“Sial, dia lagi!” gumam Recky yang membuat perempuan di sampingnya ikut melirik ke arah Aldo dan Dyta, menatap pasangan itu dengan tatapan tak suka.
“Tuan Morgan terlalu baik padanya, selalu mengirim babu sialan itu buat gantiin dia,” maki Recky sambil menebak. Kali ini ia membatin.
Yah, pasti Morgan yang mengirim Aldo mewakilinya menghadiri pesta, siapa lagi? Pikir Recky. Lagipula ini pesta ulang tahun seorang konglomerat sekelas walikota. Mana mungkin Aldo yang hanya seorang OB bisa mengenal orang sehebat ini.
Recky saja termasuk beruntung. Tentu tidak mudah baginya mendapatkan undangan tersebut. Ia harus merogoh kocek yang cukup banyak untuk membeli tiket demi menghadiri pesta ini dari seorang tamu undangan yang menjual padanya.
Recky dan Resti termasuk tamu ilegal yang otomatis membuat mereka harus diperiksa secara ketat oleh pengawal di depan ketika akan masuk tadi.
Beberapa barang mereka harus ditahan oleh pengawal, se
“Mereka penyusupnya, Pak. Cepat usir mereka!”Suara Recky menyerbu kuping Aldo dan Dyta. Jika Dyta langsung menoleh, berbeda dengan Aldo yang tak peduli sama sekali. Ia terlihat santai saja, masih bisa meneguk anggur merah.Si satpam itu pastinya tidak gegabah mengambil keputusan, jujur saja ia meragukan ucapan Recky yang mengatakan ada penyusup di gedung ini mengingat pengawasan mereka sangat ketat di depan sana, tapi melihat penampilan Aldo dan Dyta si satpam ini agak heran juga karena sama sekali tak terlihat menyerupai para konglomerat lainnya.“Heh! Apa benar kata orang ini kalian penyusup? Coba tunjukkan tiket kalian!”Trak!Usai meletakkan gelas pada meja, Aldo baru menanggapi.“Maaf, kami tidak memiliki tiket.”Petugas itu jelas kaget mendengarnya, memang ada satu tamu spesial yang tidak memerlukan tiket untuk menghadiri pesta ini, dia tahu persis, tapi dia sama sekali tak berpikir Aldo oran
Si satpam pastinya reflek melepaskan genggamannya dari tangan Dyta. Ia sangat terkejut, ia benar-benar tidak menyangka kedua orang di hadapannya ini sungguh tamu spesial itu. Ia menatap Aldo dan Dyta bergantian dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Kemudian segera menunduk.“Tamu spesial?” Semua orang juga membicarakan hal ini. Bisik-bisik kasar semakin jelas terdengar.Selanjutnya mereka memperhatikan Alexander mendekati Aldo dan Dyta.“Anda tidak apa-apa, Nona?” tanya Alexander masih kental akan rasa panik menghiasi wajahnya.Dyta menggeleng lemah, “Saya baik-baik saja.”“Syukurlah.” Ia lalu beralih pada Aldo,Alexander, seorang pengusaha terkaya seasia, marah besar serta nampak sekhawatir ini melihat Dyta diperlakukan tak layak oleh pekerjanya … orang-orang mulai berpikir, sebenarnya siapa Aldo? Sehingga orang sekelas Alex begitu menghormatinya.Pastinya Recky tetap berpiki
“Aku mau kau tampar perempuan itu!” titah Aldo.Jika Resti terbelalak, Recky justru bernapas lega. Bodoamat dengan perempuan itu, mau ditelanjangi juga dia tidak akan peduli.Eit, tunggu dulu … padahal Aldo belum selesai bicara, dia sudah kesenangan sendiri.“Dan dia juga!” tunjuk Aldo pada Recky.Senyuman Recky lenyap seketika.“Hanya itu?” Sementara sang satpam nampak girang. Ia hanya perlu melakukan hal semudah ini untuk menyelamatkan kelima jarinya, juga tidak merugikan dia. Ia tentu langsung bergerak.Plak! Plak!Dengan mudah ia menyelesaikan tugasnya. Gerakannya yang terkesan tiba-tiba dan begitu cepat tidak mendapatkan perlawanan dalam bentuk apapun dari Resti serta Recky. Sebab mereka bahkan sedang melamun serta sibuk menatap Aldo.Perihnya tamparan tidak lebih sakit dari harga diri mereka yang terasa diinjak-injak di tempat umum, ditampar seorang satpam, yang benar saja. Merek
"Oh iya, Dave … ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu," ucap Aldo tiba-tiba.Saat ini Dave dan Aldo berada di ruang kerja Aldo di mansion."Soal apa, Tuan?""Ini—" Aldo mengeluarkan ponselnya. "Soal Dyta …."Ia teringat pada kejadian beberapa hari lalu."Kenapa dengan nona, Tuan?""Mengenai kontak Dyta, coba kamu lihat, kok bisa terblokir begini ya? Apa kamu yang melakukannya?"Deg!Wajah Dave memucat."M-maaf, saya tidak mengerti maksud Tuan. B-bukan saya, Tuan." Dia menjawab gagap."Benarkah?" Aldo mengerutkan kening melihat ekspresi Dave yang agak aneh."Benar, Tuan. Bukan saya. Oh iya … saya baru ingat masih ada pekerjaan yang harus saya kerjakan. Saya pergi dulu, Tuan. Permisi."Aldo tidak menjawab Dave, ia hanya menatap kepergian pria itu dengan penuh keheranan."Sepertinya ada yang disembunyikan," curiga Aldo.Kendati demikian ia tidak
