Inilah hari di mana Karina dan Nick harus menjemput Mary di bandara, suami Mary sudah berangkat bekerja kemarin lusa. Jadi kakak kedua Nick baru datang menyusul hari ini.Dean bermain dengan mainannya di dalam stroler bersama Karina. sementara Nick menunggu di barisan paling depan agar Mary melihatnya.Beberapa orang mendekati Karina untuk menyapa Dean. Karina masih tidak terbiasa dengan semua perhatian yang Dean dapatkan.Dean menangis, Karina buru-buru menggendong anaknya .“Kamu haus ya, Dean? Sebentar, mom hangatkan susumu.” Karina berbicara pada anaknya. Dia mengambil botol susu yang ada di dalam tas ransel.Tangis Dean langsung hilang ketika ia meminum susu dari botolnya.“Dean, nanti akan ada Mary. Dia kakak kedua Dad. Kamu jangan rewel. Mom mohon.” Karina kembali bicara pada anaknya, seolah-olah Dean sudah paham.Tak lama kemudian, Nick datang dengan Mary di sebelahnya. Wanita itu mendorong koper hitam yang berukuran cukup besar.Karina menelan ludahnya, belum apa-apa dia suda
“Aku hamil lagi.” Berita itu seperti angin segar bagi Nick yang baru saja pulang. Tidak pernah ia bayangkan Karina akan hamil lagi dalam waktu dekat ini.Seingat Nick, dia selalu berhati-hati saat berhubungan dengan Karina. Satu yang ia sadari, bahwa memiliki anak ada di luar kuasanya.Butuh sepuluh detik sampai akhirnya dia bisa merespon ucapan Karina barusan.“Benarkah?”Karina mengangguk, memberikan senyumannya pada Nick “19 minggu.”“Astaga. Bulan depan Dean 1 tahun, dan sebentar lagi dia akan menjadi kakak.” Kata Nick, dia lantas menarik pingang Karina dan memeluk wanita itu dengan sepenuh hati.Dia sangat bahagia. Membuat keluarga besar adalah satu keinginannya, dan semua itu tampak semakin nyata. Dengan Karina, Nick seolah bisa melakukan segala.Dari awal pernikahan hingga sekarang, rasa cinta Nick pada Karina malah terus menambah. Tidak pernah berkurang.*** Setelah melewati beberapa bulan yang terasa lebih panjang dari biasanya. Semua itu karena kehamilan kali ini berjalan
Menjadi seorang Dean Ocean Brook adalah hal yang tidak pernah membuatku menyesal.Di kelilingi orang-orang yang menyangi dan mendukungku. Membuatku tidak ingin mengalami hal yang tidak menyenangkan.Ibuku, Karina. Dia benar-benar sangat jago dalam membesarkan anak. Aku dan adikku yang hanya berjarak setahun, tidak pernah merasakan diskriminasi.Hanya kadang, ayahku yang bernama Nick membuat aku kurang nyaman. Dia sedikit aneh dengan adikku, Diana.Kini usiaku 19 tahun, aku masuk ke salah satu universitas di Boston. Dan tebak, aku mengambil jurusan Kimia. Itu seperti sebuah keajaiban, setelah mendaftar kedua jurusan yang amat berbeda. Awalnya aku tidak percaya kalau aku malah lulus di jurusan kimia dan gagal di jurusan olahraga.Mengingat aku sangat aktif dan memiliki segudang prestasi di bidang olahraga. Nyatanya, itu tidak cukup bagi orang lain. Tetap saja aku puas dengan diriku yang sekarang.Salah satu kelas favoritku adalah kelas dasar meracik obat milik dosenku yang bernama Brian
Ada seseoranng yang datang di rumahku tanpa diundangan. Setahuku, gadis itu adalah teman kakakku. Aku tidak tahu namanya, aku hanya benci saat ada orang lain yang memakai bajuku.Dan sekarang, tamu itu sedang memakai baju tidurku. Baju yang dibelikan oleh ibuku. Sungguh menyebalkan.Setelah aku berusia 15 tahun. Tanpa sengaja aku mendengar cerita tentang ibuku yang kehilangan rahim saat melahirkanku.Semenjak saat itu, aku sangat merasa bersalah dan dihantui mimpi buruk.Yang lebih membuatku kesal. Kenapa ibuku tidak pernah memperlakukanku dengan buruk. Dia malah memanjakanku, padahal aku tidak pantas mendapat perlakuan baik saat kelahirku hampir membuatnya kehilangan nyawa.Setiap mengingat hal itu, dadaku merasa sesak. Rasa bersalah yang akan selalu menggerogoti hatiku tidak akan hilang dengan mudah.Maka dari itu, aku selalu berharap bisa segera keluar dari rumah ini. Aku ingin bebas dari rasa bersalah.“Diana, ke sini.” Panggil Dean saat aku hendak masu ke kamarku. Aku menoleh dan
