“Emang beneran enak banget apa?”
Dyta tak sabar ingin mencicipinya. Aldo tak menanggapi apapun, hanya memperhatikan kekasihnya itu menyendoki kuah sup serta satu potongan cumi pada sendok lalu kembali menuju mulut.
Ting nong!
Ketika suapan pertama berada di depan mulut Dyta, bel pintu tiba-tiba berbunyi menarik perhatian pasangan itu.
“Siapa yang datang?” gumam Aldo yang tentu dapat didengar oleh Dyta.
Usai menyuapkan sup pada mulutnya, barulah Dyta menyahut.
“Mungkin kamu punya janji sama klien,” tebaknya sambil menguyah.
“Biar saya saja yang buka, Tuan.” Bi Imas bergegas keluar dari dapur.
“Bilang aja Tuan lagi makan, Bi. Kalau dia ada perlu suruh tunggu aja,” sambung Dyta.
“Baik, Nona.” Bi Imas bergegas menuju pintu utama.
“Ngomong-ngomong ini beneran enak banget,” alih Dyta yang sudah menyendok sup lagi untuk kali ketiga.
<Aldo bergegas membuka aplikasi sosmednya pada ponsel di genggamannya. Mencari postingan dengan kata kunci “trending topik hari ini.”Mendapatkan wajah orang-orang itu yang tak disensor membuat ekspresi Aldo semakin dingin saja.“Jadi memang mereka yang melakukan semua ini?"Aldo sempat melupakan tentang yang satu ini, dia belum menanyakan pada Dave lagi pasca bahasan mereka di Bukit Tinggi beberapa waktu lalu karena saking sibuknya dia. Lagipula terlalu banyak yang harus mereka bicarakan beberapa waktu ini.Orang-orang yang terpampang jelas pada salah satu artikel yang dibuka Aldo ternyata memang sangat dia kenal, tepat seperti tebakannya sewaktu di Bukit Tinggi, yang melakukan kejahatan besar tersebut tak lain adalah Recky dan gengnya.Lebih tepatnya yang ada di sana ada wajah Recky dan Robert, sisanya 3 orang lainnya Aldo tidak mengenal mereka.Aldo begitu terkesiap. Namun wajahnya itu lebih kaya akan dendam membara
"Di sini gelap, mending kita jalan kesana yuk," ajak Aldo. "Nggak mau ah, justru nyari tempat yang gelap biar kelihatan bintang-bintang di atas sana," sahut Dyta menunjuk ke atas langit nan jauh dengan mata berbinar. "Indah banget!" serunya girang. Senyuman lebar memenuhi wajah mungilnya. Aldo hanya menoleh pada apa yang ditunjuk oleh Dyta sekilas saja, setelah itu lebih tertarik menatap gadis kesayangannya ini yang baginya sangat cantik malam ini. Padahal Dyta tidak berdandan, juga hanya berpakaian biasa saja. Mengenakan sehelai t-shirt berwarna abu-abu yang dikombinasikan dengan celana pendek 5 senti di atas lutut. Terlihat sangat santai. Mungkin pengaruh pancaran sinar remang-remang rembulan yang melebur satu de
"Tapi nanti malah kamu yang kedinginan," cemas Dyta balik."Nggak masalah, aku pria."Dyta sontak terkekeh singkat, "Memang apa hubungannya, pria nggak bisa dingin gitu?""Dingin sih dingin, tapi pria harus tangguh! Harus bisa melindungi wanitanya! Sekalipun mempertaruhkan nyawa!"Kalimat Aldo membuat Dyta seketika menoleh padanya, menatap serius sepasang mata tegasnya. Aldo juga membalas tatapannya sehingga pasangan itu kembali saling menoleh. Keadaan seperti ini berlangsung cukup lama.Entah bagaimana perasaan Aldo saat ini, yang jelas kalimatnya itu berhasil melukiskan perasaan bahagia yang memenuhi lingkup hati Dyta. Kata-kata yang terdengar begitu sederhana mampu membuat jiwanya seakan menari di atas awan. Begitulah kekuatan cinta.Biasanya suasana begini akan mendorong sepasang kekasih berkeinginan meluapkan perasaan mereka, demikian juga yang terjadi pada pasangan itu. Sekian detik kemudian, Aldo tiba-tiba mendekatkan wajahnya mendeka
Tentu pria itu tidak terima akan kehadiran Dyta dan Aldo, ia bertambah 3 kali lipat lebih murka. “Siapa kalian? Berani-beraninya ikut campur urusanku!” “Kami harus ikut campur karena kau sudah keterlaluan!” Dyta yang menanggapi. “Brengsek! Kau bocah tengik! Aku akan menghajarmu lebih dulu!” Duag! Sebelum pria itu berhasil menyentuh Dyta, tentu saja Aldo yang bergerak lebih dulu. Tidak! Bahkan Aldo tak membiarkan dia melangkah satu langkah pun! Aldo dengan gesit melayangkan sebuah tendangan maut pada titik terlemah cecunguk tersebut, yakni di bagian selangkangan. Ia terlihat mengerang kesakitan membuat posisinya membungkuk memegangi benda berharganya itu. “Bangs*t! Aku harus menghabisimu!” kecamnya tak berdaya. Hanya omongan yang terucap, dia sama sekali tak mampu mengangkat anggota tubuhnya yang lain, jangankan buat melawan Aldo, dia hampir tak mampu menahan kesakitan di bawah sana. Tendangan Aldo terlalu mematikan. “Ka
