Pria misterius yang mencuri perhatian Karina kembali ke kafe. Masih menjadi pelanggan pertama di hari kedua kafe Karina buka. Apa dia selalu keluar sepagi ini untuk memulai pekerjaanya?
Hari ini dia memesan teh hijau dengan dua krimer dan roti lapis dengan isiian yang sama seperti kemarin.
Ada hal yang menganggu Karina hari ini, tas pria itu tampak tidak cocok dengan pakaiannya hari ini. Tas berwarna hijau pudar , di padukan dengan kaos kotak-kotak hitam biru.
Namun, sejak kapan Karina perduli dengan gaya berpakaian orang lain.
“Siapa nama mu?” tanya pria itu, wajahnya masih datar. Sungguh, nada bicaranya memubuar Karina terintimidasi.
Karina menunjuk dirinya sendiri keheranan “Aku?”
Pria itu mengangguk “Kita sudah bertemu beberapa kali. Dan sepertinya akan lebih sering bertemu.”
“Kenapa?”
“Aku sedang mencari apartemen di daerah sini.”
Sarah mencoba mengup
Malam itu, setelah membereskan pembukuan kafe, Karina mandi untuk membersihkan diri.Di bawah guyuran air hangat yang menguap, Karina menyentuh bekas luka yang berada di bagian bawah perutnya.Luka itu ia dapatkan saat kecelakaan bersama Evan. Meski tidak sering, Karina terkadang masih memikirkan soal pria itu. Dia penasaran, bagaimana kabar Evan sekarang.Karina harap, Evan baik-baik saja.Hal yang amat mengganggu pikiran Karina adalah pesan dari Gina.Gina bilang, beberapa hari ini Evan terus mencariku, dia bahkan mengajukan perceraian dengan Lea.Meski Karina yakin, tidak ada wanita lain yang mencintai Evan sebesar Lea.Keraguan menyelimuti Karina. Dia mulai besar kepala, apa memang Evan secinta itu hingga merelakan Lea. Tapi, dia tidak bisa terus-terusan memikirkan hal itu.Evan adalah masa lalu, dan Karina harus terima dengan kenyataan itu.Embusan angin menyapa Karina saat gadis itu membuka jendela kamarnya, dia he
Sore itu, Karina berencana berebelanja untuk mengisi kulkas apartemennya. Dia juga ingin mencoba membuat brownis. Hal itu yang paling laku di kafenya, dan Jonathan tidak bisa memberikan lebih dari 40 potong dalam sehari.Padahal, sudah beberapa kali Karina di ajari membuatnya.Karina memakai mantel coklat yang menutupi hingga lututnya, hari-hari sudah mulai dingin.Dia sudah sampai di depan mobilnya, tapi ada yang aneh. Sedari tadi mobilnya tidak bisa dinyalakan. Karina membuka kap mesin, seolah-olah ia paham apa yang akan di kerjakan.Gadis itu memijat pelipisnya saat mengingat kalau dia tidak memanaskan mobilnya beberapa hari.Karina menyerah, dia berdiri terdiam. Sebuah mobil putih baru saja datang. Pengemudinya baru saja keluar. Dia adalah Brian.Pria itu merengut menatap Karina “Kenapa mobil mu?”Karina mengedikan bahu “Entah.”Melihat Karina yang sudah berdandan rapi, Brian mencoba bertanya dengan nada sesantai mungkin.
Kehadiran Nick membuat Karina keheranan. Keadaan kafe seperti jungkir balik, banyak gadis remaja sampai awal umur 20-an rela mengantre untuk melihat wajah Nick.Sepertinya,Nick tidak menyukai kehebohan itu. Dia memilih untuk acuh pada tiap pelanggan. Matanya tidak pernah jauh-jauh dari Karina.Sementara itu,Karina malah sedang memikirkan orang lain.Memorinya masih soal makan malam yang hangat dengan Brian. Setelah memakan segigit brownis,Brian kembali ke apartemennya. Pria itu membawa sisa brownis ke apartemennya.Dan sejak malam itu, dia belum bertemu dengan Brian lagi.Bahkan pagi ini, dia tidak meminum teh dengan dua krimer, minuman favoritnya.Harusnya Karina tidak merasa kecewa, tapi dia tidak bisa menyangkal semua perasaan itu.Karina mengingat semua detail pembicaraanya dengan Brian, dia tidak melakukan kesalahan apa pun. Dia tidak menyinggung masalah pribadi pria itu. Seharusmya semua berjalan normal, antara pelanggan dan pem
Rupanya tidak ada alasan khusus kenapa Brian mengajak Karina makan malam bersama. Brian berfikir hal ini lebih efisien.Brian di paksa oleh mahasiswanya untuk mencoba makan di sana. Sepertinya itu adalah keputusan yang salah. Brian tidak menyukai tempat ramai.Tapi,restoran ini benar-benar penuh sesak. Tidak ada tempat yang kosong. Tubuh Karina terdorong dan hampir terjungkal.Brian mendekap Karina, mencegah tubuh gadis itu terjungkal. Brian melirik orang yang mendorong Karina,memelototi orang yang bahkan tidak sadar hampir mencelakai orang lain.Ada desisan yang membuat Karina berdegik ngeri. Dia mencengkkram tangan Brian.“Terima kasih.” Pekik Karina sembari tersenyum.Rahang Brian masih menegang, dia belum melepaskan tubuh Karina. Matanya berapi-api.“Brian..” panggil Karina, cengkramannya kini mulai mengendur.Barangkali Brian tidak mendengar, Karina kembali memanggil nama pria itu, kini lebih nyaring dari sebelumnya.
