tanyaku dengan penasaran. Awas saja jika syaratnya aneh-aneh, aku tidak mau melakukannya. "Syaratnya sangat gampang kok, pasti mama suka"."Mama suka? A-apa, pa? "."Iya mama pasti suka dengan syarat yang akan papa ajukan". Yoga kembali mengulangi perkataanya dengan intonasi pelan agar aku mengerti apa maksud dan tujuannya. Aku kembali memutar otakku menerka apa syarat yang dimaksud oleh suami tuaku itu. Aku jadi ingin tertawa, sudah lama aku tak mengatai Yoga pria tua. Awal pernikahan dulu, aku sering memanggilnya sebagai pria tua. Hal itu aku lakukan karena membenci Yoga. Siapa juga yang tidak akan membenci seseorang yang tiba-tiba hadir didalam kehidupan kita dengan mendadak. Lagipula dulu aku merasa kehadirannya tidak menyenangkan bagiku. Aku yang masih remaja harus menikah dengan seorang pria berumur empat puluh tahun. "Kenapa kamu malah tertawa? ".Sontak pertanyaan dar
"Mau kemana, mama Revan? ".Aku melototkan mata terkejut karena Yoga ternyata tidak tidur. "Eh, ka-kamu tidak tidur?". Tanyaku dengan suara terbata karena terkejut."Mana bisa aku tidur jika kamu tidak ada di sampingku, Clara". Mendengarkan gombalan Yoga pipiku terasa bersemu merah. Aku menjadi salah tingkah saat ini. "Kapan Revan tidur? ". Tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan."Baru saja, tadi kami asyik bermain namun sepertinya dia mengantuk. Aku bawa saja ke kamar dan tak lama setelah minum susu, revan tertidur"."Oh, pasti kecapekan". Ucapku mengiyakan. "Kamu juga tidak capek? ". Yoga bertanya kepadaku.Aku mengangguk mengiyakan pertanyaan dari Yoga. Aku bahkan seperti merenggangkan otot tangan dan pinggangku agar lebih nyaman. "Sini aku pijitin, biar agak enakan badannya". Tawar Yoga kepadaku seraya menarik tubuhku biar berdekatan dengannya. Yoga pun bangun dari tidurnya dan duduk disampingku. Jantungku berdebar kencang saat ini karena jarak kami yang begitu dekat. Aku m
"Maafkan saya pak Rakha. Sepertinya saya harus berhenti bekerja". Ucapku pada akhirnya. Hufft.... Aku bisa menghembuskan nafas lega karena sudah berhasil mengeluarkan kata-kata yang tersangkut berat di tenggorokanku. "A-apa? Aku tidak salah dengar kan Clara? ". Ucap Yoga seolah tak percaya dengan apa yang aku katakan. "Namun, saya akan tetap bekerja hingga satu bulan ke depan". Sambungku lagi. "Apa?"."Iya pak Rakha saya akan berhenti bekerja. Saya akan memberikan surat pengunduran diri saya satu bulan kemudian". Ucapku menjelaskan keinginanku. "Kenapa tiba-tiba seperti ini Clara? Apakah ada yang salah? ". Jawab Rakha seolah tidak percaya. Rakha pun meletakkan sendoknya di atas piring dan memilih tidak melanjutkan suapan selanjutnya. Kabar mengenai pengunduran diri Clara masih teringat di pikirannya. Kini ia sendiri di meja makan ini, Clara sudah meninggalkan dirinya beberapa menit yang lalu. Rakha teringat kembali dengan perkataan Clara yang menjelaskan kenapa ia harus berhent
"Kamu yakin Clara sudah mempertimbangkan semuanya dan mau memberikan aku jawabannya? ". Ucapku kembali bertanya untuk menyakinkan dengan lebih lagi kepada Clara. "Iya, aku yakin. Seratus persen yakin dengan keputusan yang akan aku ambil"."Baiklah, apapun itu aku harap semua untuk kebahagiaan dan kebaikan untuk aku, kamu dab baby Revan". Ucapku dengan penuh penekanan.Clara mengangguk dan mantap akan menjawabnya. Aku malah gugup dan berharap dengan cemas. Sungguh aku takut dan tak bisa memprediksi dengan jelas apa jawaban yang akan Clara katakan. "Aku akan berhenti bekerja dan mulai menjalani hidup sepenuhnya menjadi istrimu dan ibu dari anak kita". Aku menatap Clara dengan binar penuh kebahagiaan karena mendengar jawaban yang memang sesuai dengan harapanku. "Tapi aku punya satu syarat? ". Lanjut Clara memyambung lagi. "Apapun syaratnya jika tidak bertentangan dengan kebaikan kita akan aku penuhi". Ucapku dengan serius dan penuh keyakinan."Syaratnya cuma ada satu, Yoga. Aku hara