Di dalam sana, 2 orang bocah yang memiliki wajah mirip, bukan mirip lagi, tapi sama persis sedang menatap lirih ibunya begitu menarik perhatian Dyta Dan Aldo. Mereka berdua yang sama-sama sangat menyukai anak kecil itu sampai saling menolehSalah satu dari anak itu langsung meneriakan sebutan kesayangannya, dan berlarian kecil masuk kedalam pelukan ibunya yang telah membuka lebar kedua tangan."Mama kok lama, kami lapar," keluh gadis kecil itu. Bahasanya bahkan belum begitu jelas.Bukan saja wajah mereka yang mirip, tapi pakaian mereka juga. Cukup sulit dikenali, paling yang berbeda hanya ukuran tubuh mereka. Satunya lebih tinggi dari yang lain, mereka juga sama-sama bertubuh kurus. Jadi perbedaan hanya ada pada tinggi-pendek saja."Mereka kembar? Lucu sekali," puji Dyta kemudian dengan mata berbinar-binar."Mereka cantik." Aldo ikut memuji kedua anak perempuan itu.Tapi ada yang janggal di hati, terdapat banyak bekas luka yang terliha
Akhirnya, untuk sekian waktu Aldo dan Dimas dipertemukan juga setelah cukup lama mereka tidak pernah bersua! Tapi, Dimas maupun Recky dan Robert belum melihat Aldo, sebab dia bergegas menyembunyikan diri saat tanpa sengaja melihat ketiga orang itu.“Ada apa, Tuan?” tanya Dave heran.“Sstt!” Aldo menjawab dengan berdesis lalu memasang kupingnya sedikit memiringkan wajah.Dave tidak bertanya lagi, ia ikut memasang kuping sambil melongo berusaha mengintip siapa di depan sana, sejenak dia ikut terkejut usai mendengar suara salah satu orang yang tidak begitu jauh di hadapan mereka yang sangat dia kenal. Yakni suara samar Dave.Tak perlu melihat jelas wajah mereka lagi, dia sudah bisa menebak dengan benar siapa saja mereka. Lagipula dia baru ingat Robert dan Recky memang ditahan di tempat ini. Selanjutnya Dave dan Aldo berusaha mendengar percakapan orang-orang itu.“Tuan, tolong bebaskan kami dari sini.” Terdengar suar
“Kamu sedang apa di sini? Ketemu mereka ya? Aku nggak nyangka ternyata kau juga kenal pengkhianat-pengkhianat ini,” lontar Aldo sarkas yang membuat Dimas agak salah tingkah pastinya.“Hah? E ….”Dimas terdiam sejenak dengan ekspresi tegang. Aldo tersenyum sinis tapi ketika Dimas tak melihatnya. Sesaat ia memperdalam aksinya.“Kenapa? Kamu kok jadi tegang?” Dia optimis dapat mengurik sedikit informasi penting.Sejenak Dimas tanpa sengaja melihat sepatu Aldo yang terdapat percikan kopi. Senyuman tiba-tiba merekah di wajahnya.“Oh … teman ngopi, Bro. Mereka teman ngopiku,” sahutnya dengan santai.Aldo melengkungkan alis tak begitu mengerti. Akting Dimas terlalu sempurna. Dia benar-benar manusia licik yang tidak bisa diremehkan.“Aku sering ketemu mereka di kafe, jadi sering ngopi bareng terus lama-lama jadi akrab kayak sekarang,” terang Dimas lebih rinci.Al
“Ayolah, seharusnya kalian berdua membongkar semuanya sekarang! Atau kalian ini sungguh pecundang tak berguna yang tak akan membalas walau telah dihina habis-habisan oleh Dimas?” Aldo menunggu dengan sedikit tidak sabar apa tanggapan Recky dan Robert dikatai seperti ini oleh Dimas. Sekian detik selain suasana tegang yang mendominasi, keheningan juga berlangsung. Yang terjadi hanya Dimas dan kedua orang itu saling beradu tatap serta Recky nampak mengepalkan tinju di bawah sana. Dia sepertinya luar biasa murka tapi masih berusaha menahan diri. Aldo tak mengerti apa yang terjadi, cukup lucu … mereka berdua yang begitu berani terhadapnya di masa lalu ternyata memiliki rasa takut yang terkesan berlebihan dalam menghadapi Dimas, padahal mereka harus menerima penghinaan seperti ini buat apa masih menyembunyikan segalanya? Terlebih Aldo tak mengetahui ancaman tempe Dimas tadi terhadap mereka. Sesaat hal di luar nalar justru terjadi. Bukannya menanggapi kalimat Dimas,