Waktunya pulang, salah satu rekan Evan yang bermana Liam menawarkan Karina tumpangan. Tampaknya,Liam juga terkesan dengan paras cantik dan kepintaran Karina.
Evan yang sedang di sibukan dengan Gina yang merenggek agar pria itu memberi tumpangan tampak tak suka saat Liam tidak mengindahkan penolakan Karina.
“Aku membawa mobil sendiri,Liam. Terimakasih.” Ujar Karina, dia bisa mempertahankan senyuman di bibirnya.
Liam mengangguk “Kalau begitu, aku harap kita bisa makan siang bersama besok.”
Sejenak,Karina menatap Evan.
“Sepertinya aku tidak bisa menjanjikan hal itu. Lebih baik aku datang ke kantor mu setelah proposalnya selesai ku buat.” Karina mengangguk, dan segera melesat ke dalam mobilnya.
Gadis itu terdiam di dalam mobilnya beberapa saat. Matanya tertuju pada Evan yang terlihat tidak nyaman.
Rupanya,Evan masuk ke dalam mobil Gina. Karina membuang muka tidak sanggup melihat semua ini. Dia ingin membawa Evan pergi dari sana. Dia tidak
Evan merebahkan tubuh Karina di atas ranjang,speri biru tua berbahan sati itu kusut. Dia menjauh untuk melepas kemejanya.Benar, ada tato di dada kanan Evan. Tato gambar rantai bengkok dengan beberapa tulisan yang tersusun abstrak. Karina tidak sadara kalau dia menyukai tato sebelum melihat tato Evan. Atau mungkin dia hanya menyukai milik Evan.“Ini nama para penjaga panti asuhan ku.” Jelas Evan, sebelum Karina sempat bertanya.Selesai melepas kemeja, dia melemparnya dengan asal. Pria itu mengambil ‘pengaman’ yang dia simpan di dalam dompet.Karina sangat penasaran, dia mengangkat tubuhnya,bertumpu pada sikunya “Aku boleh melihatnya?”“Setelah urusan kita selesai,Karina.” Desis Evan, dia memasang pengamannya.Lebih baik sedia payung sebelum hujan kan.Pria itu merebahkan tubuhnya di atas Karina, mau tak mau Karina menjatuhkan kepalanya. Hingga gadis itu memekik dan tertawa kecil karena merasa geli.Jari Evan mengelus punggung K
Apa yang keduanya lakukan setelah sarapan. Mandi bersama. Itu ide Evan tentu saja. Dia benar-benar membuat Karina merasa ini adalah bulan madunya.Tidak ada istirahat sama sekali.Bahkan setelah mandi dan Karina sedang merapikan barang bawaanya. Evan tidak mau beranjak dari sebelahnya. Menempel seperti seorang lebah dan madunya.“Apa kita akan pergi keluar? Kalau iya, aku perlu baju ganti.” Celetuk Karina, tangannya masih sibuk memasukan gaun ke dalam tasnya.Kemeja Evan ternyata lebih nyaman daripada pakaian lainnya.Sepertinya ini adalah hari yang panjang bagi Evan. Dia lebih ingin memeluk Karina seharian. Tapi sepertinya, makan malam di luar juga cukup praktis.“Bagaimana kalau kita makan malam di Del’s. Setelah itu, kamu bisa menginap di sini. Lagi.” Usul Evan, dia menggeser tubuhnya setelah Karina memunggut ponsel yang tadi ada di dalam tas.“Sial.” Rutuk Karina, dia baru saja mendapat sebuah pesan dari kantornya.Evan men
Suara yang terdengar di telinga Karina, berhasil membangunkan gadis itu. Kepalanya masih berdenyut, tubuhnya juga terasa berat. Evan menoleh ke arah Karina yang sedang berusaha membuka mata “Karina..” dia beralih dari dokter yang tampak bingung. “Dokter, dia sudah bangun.” sambung Evan dengan nada gemetar. Dokter itu mengangguk sekilas dan pergi untuk mengambil hasil pemeriksaan Karina. Karina menyadari kalau ada sesuatu yang janggal. Tapi dia juga penasaran di mana Gina berada. Dia masih harus berbicara dengan temannya itu. “Evan, mana Gina?” suara lirih Karina menyayat hati Evan. “Dia sedang menelepon Dean. Astaga,Karina.” pria itu mengusap rambut gadis itu dengan panik. Sebenarnya ada apa ini? Kalau memang serangan panik, seharusnya Evan tidak terlihat setakut ini. Ini bukan pertama kalinya Evan melihat Karina pingsan karena serangan panik yang ia miliki. Dokter datang dengan catatan medis Karina “Setelah melihat semua data dan melakukan CT. Kamu mengalami kejang o
Seorang wanita dengan rambut pirang sebahu tidak melepaskan pelukan dari leher Evan. Wanita itu terlihat sangat rindu pada Evan.Dan yang lebih menyebalkannya lagi. Evan terlihat sangat serasi dengan wanita itu.Karina berhenti sejenak di ambang pintu, dia mengamati situasinya sekilas. Siapa lagi wanita yang begitu dekat Evan itu?“Karina.” Sapa Liam dengan nada yang canggung.Liam yang sudah tau soal hubungan Karina dan Evan, dia tidak mengira kalau seorang Evan akhirnya akan mengenalkan pacarnya.Evan yang sadar bahwa Karina sudah datang langsung melepaskan pelukan wanita itu. Dia berjalan menghampiri Karina dan mengandeng gadis canggung yang terpaku pada wanita cantik di sebrangnya.Yah, harus di akui. Wanita itu memiliki senyum cerah,matanya berwarna biru terang dengan bibir tipis yang menawan.Karina yang sederhana langsung merasa dirinya kecil dan tidak berharga.“Karina, perkenalkan dia Lea. Lea, ini Karina.” Ujar