"Katakan, dimana bos kalian, aku harus bicara padanya!"Suara Recky terdengar begitu jelas di kuping Aldo. Sebab ia berbicara dengan nada tinggi. Sepertinya Recky marah besar, dia memang sangat murka. Bagaimana tidak? Perusahaannya direbut paksa oleh Aldo."Tuan, orang itu memaksa masuk," lapor Rio. Tatapannya sendiri tertuju pada Recky."Berikan telepon padanya," titah Aldo tersenyum sinis yang tentu saja tidak dapat dilihat olehnya."Baik, Tuan."Ini saatnya! Penuntutan pembalasan akan sebentar lagi terjadi. Aldo akan membiarkan identitasnya terbongkar sekarang di depan Recky, dia tidak menutupi apapun lagi pada detik ini.Telepon genggam di tangan Rio segera berpindah. Ketika ia baru akan menjulurkan tangannya hendak memberikan ponsel, Recky segera merampas benda persegi itu cepat. Kemudian menempelkannya pada kuping sebelah kiri."Anda bisa mendengarku? Apa maksud dari semua ini?" pelan Recky mengawali sembari menelan ludah
Setelah menyelesaikan urusan Recky, Aldo menuju kantor, ada satu hal lagi yang harus ia lakukan di sana. Tepat jam 1 siang, Aldo tiba di kantor. Ketika ia memasuki gedung, ia bertemu dengan Resti.Prok … prok … prok."Gembel, baru datang segini, wow!"Resti mengitari Aldo.Mengingat kejadian yang menimpa Recky tadi, ia sangat membenci Aldo. Yang dia tahu, Aldo yang menjadi dalang dari semua itu, membuat pacarnya harus kehilangan sebuah perusahaan.Demikian informasi yang berhasil dia dapatkan dari Recky sebelum pria itu benar-benar diseret keluar dari gedung oleh ketiga petugas keamanan. Resti sama sekali tidak tahu-menahu soal Morgan adalah Aldo. Sebab, Recky belum sempat memberitahukan dia.Karena alasan ini pula, membuatnya semakin kesal terhadap Aldo. Ia menatap Aldo dengan tatapan membunuh ketika mengitarinya, dan Aldo membiarkan itu terjadi, sebentar pria itu akan menuntut pembalasan terhadapnya. Ia membiarkan
Memikirkan itu membuat Resti merinding sedap, jika saja benar Aldo adalah Morgan, ia tidak bisa membayangkan lebih banyak. Soal apa yang harus dia lakukan, apa yang akan terjadi selanjutnya, hingga merasa tak sudi selama ini sudah turut mengembangkan perusahaan tersebut.“Ah, mungkin dia hanya menggertak aku. Dasar gembel tidak tau diri!”“Ini nggak bisa dibiarin. Makin hari makin melunjak aja. Aku harus segera singkirin dia dari perusahaan ini sebelum dia yang menyingkirkan aku lebih dulu.”“Iya … aku harus melakukan sesuatu. Aku akan temui Tuan Morgan gimanapun caranya!”“Sayang banget aku nggak rekam apa yang dia bicarakan tadi, kan bisa jadi bukti buat memjerat dia supaya Tuan Morgan mau pecat dia.Resti nampak memasang aja menyesal yang disertai dengan hembusan napas kasar, tapi dia juga tidak terlalu berlarut di dalam rasa penyesalan itu sendiri. Malahan yang mesti dilakukannya saat ini adalah
“Hahah … kamu ini ada-ada aja, Res. OK, aku serius Tuan Morgan nyari kamu. Katanya dia mau bertemu. Darimana aku tau? Barusan aku dipanggil ke ruangannya, terus dia memberiku perintah agar memanggilmu. Dia mau bertemu denganmu.”Kalimat Tere tentu begitu mengejutkan, Resti sampai memutar wajah menatap lekat wajah temannya itu ketika ia sedang berbicara. Tidak, ini sangat sulit dipercaya, rasanya Resti masih belum bisa mempercayainya.Masalahnya selama ini Morgan belum pernah menampakkan diri di perusahaan ini, bagaimana bisa dia berada di ruagannya saat ini. Terus, Tuan Morgan juga mencarinya. Rasanya lebih tidak mungkin lagi.Tapi masalahnya Tere berkata ia berbicara langsung dengan Tuan Morgan, ini yang paling mustahil. Pertanyaannya sejak kapan Morgan datang ke perusahaan dan tidak ada kehebohan sedikitpun? Bahkan Resti tidak mengetahui kedatangan pemimpin mereka ini padahal jabatannya lebih tinggi daripada Tere. Jelas sangat membuatnya ter