“Aku mau kau tampar perempuan itu!” titah Aldo.
Jika Resti terbelalak, Recky justru bernapas lega. Bodoamat dengan perempuan itu, mau ditelanjangi juga dia tidak akan peduli.
Eit, tunggu dulu … padahal Aldo belum selesai bicara, dia sudah kesenangan sendiri.
“Dan dia juga!” tunjuk Aldo pada Recky.
Senyuman Recky lenyap seketika.
“Hanya itu?” Sementara sang satpam nampak girang. Ia hanya perlu melakukan hal semudah ini untuk menyelamatkan kelima jarinya, juga tidak merugikan dia. Ia tentu langsung bergerak.
Plak! Plak!
Dengan mudah ia menyelesaikan tugasnya. Gerakannya yang terkesan tiba-tiba dan begitu cepat tidak mendapatkan perlawanan dalam bentuk apapun dari Resti serta Recky. Sebab mereka bahkan sedang melamun serta sibuk menatap Aldo.
Perihnya tamparan tidak lebih sakit dari harga diri mereka yang terasa diinjak-injak di tempat umum, ditampar seorang satpam, yang benar saja. Merek
"Oh iya, Dave … ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu," ucap Aldo tiba-tiba.Saat ini Dave dan Aldo berada di ruang kerja Aldo di mansion."Soal apa, Tuan?""Ini—" Aldo mengeluarkan ponselnya. "Soal Dyta …."Ia teringat pada kejadian beberapa hari lalu."Kenapa dengan nona, Tuan?""Mengenai kontak Dyta, coba kamu lihat, kok bisa terblokir begini ya? Apa kamu yang melakukannya?"Deg!Wajah Dave memucat."M-maaf, saya tidak mengerti maksud Tuan. B-bukan saya, Tuan." Dia menjawab gagap."Benarkah?" Aldo mengerutkan kening melihat ekspresi Dave yang agak aneh."Benar, Tuan. Bukan saya. Oh iya … saya baru ingat masih ada pekerjaan yang harus saya kerjakan. Saya pergi dulu, Tuan. Permisi."Aldo tidak menjawab Dave, ia hanya menatap kepergian pria itu dengan penuh keheranan."Sepertinya ada yang disembunyikan," curiga Aldo.Kendati demikian ia tidak
"Katakan, dimana bos kalian, aku harus bicara padanya!"Suara Recky terdengar begitu jelas di kuping Aldo. Sebab ia berbicara dengan nada tinggi. Sepertinya Recky marah besar, dia memang sangat murka. Bagaimana tidak? Perusahaannya direbut paksa oleh Aldo."Tuan, orang itu memaksa masuk," lapor Rio. Tatapannya sendiri tertuju pada Recky."Berikan telepon padanya," titah Aldo tersenyum sinis yang tentu saja tidak dapat dilihat olehnya."Baik, Tuan."Ini saatnya! Penuntutan pembalasan akan sebentar lagi terjadi. Aldo akan membiarkan identitasnya terbongkar sekarang di depan Recky, dia tidak menutupi apapun lagi pada detik ini.Telepon genggam di tangan Rio segera berpindah. Ketika ia baru akan menjulurkan tangannya hendak memberikan ponsel, Recky segera merampas benda persegi itu cepat. Kemudian menempelkannya pada kuping sebelah kiri."Anda bisa mendengarku? Apa maksud dari semua ini?" pelan Recky mengawali sembari menelan ludah
Setelah menyelesaikan urusan Recky, Aldo menuju kantor, ada satu hal lagi yang harus ia lakukan di sana. Tepat jam 1 siang, Aldo tiba di kantor. Ketika ia memasuki gedung, ia bertemu dengan Resti.Prok … prok … prok."Gembel, baru datang segini, wow!"Resti mengitari Aldo.Mengingat kejadian yang menimpa Recky tadi, ia sangat membenci Aldo. Yang dia tahu, Aldo yang menjadi dalang dari semua itu, membuat pacarnya harus kehilangan sebuah perusahaan.Demikian informasi yang berhasil dia dapatkan dari Recky sebelum pria itu benar-benar diseret keluar dari gedung oleh ketiga petugas keamanan. Resti sama sekali tidak tahu-menahu soal Morgan adalah Aldo. Sebab, Recky belum sempat memberitahukan dia.Karena alasan ini pula, membuatnya semakin kesal terhadap Aldo. Ia menatap Aldo dengan tatapan membunuh ketika mengitarinya, dan Aldo membiarkan itu terjadi, sebentar pria itu akan menuntut pembalasan terhadapnya. Ia membiarkan
Memikirkan itu membuat Resti merinding sedap, jika saja benar Aldo adalah Morgan, ia tidak bisa membayangkan lebih banyak. Soal apa yang harus dia lakukan, apa yang akan terjadi selanjutnya, hingga merasa tak sudi selama ini sudah turut mengembangkan perusahaan tersebut.“Ah, mungkin dia hanya menggertak aku. Dasar gembel tidak tau diri!”“Ini nggak bisa dibiarin. Makin hari makin melunjak aja. Aku harus segera singkirin dia dari perusahaan ini sebelum dia yang menyingkirkan aku lebih dulu.”“Iya … aku harus melakukan sesuatu. Aku akan temui Tuan Morgan gimanapun caranya!”“Sayang banget aku nggak rekam apa yang dia bicarakan tadi, kan bisa jadi bukti buat memjerat dia supaya Tuan Morgan mau pecat dia.Resti nampak memasang aja menyesal yang disertai dengan hembusan napas kasar, tapi dia juga tidak terlalu berlarut di dalam rasa penyesalan itu sendiri. Malahan yang mesti dilakukannya saat ini adalah
