“Oh iya, jangan lupa carikan bodyguard untuk jaga Dyta,” tambah Aldo.
Tentu setelah mengetahui semuanya, dia merasa perlu melindungi Dyta. Tak hanya bodyguard untuk Dyta, tapi dia meminta Dave mengirimkan pengawal buat berjaga-jaga di kediaman ayah dan ibu Dyta, lalu tak lupa juga dengan kedua adik perempuan Dyta.
Aldo tak ingin mengambil resiko, sebelum semuanya terlambat dia merasa harus berjaga-jaga. Dimas sungguh terlalu berbahaya. Klan Ponix terkenak bringas dan kejam.
Yang jadi masalah, semua terlalu dadakan. Aldo juga tidak mengkonfirmasikan pada yang lain lebih dulu sebelum mengirim pengawal, hal ini jelas membuat heran keluarga Dyta pastinya.
Para pengawal yang tiba-tiba muncul di kediaman mereka, lalu bodyguard untuk menjaga Maura dan Yunna, kemanapun mereka pergi 2 pria tinggi tegap akan mengikuti langkah mereka, selain sangat mengejutkan juga membuat mereka tak nyaman.
Jangankan keluarganya, Dyta saja merasa kesal pada Aldo,
“Apa nggak salah, kamu masih bertanya siapa dia?” Sekarang giliran Aldo yang kebingungan. “Maksudnya?” Awalnya Dyta ikut melongo melihat ekspresi Aldo yang sepertinya tidak tahu apa-apa, tapi sejenak dia berpikir mungkin kekasihnya ini sedang mengerjainya, dia pun semakin kesal saja. Prok! Dipukulnya pundak Aldo kuat-kuat hingga pria itu meringis kesakitan. Saat Aldo baru membuka mulutnya hendak melempar protes, Dyta lebih dulu bersuara. “Masih ingin bercanda? Nggak lucu tau nggak!” maki Dyta geram. Dia bahkan tidak memberikan jeda sudah menambahkan lagi. “Liat, gara-gara perbuatanmu kafeku jadi sepi!” Ia menatap miris keadaan kafenya, wajah Dyta terlihat murung detik ini. Melihatnya seperti ini, Aldo pun semakin kebingungan, ia sampai menggaruk-garuk kepala sambil turut mengintip kedalam dengan ekspresi polos. “Puas kamu!” bentak Dyta kemudian dengan suara yang tidak begitu kencang, dia tidak ing
Yup, Dave yang mengirim pria bernama Amor menjadi bodyguard Dyta. Bagaimana Dyta tidak kesal, pengawasan Amor benar-benar terkesan mencengangkan, dia melakukan hal yang sama terhadap semua pengunjung kafe persis seperti yang dia lakukan terhadap Aldo saat ini.Mencegat semua pelanggan yang hendak memasuki kafe, mengintrogasi mereka seperti penjahat, tentu para pelanggan tidak menyukainya. Banyak yang akhirnya tersinggung dan pergi.Bukan tidak Dyta menegurnya, tapi tetap saja dia mengulangi perbuatannya itu lagi dan lagi. Setiap ada pelanggan berkunjung dia akan melakukan hal yang sama berulang. Akhirnya Dyta pun hanya bisa pasrah dengan keadaan kafenya yang sepi, menyisakan beberapa pelanggan yang tersisa membuatnya galau sepanjang hari.Ia lalu bergegas menghubungi Aldo dengan emosi menggebu untuk meminta pertanggungjawaban, tapi sayang Aldo tidak dapat menerima telepon ketika itu. Saat Aldo menemui dia di kafe justru terjadi hal yang lebih menggelikan lagi. D
“T-Tuan …,” sebut Dave terbata saat melihat wajah Aldo di layar. Dia nampak begitu terkejut.Kehadiran Aldo saja sudah membuatnya kaget bukan main, apalagi melihat ekspresi Aldo yang sangat menakutkan.“Kau masih nanya? Aku belum membuat perhitungan denganmu!” lontar Aldo garang.“Urus bodyguardmu itu atau aku kirim dia ke neraka sekarang juga!”Tit!Aldo memutuskan panggilan secara sepihak bahkan sebelum Dave memberi tanggapan. Setelahnya ponsel Amor sudah langsung berdering berjarakkan 3 detik saja usai Aldo menekan icon merah pada handphonenya.“H-halo …,” Amor menjawab agak gagap. Lebih-lebih melihat sorotan mata Aldo yang menatapnya tajam.Tentu saja itu adalah telepon dari Dave. Tak ingin hal buruk sungguh terjadi, Dave bergegas bertindak menyelesaikannya.Sesaat wajah Amor telah berubah pucat. Entah apa yang dibicarakan Dave, Aldo dan Dyta tidak bisa mendengar