Merdeka adalah,ketika Evan tidak muncul juga meski sudah dua minggu setelah Gina memberi kabar mengejutkan itu. Harapan Karina adalah Evan tidak akan pernah muncul lagi di dalam hidupnya.Kembalinya Brian juga membuat Karina merasa lega, setidaknya dia tidak akan sendirian di apartemen saat kafe sudah tutup.Berat badan Karina kembali turun, Brian mengomelinya cukup banyak saat pertama kali melihat Karina.Karina menganggap omelan itu sebagai bentuk perhatian dari Brian. Karena memang sejauh ini,Brian memakai kalimat yang tidak menyakitkan Karina.Siang itu, Karina hanya dengan Nick yang menjaga kafe berdua. Olivia sedang ujian, dia mendapat ijin selama seminggu dari Karina.Padahal Olivia hanya ingin ijin selama 3 hari. Karina tetap Karina, dia tidak ingin membuat orang lain kerepotan, dia tetap memberikan sisa gaji untuk Olivia meski gadis itu sedang tidak bekerja.Karina baru sadar, sedari tadi Nick menatap wajahnya sembari tersenyum. Dia
Ruangan Brian lebih berwarna, ada beberapa lukisan bergaya Ekspresionisme. Harus Karina akui, Brian pandai dalam melukis. Meskipun dia tidak tau soal seni sama sekali.Belum ada seseorang yang Brian undang ke ruang pribadinya. Sejauh ini, Brian selalu menghindari tamu. Dia bahkan tidak bergaul dengan dosen lainnya.Dia tidak begitu tertarik dengan konsep itu.“Kamu seorang pelukis?” tanya Ian dengan nada kagum.Brian menggeleng “Aku dosen.” Tas selampangnya kini tergantung di belakang pintu “Tapi aku memiliki hobi melukis,Ian.”Paru-paru Karina harus bekerja keras melihat senyuman Brian barusan. Dia tersipu, dan sedetik kemudian tersadar. Dia sedang tertarik kepada Brian.Masih dalam penyangkalan Karina, gadis itu berfikir perasaan ini hanya bersifat sementara.Ian menyengir saat melihat lukisan wanita yang tertidur dengan wajah yang menangis “Ini terlihat seperti dirimu,Karina.” Dia menunjuk Karina sembari melontarkan candaan itu.
Sudah seminggu Ian menginap di apartemen Karina, meski situasinya mulai membaik. Ian tetap belum memberi restu kepada Jonathan dan Sarah.Ian hanya mulai mau bertemu dengan Jonathan.Jangan tanya soal hubungan Karina dengan Brian. Pria itu harus ke sebuah universitas untuk mencari dana hibah bagi para mahasiswanya. Kehidupan para ilmuan bergantung dari sana, dan Brian tidak mau menelantarkan mahasiswanya demi dirinya sendiri.Dia tidak akan di Boston setidaknya dua minggu kedepan. Brian juga bukan orang yang gemar berkirim pesan.Jadi begitulah, Karina hanya sibuk mengurus kafe dan Ian. Tidak ada hal lain yang menyita waktunya selain kedua hal tersebut.Pagi itu, Ian sedang bersiap ke sekolah. Dia berjanji hari ini akan menjadi hari terakhinya menginap di rumah Karina. Sarah juga terlalu sering meminta maaf,padahal itu sama sekali tidak perlu.Dia senang ada Ian di apartemennya.Kehadiran Ian membawa dampak yang cukup baik bagi Karina
Bibir Karina kelu,dia hanya bisa berpegngan pada lengan Brian.Paru-paru Karina meronta meminta udara saat gadis itu tercekat. Sesak nafas yang tidak bisa Karina jelaskan. Sensasi ini hanya bisa di timbulkan saat dia bertemu dengan Evan.Selama beberapa detik hening, Karina tidak berani mengangkat kepalanya. Untung saja Brian cukup tinggi untuk menutupi tubuhnya.Brian menarik Karina, memeluk dengan erat, memastikan gadis itu baik-baik saja. Meski Brian tau kalau Karina tidak akan merasakan hal itu sekarang.Pria itu menatap Evan dari atas sampai bawah, menyelidiki setiap inci dari tubuh Evan. Evan tampak seperti pria baik-baik meski memang sedikit berantakan.Kemeja biru yang kusut serta celana jins yang sepertinya sudah lama tidak ia ganti. Rambut pun di biarkan berantakan, ini bukan Evan yang seperti dulu. Yang selalu memikirkan soal penampilannya.Dia terlihat kacau.“Karina..” panggil Evan, suaranya menggeram seolah ada yang mena