“Hahah … kamu ini ada-ada aja, Res. OK, aku serius Tuan Morgan nyari kamu. Katanya dia mau bertemu. Darimana aku tau? Barusan aku dipanggil ke ruangannya, terus dia memberiku perintah agar memanggilmu. Dia mau bertemu denganmu.”Kalimat Tere tentu begitu mengejutkan, Resti sampai memutar wajah menatap lekat wajah temannya itu ketika ia sedang berbicara. Tidak, ini sangat sulit dipercaya, rasanya Resti masih belum bisa mempercayainya.Masalahnya selama ini Morgan belum pernah menampakkan diri di perusahaan ini, bagaimana bisa dia berada di ruagannya saat ini. Terus, Tuan Morgan juga mencarinya. Rasanya lebih tidak mungkin lagi.Tapi masalahnya Tere berkata ia berbicara langsung dengan Tuan Morgan, ini yang paling mustahil. Pertanyaannya sejak kapan Morgan datang ke perusahaan dan tidak ada kehebohan sedikitpun? Bahkan Resti tidak mengetahui kedatangan pemimpin mereka ini padahal jabatannya lebih tinggi daripada Tere. Jelas sangat membuatnya ter
Resti melangkah penuh semangat menuju ruang presdir untuk bertemu dengan Tuan Morgan. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya ia memiliki kesempatan itu juga. Ia begitu berantusias.Apalagi mengingat dia akan melaporkan tentang tingkah Aldo yang dia yakin akan membuat Morgan naik pitam, membayangkan wajah marah Morgan membuat dia semakin bersemangat saja. Senyuman tak henti-hentinya merekah di wajah perempuan itu.“Tapi … kata Tere Tuan Morgan mencariku, kan? Buat apa ya?”Ketika ia sedang semangat-semangatnya, ia juga tiba-tiba teringat dengan ucapan Tere saat menemuinya tadi. Tuan Morgan mencarinya, jelas membuatnya gugup. Ada masalah apa coba?“Apa semua ini ada hubungannya dengan gembel sialan itu lagi?” Ya … mungkin ada hubungannya dengan Aldo. Begitu pikir Resti.“Sialan! Dia pasti fitnah aku di depan Tuan Morgan kayak yang dia lakukan terhadap Recky. Semua ini tidak bisa dibiarkan, Tuan Morgan harus
Jegrek!Ternyata ruangan itu memang tidak kosong, seorang pria sedang duduk di kursi kebesaran sambil berbicara di telepon. Mungkin ini penyebab dia tidak menjawab Resti.Masalahnya Resti bisa melihat jelas wajah pria itu yang tak lain adalah Aldo, jelas membuatnya mematung sekarang dengan sepasang Retina membulat.“Baiklah, Rio … aku tunggu kamu di ruanganku sekarang juga,” tutup Aldo sambil menatap serius Resti.“J-jadi ….” Resti bahkan tidak mampu meneruskan ucapannya yang hendak mengatakan, “Jadi kamu memang Tuan Morgan?”Ia justru menambahkan kalimat lain, “Ini nggak mungkin! Atau kamu yang tidak tau malu udah membujuk Tuan Morgan seperti biasa supaya bisa mewakilinya menghakimiku?”Aldo tersenyum singkat mendengar kalimatnya itu. Ia sudah tidak heran akan mendengar tuduhan seperti ini, yah … di balik dia sering mengalami tudingan demikian, dia memang terlalu sering me
Sella yang sedari tadi berusaha mencari cara agar memiliki kesempatan untuk bertemu dengan Tuan Morgan akhirnya dia berhasil menemukan sebuah cara juga.Entahlah … terdengar konyol pastinya … ia berpikir akan menemui Aldo dan mengambil alih tugasnya mengantarkan minuman ke ruangan presdir. Saat ini Sella sedang melangkah penuh semangat menuju dapur.Tiba di sana, ia pastinya tidak menemukan sosok Aldo, yang ada hanya Friska, salah satu teman sekerja Aldo selama menjabat sebagai OB.“Eh, kamu liat Aldo si miskin itu nggak?” tanyanya tanpa ada sopan-sopannya sama sekali.Friska tentu tahu Sella sedang berbicara dengannya, tapi dia berpura-pura tidak dengar karena tidak menyukai sikap perempuan itu, hingga Sella pun murka.“Heh! Kamu tuli?! Aku lagi ngomong sama kamu!” bentaknya sambil membalikkan bahu Friska.“Oh … maaf Mbak …,” santai Friska menanggapi, bahkan sambil tersenyum ma