Pintu apartemen Karina di banting dengan keras. Dia melampiaskan semua kekesalannya pada pintu tak berdosa itu.Gadis itu melempar tas,jas,dan sepatunya kesembarang tempat. Dia tidak bisa menahan emosinya.Evan,dengan semua rayuan manisnya malah membuat Karina begitu terpuruk sekarang. Gadis itu duduk di sofa miliknya dengan wajah yang tertutup kedua telapak tangan.Masih ada harapan kalau Evan akan menjelaskan semuanya. Namun, di dalam hatinya dia mulai meragukan pria itu.Sebelum Karina sempat menenangkan diri. Pintu apartemennya terbuka, dan Evan masuk mengenakan pakaian yang sangat rapi. Sepertinya, acara itu tetap di adakan walau Karina jelas tidak setuju.“Karina.” Evan mendekati Karina.Karina mengangkat tangan kirinya agar pria itu berhenti mendekatinya “Aku lihat,Lea di apartemen mu. Dia baru selesai mandi,Evan.”Mata Evan terbelalak, dia sudah ketauan. Pria itu tetap mendekat pada Karina walau gadis itu menolaknya dengan kas
"Aku tidak suka Gina, jangan paksa aku." Karina mengetik sesuatu dengan tergesa-gesa "Aku bisa mengurus diri sendiri."Gina menghembuskan nafas panjang "Tapi sepertinya aku yang tidak tahan. Setaiap akhir pekan kamu malah sibuk dengan pekerjaan. Nikmati masa muda mu Karina."Tidak ada yang tau kenapa Karina selalu menolak usulan tentang kencan dan hal-hal yang menyangkut perasaan. Gadis itu memilih bersembunyi di balik laptopnya yang terus menyala dari pagi tadi.Wajah Karina tampak lesu, dia ingin menyumpal telinganya dengan sesuatu agar tidak mendengar rekan kerja yang selalu mengoceh soal hal itu."Kalau begitu, aku pergi dulu. Pastikan kamu tidak lembur."Karina berhenti dari aktifitasnya, dia melirik jam dinding. Sudah pukul 7 malam, dan apa yang sedang dia lakukan adalah bekerja. Dia mengusap wajahnya yang mungil, sebenatar lagi dia harus kembali ke kampung halamannya. Kakaknya akan menikah, dan dia masih melajang. Di usia 24 tahun, Karina sudah berhasil sukses berkat kepintara
Ketika pria yang seharusnya menjadi pendampingnya malam ini mendekati meja Karina. Evan dengan cekatan mendekatkan kursi pada Karina. Jelas wanita itu tidak tampak baik-baik saja.Pria berwajah muda itu tampak bingung "Karina?"Dia heran, seharusnya wanita cantik itu mengenalinya karena dia memakai baju yang sama persis seperti di foto profilnya.Belum sempat Karina menjawab,mata karina tertuju pada sepatu hitam. Karina hanya ingin keluar dari sini.Evan terlebih dulu mengedikan bahu,dengan senyum penuh merendahkan dia menatap pria yang kebingungan itu "Maaf, aku menemukannya duluan. Kami harus pergi sekarang."Karina yang linglung kini mengikuti Evan yang menarik tangannya.Tangan Evan terasa hangat dan kokoh meremas jemari Karina yang basah.Evan memecah kerumunan dengan mudah. Bahkan saat ada antrian di luar restoran yang mengular, Evan berhasil memberikan nafas lega bagi Karina.Mereka berdua berdiri di terotoar tak jauh dari parkiran."Sudah, sekarang kamu bebas." Karina mengger
Karina membawa tasnya, dia harus pulang. Atau lebih tepatnya dia tidak bisa melihat Gina yang mencoba merayu Evan.Ini tidak mungkin perasaan cemburu. Evan bukanlah orang yang spesial, dan tadi hanya sebuah ciuman. Mungkin itu yang di yakini Karina saat ini.Adam mengikuti Karina, dia juga harus menjadi pria yang perhatian. Siapa tau,Evan butuh waktu berduaan dengan teman kencannya.Saat gadis-gadis seusia Karina sedang berpetualang mencari cinta sejati. Karina malah harus terjebak dengan teman kencan temannya sendiri.Gadis itu memijat pelipisnya,Adam tiba-tiba berdiri di depannya seolah menghadang Karina.“Aku bisa mengantar mu. Di mana rumah mu,Karina?” tawar Adam, wajahnya berseri.Karina menggeleng “Kamu tadi minum sake,Adam. Aku harus pulang.”“Benar juga. Kalau begitu hati-hati di jalan.”“Oke.”Tidak ada alasan khusus yang membuat Karina pulang. Bahkan telepon tadi hanyalah sebuah alasan agar dia bisa segera keluar dari situasi canggung ini.Membayangkan ciuman tadi membuat Ka