Aku dan Luna akhirnya sarapan bersama. Hanya berdua, di ruang makan dengannya tertnyata tidak terlalu menyenangkan. Semua nafsu makanku lenyap. Ternyata Luna lebih santai dari yang aku duga. Selama kenal dengan Luna, aku memang selalu sengaja membuat jarak dengannya.Bagaimana aku menjelaskannya. Luna yang mendekatiku lebih dulu, dan aku merasa dia baik. Sampai hari ini, dia membuat keseharianku jadi berantakan.Dia menyantap roti isi yang ayahku buat sebelum berangkat kerja. Ayahku tidak mengucapkan apa pun sebelum berangkat. Dimana pula adik dan ibuku, apa aku sudah diasingkan karena membawa orang asing bermasalah masauk ke rumah.“Kamu tidak makan sandwichmu, Dean?” tanya Luna yang baru saja menyelesaikan makannya.Aku menggeleng, rupanya akulah terganggu dengan kehadirannya. Sayangnya, Luna tidak sepeka itu. Aku benci keadaan rumahku yang jadi aneh hanya karena Luna yang menceritakan soal kekerasan yang ia dapat. Padahal aku tidak tahu, cerita itu fakta atau bukan.“Luna, sebenarn
Sepulang kuliah, aku menyalakan mobilku. Lihat apa yang terjadi, mobilku mogok. Padahal tadi pagi mobilku baik-baik saja.Seharusnya aku menerima tawaran ibu saat dia akan mengantarku.Siang ini aku berencana ke kafe, tapi sepertinya rencana itu harus gagal.Aku hendak menelepon ayahku sampai seorang kakak tingkatku berhenti tepat di depanku yang bersandar pada mobil sedan hitam pemberian orang tuaku.Pria di dalam mobil itu menurunkan kaca jendela mobilnya. Dia melirikku dengan tatapan yang sedikit merendahkan.“Sepertinya ada yang terkena masalah?”Aku benci pria ini, aku benci dia. Dia adalah kakak kelas paling menyebalkan. Hanya karena dia tampan dan pintar, dia pikir semua wanita tertarik padanya. Jangan-jangan dia memang mengidap erotomania.“Tidak ada masalah di sini. Kamu bisa lewat dengan tenang.” Jawabku sembari membuang muka.Justin, dia adalah pria dengan paras yang memang harus kuaki ketampanannya. Wajahnya seperti seorang artis, dia mencolok dengan wajah dan tinggi badan
Rahangku menengang saat mendengar ucapan Luna yang berbelit-belit. Aku memilih untuk pergi, aku tidak ingin punya urusan lagi dengannya. Luna mengikutiku, sembari meneriaki namaku berulang kali.Langkah kakiku yang lebih panjang membuatnya tidak bisa mengikutiku. Kami berpisah saat dia menyerah dan berhenti mengikutiku.Aku nyaris dibohongi oleh temanku sendiri. Yang tanpa sadar sudah menjadi cinta pertamaku yang langsung pupus.Aku seperti sedang dipermalukan. Selama ini aku sudah berbuat hal yang bodoh. Aku hanya perlu meluruskan perasaanku lagi. Toh belum ada yang aku lakukan dengannya.*** Aku berhenti di depan sebuah toko bunga. Entah kenapa aku ingin membelikan ibuku bunga untuk permintaaan maaf. Bagaimana pun, aku sudah membuat kondisi rumah jadi tidak kondusif.Aku membuka pintu toko bunga dengan keyakinan penuh bahwa aku sudah tahu apa yang akan kulakukan. Aroma wangi bunga langsung membuatku tenang. Selama ini aku lebih sering mencium aroma bahan kimia yang sama sekali tida
Ibuku sudah datang. Satu hal yang seharusnya membuatku bahagia.Aku ingat masa kecilku, saat aku kelas 6 sekolah dasar. Saat itu hujan deras, dan semua sudah pulang karena adanya prediksi badai akan datang. Ibuku yang saat itu tidak bisa langsung menjemputku datang sangat terlambat, dia bilang mobilnya tiba-tiba mogok.Saat itu dia datang dengan berlari sekencang mungkin dari mobilnya. Dengan tubuh yang basah kuyup, tanpa payung dan tanpa jas hujan, Dia langsung memelukku dengan erat saat tahu aku masih menunggunya.Bibirnya yang mengigil membuatku sadar kalau dia juga kedinginan saat itu. Sama sepertiku yang sudah menunggunya.Pada waktu itu, aku sempat berpikir kalau aku telah dibuang, ditinggalkan karena sudah membuatnya kehilangan sesuatu yang amat penting dalam tubuhnya.Tapi apa yang ia ucapkan pertama setelah membuatku menunggu adalah hal yang luar biasa bagiku. Ibuku meminta maaf dan mulai menyalahkan dirinya. Rupanya aku tidak suka saat ibu memojokan dirinya. Sebab, di mataku