"Aku akan menunggu".Aku pun mengetikkan pesan itu dan mengirimkannya kepada Clara. Aku sudah bertekad untuk menunggu dan menanti disini. Rindu yang aku rasakan terlalu berat untuk aku pikul dan aku bawa kembali kerumah. Aku harus menuntaskan rindu ini malam ini juga. Cukup lama aku menunggu dan akhirnya aku berhasil bertemu dengan Clara. Rasa senang dan bahagia sungguh sangat indah saat ini. Namun, ada satu hal yang mengganjal di dalam hatiku saat ini. Akankah bakal ada lagi hari-hari yang akan Clara lewatkan sampai larut malam seperti ini. Meninggalkan baby Revan seharian dirumah bersama seorang pengasuh. "Apakah kamu bisa berhenti bekerja? ". Tanyaku kepada Clara. Sontak sejak saat aku mengajukan pertanyaan tersebut suasana menjadi kaku dan hening. Aku tak bisa menahan untuk tidak mengatakan hal tersebut kepada Clara. Aku ingin dia menjadi ibu rumah tangga seutuhnya. Sepertinya Clara tidak menyukai sikapku. Mungkin sekarang ia berpikir aku mulai mengekang dunianya. Baru saja ka
Aku tak menyangka bahwa wanita yang sedang memegang lenganku adalah Clara. Aku terjatuh saat berusaha melatih otot kakiku untuk bisa berjalan. Sudah dua puluh menit berlalu mungkin itu yang menyebabkan kekuatanku semakin melemah. "Kau disini? ". Itulah kalimat yang aku ucapkan saat aku terkejut melihat ia memegangi tubuhku d n kini berada di depanku. Aku lihat netra mata Clara yang berembun dengan tatapan yang tak bisa aku artikan. Clara juga tak menjawab pertanyaanku. Alih-alih menjawab, Clara malah langsung memeluk tubuh lemahku yang sedang terjatuh. Saat memelukku itulah, aku merasakan ada buliran air hangat jatuh ke lenganku. Aku pun melihat sudah begitu banyak air mata yang mengalir di kedua pipi Clara."Kenapa semuanya kamu tanggung sendiri, Yoga? "."Kenapa selama ini kamu menghilang dan menyembunyikan ini semua dariku? "."Kenapa? Kenapa Yoga? ".Pertanyaan demi pertanyaan Clara lontarkan kepadaku dengan tanpa melepaskan pelukanku lagi. Clara bahkan menangis semakin menjadi
Penasaran mengenai tentang apa itu, aku memutuskan untuk mengikuti arahan tangannya yang menyuruh aku untuk duduk di dekatnya. "Apakah ini mengenai masalah pekerjaan, kamu masih ingin menyuruhku untuk berhenti bekerja?". Tanyaku langsung kepada Yoga saat aku telah duduk di kursi. "Bukan. Bukan hal itu yang ingin aku bicarakan kepadamu, Clara? "."Lalu? ""Kembalilah kerumah kita, mari kita tinggal bersama seperti dahulu".Aku mengarahkan tatapan mataku ke wajah Yoga. Dari ekspresi yang ia berikan, aku tahu dia mengatakannya dengan sangat serius. Aku cukup terkejut akan pembahasan pembicaraan mengenai ini dan tidak menyangka."Bagaimana, kamu setuju kan Clara? "."A-apa? ". Ucapku terbata, aku belum mengetahui jawaban apa yang harus aku katakan. "Kamu bisa mempertimbangkan nanti. Sekarang baby Revan sudah tidur, sebaiknya aku juga pulang".Aku juga tampak bingung dan tak tahu harus mengatakan apa. Diam kembali menyelimuti beberapa saat di antara kami. "Kamu tidak mau makan dulu, bi