Sekarang ini Aldo dan Dyta berada di dalam ruangan pribadi Dyta di kafe, ruang yang biasanya digunakan Dyta untuk beristirahat atau ketika ada kepentingan lainnya.Di sana terdapat sofabed yang empuk, lalu juga tempat tidur, kamar mandi layaknya ruangan pribadi di ruang presdir sebuah perusahaan. Yep, persis ruangan Aldo.Brug!Aldo lebih memilih merebahkan diri pada kasur, karena rasanya punggungnya itu sakit semua saking lelahnya.“Nyamannya,” gumam Aldo sambil menguap.Obrolan santai pun mengawali.“Kamu pasti begadang lagi ya …,” tebak Dyta. “Begadang aja terus. Nyari penyakit!” sinisnya mengerucutkan sudut bibir.Aldo tak berkutik karena tebakan Dyta tidak salah sedikitpun. Dia memang kurang tidur 2 hari ini. Sejak pulang dari Ciwidey ia sibuk mengurusi urusan kantor yang membludak di kala omset perusahaan yang meroket pesat, belum lagi harus mengurusi orang-orang yang menjahili perusaha
Aldo sudah berada di dalam ruangannya lagi saat ini, sedang berhadapan sama Dave. Ia menatap Dave dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.“Jadi ini hal penting yang kamu maksud?” ucap Aldo kaya akan kegeraman.Bagaimana tidak? Dia buru-buru pulang dari tempat Dyta, balik lagi ke kantor hanya untuk menemui Dave yang katanya mau membicarakan hal penting. Namun kenyataannya ….“Maafkan saya, Tuan … tapi dia bodyguard terbaik.”Yup, Dave membahas soal Amor. Bahkan, dia mengajak serta Amor menemui Aldo. Jadi, di dalam ruangan itu saat ini tak hanya ada dia saja tapi juga Amor. Wajah yang pastinya paling tidak ingin dilihat Aldo. Bagaimana dia tidak membuat Aldo murka?Sekarang malah bertambah gemas setelah mendengar kalimat tanggapannya itu.“Terbaik kau bilang? Coba tanyakan kesalahan apa yang dia perbuat.”Walau sangat kesal, Aldo masih berusaha berbicara dengan nada rendah.&ldq
Aldo lalu berpikir idenya ini begitu sempurna, itu satu-satunya cara terbaik untuk melindungi Dyta dari mala bahaya. Dia pun bergegas mengirim sopir untuk menjemput Dyta agar tinggal di mansionnya sementara waktu."Bila perlu selamanya tinggal bareng aku juga nggak apa-apa sih," kekehnya seorang diri.Setelahnya, Aldo bisa lebih tenang. Apalagi ketika sang sopir mengabarkan telah berhasil membawa Dyta pulang ke mansionnya. Ia juga mengirimkan beberapa pengawal untuk berjaga-jaga di rumah dan berpesan agar tidak memperbolehkan Dyta keluar kemanapun.Sementara dia sendiri belum langsung kembali ke mansion, masih sibuk menyelesaikan kerjaannya yang sangat banyak. Sekitar jam 7 malam, dia baru pulang. Dan pastinya langsung disambut serangkaian kalimat protes dari Dyta.&ldqu
Dia lalu mengejar langkah Dyta, setelah cukup dekat dengan perempuan kesayangannya, didekapnya tiba-tiba tubuh jangkung di hadapannya cukup susah payah.Hek!Kemudian diangkatnya segera tubuh yang cukup tinggi itu ke dalam pelukannya ala-ala bridal membuat Dyta terkesiap. Tentu dia seketika memekik Aldo."Kamu ngapain? Lepasin!" berontak Dyta memukul-mukul dada bahu Aldo.“Terus membiarkan kamu pergi, tidak akan!”“Dasar reseh! Cepat lepasin aku!”Dyta masih terus memberontak membuat Aldo kuwalalahan karena dia cukup berat, Dyta sangat tinggi hampir sebanding dengannya, jadi Aldo harus menguras tenaga yang besar buat menggendong Dyta. Apalagi dia ters bergeliat seperti ini.“Diamlah, nanti kita jatuh!” kata Aldo dengan suara sedikit tertahan karena sedang menahan beban.“Bodoamat, makanya turunin aku!”“Jangan mengancamku, nanti kamu nyesel ya. Aku bawa kamu ke
“Emang beneran enak banget apa?”Dyta tak sabar ingin mencicipinya. Aldo tak menanggapi apapun, hanya memperhatikan kekasihnya itu menyendoki kuah sup serta satu potongan cumi pada sendok lalu kembali menuju mulut.Ting nong!Ketika suapan pertama berada di depan mulut Dyta, bel pintu tiba-tiba berbunyi menarik perhatian pasangan itu.“Siapa yang datang?” gumam Aldo yang tentu dapat didengar oleh Dyta.Usai menyuapkan sup pada mulutnya, barulah Dyta menyahut.“Mungkin kamu punya janji sama klien,” tebaknya sambil menguyah.“Biar saya saja yang buka, Tuan.” Bi Imas bergegas keluar dari dapur.“Bilang aja Tuan lagi makan, Bi. Kalau dia ada perlu suruh tunggu aja,” sambung Dyta.“Baik, Nona.” Bi Imas bergegas menuju pintu utama.“Ngomong-ngomong ini beneran enak banget,” alih Dyta yang sudah menyendok sup lagi untuk kali ketiga.